1 RANCANGAN UNDANG‐UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA dan DAFTAR INVENTARIS MASALAH 12 Mei 2011 NO DIM
RUU TANGGAPAN PEMERINTAH USULAN PEMERINTAH TANGGAPAN KOALISI USULAN KOALISI
1. RANCANGAN UNDANG‐ UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …….. TAHUN……. TENTANG INTELIJEN NEGARA Tetap Tetap 2. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Tetap Tetap 3. Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana
diamanatkan di dalam Pembukaan Undang‐ Tetap • Kurang lengkap karena tidak ada prinsip landasan‐ landasan filosofis pembentukan negara di dalam konstitusi seperti halnya prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. • Penggunaan terminologi “ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia” multitafsir, membahayakan warga negara dan dianggap tidak perlu hadir. • Ditambahkan perlindungan Menimbang:
a. bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, adil, demokratis, dan tenteram; sehingga penting dilakukan deteksi dini dan sistem analisa informasi strategis yang mampu mendukung upaya perlindungan segenap bangsa dan warga negara Indonesia;
2 DIM
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penting dilakukan deteksi dini yang mampu mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
segenap bangsa dan warga negara Indonesia.
4. b. bahwa sejalan dengan perubahan,
perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis perlu melakukan deteksi dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks, serta memiliki spektrum yang sangat luas; Tetap
• RUU yang ada dibuat
berdasarkan keadaan sekarang, sementara idealnya hal tersebut tidak dilakukan
• Menghapus “dari dalam negeri maupun luar negeri” menjadi “berbagai bentuk ancaman keamanan nasional”
• Keamanan Nasional harus masuk dalam definisi RUU, sebagaimana yang didefinisikan dalam UU Keamanan Nasional
b. bahwa penyelenggaraan deteksi dini dan sistem analisa informasi strategis untuk mendeteksi berbagai bentuk ancaman keamanan nasional sebagaimana disebutkan dalam UU Keamanan Nasional harus ditata berdasarkan prinsip‐prinsip demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan sipil;
3 DIM
5. c. bahwa untuk melakukan deteksi dini dan mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan intelijen negara yang profesional, penguatan kerjasama dan koordinasi intelijen negara, serta untuk mendukung tegaknya hukum, nilai‐ nilai demokrasi dan hak asasi manusia;
Tetap • Demokrasi, hukum dan HAM
hanya menjadi komplemen dalam RUU Intelijen, tidak menjadi pondasi yang mendasar.
• Dengan penggunaan terminologi “mendukung tegaknya hukum” ada kecenderungan untuk memasukkan lembaga ini menjadi penegak hukum • Kata koordinasi dan
kerjasama cenderung diskresional dan mudah diintervensi kepentingan politik, diubah menjadi penjabaran sistem dan profesional.
• Yang dimaksud dengan sistem adalah sistem peringatan dini dan analisa informasi strategis.
• Sistem adalah hubungan dua kelembagaan yang saling terkait.
• Yang dimaksud dengan profesional termasuk dengan kerjasama dan koordinasi.
c. bahwa untuk mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan sistem intelijen negara dan pelaksanaan intelijen yang profesional yang menjalankan peringatan dini. 6. d. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, Redaksional : Pemerintah mengusulkan penyempurnaan rumusan dengan mengganti frasa “dan d. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam
Tidak memberikan kepastian hukum bagi warga negara namun lebih kepada kepastian hukum negara, diusulkan diubah
d.belum ada Undang‐Undang yang mengatur penyelenggaraan fungsi intelijen negara.
4 DIM
penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur
secara lebih komprehensif; sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat” dengan “dalam penyelenggaraan ketatanegaraan”, karena penyelenggaraan ketatanegaraan sudah tercakup di dalamnya kebutuhan masyarakat maupun penyelenggara pemerintahan. penyelenggaraan ketatanegaraan, penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur secara lebih komprehensif; 7. e. bahwa berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang‐ Undang tentang Intelijen Negara;
Tetap Tetap
8. Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28J Undang‐ Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Tetap • Paradigma RUU ini tidak
menghormati hak yang bersifat nonderogable rights
dengan tidak
dicantumkannya pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan (3), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28G, Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. RUU ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, namun demikian tidak merujuk
Mengingat:
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28G, Pasal 28I ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 30 ayat (1) Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment.
3. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
5 DIM
pada Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan atas kepastian hukum. UU No. 12 Tahun 2005, UU No. 5 Tahun 1998
• Untuk di penjelasan UU harus dijelaskan mengenai pembatasan yang dimaksud dengan Pasal 28J
Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights;
5. UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; dan
6. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik 9. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Tetap Tetap 10. MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG‐ UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA. Tetap Tetap 11. BAB I KETENTUAN UMUM Tetap Tetap 12. Pasal 1
Dalam Undang‐Undang ini yang dimaksud dengan: Tetap Merujuk usulan SANDI, sebelum masuk ke dalam definisi intelijen perlu untuk menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan: 1. Keamanan Nasional yang merujuk pada 2. Ancaman keamanan nasional 3. Hak‐hak dasar (non Pasal 1
Dalam Undang‐Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keamanan Nasional adalah sebagaimana ditetapkan UU Keamanan Nasional
2. Ancaman keamanan nasional adalah sebagimana ditetapkan dalan UU Keamanan Nasional 3. Hak‐hak dasar adalah hak yang
6 DIM
derogable rights) dengan azas retroaktif 4. Kebebasan sipil
tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun yang meliputi: (a) hak untuk hidup; (b) hak untuk bebas dari penyiksaan; (c) hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi; (d) hak untuk bebas dari perbudakan; (e) hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; (f) hak untuk memiliki kebebasan berpikir, keyakinan nurani dan beragama; dengan azas retroaktif.
4. Kebebasan sipil adalah hak‐hak warga negara yang berkaitan dengan kebebasan individu sebagaimana tertuang dalam Konvensi Internasional tentang Hak‐Hak Sipil dan Politik. 13. 1. Intelijen adalah
pengetahuan,
organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan dan strategi nasional berdasarkan analisis dari informasi dan fakta‐ fakta yang terkumpul melalui metode kerja intelijen untuk pendeteksian dan
Substansi:
Pemerintah dapat menjelaskan bahwa Intelijen memiliki tiga pengertian. Oleh karena itu Pemerintah mengusulkan substansi dan rumusan baru, dengan membagi pengertian “Intelijen” ke dalam tiga pengertian yang sesuai dengan teori dasar intelijen dan berlaku secara universal.
Intelijen adalah:
a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan;
b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang diberi tugas dan kewenangan untuk
(tanggapan untuk DIM no 13 dan 14 digabung, defenisi intelijen dihapus)
7 DIM
peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap Keamanan Nasional. menyelenggarakan fungsi dan aktivitas intelijen; dan
c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
14. 2. Intelijen Negara adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan fungsi dan kegiatan intelijen.
Redaksional:
Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah frasa “tugas dan” sebelum kata “wewenang” dan menambah frasa “seluruh atau sebagian”
setelah kata
“menyelenggarakan” dengan alasan:
‐ “tugas” dan “wewenang” merupakan satu frasa yang tidak dapat terpisahkan. ‐ tidak semua penyelenggara intelijen Negara melaksanakan ketiga fungsi intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan;
‐ pada umumnya intelijen kementerian hanya menyelenggarakan fungsi penyelidikan 2. Intelijen Negara adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan seluruh atau sebagian fungsi intelijen. Pada dasarnya lembaga intelijen bukanlah lembaga pemerintah tetapi alat negara, bukan bagian dari institusi militer, kecuali untuk intelijen tempur.
5. Intelijen negara adalah institusi sipil (dengan pengecualian intelijen militer) sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang memiliki kompetensi untuk melakukan kegiatan‐ kegiatan intelijen dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini kepada pembuat kebijakan negara.
8 DIM
(mengumpulkan dan mengolah informasi) 15. 3. Personil Intelijen Negara
adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki kemampuan khusus intelijen dan mengabdikan diri dalam intelijen negara.
Substansi:
Pemerintah mengusulkan: ‐ substansi yang ada dalam
Pasal 15 RUU (DIM nomor 113) dimasukkan dalam DIM ini.
‐ penyempurnaan
redaksional dengan mengganti kata “Personil” menjadi “Personel” sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
‐ pembetulan penulisan kata “personil” menjadi “personel” berlaku untuk setiap kata tersebut dalam DIM selanjutnya.
3. Personel Intelijen
Negara adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang‐ undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas intelijen.
Pencantuman
kemampuan/kompetensi sudah ada di usulan koalisi DIM no 13 dan penjabarannya dilakukan di bagian mengenai personil intelijen Dihapus
16. 4. Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai dapat membahayakan
keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa serta kepentingan nasional.
Tetap • Defenisi Ancaman terlalu
luas, sebaiknya merujuk pada defenisi Ancaman dalam UU Keamanan Nasional dan defenisi yang diperkuat disini adalah defenisi ancaman dari sisi intelijen. Sudah dibahas di usulan DIM no. 12 • Ini menunjukkan perlunya RUU Keamanan Nasional diselesaikan lebih dahulu dari RUU Intelijen Negara Dihapus
9 DIM orang perseorangan atau badan hukum. UU Intelijen idealnya mengatur personil intelijen dan pengguna (user) dari intelijen, bukan masyarakat
18. 6. Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personil, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi
kerahasiaannya agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihak‐ pihak yang tidak berhak.
Substansi:
Pemerintah mengusulkan frasa “agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihak‐pihak yang tidak berhak” dihapus dengan alasan bahwa perlindungan kerahasiaan sudah mengandung pengertian agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihak‐pihak yang tidak berhak. 6. Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Intelijen dan dilindungi kerahasiaannya. Tidak perlu diatur disini, namun merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara
Dihapus atau merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara
Atau menggunakan rancangan RUU RN versi masy sipil:
Rahasia Intelijen adalah informasi publik yang terkait dengan intelijen, dan persandian intelijen yang ditutup aksesnya untuk sementara waktu demi kepentingan Keamanan Nasional yang sesuai dengan prosedur Undang‐Undang ini.
19. 7. Masa Retensi Informasi Intelijen adalah jangka waktu penyimpanan informasi intelijen. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan rumusan: ‐ mengganti kata
“informasi” dengan kata “rahasia” (komunitas intelijen tidak mengenal istilah “informasi” karena intelijen merupakan “informasi yang telah diolah”); dan
‐ mengganti kata “penyimpanan” menjadi “perlindungan” (rahasia intelijen tidak hanya disimpan, melainkan harus dilindungi)
7. Masa Retensi
Rahasia Intelijen
adalah jangka waktu perlindungan rahasia intelijen.
Tidak perlu diatur disini, namun merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara
10 DIM
‐ adapun yang memiliki masa retensi adalah rahasia intelijen.
20. 8. Informasi Intelijen adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda‐tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang terkait dengan Intelijen.
Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan substansi ini dihapus karena sudah tertampung dalam DIM No. 13, dan juga dengan alasan bahwa komunitas intelijen tidak mengenal istilah “informasi intelijen” sebab intelijen merupakan “informasi yang telah diolah”. Apabila usul Pemerintah disepakati, maka frasa “Informasi Intelijen” pada DIM selanjutnya diganti dengan kata “Intelijen”.
Merujuk pada usulan SANDI,
Informasi Intelijen dihapus, diganti dengan Produk Intelijen Intelijen sendiri adalah informasi yang telah diolah, sehingga hasil dari kerja intelijen disebut sebagai ”produk intelijen”
6.Produk intelijen adalah akumulasi informasi secara ekslusif yang komperhensif, tepat waktu, terkini, dan akurat bagi kepentingan pengambilan keputusan di bidang keamanan nasional.
21. 9. Pihak Lawan adalah pihak dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan kontra intelijen yang dapat merugikan kepentingan stabilitas nasional. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan:
‐ menghapus kata ”kontra intelijen” (karena yang melakukan kegiatan kontra intelijen bukan pihak lawan, tetapi pihak sendiri); dan
‐ menghapus kata ”stabilitas” (pengertian “kepentingan nasional” lebih luas dan di dalamnya tercakup “stabilitas nasional”).
8. Pihak Lawan adalah pihak dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan yang dapat merugikan
kepentingan nasional.
Definisi pihak lawan dihapus karena terlalu karet dan multitafsir
11 DIM
22. 10. Sasaran adalah target atau kondisi yang ingin dicapai dari fungsi penggalangan.
Redaksional:
Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata ” “penyelidikan”,
“pengamanan”, “dan” sebab sasaran intelijen tidak hanya sasaran penggalangan, tetapi juga ada sasaran penyelidikan dan pengamanan
9. Sasaran adalah target atau kondisi yang ingin dicapai dari fungsi penyelidikan,
pengamanan, dan
penggalangan.
Usulan pemerintah terkait penambahan penyelidikan dan penggalangan dihapus, ditegaskan saja dengan istilah operasi tertutup (covert action). Dalam bagian penjelasan diberikan penjelasan “Operasi tertutup yang dimaksud adalah operasi yang dilakukan di luar negeri dan tidak terhadap warga negara Republik Indonesia”
7. Sasaran adalah target atau kondisi yang ingin dicapai melalui operasi tertutup.
Penjelasan: “Operasi tertutup yang dimaksud adalah operasi yang dilakukan di luar negeri dan tidak terhadap warga negara Republik Indonesia”
23. 11. Kejahatan Transnasional
adalah kejahatan yang pelakunya tidak terbatas dari dalam negeri, melainkan bekerjasama dalam bentuk jaringan lintas negara dengan pelaku kejahatan yang sama di luar negeri.
Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena frasa dan substansi “Kejahatan Transnasional” tidak tercantum dalam batang tubuh dan sesungguhnya telah terakomodir dalam pengertian “Ancaman” dalam arti luas (lihat DIM No. 16)
Tidak relevan dengan peran intelijen strategis luar negeri maupun dalam negeri, seharusnya menjadi ranah aparat penegak hukum, dengan melibatkan perbantuan militer jika melintasi perbatasan negara Dihapus Merujuk pada susulan SANDI, perlu untuk Ditambah Ketentuan Umum mengenai: 1. LKIN untuk mengkoordinasi BIN, BIS, Intel militer dan intel instansi. Untuk 1) koordinasi, 2) perumusan kebijakan intelijen nasional dan 3) laporan kepada presiden. Kepala LKIN harus sipil dan diangkat oleh Presiden. LKIN tidak boleh
8.Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) adalah lembaga yang dibentuk dan bertanggung‐ jawab kepada Presiden yang berfungsi untuk melakukan koordinasi antar dinas intelijen yang menjadi bagian dari komunitas intelijen negara, membuat perumusan kebijakan nasional dan kode etik, memberi laporan kepada Presiden dan tidak memiliki kewenangan khusus.
12 DIM memiliki kewenangan khusus termasuk operasi intelijen 2. Kode etik 3. Pengawasan 4. Dinas intelijen (BIN, BIS, Intel Militer, Intel instansi) 5. Komunitas intelijen nasional 6. Badan Intelijen Nasional untuk intelijen dalam negeri 7. Badan Intelijen Strategis untuk luar negeri 8. Intelijen militer, hanya untuk intelijen tempur, hanya ada di Mabes TNI saja dan tidak ada di daerah 9. Intelijen Instansi 10. Lembaga penunjang intelijen 11. Anggota intelijen 12. Nota keberatan intelijen 13. Kerjasama intelijen internasiona 14. Sub Komisi khusus intelijen di DPR 15. Komisi Independen contoh: Ombudsman, Komnas HAM, KPAI
9.Kepala Lembaga Koordinasi Intelijen Negara adalah pimpinan LKIN yang merupakan pejabat setingkat menteri yang diangkat, diberhentikan dan bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan sebagai penasihat utama Presiden di bidang intelijen negara.
10.Kode etik intelijen adalah seperangkat norma yang mengikat anggota intelijen yang meliputi: kesetiaan kepada negara dan konstitusi, setia dan tunduk di bawah hukum yang berlaku, menjunjung tinggi nilai‐nilai demokrasi dan HAM, setia pada janji menjaga kerahasiaan profesi, netralitas politik, memiliki integritas, obyektivitas dan ketidakberpihakan dalam mengevaluasi informasi, dan menjaga saling percaya antara pembuat kebijakan dengan pejabat intelijen
11.Pengawasan berlapis terhadap intelijen negara adalah mekanisme pengawasan konsentrik yang menempatkan pengawasan internal intelijen negara di titik pusat lingkaran pengawasan yang kemudian secara konsentrik diperkuat oleh pengawasan
13 DIM
eksekutif, DPR, yudisial dan masyarakat sipil dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas politik, hukum dan keuangan intelijen negara.
12.Dinas‐dinas intelijen negara adalah seluruh organisasi intelijen negara yang menjadi bagian dari empat tipe organisasi intelijen, yaitu intelijen nasional, intelijen strategis, intelijen militer dan intelijen instansional.
13.Komunitas intelijen nasional adalah kumpulan dari seluruh dinas intelijen negara yang bekerja dalam suatu sistem jaringan kerja dan struktur koordinasi melingkar yang menempatkan LKIN di titik pusat lingkaran dan berfungsi sebagai koordinator kerja sama lintas dinas intelijen yang terkait dengan masalah keamanan nasional.
14.Badan Intelijen Negara (BIN) adalah satu‐satunya organisasi intelijen yang bertanggungjawab dalam menjalankan fungsi‐fungsi intelijen untuk mengantisipasi ancaman keamanan dalam negeri. 15.Badan Intelijen Strategis adalah
satu‐satunya organisasi intelijen yang bertanggungjawab dalam menjalankan fungsi intelijen
14 DIM
pertahanan dan luar negeri untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal. 16.Intelijen Militer adalah satuan‐
satuan intelijen yang menjalankan fungsi intelijen tempur dan melekat pada organisasi Tentara Nasional Indonesia yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan operasi militer.
17.Intelijen instansional adalah intelijen yang melekat pada instansi‐instansi pemerintah yang menjalankan fungsi intelijen kriminal dan yustisia.
18.Lembaga‐lembaga penunjang intelijen adalah lembaga‐lembaga pemerintah yang fungsinya terkait dengan masalah‐masalah keamanan nasional yang dapat digunakan untuk membantu pencapaian fungsi intelijen. 19.Anggota intelijen adalah warga
negara Indonesia yang direkrut menjadi aparat negara dalam dinas keintelijenan.
20.Kerja sama intelijen internasional adalah kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan negara lain dan atau organisasi internasional dalam bidang intelijen.
15 DIM
adalah sub‐komisi khusus DPR yang mengawasi dinas intelijen, yang anggota‐anggotanya berasal dari komisi‐komisi yang relevan dengan masalah keamanan nasional.
22.Komisi‐komisi independen adalah lembaga sampiran negara yang antara lain meliputi Ombudsman, Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
24. Pasal 2
Asas penyelenggaraan Intelijen meliputi:
Tetap Tetap Tetap
25. a. profesionalitas; Tetap Perlu perbaikan di bagian
penjelasan, merujuk pada usulan SANDI
Tetap; (Untuk Penjelasan) Asas profesionalitas; meliputi sikap ketaatan terhadap negara dan konstitusi negara, serta kepada lembaga‐lembaga negara, ketaatan pada hukum dan peraturan perundang‐undangan, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, dedikasi untuk pelayanan publik dan melaksanakan tugas‐tugasnya secara efisien dan efektif, menjaga kerahasiaan, netralitas politik, tidak melakukan tindakan represif tidak melaksanakan fungsi polisi, dan tindakan‐tindakan pemaksaan, kecuali atas dasar keputusan pengadilan atau diberi wewenang
16 DIM
untuk itu oleh hukum, tidak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh partai politik, aparat negara, individu, kelompok, media, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lembaga‐ lembaga perekonomian untuk tujuan‐tujuan di luar kewenangannya, tidak menjadi anggota organisasi apapun di luar intelijen, tidak bekerja atas dasar sentimen ras, agama, ideologi kelompok atau karena keanggotaannya dalam suatu organisasi, dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan menghindarkan penggunaaan dana‐ dana publik secara semena‐mena,
26. b. kerahasiaan; Tetap Tetap
27. c. kompartementasi; Tetap Tetap
28. d. koordinatif; Tetap Tetap
29. e. integratif; Tetap Tetap
30. f. netral; Tetap Seharusnya disebut secara tegas
netral dan tidak berpihak
f. netral dan tidak berpihak
17 DIM
32. h. objektivitas.
Tetap Idem, dan perlu ada
penambahan Ditambahkan: i. taat kepada hukum j. menghormati HAM k. tidak berpolitik l. tidak berbisnis
m. tidak menjadi anggota organisasi apapun di luar intelijen
n. tidak berkerja atas dasar sentimen ras, agama, ideologi, atau kelompok
o. tidak melakukan tindakan represif
33. Pasal 3
Hakikat Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional.
Tetap Dihapus, dimasukkan dalam Bab
II
Bab II Hakekat Intelijen
34. • Tidak perlu disebut sebagai
lini pertama, namun ditegaskan sebagai bagian dari Keamanan Nasional • Ditambahkan Hakikat
Intelijen yang meliputi: 1. Intelijen institusi sipil 2. Bagian dari Keamanan
Nasional
3. Tunduk pada otoritas politik
4. Non partisan
5. Terikat pada etos profesional
Merujuk pada usulan SANDI
Pasal 3
(1) Intelijen negara merupakan institusi sipil yang menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif yang berfungsi untuk menjamin keamanan nasional serta keberadaan masyarakat demokratik.
(2) Intelijen negara menjadi bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki kompetensi utama untuk mengembangkan sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis. (3) Intelijen negara tunduk pada
18 DIM
prinsip akuntabilitas hukum, politik serta finansial.
(4) Intelijen negara merupakan institusi yang bersifat non‐ partisan, tidak untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
(5) Intelijen negara terikat kepada etos profesional yang terwujud dalam kode etik intelijen.
Pasal 4
(1) Organisasi intelijen negara dibentuk untuk menciptakan sistem kedinasan yang memiliki kapasitas, integritas dan profesionalisme dalam melakukan kegiatannya.
(2) Kapasitas intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi segenap jaringan kerja, metode‐ metode kerja, serta anggota intelilen yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan intelijen.
(3) Integritas dan profesionalisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui pembentukan etos kerja profesional
(4) Etos kerja profesional intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dirumuskan dalam bentuk Kode Etik Intelijen yang
19 DIM
ditetapkan oleh Kepala Lembaga Koordinasi Intelijen Negara.
35. BAB II
PERAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP
Tetap Dari sisi organisasi, RUU Intelijen
Negara tidak menganut diferensiasi organisasi/struktur dan spesialisasi fungsi, karena perlu penjelasan terpisah Bab III Kegiatan, Tujuan, dan Fungsi Intelijen 36. Bagian Kesatu Peran
Tetap Diubah Pasal 5
Kegiatan Intelijen
37. Pasal 4
Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan untuk deteksi dini dan mengembangkan sistem peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan dapat mengganggu stabilitas nasional. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata”stabilitas” dengan kata ”keamanan” demi konsistensi dengan rumusan konsiderans “Menimbang” huruf d (DIM No. 6)
Pasal 4
Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan untuk deteksi dini dan mengembangkan sistem peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan dapat mengganggu keamanan nasional.
Dihapus dan diganti (1) Kegiatan intelijen merupakan garis pertama pertahanan dan keamanan negara untuk menghadapi berbagai bentuk dan sifat ancaman yang berasal dari para aktor individu, kelompok ataupun negara, baik dari dalam maupun luar negeri
(2) Kegiatan intelijen merupakan instrumen eksklusif negara yang dilakukan melalui metode kerja rahasia dan tertutup yang dapat diuji ketepatannya yang memanfaatkan sumber‐sumber informasi, baik yang bersifat terbuka maupun tertutup.
Pasal 6
(1) Kegiatan intelijen terdiri dari kegiatan intelijen positif dan kegiatan intelijen agresif.
(2) Kegiatan intelijen positif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpusat pada pengumpulan,
20 DIM
pengolahan, analisa dan penyajian informasi yang digunakan untuk memperkuat sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis. (3) Kegiatan intelijen agresif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghadapi tindakan dari elemen‐elemen asing yang mengancam keamanan nasional.
(4) Kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggelar operasi kontraintelijen dan/atau operasi kontraspionase dengan tujuan untuk mengungkapkan kegiatan sejenis yang dilancarkan oleh pihak asing.
(5) Kegiatan intelijen agresif untuk menghadapi kemungkinan musuh atau ancaman dalam negeri hanya dapat ditujukan kepada tindakan‐tindakan yang memenuhi paling tidak satu dari empat syarat sebagai berikut: a. bekerja bagi kepentingan
negara asing atau musuh; b. menunjukkan permusuhan
terhadap keseluruhan bangunan konstitusi dan sendi‐sendi ketatanegaraan yang diwujudkan melalui
21 DIM cara‐cara kekerasan; c. mendorong terjadinya konflik kekerasan primordial; d. menggunakan cara‐cara kekerasan untuk melakukan suatu perubahan sosial politik.
(6) Kegiatan‐kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) hanya dapat dilaksanakan oleh dinas‐dinas intelijen nasional serta intelijen pertahanan dan luar negeri setelah mendapat persetujuan dari pejabat negara yang berwenang.
(7) Kegiatan‐kegiatan intelijen tidak boleh melanggar hak‐hak dasar yang tidak dapat dikurangi yang meliputi delapan hak dasar yaitu: a. hak untuk hidup;
b. hak untuk bebas dari penyiksaan;
c. hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi; d. hak untuk bebas dari
perbudakan;
e. hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum;
22 DIM
kebebasan berpikir, keyakinan nurani dan beragama.
Pasal 7
(1) Kegiatan‐kegiatan intelijen sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan pasal 6 ditujukan untuk menghasilkan informasi strategis yang eksklusif dan memenuhi syarat “velox et exactus”, yaitu komprehensif, tepat waktu, terkini dan akurat. (2) Informasi strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam suatu Pusat Data Intelijen Strategis yang menjadi dasar bagi penguatan sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis bidang keamanan nasional.
(3) Kegiatan intelijen dilakukan untuk untuk menghasilkan berbagai produk intelijen yang dapat meningkatkan kesiagaan stratejik negara.
(4) Kesiagaan stratejik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk menghilangkan dan/atau mengurangi kemungkinan terjadinya kejutan‐kejutan stratejik, operasional dan taktis dari elemen‐elemen musuh, serta
23 DIM
untuk menghilangkan atau mengurangi niat musuh untuk mengambil langkah‐langkah permusuhan.
(5) Kesiagaan stratejik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan melalui pemberian peringatan stratejik bagi pembuatan kebijakan yang didapat melalui rangkaian kegiatan intelijen.
Pasal 8
(1) Produk Intelijen dihasilkan melalui pengolahan atas informasi‐informasi intelijen yang diperoleh dari sumber‐sumber yang bersifat terbuka, tertutup, dan tak terduga.
(2) Produk intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat nilai akurasi sesuai persyaratan “velox et exactus”.
(3) Tata cara dan prosedur penentuan tingkat nilai akurasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN.
(4) Produk intelijen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diklasifikasikan ke dalam
24 DIM
beberapa tingkat kerahasiaan. (5) Tata cara dan prosedur
pengukuran untuk menentukan tingkat kerahasiaan sebuah produk intelijen ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN (6) Pemanfaatan produk intelijen
disesuaikan dengan tingkat nilai akurasi dan kerahasiaan produk intelijen.
Pasal 9
(1) Seluruh produk intelijen yang dihasilkan melalui kegiatan‐ kegiatan intelijen tidak boleh dimusnahkan dan wajib didokumentasikan, disimpan serta dipelihara dalam berbagai bentuk penyimpanan data, baik secara manual maupun elektronik.
(2) Produk‐produk intelijen yang disimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinyatakan tertutup untuk akses publik sementara waktu berdasarkan pertimbangan‐pertimbangan keamanan nasional.
(3) Penutupan produk intelijen untuk akses publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN sesuai dengan
25 DIM
ketentuan perundang‐undangan yang berlaku mengenai informasi publik dan rahasia negara. (4) Keputusan Kepala LKIN tentang
penutupan produk intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan secara tertulis dan menyatakan secara jelas:
a. alasan penutupan produk intelijen untuk akses publik; b. jangka waktu penutupan
produk intelijen;
c. bentuk penyimpanan produk intelijen;
d. lembaga negara yang bertanggung‐jawab untuk menyimpan produk intelijen. (5) Produk‐produk intelijen yang
dinyatakan tertutup sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuka dan dinyatakan sebagai informasi publik sesuai dengan ketentuan perundang‐ undangan yang berlaku mengenai informasi publik dan rahasia negara.
38. Bagian Kedua Tujuan
Tetap Diubah Pasal 10
26 DIM
39. Pasal 5
Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kesejahteraan nasional.
Tetap Tujuan intelijen untuk
menangani ancaman idealnya dihubungkan dengan UU Keamanan Nasional, sehingga kalimat “eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kesejahteraan nasional” dihilangkan
Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan produk Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman nyata terhadap Keamanan Nasional
40. Bagian Ketiga Fungsi
Tetap Diubah Pasal 11
Fungsi Intelijen 41. Pasal 6 (1) Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Tetap Fungsi penyelidikan dihapus,
fungsi pengamanan diganti dengan kontra‐intelijen dan fungsi penggalangan diganti dengan operasi tertutup (covert action). Ini diperkuat di penjelasan
Empat ayat dihapus
Ditambahkan tentang fungsi intelijen merujuk penjabaran Pacivis
1. Intelijen nasional (BIN) untuk tugas dalam negeri di isu strategis. Dalam
(1) Fungsi intelijen negara adalah pengumpulan informasi, analisis informasi untuk digunakan oleh pengambil kebijakan, kontra‐ intelijen dan operasi tertutup. (2) Seluruh dinas‐dinas intelijen
menjadi bagian dari komunitas intelijen nasional.
(3) Komunitas intelijen nasional ditata dalam satu model koordinasi melingkar yang menempatkan Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) di titik pusat lingkaran dan berfungsi sebagai koordinator 42.
27 DIM penjelasan disebutkan bahwa BIN menangani kasus intensitas tinggi/nasional (tidak menggunakan terminologi kewenangan khusus Pacivis, menggunakan penyadapan dengan otoritas pengadilan dan surat, dimasukkan kontra intelijen terhadap pihak asing yang menginfiltrasi, di bawah Mendagri) 2. Intelijen strategis (BIS) untuk ancaman luar negeri, tidak ada masalah dengan kewenangan khusus BIS, di bawah Menhan
3. Intelijen militer yang melekat pada institusi Mabes TNI, hanya menjalankan tugas operasi perang, koordinir di bawah Asintel Mabes TNI. Dijelaskan dalam Penjelasan “dengan demikian intelijen teritorial tidak perlu ada” 4. Intelijen instansional yang
menjalankan tugas intelijen yustisia yang dilakukan oleh instansi Kepolisian, Bea Cukai dan Imigrasi.
Dijelaskan dalam
kerja sama lintas lembaga. (4) Komunitas intelijen nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan kerja dan koordinasi seluruh dinas intelijen negara yang terkait dengan masalah keamanan nasional.
(5) Dalam model koordinasi melingkar, anggota komunitas intelijen nasional terdiri dari dinas‐dinas intelijen yang tergabung dalam lima tipe organisasi:
a. intelijen nasional yang menjalankan fungsi‐fungsi intelijen untuk mengantisipasi ancaman keamanan dalam negeri yang hanya terdiri dari satu organisasi, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN); b. intelijen stratejik yang
menjalankan fungsi intelijen pertahanan dan luar negeri untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal yang hanya terdiri dari satu organisasi, yaitu Badan Intelijen Strategis (BIS);
c. intelijen‐intelijen militer yang melekat pada satuan‐satuan
28 DIM
Penjelasan “dengan
demikian intelijen kejaksaan tidak perlu ada”
5. Dimana intelijen kepolisian melaksanakan fungsi operasi intelijen untuk menunjang penegakan hukum, ketertiban umum dan keamanan dalam negeri. 6. Penjelasan: Intelijen Bea
Cukai melaksanakan fungsi sesuai UU Bea Cukai
7. Penjelasan: Intelijen Imigrasi melaksanakan fungsi sesuai dengan UU Keimigrasian
TNI dan hanya menjalankan tugas operasi perang;
d. intelijen instansional yang menjalankan fungsi intelijen yustisia yang dilakukan oleh intelijen kepolisian, intelijen bea cukai, intelijen imigrasi; (6) Masing‐masing dinas intelijen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (a), (b), (c), dan (d) memiliki ruang lingkup kerja, fungsi, dan misi khusus, serta tetap menjadi satu kesatuan sistem kerja dan koordinasi di dalam koordinasi LKIN.
43. (2) Penyelidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi informasi intelijen, serta menyajikan sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan
Redaksional:
Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menghapus kata ” informasi” di antara kata “menjadi” dan kata ”intelijen”. Alasan: (lihat DIM No. 19)
(2) Penyelidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikan sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan
Penyelidikan dipandang tiak relevan sebagai aktivitas atau kegiatan intelijen
29 DIM
keputusan. dan pengambilan
keputusan. 44. (3) Pengamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan/atau stabilitas nasional.
Tetap Pengertian keamanan bisa
terlalu luas dan diluar dari apa yang dimaksud sebagai kegiatan intelijen, yaitu dalam pengertian kontra‐intelijen. Dihapus 45. (4) Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah, dan berproses untuk mempengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan/atau stabilitas nasional. Redaksional: Pemerintah mengusulkan frasa “dan berproses” dihapus karena frasa “serangkaian kegiatan” sudah menunjukkan suatu proses.
(4) Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah, untuk mempengaruhi sasaran agar menguntungkan kepentingan dan/atau stabilitas nasional.
Sama seperti pengertian keamanan yang meluas, sementara konteks penggalangan intelijen lebih sempit pada operasi tertutup
Dihapus
30 DIM
Ruang lingkup
47. Pasal 7
Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi:
Tetap RUU Intelijen Negara tidak
membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelijen penegakan hukum secara tegas.
Dihapus keseluruhannya karena sudah dijelaskan pasal 11
48. a. dalam negeri; Redaksional:
Pembagian ruang lingkup Intelijen Negara dapat berdasarkan kriteria ancaman terhadap keamanan nasional ataupun sektor yang ditanganinya.
Selanjutnya Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata ”Intelijen”, sehingga Intelijen Dalam Negeri merupakan terjemahan dari domestic/security intelligence
a. Intelijen Dalam
Negeri;
Terlalu luas dan melibatkan isntitusi non‐intelijen seperti pemerintah daerah, sebaiknya difokuskan pada Badan Intelijen Negara (BIN) Dihapus 49. b. luar negeri; Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata ”Intelijen”, sehingga Intelijen Luar Negeri merupakan terjemahan dari foreign/secret intelligence
b. IntelijenLuar Negeri; Sebaikanya dikhususkan pada
Badan Intelijen Strategis (BIS)
Dihapus
50. c. ideologi; Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena hal ini
Tidak relevan intelijen
mengurusi idelogi
31 DIM
merupakan salah satu komponen intelijen strategis. 51. d. politik; Dipertimbangkan dihapus:
Idem
Idem, tidak relevan intelijen mengurusi politik yang bisa diinterpretasikan sangat luas
Dihapus
52. e. ekonomi; Dipertimbangkan dihapus: Idem
Idem, tidak relevan intelijen mengurusi ekonomi yang bisa diinterpretasikan sangat luas
Dihapus
53. f. sosial budaya; Dipertimbangkan dihapus: Idem
Idem, tidak relevan intelijen mengurusi social budaya yang bisa diinterpretasikan sangat luas Dihapus 54. g. Pertahanan dan/atau keamanan; Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata ”Intelijen” dan mengganti kata ”keamanan” menjadi ”militer” dengan alas an bahwa dalam komunitas intelijen, intelijen keamanan dianggap sama dengan intelijen dalam negeri (domestic/security
intelligence)
c. Intelijen Pertahanan
dan/atau Militer;
Terlalu luas peran militer yang ada, peru difokuskan pada masa perang dan disebut sebagai dinas intelijen militer
Dihapus
55. h. hukum; Substansi:
Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah frasa ”Intelijen Kriminal dan Penegakan” sebelum kata “Hukum” dengan alasan bahwa secara universal dikenal dengan law
d. Intelijen Kepolisian
atau Penegakan
Hukum;
Dalam hal penegakan hukum, difokuskan pada dinas‐dinas intelijen instansional (termasuk didalamnya kepolisian, bea cukai, dan imigrasi. Tidak termasuk kejaksaan karena tidak diperlukan.
32 DIM
enforcement intelligence dan juga tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Pasal 17).
56. i. sumber daya alam; dan; Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena hal ini merupakan salah satu komponen intelijen strategis. (konkordan dengan DIM No. 48)
Tidak relevan Dihapus
57. j. teknologi informasi dan komunikasi. Dipertimbangkan dihapus: idem Tidak relevan Dihapus 58. Substansi baru: Pemerintah mengusulkan substansi baru untuk mengakomodir intelijen kementerian sebagai intelijen sektoral/departemental.
e. Intelijen
Kementerian/Lembag
a Pemerintah
Nonkementerian;
Tidak relevan karena sudah diatur peran BIN sebagai satu‐ satunya intelijen dalam negeri. Dihapus 59. BAB III PENYELENGGARAAN INTELIJEN NEGARA Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata “PENYELENGGARAAN”
menjadi kata
“PENYELENGGARA” karena BAB ini mengatur tentang penyelenggara intelijen (pelaku) dan bukan mengatur mengenai penyelenggaraan (mekanisme/hal‐hal yang terkait dengan bagaimana
BAB III PENYELENGGARA INTELIJEN NEGARA
RUU Intelijen belum dapat memisahkan akuntabiltas antara struktur yang bertanggungjawab dalam membuat kebijakan dengan struktur yang bertanggungjawab secara operasional dalam melaksanakan kebijakan. Semestinya seluruh aktor‐aktor keamanan yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan tidak terkecuali lembaga‐ lembaga intelijen berada di
Bab IV
33 DIM Intelijen Negara dilaksanakan). bawah atau menjadi bagian dari struktur departemen/ kementerian setingkat menteri. 60. Bagian Kesatu Umum Tetap Dihapus 61. Pasal 8 Intelijen Negara dilaksanakan oleh: Tetap Pasal 12 Intelijen Negara dilaksanakan oleh: 62. a. penyelenggara Intelijen Negara; dan Substansi: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata ”negara” dengan kata ”nasional” sebab secara universal, Intelijen Negara meliputi intelijen nasional dan intelijen kementerian a. penyelenggara Intelijen Nasional; dan Sudah masuk dalam pasal 11 a. Badan Intelijen Negara (BIN) b. Badan Intelijen Strategis (BIS) c. Dinas Intelijen Militer d. Dinas‐dinas Intelijen Instansional 63. b. kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau pemerintahan daerah yang menyelenggarakan fungsi Intelijen. Substansi: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan: ‐ menambah frasa ”penyelenggara intelijen” (konsistensi dengan DIM No. 57);
‐ mengganti frasa ”atau pemerintah daerah” dengan kata ”alat negara” (karena Pemerintah Daerah tidak menyelenggarakan fungsi intelijen dan dalam UUDNRI Tahun 1945, TNI dan POLRI disebut sebagai
b. penyelenggara
Intelijen alat negara dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang menyelenggarakan fungsi Intelijen. Idem Dihapus
34 DIM alat negara). 64. Bagian Kedua Penyelenggara Intelijen Negara Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata ”Negara” dengan kata ”Nasional” (lihat DIM No. 60) Bagian Kedua Penyelenggara Intelijen Nasional Dihapus 65. Substansi baru: Pemerintah mengusulkan substansi baru karena baik secara filosofis, yuridis, dan sosiologis selama ini penyelenggara intelijen nasional adalah Badan Intelijen Negara.
Pasal 9
Penyelenggara intelijen nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara. Dihapus 66. Pasal 9 (1) Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas: Substansi: Pemerintah mengusulkan substansi pada DIM No. 64 s.d DIM No. 68 dipindahkan dan ditempatkan dalam DIM No. 93 s.d DIM No. 96 dengan penyempurnaan rumusan (pengaturan mengenai Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang akan dimasukkan dalam kelompok penyelenggara intelijen alat negara dan kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan fungsi
Merujuk pada Pasal 12 maka
penyelenggara Intelijen Negara adalah:
a. Badan Intelijen Negara (BIN)
b. Badan Intelijen Strategis (BIS)
c. Dinas Intelijen Militer d. Dinas‐dinas Intelijen
Instansional
35 DIM intelijen) 67. a. Intelijen Tentara Nasional Indonesia; Substansi: Idem Dihapus 68. b. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan Substansi: Idem Dihapus 69. c. Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia. Substansi: Idem Dihapus 70. d. Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk berkoordinasi dengan lembaga koordinasi intelijen negara melalui pimpinan tertinggi dari masing‐masing organisasinya. Substansi: Idem Dihapus 71. Substansi baru: Berkaitan dengan DIM No. 63, Pemerintah mengusulkan substansi baru pada DIM No. 69 s.d DIM No. 96 yang mengatur mengenai status dan kedudukan, fungsi, tugas, wewenang BIN. [substansi diambil dari Pasal 29 dan Pasal 31 RUU. Pasal ini mengatur BIN sebagai LPNK. Pasal 10
Badan Intelijen Negara yang selanjutnya disingkat BIN, merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden
Usulan Pasal Tentang BIN, berdasarkan usulan SANDI
Pasal 13
(1) Organisasi intelijen nasional sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 11 ayat (5)(a) terdiri dari satu organisasi tunggal, yaitu Badan Intelijen Negara.
(2) BIN hanya menjalankan fungsi intelijen keamanan dalam negeri. (3) Dalam menjalankan fungsinya,
BIN melakukan kegiatan‐kegiatan intelijen positif yang mengarah kepada pembentukan sistem peringatan dini serta sistim analisa informasi strategis untuk
36 DIM
menghadapi ancaman keamanan nasional.
(4) BIN diletakkan di bawah suatu kementerian negara yang bertanggung‐jawab atas fungsi keamanan dalam negeri.
Pasal 14
(1) Untuk menghadapi hakekat ancaman yang memenuhi empat kriteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (5), BIN dapat melakukan kegiatan‐kegiatan intelijen agresif di wilayah kedaulatan hukum nasional. (2) Dalam melakukan kegiatan‐
kegiatan intelijen agresif, BIN tidak boleh melanggar hak‐hak dasar sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (7) undang‐undang ini.
(3) Untuk melakukan kegiatan‐ kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BIN harus mendapatkan persetujuan dari Kepala LKIN dan Menteri Negara yang membawahi BIN.
(4) Mekanisme persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dan ditetapkan secara tertulis oleh Kepala LKIN dan Menteri Negara yang
37 DIM
membawahi BIN.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada suatu satuan tugas intelijen yang dibentuk oleh Kepala BIN untuk menjalankan satu penugasan spefisik untuk menjalankan suatu kegiatan intelijen agresif.
(6) Kepala BIN memberikan laporan tertulis pelaksanaan kegiatan‐ kegiatan intelijen agresif kepada Kepala LKIN dan Menteri Negara yang membawahi BIN di akhir pelaksanaan setiap kegiatan intelijen agresif.
Pasal 15
(1) BIN dipimpin oleh seorang Kepala BIN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Negara yang membawahi BIN untuk masa jabatan selama‐lamanya lima tahun dan tidak dapat diangkat kembali untuk menduduki jabatan yang sama.
(2) Kepala BIN bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Negara yang membawahi BIN. (3) Untuk dapat diangkat menjadi
Kepala BIN, seseorang harus memenuhi syarat‐syarat umum
38 DIM
sebagai berikut:
a. Memiliki pengalaman kerja dalam bidang intelijen dan atau pertahanan dan keamanan nasional, sekurang‐kurangnya 15 tahun,
b. Memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang intelijen negara,
c. Memilki integritas pribadi dan standar moral yang tinggi.
(4) Syarat‐syarat dan tata cara
pengangkatan dan
pemberhentian seorang Kepala BIN diatur melalui keputusan Presiden. Pasal 16 (1) Kepala BIN bertugas untuk: a. Memimpin organisasi BIN; b. Menyusun rencana kerja dan
menetapkan prioritas kerja organisasi BIN;
c. Memberikan arah kegiatan intelijen nasional;
d. Menyusun pedoman kerja dan mekanisme penugasan bagi anggota BIN;
e. Melakukan kontrol atas kualitas informasi dan produk intelijen yang dihasilkan oleh
39 DIM
anggota BIN;
f. Melakukan kontrol atas metode kerja anggota BIN; g. Mengembangkan sistem
penghargaan dan hukuman untuk anggota BIN;
h. Melakukan koordinasi dengan Kepala LKIN;
i. Meningkatkan kemampuan organisasional, teknologi dan sumber daya manusia bagi kepentingan negara;
j. Melakukan
rekruitmen,pendidikan, pelatihan dan pembinaan; k. Menyusun rencana anggaran
operasional BIN.
(2) Kepala BIN secara berkala melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada menteri. (3) Kepala BIN memberikan laporan
pertanggungjawaban kepada menteri minimal satu kali di akhir masa jabatan Kepala BIN dan dituangkan dalam dokumen serah terima jabatan ke Kepala BIN yang baru.
Pasal 17
(1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4), BIN diorganisir ke dalam wilayah‐
40 DIM wilayah kompartemen intelijen. (2) Penentuan wilayah‐wilayah kompartemen intelijen sebagaimana diatur pada ayat (1) tidak mengikuti struktur pemerintahan daerah.
(3) Penentuan wilayah‐wilayah kompartemen intelijen sebagaimana diatur pada ayat (1) semata‐mata didasarkan pada hakekat, jenis, serta sumber ancaman.
(4) Penentuan dan pembentukan wilayah‐wilayah kompartemen intelijen ditetapkan oleh Presiden dengan memperhatikan rekomendasi Kepala LKIN. (5) Organisasi BIN dalam wilayah
kompartemen intelijen disebut sebagai biro dan dipimpin oleh seorang kepala biro.
(6) Biro‐biro BIN sebagaiaman dimaksud pada ayat (4) tidak menjadi bagian dari organisasi dan bukan merupakan instrumen dari pemerintah daerah.
(7) Kepala biro BIN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab kepada Kepala BIN.
(8) Kepala biro BIN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merangkap perwakilan LKIN di
41 DIM
wilayah kompartemen intelijen tersebut.
(9) Sebagai perwakilan LKIN, kepala biro BIN menjalankan fungsi koordinasi bagi seluruh kegiatan komunitas intelijen yang berada di wilayah kompartemen intelijen tersebut.
72. Substansi baru:
Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN sebagai penyelenggara intelijen nasional dalam menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri Pasal 11 (1) BIN menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan fungsi intelijen luar negeri.
Usulan pemerintah ini merancukan fungsi BIN yang akan bertumpang tindih dengan BIS Dihapus 73. Substansi baru: Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN untuk memperkuat keberadaan BIN di daerah. (2) Untuk menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BIN membentuk perwakilan di daerah. Dihapus 74. Substansi baru: Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN untuk menempatkan perwakilan di luar negeri
(3) Untuk
menyelenggarakan fungsi intelijen luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), BIN
menempatkan
42 DIM
perwakilan di luar negeri. 75. Substansi baru: Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru yang mengatur tugas BIN. Pasal 12 BIN mempunyai tugas: Dihapus 76. Substansi baru: Idem a. melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen; Dihapus 77. Substansi baru: Idem b. menyampaikan produk intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah; Dihapus 78. Substansi baru: Idem c. melakukan perencanaan dan pelaksanaan operasi intelijen; Dihapus 79. Substansi baru: Idem d. mengatur dan mengoordinasikan intelijen pengamanan pimpinan nasional; Dihapus 80. Substansi baru: Idem e. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang asing; dan Dihapus 81. Substansi baru: Idem f. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan Dihapus
43 DIM pemerintahan. 82. Substansi baru: Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru yang mengatur tentang Kepala BIN. Pasal 13
(1) BIN dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala. Dihapus 83. Substansi baru: Idem (2) Kepala BIN berkedudukan setingkat Menteri. Dihapus 84. Substansi baru: Idem (3) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala BIN ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dihapus 85. Substansi baru: Konkordan DIM No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru yang mengatur wewenang BIN. Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugas, BIN memiliki wewenang
melakukan intersepsi komunikasi dan/atau dokumen elektronik, serta pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat terkait dengan kegiatan terorisme,
separatisme,
spionase, subversi, sabotase, dan kegiatan atau yang mengancam
keamanan nasional
Wewenang khusus yang dimaksud disini bertumpang tindih dengan wewenang khusus aparat penegak hukum, sehingga untuk menghindari penyalahgunaan wewenang wewenang ini tidak diberikan kepada badan intelijen, kecuali untuk intersepsi dengan persyaratan adanya keputusan pengadilan dan dalam kasus tindak terorisme saja.
44 DIM 86. Substansi baru: Idem (2) Intersepsi komunikasi sebagimana
dimaksud pada ayat (1) diperlukan dalam menyelenggarakan fungsi intelijen. Dihapus 87. Substansi baru: Idem (3) Dalam memeriksa aliran dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BIN dapat meminta bantuan kepada Bank Indonesia, bank, lembaga keuangan bukan bank, lembaga jasa pengiriman uang dan lembaga analisis transaksi keuangan. Dihapus 88. Substansi baru: Idem (4) Bank Indonesia, bank, lembaga keuangan bukan bank, lembaga jasa pengiriman uang dan lembaga analisis transaksi keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) wajib
memberikan
informasi kepada BIN.
45 DIM 89. Substansi baru: Idem Pasal 15 (1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, BIN memiliki kewenangan melakukan pencegahan dan penangkalan dini serta pemeriksaan intensif. Pemberian kewenangan menangkap kepada intelijen melalui istilah pemeriksaan intensif mengancam hak asasi manusia dan merusak mekanisme criminal justice system. Pemberian kewenangan itu sama saja dengan melegalisasi penculikan dalam undang‐undang intelijen mengingat kerja intelijen yang tertutup dan rahasia. Dihapus 90. Substansi baru: Idem (2) Pencegahan dan penangkalan dini serta pemeriksaan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang yang diduga kuat terkait dengan terorisme, separatisme, spionase, subversi, sabotase, dan kegiatan atau tindakan yang mengancam keamanan nasional. Dihapus 91. Substansi baru: Idem (3) Pemeriksaan intensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 7 x
46 DIM
24 (tujuh kali dua puluh empat) jam. 92. Substansi baru: Idem (4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan penegak hukum terkait. Dihapus 93. Substansi baru: Pemerintah mengusulkan substansi baru. Susunan organisasi dan tata kerja merupakan rincian struktur dan tugas BIN yang senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis, oleh karena itu seyogyanya diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BIN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Presiden.
Dihapus
94. Substansi baru:
Pemerintah mengusulkan substansi baru dan sinkronisasi sinkronisasi dengan Pasal 8 (DIM No. 61)
Bagian Ketiga Penyelenggara Intelijen Alat Negara dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang menyelenggarakan fungsi Intelijen