• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 lagi digunakan oleh konsumen atau barang yang berupa return dari partner dalam supply chain untuk dikembalikan ke titik asal. Aktivitas RL melakukan recovery terhadap barang tersebut sehingga bagian atau seluruh barang dapat dimanfaatkan kembali. Barang yang dikelola dapat berupa produk atau kemasan, seperti end of life (EOL) product, end of use product, product recall, return untuk penyeimbangan stock, return bagi produk yang tidak terjual, kemasan yang dapat digunakan kembali, kemasan multi trip, dan lain-lain. Hal ini disebutkan dalam Rogers & Tibben-Lembke (1998) bahwa RL adalah proses pergerakan barang dari end user untuk kembali ke titik asal guna penyelamatan nilai barang tersebut. Demikian pula Jingbo (2005) menyatakan bahwa esensi RL adalah mendapatkan nilai dari produk yang tidak dipakai lagi. Ketika suatu produk telah kehilangan nilainya, aktivitas RL dapat melakukan recovery terhadap produk tersebut untuk menjadi produk baru kembali dengan jalan mendaur ulang beberapa bagian atau komponen produk tersebut.

Aktivitas RL yang ideal selain memberi manfaat ekonomi bagi para pelaku, juga berdampak positif bagi lingkungan. Manfaat ekonomi dapat berupa alternatif material untuk bahan baku produksi, sehingga dapat menurunkan penggunaan virgin material, yang kemungkinan semakin langka. Dampak positif bagi lingkungan adalah terhindarnya pembuangan bagian atau seluruh produk bekas yang berbahaya, tanpa pengolahan yang memadai. Sejalan dengan hal tersebut Jingbo (2005) menyatakan bahwa RL tidak saja menciptakan keuntungan ekonomi tetapi juga mempromosikan konstruksi green supply chain.

Aktivitas RL terdiri dari beberapa tahap antara lain: pengumpulan produk pada collection point, pemilahan, pemrosesan kembali, dan pembuangan bagian-bagian yang tidak dapat digunakan kembali. Pengelolaan aktivitas RL pada setiap tahap perlu ditangani dengan baik, sehingga peluang ekonomi dan kemanfaatan lingkungan dari aktivitas RL dapat dicapai.

(2)

Terdapat dua jenis aliran barang pada aktivitas RL yaitu, aliran yang berbentuk tertutup (closed loop) dan aliran yang berbentuk terbuka (open loop) atau lebih dikenal dengan istilah closed loop supply chain dan open loop supply chain. Secara sederhana, aliran dikatakan berbentuk closed loop apabila aliran reverse logistics bertemu kembali dengan aliran forward logistics semula. Aliran dinamakan open loop ketika aliran reverse logistics tidak langsung bertemu dengan aliran forward logistics semula.

Aliran closed loop terjadi karena pihak OEM (Original Equipment Manufacturer) melakukan aktivitas RL untuk pengambilan kembali EOL product atau end of use product dari konsumen, serta melakukan proses recovery terhadap produk tersebut, sehingga aliran material kembali ke aliran forward logistics. Aktivitas RL yang dilakukan oleh OEM ini seringkali dikenal juga sebagai jalur formal. Sementara aliran open loop terjadi ketika aktivitas RL dilakukan oleh pihak di luar OEM, yang ikut andil dalam pengambilan dan penanganan EOL product atau dikenal sebagai jalur informal, dan aliran ini tidak kembali ke aliran forward logistics semula.

Pada jalur formal, aktivitas RL yang dilakukan memberikan peluang ekonomi bagi pelaku dan bermanfaat bagi lingkungan. Hal ini terjadi karena hasil pengolahan dapat dimanfaatkan kembali untuk pembuatan produk baru atau produk lain, sementara proses recovery dilakukan dengan teknologi yang memadai sehingga aman bagi lingkungan. Beberapa penulis menyatakan keuntungan-keuntungan tersebut seperti Dixit & Vaish (2013), Li et al. (2014), dan Srivastava (2007). Sementara contoh kasus bisa dilihat pada Chatterjee & Kumar (2009), Kumar & Yamaoka (2007), dan Soo et al. (2013).

Pada jalur informal, aktivitas RL memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku, tetapi seringkali aspek lingkungan terabaikan. Hal ini terjadi terutama jika pengelolaan RL dilakukan oleh pelaku-pelaku informal yang tidak memiliki teknologi yang memadai untuk mengolah bahan berbahaya yang terkandung dalam produk bekas. Contoh aktivitas oleh pihak informal dan bentuk kontaminasi terhadap lingkungan dapat dilihat pada Chatterjee & Kumar (2009), Chi et al. (2011), Joseph (2007), Li et al. (2011), dan Robinson (2009).

(3)

Pada suatu sistem atau wilayah atau negara, dimana pemerintah tidak memberlakukan regulasi yang mewajibkan pihak OEM menerapkan program pengambilan kembali (take back program), maka memungkinkan terbentuknya dua aliran, baik closed loop (jalur formal) maupun open loop (jalur informal) untuk menangani EOL product yang sama. Aliran closed loop terbentuk ketika pihak OEM berinisiatif menerapkan program take back bagi pengembalian EOL product, melalui jalur formal. Sementara aliran open loop terbentuk ketika terdapat pihak-pihak diluar OEM mengelola EOL product tersebut, untuk pemanfaatan secara ekonomi melalui jalur informal. Pada sistem tersebut dengan tidak adanya regulasi tentang kewajiban penerapan program take back, maka EOL product tidak harus kembali ke OEM, sehingga pada sistem seperti ini jalur informal biasanya menjadi lebih berkembang. Kenyataan perkembangan jalur informal ini dijelaskan dalam Chatterjee & Kumar (2009), Chi et al. (2011), dan Li et al. (2011).

Ketika terdapat jalur formal dan informal untuk pengelolaan produk yang sama seperti gambaran kondisi di atas, permasalahan muncul baik pada jalur formal maupun informal. Pada jalur formal, permasalahan timbul ketika program pengumpulan kembali bagi end of use atau EOL product yang ditawarkan OEM kurang mendapat respon dari masyarakat, sehingga proses recovery yang aman bagi lingkungan pada jalur formal tidak dapat berjalan. Pada jalur informal permasalahan terjadi ketika terdapat proses recovery EOL product yang dilakukan dengan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Sejauh ini, dari hasil studi literatur belum ditemukan model pengelolaan RL yang menggabungkan aliran closed loop dan open loop atau model yang menggabungkan jalur formal dan informal. Studi literatur dilakukan terhadap model-model pengelolaan RL baik pada sistem yang mewajibkan penerapan program take back maupun tidak, juga pada model yang bersifat general yaitu model yang dibuat dengan tidak secara eksplisit menyebutkan lingkungan sistem yang mendasari pembuatan model.

Sementara itu, studi yang membahas tentang jalur formal dan informal masih berupa studi analisis situasi tentang keberadaan kedua jalur tersebut di

(4)

beberapa negara dan usulan kerjasama kedua jalur yang masih bersifat kualitatif dan belum mengarah pada usulan model pengelolaan RL. Atas dasar alasan-alasan tersebut, maka bagaimana mengelola RL pada jalur formal dan informal masih menjadi peluang untuk diteliti.

Perlu diingat pula bahwa konsumen memiliki peran yang penting dalam aktivitas RL, karena merekalah yang memasok material yang akan diolah dalam aktivitas RL. Kemauan konsumen untuk berperan sebagai pemasok akan mempengaruhi keberhasilan aktivitas RL. Hal ini ditekankan dalam Dixit & Vaish (2013) bahwa untuk membangun RL yang efektif perlu diketahui penyebab dari perilaku konsumen, sedangkan Hazen et al. (2012) menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan komponen kunci dalam RL disposition decision sehingga perlu diperhatikan.

Program take back merupakan salah satu cara untuk pengumpulan produk dari konsumen pada jalur formal. Perilaku dan keinginan konsumen untuk berpartisipasi dalam program take back akan berdampak pada kelangsungan aktivitas RL. Dalam hal ini Hazen et al (2012) juga mengungkapkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dipilih oleh konsumen yang mempengaruhi aktivitas RL, termasuk keinginan konsumen untuk mengembalikan produk yang sudah tidak mereka gunakan ke supply chain. Demikian juga Poles & Cheong (2009) mengemukakan bahwa faktor perilaku konsumen dalam pengembalian produk perlu diperhatikan, karena konsumen menentukan lama penggunaan produk dan frekuensi pengembalian produk ke RL. Sementara Flygansvaer et al. (2008) menyatakan bahwa karakter end-user mempengaruhi perbedaan tipe sistem RL, dimana karakter end-user yang dimaksud adalah perilaku end-user yang bersifat aktif atau pasif dalam menganggapi proses pengumpulan EOL product. Hanafi et al. (2008) juga mengemukakan bahwa karakter populasi pada suatu wilayah berbeda dengan karakter populasi pada wilayah yang lain, sehingga dibutuhkan strategi pengumpulan EOL product yang bersifat customized untuk mewujudkan sistem RL yang tepat.

Melihat pentingnya peran konsumen dalam keberhasilan proses pengumpulan EOL product sebagai awal aktivitas RL, maka untuk pengelolaan

(5)

RL, perlu dipelajari juga hal-hal yang terkait perilaku konsumen. Studi yang perlu dilakukan setidaknya meliputi: (i) mempelajari bagaimana perilaku riil konsumen pasca konsumsi produk, untuk mengetahui kecenderungan aliran EOL product pada jalur formal dan informal, dan (ii) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi niat dan perilaku konsumen untuk berpartisipasi dalam proses pengumpulan EOL product, khususnya pada jalur formal. Selanjutnya pengetahuan akan kedua hal tersebut, dapat diakomodasi dalam model usulan pengelolaan RL.

Sementara itu, hasil studi literatur tentang model perilaku konsumen menunjukkan bahwa lebih banyak model yang membahas perilaku konsumen dalam membeli produk dibanding model perilaku konsumen yang berhubungan dengan produk yang sudah tidak digunakan atau EOL product. Demikian juga masih jarang ditemukan model perilaku konsumen terkait proses pengumpulan produk khususnya program take back. Dengan demikian, model-model perilaku konsumen yang telah tersedia belum dapat digunakan secara langsung dalam penelitian ini, sehingga penelitian tentang perilaku konsumen terkait program take back juga masih diperlukan.

Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka untuk menyelesaikan permasalahan rendahnya respon konsumen akan program take back pada jalur formal dan dampak lingkungan dari aktivitas pada jalur informal, diperlukan pengembangan model pengelolaan RL yang meliputi kedua jalur tersebut. Untuk mendukung pengembangan model pengelolaan RL tersebut, perlu juga dipelajari perilaku konsumen terhadap EOL product dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk menyerahkan EOL product melalui program take back pada jalur formal. Untuk itulah pengembangan model pengelolaan RL pada jalur formal dan informal ini juga perlu mengakomodasi perilaku konsumen.

Diharapkan, solusi yang ditawarkan sesuai kondisi sistem yang melatarbelakangi munculnya permasalahan. Seperti diungkapkan dalam Roslim & Ishak (2011) bahwa solusi terbaik bagi pengelolaan sistem RL, tergantung pada konteks ekonomi dan budaya dimana sistem tersebut beroperasi. Artinya latar belakang kondisi ekonomi dan budaya di satu wilayah/ negara/ sistem bisa berbeda satu dengan yang lain, sehingga diperlukan solusi yang

(6)

mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut. Untuk itu, penelitian ini ditujukan bagi sistem yang tidak mewajibkan OEM menerapkan program take back.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan utama yang akan diselesaikan dalam penelitian ini berdasar urutan penyelesaian, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perilaku riil konsumen pasca konsumsi?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku konsumen untuk berpartisipasi pada proses pengumpulan produk pada jalur formal?

3. Bagaimana mengembangkan model pengelolaan RL yang meliputi jalur formal (aliran closed loop) dan jalur informal (aliran open loop), sekaligus mengakomodasi perilaku konsumen pada tahap pengumpulan?

1.3. Batasan Penelitian

Beberapa batasan penelitian ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Model pengelolaan RL dalam penelitian ini ditujukan untuk sistem yang tidak

mewajibkan produsen (OEM) untuk menerapkan program take back.

2. Program take back yang dijalankan produsen merupakan inisiatif dari produsen, bukan sebagai kewajiban, sehingga tetap merupakan jalur resmi/ formal. Sementara jalur informal terjadi karena aktifitas RL oleh pihak-pihak di luar OEM.

3. Tipe produk yang ditangani pada aktivitas RL dalam penelitian ini adalah EOL atau end of used product.

4. Jika tidak ditemukan perilaku konsumen yang berpartisipasi dalam program take back, maka digunakan variabel niat berperilaku sebagai predictor terdekat perilaku.

1.4. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini adalah usulan model pengelolaan RL yang meliputi jalur formal (aliran closed loop) dan jalur informal (aliran open loop), serta mengakomodasi perilaku konsumen pada tahap pengumpulan produk.

(7)

Dari sisi metode penelitian, keaslian penelitian ditunjukkan oleh

framework model yang dikembangkan. Framework model ini menggambarkan

keterkaitan antar model yang diusulkan dan menjelaskan tahapan pengembangan model secara keseluruhan. Framework model secara detail ditampilkan pada Bab. IV Metode Penelitian.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui perilaku riil konsumen pasca konsumsi produk.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berpartisipasi pada aktivitas RL, khususnya dalam program take back.

3. Memberikan usulan model pengeloaan RL yang meliputi jalur formal dan jalur informal, sekaligus mengakomodasi perilaku konsumen pada tahap pengumpulan.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berdasarkan pada kontribusi dan hubungan antar bagian disertasi, dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian tentang perilaku riil konsumen pasca konsumsi, dapat digunakan sebagai informasi untuk menggambarkan aliran EOL product baik pada jalur formal maupun informal, yaitu untuk menyusun model pengelolaan RL pada jalur formal dan informal untuk kondisi eksisting.

2. Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen untuk berpartisipasi dalam program take back, digunakan untuk membuat skenario bagi usulan model pengelolaan RL.

3. Usulan model pengelolaan RL bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan pengelolaan RL, bagi sistem yang tidak mewajibkan penerapan program take back. Model tersebut juga dapat digunakan sebagai referensi untuk pengelolaan RL yang mengakomodasi perilaku konsumen.

(8)

Manfaat lain yang dapat diperoleh dari penelitian adalah bahwa informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berpartisipasi dalam program take back dapat digunakan oleh perusahaan yang menerapkan program tersebut. Dengan demikian program yang diterapkan sesuai dengan karakteristik konsumen sebagai pemasok, sehingga aktivitas RL yang dijalankan dapat berjalan lancar.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengobatan tradisional Talang Mamak, hubungan sosial antara dukun dan pasien sangat erat, dibandingkan hubungan sosial yang terjalin antara dukun dengan pasien

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Penelitian [1] penggunaan sistem informasi geografis dalam memetakan komoditi apa saja yang terdapat pada masing-masing daerah yang dipilih dan telah berhasil

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

informasi tentang jenis dan berbagai motif batik store nusantara, dapat melakukan pemesanan batik secara online dengan mendaftarkan data diri pelanggan dan mengisi form

Setelah Uji Hausman tidak dilakukan disimpulkan bahwa penelitian ini untuk (penawaran ekspor tuna nasional) dipergunaan model estimasi fixed effect dalam menganalisis