• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA (BERCERITA) MELALUI PENERAPAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS VII J SMP NEGERI 2 UBUD GIANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA (BERCERITA) MELALUI PENERAPAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS VII J SMP NEGERI 2 UBUD GIANYAR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

(BERCERITA) MELALUI PENERAPAN TEKNIK

MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS VII J SMP

NEGERI 2 UBUD GIANYAR

Ni Dewi Januria, I Wayan Wendra, Gede Gunatama

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

{dhex_ria@yahoo.com, wayan.wendra@ymail.com

,

detama_fbs_21@yahoo.com

}@undiksha.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan langkah-langkah penerapan teknik menyelesaikan cerita untuk meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar; (2) mendeskripsikan peningkatan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar dengan menggunakan teknik menyelesaikan cerita; dan (3) mendeskripsikan respons siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini guru dan siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, metode tes, metode angket, dan metode wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan teknik analisis deskriptif kuantatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) langkah-langkah pembelajaran yang tepat dalam penelitian ini ditekankan pada tiga hal, yaitu penegasan cara berekspresi, memperbaharui media belajar yang terjadi dekat dengan kehidupan siswa, dan mengacak urutan kelompok dengan memberi peluang siswa yang menentukan sendiri bercerita; (2) penerapan teknik menyelesaikan cerita dapat meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara. Pada pratindakan skor rata-rata klasikal 65 (cukup), siklus I memperoleh skor rata-rata klasikal 74,5 (baik), sedangkan pada siklus II nilai rata-rata klasikal siswa menjadi 79,7 (baik); (3) siswa memberikan respons sangat positif terhadap pembelajaran berbicara (bercerita) melalui penerapan teknik menyelesaikan cerita. Oleh karena itu, diharapkan kepada guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Ubud Gianyar agar menerapkan pembelajaran ini sesuai langkah yang ditemukan dalam penelitian. Kata kunci : teknik menyelesaikan cerita, berbicara, bercerita

ABSTRACT

This study is aimed to (1) describe the series of story completion technique in increasing story telling skill at grade VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar; (2) describe the improvement of story telling in speaking class in grade VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar by using the story completion technique; and (3) describe the students responses in grade VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar, toward the aplication of story completion technique in improving the story telling skill at speaking class. This study

(2)

2

uses Penelitian Tindakan Kelas (PTK) technique. The subjects of this study are the

teachers and grade VII J students of SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. The methods used in collecting the data are observation, test, questionnaire, and interview methods. The data was analyzed by using descriptive qualitative and descriptive quantitative technique. The results of this study showed that (1) the suitable learning series in this study was stressed in three catagories, they are how to show exspresion, to update learning media which closed happened to the students daily life, and to random group turn by giving an apportunity to the students to tell his story; (2) the aplication of story completion technique can increase the ability of story telling at speaking class. The preaction score was 65 (fair), the first cycle got classical average score 74,5 (good), on the other hand at the second cycle the students classical average score become 79,7 (good); (3) the students gave very good responses for speaking class (story telling) through the application of story completion technique. Therefore, the Indonesian teachers at SMP Negeri 2 Ubud Gianyar are supposed to apply the suitable learning process fourd in the study. Key word: story completion technique, speaking, story telling.

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berkomunikasi. Berkomunikasi dapat memudahkan setiap orang untuk melakukan interaksi antarsesama. Alat yang digunakan sebagai media komunikasi adalah bahasa, baik itu bahasa lisan maupun bahasa tulis. Itulah alasan bahasa menduduki fungsi utama dalam kehidupan sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh manusia, untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik interaksi antarindividu maupun interaksi sosial. Apabila dikaitkan dengan pendidikan, fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi dalam proses belajar-mengajar yang melibatkan interaksi guru dan siswa di lingkungan sekolah.

Bahasa yang digunakan sebagai sarana dalam komunikasi verbal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi lisan dan bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi tulisan. Apabila melihat kenyataan di lapangan, orang lebih banyak menggunakan ragam bahasa lisan daripada ragam bahasa tulis. Kegiatan berbahasa lisan itu sering disebut berbicara.

Berbicara menjadi salah satu aspek kebahasaan dari empat aspek kebahasaan yang juga penting untuk dipelajari, selain aspek kebahasaan menyimak, membaca, dan menulis. Wendra (2008: 8) mengungkapkan bahwa

keempat keterampilan berbahasa tersebut, pada dasarnya merupakan suatu kesatuan karena berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga sering disebut dengan catur tunggal. Dalam kegiatan pembelajaran, keterampilan berbicara tidak hanya harus dikuasai oleh guru, tetapi juga harus dikuasai oleh siswa sebagai peserta didik. Hal ini sejalan dengan pengertian berbicara menurut Tarigan (1983:15), “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan pendapat serta pikiran, gagasan, dan perasaan”.

Berdasarkan kurikulum yang berlaku pada jenjang SMP, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tujuan pengajaran bahasa Indonesia tidak hanya sekadar memberikan konsep pengetahuan kebahasaan kepada pebelajar, tetapi lebih dari itu supaya pebelajar memiliki kompetensi berupa kompetensi terampil menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan konteksnya. Artinya, pengajaran bahasa Indonesia lebih ditekankan agar siswa memiliki keterampilan dalam berbahasa dengan memberikan banyak latihan, termasuk latihan keterampilan berbicara. Di samping itu, aspek berbicara yang ada dalam silabus pembelajaran, khususnya pada jenjang SMP terdapat Standar Kompetensi (SK) menuntut siswa dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita. Di dalam

(3)

3

Standar Kompetensi (SK) tersebut

terdapat Kompetensi Dasar (KD) bercerita dengan urutan yang baik, menggunakan suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) tersebut tertuang di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Tahun 2006). Kegiatan bercerita tersebut menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Dengan adanya tuntutan tersebut, keterampilan bercerita penting dipelajari dan dikuasai oleh siswa.

Kegiatan berbicara telah dipelajari anak sejak kecil dan selalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Wendra (2008: 17) mengemukakan beberapa jenis berbicara berdasarkan situasi, salah satu jenis berbicara berdasarkan situasi adalah situasi formal. Terdapat hal yang menarik dalam jenis berbicara tersebut, yaitu terdapat komponen bercerita. Bercerita memang bukanlah hal yang baru dalam pembelajaran berbicara. Cerita akan terasa menarik jika dalam penyampaiannya tepat, baik dari segi diksi, intonasi maupun kronologis. Jika dilihat sekilas memanglah dominan masyarakat umum menganggap bercerita itu adalah hal yang mudah. Walaupun masyarakat berpendapat seperti itu, bukan berarti semua orang dapat bercerita dengan baik tanpa kendala.

Kendala dalam peningkatan kemampuan berbicara siswa khususnya bercerita, juga terjadi di SMP Negeri 2 Ubud Gianyar kelas VII J. Realitas pengajaran bahasa di kelas, khususnya dalam aspek berbicara kurang maksimal. Kenyataan itu, dapat dilihat ketika penulis melakukan observasi awal di sekolah tersebut. Saat pembelajaran berlangsung, guru meminta siswa untuk menyampaikan cerita dengan urutan yang baik. Pada saat bercerita, siswa terlihat sulit memulai cerita, mengurutkan jalan cerita, dan mengakhiri cerita yang disampaikan. Selain itu, siswa tidak fokus dalam bercerita sehingga cerita yang disampaikan tidak sistematis. Hal lain yang terjadi ialah siswa bosan mendengarkan cerita yang disampaikan

oleh temannya terlebih lagi cerita itu tidak dapat menarik perhatian mereka. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak siswa yang belum terampil dalam menyampaikan cerita dan ketidakfokusan serta ketidaktertarikan mereka menyampaikan dan mendengarkan cerita menyebabkan siswa tidak dapat memahami urutan jalan cerita dengan baik.

Hal itu sangat berpengaruh terhadap skor yang diperoleh siswa dalam berbicara (bercerita). Bapak I Nyoman Madra Elyawan, S.Pd., menyatakan bahwa skor rata-rata dari 33 siswa dalam berbicara (bercerita) masih di bawah KKM, yakni 65 (cukup) sedangkan KKM mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya berbicara (bercerita) di kelas VII J adalah 72 (baik). Itu menandakan bahwa ketuntasan pembelajaran berbicara (bercerita) masih belum tercapai. Beliau juga mengatakan bahwa dari 38 siswa di kelas VII J yang mendapat skor sesuai dengan KKM hanya 7 orang, sedangkan 31 orang mendapat skor di bawah KKM. Data tersebut menunjukkan dari 38 siswa hanya 18,42% yang mendapat skor tuntas. Sisanya, 81,57% di bawah skor tuntas. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa skor berbicara (bercerita) di SMP Negeri 2 Ubud Gianyar masih rendah.

Rendahnya skor keterampilan berbicara (bercerita) siswa di kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar disebabkan oleh cara mengajar guru yang kurang inovatif. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan untuk mengikuti pelajaran. Cara lain yang pernah dilakukan, yakni dengan teknik penugasan melalui contoh yang diberikan oleh guru, juga tidak dapat memotivasi siswa untuk belajar. Di samping itu, pada saat kegiatan pembelajaran, guru sedikit memberikan praktik langsung yang sifatnya menantang perhatian dan kemampuan siswa sehingga keterampilan berbicara siswa tidak terasah dengan baik. Jika dilihat dari siswa sendiri, banyak yang tidak fokus dan tidak semangat untuk mengikuti pelajaran. Siswa sibuk dengan kegiatan

(4)

masing-e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014)

4

masing tanpa menghiraukan temannya

yang sedang bercerita di depan kelas. Jika kondisi pembelajaran seperti itu dibiarkan, bukan tidak mungkin keterampilan berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar akan terus berada pada tingkat rendah. Di sinilah peran guru dituntut mampu untuk mencari cara agar pembelajaran di kelas menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Setelah berdiskusi dengan guru, salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan adalah dengan menerapkan teknik menyelesaikan cerita.

Teknik menyelesaikan cerita merupakan teknik yang digunakan oleh guru untuk melatih kemampuan menyimak sekaligus kemampuan berbicara siswa dengan cara menyelesaikan sebagian cerita dan kemudian digantikan oleh siswa lainnya Sriyono (dalam

http://prabareta.blogspot.com). Di sisi lain, Tarigan dkk, (1998: 161) mengemukkan teknik menyelesaikan cerita dengan istilah melanjutkan cerita, yakni dua, tiga, atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan, guru atau siswa mengawali cerita dan cerita itu dilanjutkan oleh siswa kedua, ketiga dan dikahiri oleh siswa berikutnya. Pada bagian akhir dilakukan kegiatan memeriksa jalannya cerita apakah sudah sistematis, logis, atau padu. Dalam hal ini, siswa dituntut kompak dan padu satu dengan yang lain untuk dapat menyimak dengan baik, berpikir cepat, kritis, dan kreatif dalam menyelesaikan cerita temannya.

Keunggulan teknik ini, yakni melalui diskusi dengan teman kelompok, siswa dapat secara runtut mengetahui alur cerita dari awal hingga akhir jalannya cerita. Ada yang memulai, ada yang melanjutkan, dan ada yang bertugas untuk menyelesaikan cerita. Jadi, kegiatan bercerita tersebut dilakukan secara kolaboratif. Melalui teknik ini pula siswa menjadi fokus menyimak cerita dari temannya karena akan melanjutkan cerita tersebut. Jadi, mau tidak mau semua siswa harus terfokus dalam menyimak cerita temannya agar dapat melanjutkan cerita tersebut pada saat ditunjuk oleh guru. Di samping itu, dengan teknik menyelesaikan cerita,

siswa tidak bosan untuk belajar karena ada unsur bermain dan ada tuntutan untuk berpikir kreatif menuangkan kreasinya pada saat melanjutkan cerita sehingga setiap siswa memiliki ciri khas masing-masing pada saat bercerita.

Dari keunggulan yang dijelaskan di atas, maka permasalahan yang ada, yakni kesulitan siswa dalam mengurutkan cerita, ketidakfokusan siswa dalam belajar yang membuat cerita tidak sistematis, dan kebosanan siswa dalam belajar dapat diatasi. Semua permasalahan itu dapat diatasi melalui diskusi antarsiswa sehingga siswa dapat memahami urutan cerita, tanggung jawab melanjutkan cerita yang dapat menantang siswa untuk terfokus, bercerita bergiliran melanjutkan untuk menghilangkan kebosanan karena ada unsur bermain. Dengan demikian, keterampilan berbicara (bercerita) siswa akan dapat ditingkatkan.

Penelitian mengenai keterampilan berbicara pernah dilakukan oleh Komang Ayu Sriantini (2013) dengan judul penelitianPenggunaan Teknik Reis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Khususnya Bercerita Siswa Kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja”. Penelitian yang dilakukan Komang Ayu Sriantini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini menunjukkan bahwa teknik REIS dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja dengan dilihat dari pemerolehan hasil belajar keterampilan berbicara pada masing-masing siklus. Pada siklus I, siswa memeroleh nilai rata-rata secara klasikal 74,5, sedangkaan pada siklus II, nilai rata-rata klasikal siswa menjadi 76,15.

Penelitian tentang keterampilan berbicara juga pernah dilakukan oleh Futri (2011) dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat (PTK pada siswa kelas XI SMA Pasundan 3 Cimahi)”. Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan 3% siswa memeroleh kategori baik sekali, 64% memeroleh kategori cukup, dan 33% pada kategori kurang mampu. Hasil penelitian siklus II menunjukkan terjadinya peningkatan, ini bisa dilihat dari tidak ada

(5)

5

siswa yang memeroleh kategori kurang

mampu, 37% mendapat kategori baik sekali, 50% mendapat kategori baik, dan 13% mendapat kategori cukup.

Penelitian-penelitan di atas, memang sejenis dengan penelitian yang dilakukan. Namun, penelitian-penelitian tersebut memiliki nuansa yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaannya terlihat pada teknik yang diterapkan pada saat pembelajaran berlangsung. Penggunaan teknik menyelesaikan cerita akan sangat menarik dan efektif diterapkan dalam pembelajaran bercerita. Di samping itu, teknik ini tergolong baru dan belum pernah diterapkan di kalangan siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar dan tampakknya sangat efektif dilaksanakan. Perbedaan lainnya ialah terdapat pada subjek dan tempat penelitian. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini ialah guru dan siswa. Sedangkan tempat penelitian ini ialah berlokasi di SMP Negeri 2 Ubud Gianyar.

Dipilihnya SMP Negeri 2 Ubud Gianyar sebagai tempat penelitian karena di samping nilai berbicara siswa rendah, di sekolah itu belum pernah diterapkan teknik menyelesaikan cerita dalam pembelajaran berbicara. Selain itu, melihat jumlah siswa yang cukup banyak, yaitu 38 orang siswa, penerapan teknik ini dapat mengefisienkan waktu bagi siswa untuk bercerita karena dilakukan secara berkelompok dan saling melanjutkan cerita dari teman. Atas dasar itulah, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Berbicara (Bercerita) Melalui Penerapan Teknik Menyelesaikan Cerita Siswa Kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar” guna melengkapi sisi lain dari penelitian-penelitan yang sudah ada.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas tentang (1) langkah-langkah penerapan teknik menyelesaikan cerita untuk meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar, (2) peningkatan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar dengan menggunakan teknik

menyelesaikan cerita, dan (3) respons siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara.

Sejalan dengan masalah itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) langkah-langkah penerapan teknik menyelesaikan cerita untuk meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar, (2) peningkatan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar dengan menggunakan teknik menyelesaikan cerita, dan (3) respons siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara.

Penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis bagi guru, siswa, sekolah, dan peneliti lain. Bagi guru, hasil penelitian ini bermanfaat untuk alternatif melaksanakan pembelajaran berbicara secara kreatif dan menarik. Selain itu, penelitian ini juga bermafaat bagi guru untuk memperkaya teknik pembelajaran yang digunakan untuk mengungkap permasalahan-permasalahan siswa dan cara-cara mengatasinya. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk mendapatkan pengetahuan baru tentang pelajaran bahasa Indonesia. Siswa akan menjadi lebih aktif dalam berbicara, khususnya bercerita. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan penelitian sejenis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan ran-cangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Kegiatan setiap siklus meliputi refleksi awal, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII J, serta guru bahasa Indonesia

(6)

e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014)

6

yang mengajar di kelas VII J SMP Negeri

2 Ubud Gianyar. Objek penelitian ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam menerapkan teknik menyelesaikan cerita, kemampuan siswa dalam bercerita, dan respons siswa terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode metode observasi, metode tes, metode angket, dan metode wawancara.

Metode observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan guru dan siswa dalam langkah-langkah pembelajaran berbicara (bercerita) melalui penerapan teknik menyelesaikan cerita. Metode tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa bercerita. Metode angket/kuesioner serta wawancara digunakan untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan pembelajaran berbicara (bercerita) melalui penerapan teknik menyelesaikan cerita. Penelitian ini menggunakan instrumen sebagai alat untuk mendukung penggunaan metode tersebut. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas belajar-mengajar, tes praktik bercerita, dan lembar angket/kuesioner respons siswa.

Setelah data terkumpul, dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Teknik deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data dengan cara meng-interpretasikan data yang diperoleh dengan menggunakan kata-kata. Teknik deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data menggunakan paparan sederhana yang berkaitan dengan angka. Dalam penelitian ini, data langkah-langkah pembelajaran berbicara (bercerita) melalui penerapan teknik menyelesaikan cerita dianalisis menggunakan analisis data deskripstif kualitatif, data hasil kemampuan berbicara (bercerita) siswa dianalisis menggunakan analisisis data deskriptif kuantitatif dan kualitatif, dan data respons siswa dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Kriteria keberhasilan yang diguna-kan sebagai patodiguna-kan dalam mengakhiri penelitian ini adalah sebagai berikut.

Pertama, kriteria keberhasilan hasil belajar kemampuan bercerita siswa ditunjukkan dengan adanya keberhasilan pemerolehan skor rata-rata kelas pada kategori baik atau 75% dari jumlah keseluruhan siswa memeroleh nilai kategori baik. Kedua, kriteria respons siswa ditunjukkan oleh perolehan persentase 80% dari jumlah keseluruhan siswa merespons positif atau senang terhadap tindakan pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ada tiga temuan penting pada penelitian ini, yaitu (1) menemukan langkah-langkah yang tepat dalam penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam pembelajaran berbicara (bercerita) dan langkah-langkah yang berkontribusi terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar, (2) penerapan teknik menyelesaikan cerita dapat meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar, (3) respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan.

Dalam penelitian ini ditemukan langkah-langkah yang tepat dalam penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam pembelajaran berbicara (bercerita) dan langkah-langkah yang berkontribusi terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. Dengan dilakukan refleksi pada siklus I, guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, yakni (1) siswa belum dapat berekspresi dengan tepat sehingga cerita yang disampaikan kurang menarik.

Dari hasil refleksi pada siklus I, guru memberikan tindakan pada siklus II dengan cara memberikan contoh secara langsung dan selanjutnya menunjuk beberapa orang siswa untuk mencontohkan beberapa ekspresi yang diminta oleh guru. Pemberian contoh secara langsung kepada siswa tentunya akan membuat siswa lebih cepat memahami materi pembelajaran. Setelah diberikan contoh, siswa akan belajar untuk menirunya. Pada hakikatnya, seseorang dapat memahami sesuatu dengan cepat yakni dengan cara meniru. Seperti halnya

(7)

7

dalam ilmu psikolinguistik, seorang bayi

dapat mengeluarkan suara dengan cara menirukan suara ibunya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sunarto dkk (2002: 137) mengemukakan bahwa perkembangan bahasa anak diperoleh dengan meniru dan mengulang hasil yang telah didapatkan.

Pada saat guru meminta siswa untuk menunjukkan salah satu ekspresi, siswa dapat menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan permintaan guru, namun ada pula siswa yang belum tepat menunjukkan ekspresi yang diminta oleh guru sehingga pada kegiatan diskusi yang akan dilakukan, guru meminta siswa kembali berlatih membuat ekspresi yang sesuai dengan cerita yang akan disampaikan. Dengan latihan secara serius dan terus-menerus akan menumbukan rasa percaya diri dan siswa siap untuk berbagi pembicaraan dengan pendengarnya. Melalui latihan pula, siswa akan terlihat menguasai topik yang dibawakan saat bercerita di hadapan teman-temannya; (2) memperbaharui media yang digunakan. Media cerita dongeng yang digunakan pada siklus I diganti dengan memilihkan topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan di sekitar siswa.

Hal ini senada dengan pendapat Wainright (dalam Wendra, 2008: 77), menyarankan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai seseorang agar dapat menjadi pembicara yang baik. Salah satu langkah yang disarankan adalah memilih topik. Pilihlah topik yang sesuai dengan permintaan dan tuntutan pertemuan di mana pembicaraan akan ditampilkan. Selain itu, topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari lebih memudahkan siswa untuk berbicara secara efektif dengan cepat dan mudah. Hendaknya, pembicara berbicara tentang sesuatu yang diketahuinya

Dengan demikian, pembicara akan menguasai topik yang dijadikan bahan pembicaraan. Hal ini sejalan dengan pendapat Carnegie (2001: 38), “bicaralah tentang sesuatu yang diperoleh dari pengalaman dan belajar”. Pengalaman seseorang di samping mudah dikuasai sebagai bahan pembicaraan yang menunjang faktor kelancaran dalam

berbicara, juga akan menarik perhatian sebagai faktor yang sangat penting. Adapun topik-topik yang digunakan, seperti MOS, Piket Harian, Bertamasya, dan Kegiatan Ekstrakurikuler. Topik-topik itu memudahkan siswa untuk menyusun sebuah cerita dan tentunya membuat siswa akan lebih memahami isi dari cerita yang disampaikan; (3) konsentrasi dan kefokusan siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Dengan dilakukan refleksi pada siklus I, diketahui pula bahwa pada saat pembelajaran berlangsung siswa sering kurang fokus dan kurang berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung yang disebabkan oleh suara gaduh dari kelompok yang sudah selesai tampil dan suasana ribut dari luar kelas. Kendala tersebut adalah salah satu hambatan secara eksternal.

Hal ini sesuai dengan pendapat Triningsih (2008:1-2) mengemukakan bahwa salah satu hambatan dalam keterampilan berbicara datang dari faktor eksternal, seperti suara atau bunyi. Kerasnya suara atau bunyi yang terdengar dari keadaan sekitar adalah hambatan bagi seseorang untuk berbicara di depan khalayak banyak. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki volume suara yang kecil. Oleh karena itu, guru mengambil tindakan pada siklus II untuk menutup pintu dan jendela kelas pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Selain itu, pada saat akan bercerita guru memanggil kelompok secara acak seperti tindakan pada siklus I. Hal yang membedakan, ialah guru tidak lagi menunjuk siswa secara acak untuk melanjutkan cerita dari temannya melainkan siswa yang menentukan sendiri siapa yang bertugas untuk memulai cerita, melanjutkan, dan mengakhiri cerita. Jadi, semua siswa di dalam kelompok bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing.

Temuan kedua, penerapan teknik menyelesaikan cerita dapat membantu meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. Apabila melihat perbandingan hasil yang diperoleh sebelum menerapkan teknik menyelesaikan cerita, setelah dilakukan

(8)

e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014)

8

tindakan telah terjadi peningkatan yang

signifikan hingga memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah. Pernyataan ini diperkuat dari perbandingan hasil tes berbicara (bercerita) yang diperoleh siswa sebelum dilakukan tindakan, pelaksanaan siklus I, sampai pelaksanaan tindakan siklus II pada tabel dan diagram berikut. Tabel 1. Perbandingan antara skor

rata-rata kelas sebelum dilakukan tindakan, siklus I, dan siklus II Pelaksanaan Skor

rata-rata kelas Kategori Pratindakan Siklus I Siklus II 65 74,5 79,7 Cukup Baik Baik

Diagram 1. Perbandingan antara skor rata-rata kelas sebelum dilakukan tindakan, siklus I, dan siklus II

Peningkatan skor siswa itu didukung oleh teknik pembelajaran yang tepat, seperti yang diungkapkan oleh Al Khazin (2010), bahwa teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan

seorang guru dalam

mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Sejalan dengan pendapat Nurjaya (2012: 18) mengemukakan bahwa

teknik berarti bagaimana mengerjakan apa yang sudah ditentukan harus dikerjakan, suatu praktik yang spesifik yang dipilih oleh guru untuk dilaksanakan dalam suatu kelas tertentu.

Oleh karena itu, digunakanlah teknik menyelesaikan cerita. Dalam pembelajaran berbicara dengan menggunakan teknik menyelesaikan cerita, siswa akan saling bekerjasama untuk menyusun cerita, ada yang memulai, melanjutkan, dan menyelesaikan cerita. Sejalan dengan pendapat Tarigan dkk, (1998: 161) mengemukkan teknik menyelesaikan cerita dengan istilah melanjutkan cerita, yakni dua, tiga, atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan, guru atau siswa mengawali cerita dan cerita itu dilanjutkan oleh siswa kedua, ketiga dan dikahiri oleh siswa berikutnya.

Selain itu, guru juga memegang peranan penting dalam memengaruhi peningkatan hasil belajar siswa. Motivasi belajar oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya dalam bercerita. Mudjiono (2006: 85) menyatakan bahwa motivasi memiliki manfaat untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. Dalam penelitian ini, guru memberikan motivasi kepada siswa pada saat siswa mengalami hambatan saat bercerita. Motivasi yang diberikan guru tidak hanya di depan kelas, melainkan langsung mendekati dan berkomunikasi dengan siswa.

Temuan ketiga, mengacu pada peningkatan hasil respons siswa terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita untuk meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. Rata-rata respons siswa terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita mengalami peningkatan dari siklus I menuju siklus II. Peningkatan skor rata-rata respons siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut ini.

Tabel 2. Perbandingan antara skor rata- rata respons siswa siklus I, dan

(9)

9

siklus II

Pelaksanaan Skor rata-rata kelas Kategori Siklus I Siklus II 26,8 27,5 Positif Sangat positif

Diagram 2. Perbandingan antara skor rata-rata respons siswa siklus I, dan siklus II

Peningkatan skor rata-rata respons siswa terjadi karena teknik menyelesaikan cerita yang digunakan oleh guru memiliki unsur bermain, yaitu siswa saling melanjutkan cerita. Senada dengan pendapat Mudini dkk, (2010: 24) menyatakan bahwa teknik menyelesaikan cerita dapat membuat suatu permainan cerita. Siswa diminta menceritakan suatu cerita kemudian siswa lain diminta untuk melanjutkannya. Jadi, ada unsur bermain yang menjadikan siswa tertarik atau menarik minat siswa untuk bercerita.

Teknik ini juga membuat siswa berpikir kreatif menuangkan kreasi sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Selain itu, teknik menyelesaikan cerita memudahkan siswa dalam bercerita karena tidak menyelesaikan cerita secara individu. Mereka pun bebas menentukan sendiri di dalam kelompok, siapa yang

bertugas untuk memulai, melanjutkan, dan menyelesaikan cerita yang dibawakan. Jadi, siswa merasa senang bercerita dengan teknik menyelesaikan cerita. Oleh karena itu, penerapan teknik menyelesaikan cerita dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan bercerita.

Temuan hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Komang Ayu Sriantini (2013) dengan judul penelitian Penggunaan Teknik Reis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Khususnya Bercerita Siswa Kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja”. Selain itu, penelitian oleh Futri (2011) dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat (PTK pada siswa kelas XI SMA Pasundan 3 Cimahi)”. Penelitian sejenis digunakan sebagai perbandingan terhadap hasil yang diperoleh oleh peneliti. Dari penelitian ini, penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dalam pemerolehan hasil, yakni meningkatnya rata-rata nilai pembelajaran. Jadi, dapat dikatakan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian ini mengalami peningkatan hasil belajar pada siswa.

Temuan-temuan dalam penelitian ini terbatas pada kemampuan bercerita siswa yang bersifat riil atau nyata. Sedangkan dalam cerita, terdapat aspek lain selain bersifat riil atau nyata, yakni bersifat imajinatif atau fiktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Porwadarminta (dalam

http://eprints.uny.ac.id.pdf) cerita adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan semata.

Jadi, perlu dipikirkan suatu cara yang bisa melengkapi penelitian ini, agar cerita yang disampaikan oleh siswa tidak hanya berada pada aspek yang bersifat riil atau nyata dialami oleh siswa saja, tetapi cerita yang disampaikan oleh siswa juga dapat bersifat imajinatif atau fiktif guna melengkapi penelitian ini.

(10)

e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan teknik menyelesaikan cerita dalam pembelajaran berbicara (bercerita) sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan bercerita siswa. Ada beberapa langkah yang harus dikembangkan dan diperhatikan agar kemampuan bercerita siswa meningkat dan mencapai ketuntasan, yaitu memberikan penekanan cara berekspresi yang sesuai, memperbaharui media yang digunakan, dan mengacak kelompok yang tampil.

Kedua, penerapan teknik menyelesaikan cerita dapat meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata siswa. Sebelum diberikan tindakan, nilai rata-rata siswa hanya mencapai 65 (cukup), namun setelah diberikan tindakan pada siklus I nilai rata-rata siswa menjadi 74,5 (baik) dan nilai rata-rata siswa pada siklus II 79,7 (baik). Persentase peningkatan nilai rata-rata siswa sebelum diberikan tindakan dan setelah diberikan tindakan pada siklus I, meningkat sebanyak 9,5% dan dari tindakan siklus I ke siklus II meningkat sebanyak 5,2%. Dalam penelitian ini, tindakan pada siklus II sebagai tindakan yang terbaik karena semua siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan.

Ketiga, respons siswa kelas VII J SMP Negeri 2 Ubud Gianyar terhadap penerapan teknik menyelesaikan cerita dalam upaya meningkatkan kemampuan bercerita dalam pembelajaran berbicara ialah sangat positif . Hal itu ditunjukkan dari nilai rata-rata respons siswa pada siklus I sebesar 26,8 yang tergolong pada kategori positif dan pada siklus II nilai rata-rata respons siswa meningkat sebesar 27,5 (sangat positif). Terjadi peningkatan sebesar 0,7%. Dari respons yang diberikan, siswa merasa senang dengan teknik yang diterapkan guru dalam kegiatan bercerita.

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyam-paikan beberapa saran sebagai berikut. (1)Peneliti menyarankan agar guru bidang studi bahasa Indonesia, dapat menggunakan teknik menyelesaikan cerita untuk melatih kemampuan bercerita siswa; (2) Peneliti menyarankan kepada siswa apabila ingin berlatih bercerita di rumah, cobalah menerapkan teknik ini karena akan melatih siswa untuk berpikir cepat dan kreatif melanjutkan cerita teman; dan (3) Dalam penelitian ini, hanya terbatas pada kemampuan bercerita siswa yang bersifat riil atau nyata terjadi di sekitar siswa dan dialami secara langsung oleh siswa. Oleh sebab itu, peneliti lain bisa menindaklanjuti hal-hal yang belum dibahas dalam penelitian ini. Peneliti menyarankan pada peneliti lain agar menemukan alternatif teknik lain untuk mengetahui kemampuan siswa bercerita dari aspek yang bersifat imajinatif atau fiktif.

DAFTAR PUSTAKA

Al khazin. 2010. Defenisi Pendekatan, Strategi, Metode dan teknik Pembelajaran

Matematika.http://aanchoto.com/2010/ 09/defenisi-pendekatan-strategi- metode-dan-teknik-pembelajaran-matematika/. Diakses 04 maret 2014. Carnegie, D. 2001. Berbicara Efektif Cara

Cepat dan Mudah. Terjemahan Ana Budi Kuswandani SS. The Quikck & Easy Way To Effective Speaking.

2000. Cetakan Ke-11. Jakarta: Dela Prasata.

Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Futri. 2011. Meningkatkan Keterampilan

Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat.UPI FPBS.Tidak Deterbitkan.

Mudini, dkk. 2010. Pembelajaran Berbicara. Ebook. Jakarta . Diakses pada tanggal 11 Februari 2014.

(11)

11

Nurjaya, I G. 2012. Bahan Ajar Metode

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Singaraja: Undiksha. Purwadarminta. 2009. “Pengertian Cerita”

dalam http://eprints.uny.ac.id.pdf.

Diakses Pada Tanggal 20 Februari 2014.

Sriantini, K. A. 2013. Penggunaaan Teknik REIS untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Khususnya Bercerita Siswa Kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha. Sriyono. 2009. “Keterampilan Menyimak”

http://prabareta.blogspot.com

/2009/01/keterampilan-menyimak.html. Diakses Pada Tanggal 19 Februari 2014.

Sunarto & Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Tarigan, D, dkk. 1998. Pengembangan

Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D III.

Tarigan, H. G. 1983. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Triningsih, E. D. 2008. Teknik Berbicara.

Klaten: Intan Pariwara.

Wendra, I W. 2008. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Gambar

Diagram 1. Perbandingan antara skor         rata-rata kelas sebelum         dilakukan tindakan,  siklus I,         dan siklus II
Diagram 2. Perbandingan antara skor         rata-rata respons siswa siklus         I, dan siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Anda akan diantarkan pada sebuah halaman berupa formulir yang harus diisi, agar memiliki sebuah akun Google yang nantinya akan dipergunakan untuk mengakses blog Anda..

Demikian permohonan saya, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Guru pembimbing memberikan keleluasaan pada praktikan untuk menggunakan ide atau gagasan dalam praktik mengajar, baik metode mengajar, mengelola kelas, dan

Gambar 1.b yang juga menampilkan pola massa dari tiga variasi waktu ekstraksi, diperoleh massa xerogel tertinggi terletak pada waktu ekstraksi 150 menit karena terjadi

Perlakuan kombinasi antara variasi media dan jenis bakteri dengan nilai absorbansi tertinggi pada hari ketiga adalah kombinasi antara Bacillus subtilis dengan

Pada tahun 2014 telah ditetapkan target peningkatan jumlah jenis produk yang sudah bisa diuji di laboratorium, sampai akhir tahun 2014 telah dilakukan

Berdasarkan analisis hasil penelitian di SD N 20 Kota Bengkulu dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh hasil belajar siswa yang signifikan pada aspek kognitif

An enhancement of the finite element method using kriging shape functions (K-FEM) was recently proposed [1] as a convenient implementation of the element-free Galerkin method