• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI GURU DALAM PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20182019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STRATEGI GURU DALAM PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20182019"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

1

STRATEGI GURU DALAM PENGEMBANGAN SIKAP

SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM

TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA

TAHUN PELAJARAN

2018/2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar arjana Pendidikan

Oleh :

MAULINA PUJININGTYAS

116-14-001

PROGAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN )

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

5 MOTTO

Kerasnya usaha takkan pernah menghianati hasil

Kuatnya doa takkan pernah mengecewakan yang meminta

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Untuk Keluarga tercinta, Bapak Piadji Sutono, Ibu Nikmatul Hidayah serta Adik M.

Ghofari Yulianto.

2. Teman-teman PIAUD 2014

(6)

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL

ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA

SALATIGA TAHUN 2018/2019” guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Islam.

Dalam menyusun skripsi ini peneliti menyadari tidak dapat bekerja tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr.Rahmat Hariyadi,M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi,M.Pd., selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga

3. Ibu Dra.Siti Asdiqoh,M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak

Usia Dini. Serta yang telah tulus dan ikhlas senantiasa berkenan memberikan

sumbangsih pemikiran, serta waktunya untuk membeimbing penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra.Siti Farikhah,M.Pd., yang telah membimbing dari awal hingga akhir

perkuliahan.

5. Para dosen dan staf pengajar dilingkungan IAIN Salatiga yang telah memberikan

ilmu pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak (Piadji Sutono), Ibu (Nikmatul Hidayah) seta Adik ( M. Ghofari Yulianto)

yang terkasih dan tercinta yang selalu tulus dan ikhlas mendoakan serta

mencurahkan segalanya demi penulis.

(7)

7

8. Ibu Titiek Sugiyati M.Pd. yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan

penelitian di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun

Ajaran 2018/2019.

9. Bapak dan ibu guru serta karyawan TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga

yang telah berkenan membantu dan memberikan data kepada penulis.

10.Bapak, Ibu serta seluruh keluarga besar RA Taruna Utama yang telah berkenan

mendoakan serta mendukung penulis.

11.Teman-teman PIAUD 2014 yang sudah menemani perjalanan menuntut ilmu di

IAIN Salatiga yang telah memberikan semangat serta berjuang bersama.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulisan skripsi ini.

Penulisan menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, semua itu dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis sehingga

masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap dan berdo’a semoga skripsi ini memberikan

sumbangan positif bagi pengembangan dunia pendidikan, khususnya Pendidikan

Islam Anak Usia Dini.

Salatiga, 29 Agustus 2018

(8)

8

ABSTRAK

Pujiningtyas,Maulina.2018.Pengembangan Sikap Sosial Anak di Taman Kanak-kanak

Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran

2018/2019.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Pendidikan Islam

Anak Usia Dini.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra.

Siti Asdiqoh,M.Si.

Kata Kunci : Perkembangan, sosial anak dan sikap sosial

Proses pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam

Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga, menggunakan metode pembiasaan yang

dilaksanakan di tengah-tengah kegiatan pembelajaran di awal atau akhir kegiatan, tetapi

karena tingginya sifat egoisme anak dan adanya perbedaan status sosial mendominasi

sikap atau perilaku anak. Berdasarkan keadaan tersebut, maka penulis mengadakan

penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sikap

sosial anak pada kelompok A dan B Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II

Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kualitatif yang terdiri dari

dua tahap penelitian yaitu, tahap wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini

menunjukkan penggunaan metode pembiasaan dapat mengembangkan sikap sosial

anak. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan sikap anak semakin baik atau berkembang

dari kelompok A hingga ke kelompok B. Selain pembiasaan dengan mendongeng kisah

teladah nabi dan rosul akan dapat memberikan gambaran pada anak tentang sikap-sikap

teladan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hambatan yang dialami oleh guru dalam pengembangan sikap sosial anak yaitu

tingginya sifat egoisme yang dimiliki oleh anak membuat anak sulit untuk mendapatkan

masukan dari guru atau orang lain. Kurangnya sosialisasi dengan orang-orang disekitar

membuat anak sulit untuk dapat berbaur dengan lingkungan dan orang-orang baru.

Hambatan yang terakhir adalah kurangnya komunikasi antara orang tua dengan guru

atau pihak sekolah yang menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pengembangan

(9)

9 DAFTAR ISI

SAMPUL JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Fokus Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian ...7

(10)

10

F. Sistematika Penulisan ...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Sikap Sosial ...10

2. Hakikat Perkembangan Sikap Sosial ...12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sikap sosial ……..………....16

4. Ciri-ciri Sikap Sosial Anak ...22

5. Unsur-unsur Pengembangan Sikap Sosial ...24

6. Hambatan Sikap Sosial Anak ...25

7. Proses Pengembangan Sikap Sosial Anak ...28

8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial Anak Usia 3-4…...32

9. Standar Tingkat Pencapaian perkembangan Sosial Anak Usia 4-5...37

B. Kajian Pustaka ...40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...41

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...41

C. Sumber Data ...42

D. Prosedur Pengumpulan Data ...42

E. Analisis Data ...44

F. Pengecekan Keabsahan Data ...45

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Tempat Penelitian ...46

2. Sejarah Berdirinya TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...46

3. Visi dan Misi Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...48

4. Data Jumlah Guru TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...48

(11)

11

6. Rincian Data Jumlah Peserta Didik Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II

Kota Salatiga ...50

7. Kurikulum TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...50

8. Gambaran Informan...52

B. Temuan Penelitian 1. Pengembangan Sikap Sosial Anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...53

2. Hambatan Pengembangan Sikap Sosial Anak di TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...56

C. Analisis Hasil Data Penelitian ...58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...62

B. Saran ...62

DAFTAR PUSTAKA ...72

(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Guru TK Islam Tarbiyatul Banin II ...54

Tabel 3.2 Daftar Siswa TK Islam Tarbiyatul Banin II ...56

Tabel 3.3 Data Hasil Wawancara Guru Kelompok A dan B...62

Tabel 3.4 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ...67

(13)

13 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan sikap sosial anak memang sangatlah penting bagi pertumbuhan

dan kematangannya menuju usia kedewasaan. Pada usia dini perkembangan sosial

sangatlah penting karena sebagai kodrat manusia sebagai makhluk sosial, tentunya

manusia tidak dapat lepas dari orang lain. Dengan perkembangan sikap sosial yang

baik maka anak akan dapat menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia

lainnya yang berada di kehidupannya yaitu teman sebaya, orang tua, saudara bahkan

orang lain yang berada disekelilingnya. Dengan perkembangan sikap sosial yang baik

anak akan mampu menghormati orang lain atau orang yang lebih tua, mudah bergaul

atau menjalin relasi dengan teman sebayanya, dan dapat bertanggung jawab dengan

segala keputusannya. Sebelum memasuki usia sekolah anak perkembangan sikap

sosial anak dicetak melalui pola asuh orang tua dan keluarga dirumah. Tetapi, setelah

memasuki usia sekolah anak selanjutnya bersosialisasi pada pendidikan formal

disekolah dimana mereka menuntut ilmu pengetahuan. Setelah masuk sekolah anak

diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang

berlaku.

Proses sosialisasi anak disekolah anak akan membentuk kepribadian untuk

tekun dan rajin belajar, memiliki cita-cita dan lain-lain. Sejumlah peranan sekolah

yaitu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan, membentuk kader pemimpin,

sebagai tempat mengantisipasi mobilitas sosial, membantu memecahkan masalah

sosial, sebagai agen penerus dan pengembangan kebudayaan dan membantu

kesejahteraan keluarga (Ary H. Gunawan: 2005). Pendidikan prasekolah bertujuan

(14)

14

keterampilan fisik dan motorik, sosial moral dan daya cipta yang diperlukan oleh

anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk pertumbuhan

dan perkembangan tahap selanjutnya.

Guru memiliki peran penting dalam proses pengembangan sikap sosial anak.

Karena disekolah anak berasal dari bermacam-macam latar belakang dan harus dapat

berbaur satu sama lain. Dalam proses pengembangan sikap sosial ini guru harus dapat

menyatukan berbagai sifat dan karakter anak untuk dapat mengembangkan sikap

sosial anak dengan baik. Sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik bersama

teman sebayanya dan orang-orang yang berada dilingkungan sekolah.

Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini dapat diartikan dengan ciri

khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam

menjalin relasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan

keinginannya. Pada usia 0-3 bulan, anak menjalin hubungan dengan orang lain

dengan tangisannya, ekspresi wajah, dan gerak badannya, tidak dengan perkataannya.

Pada usia 4-6 bulan, kemampuan menjalin hubungan pada bayi akan berkembang

seiring dengan kebutuhannya untuk bertemu orang lain dengan lebih sering. Pada usia

ini, bayi akan lebih menyadarikeberadaan orang lain termasuk orang asing

disekitarnya. Bayi juga akan menggunakan senyuman, mata, dan suara untuk menarik

perhatian dan berhubungan dengan orang lain. Sementara itu, ketertarikan dan

keinginan bayi yang besar untuk berhubungan dengan orang lain akan terjadi pada

usia 10-12 bulan. Pada usia ini bayi akan menjalin hubungan yang penuh antusias

dengan orangtuanya atau pengasuhnya, dan sebaliknya ia akan menjadi pribadi yang

pendiam dan pasif dalam berhubungan dengan orang asing baginya. Kemudian, pada

usia 13-18 bulan bayi akan berusaha untuk menampilkan sikap asertif, yaitu sikap

(15)

15

ini, bayi juga akan menunjukkan kemampuan hubungan sosialnya setelah melalui

tahapan permainan. Pada usia 19-24 bulan, bayi mulai mengembangkan kemampuan

untuk membantah apa yang sudahditetapkan. Ia menginginkan agar kemauannya

dituruti dan disetujui. Kemudian pada usia 2-3 tahun, anak mulai menjalin hubungan

pertemanan. Dalam hubungan pertemanan tersebut, anak ingin disukai oleh

teman-temannya. Hubungan pertemanan anak mulai meningkat di usia 3-4 tahun,

peningkatan tersebut terjadi seiring dengan berkembangnya aspek moralitas pada

anak. Anak mulai mengenali mana yang benar dan mana yang tidak benar. Pola

pertemanan dan hubungan anak sudah lebih stabil pada usia 4-5 tahun. Hal ini

disebabkan anak sudah memahami adanya aturan, bahkan tidak hanya ketika bermain

dilingkungan sekolah, tetapi juga dalam perilakunya dirumah. Pada usia 5-6 tahun

terjadi peningkatan kemampuan perkembangan sosial pada anak usia 5-6 tahun.

Faktor penambahan usia menjadi penyebabnya, dengan pertambahan usia tersebut

anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap dengan anak lainnya,

khususnya dengan teman-temannya. Hubungan anak dengan teman-temannya

semakin meningkat melalui kegiatan bermain, baik di sekolah ataupun dilingkungan

rumah dapat menjadikan ia memahami dirinya sendiri untuk bersikap kooperatif,

toleran, menyesuaikan diri dan mematuhi aturan yang berlaku di rumah, sekolah dan

lingkungan masyarakat.

Mayoritas anak didik Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II berasal

dari kalangan status sosial menengah ke atas. Banyak anak yang dibesarkan

dilingkungan perumahan yang keadaan lingkungannya anak jarang bermain dengan

teman-teman sebaya karena mayoritas kehidupan dalam lingkungan perumahan lebih

cenderung bersifat individual. Sehingga membuat anak jarang bersosialisasi dengan

(16)

16

tinggi dan membuat anak sulit untuk bersosialisasi. Selain itu, sebagian besar orang

tua atau wali murid sudah mengenalkan anak dengan gadget atau handphone yang

membuat anak asik bermain sendiri yang dapat menambah sikap egoisme dan tidak

peduli dengan keadaan sekitarnya.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 7

Mei 2018 diketahui bahwa proses pengembangan sikap sosial anak di Taman

Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II memiliki beberapa kendala, misalnya :

1. Anak sulit menerima nasihat atau masukan dari guru karena sifat egois yang

tinggi.

2. Pengaruh penggunaan gadget dirumah menyebabkan anak sulit bersosialisasi

dengan teman-temannya.

3. Perbedaan status sosial membuat anak hanya mau berbaur dengan yang setara

status sosialnya saja.

Dengan kendala yang ada guru Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II

memiliki tugas yang cukup keras dalam mengembangkan sikap sosial anak. Guru

harus mampu mengarahkan anak untuk bisa bersikap sosial dengan baik dan

peduli dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai tujuannya dalam

pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin

II guru-guru wali kelas memiliki strategi yaitu dengan melakukan pembiasaan

terhadap anak. Pembiasaan ini dilakukan setiap pagi sebelum ataupun sesudah

kegiatan maupun dalam pembelajaran. Pembiasaan yang dilakukan yaitu bercerita

atau mendongeng tentang kisah-kisah teladan nabi dan rosul, dalam kegiatan ini

guru menstimulasi anak dengan memberikan gambaran-gambaran sikap teladan

yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pembelajaran atau

(17)

17

bertujuan agar anak dapat berkomunikasi dan bersosialisasi serta kerja sama

dengan satu sama lain. Guru juga mengajak anak untuk mendoakan teman yang

sedang sakit atau terkena musibah untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap

teman yang lain.

Berdasarkan paparan diatas maka penulis membuat judul,

“PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK

ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN

2018/2019 ”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat

dirumuskan fokus permasalahan pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengembangan sikap sosial anak di TK Trabiyatul Banin II Kota

Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 ?

2. Apa hambatan pengembangan sikap sosial anak di TK Tarbiyatul Banin II Kota

Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam

Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019

2. Untuk mengetahui hambatan pengembangan sikap sosial anak di Taman

Kanak-kanak Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019

D. Manfaat Penelitian

(18)

18

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan

sikap sosial anak, selain itu juga menjadi sumber pengetahuan bagi guru

pendidikan anak usia dini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bagi penulis yaitu penulis mampu mengetahui cara

atau strategi dalam mengembangkan sikap sosial anak yang nantinya dapat

diterapkan dalam dunia pendidikan anak usia dini.

Bagi guru penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi pembelajaran

yang telah dilaksanakan agar dapat lebih berkembang dan lebih inovatif lagi

dalam mengembangkan sikap sosial anak.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembahasan skripsi yang berjudul

“PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK

ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA”. Penulis akan memberikan

penjelasan dan pembatasan istilah, yaitu:

1. Pengembangan

Pengembangan berarti proses menterjemahkan atau menjabarkan spesifikasi

rancangan ke dalam bentuk fitur fisik. Pengembangan secara khusus berarti proses

menghasilkan bahan-bahan pembelajaran. (Alim Sumarno:2012).

Pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tektis, teoritis,

konseptual dan moral seorang individu atau anak sesuai dengan kebutuhan

perkembangannya. Hal ini agar dapat menanamkan nilai-nilai sosial atau

kehidupan dalam kepribadian anak agar lebih terarah dan tertata dengan baik.

(19)

19

Pengertian sikap, sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap

menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sedangkan, kata sosial

berkenaan dengan hubungan antara seorang individu dan individu lainnya. Sikap

sosial adalah suatu kecenderungan yang berpola terhadap orang atau barang yang

mempunyai arti sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi

diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial dan

dinyatakan berulang-ulang (Salmeto, 1987:191)

Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah penulis ingin mengetahui

pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin

II Kota Salatiga. Tentang bagaimana cara pengembangan sikap sosial anak agar

dapat berkembang dengan baik. Serta apa saja hambatan atau kendala yang

dialami oleh guru dalam proses pengembangan yang telah dilakukan.

F. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan yaitu terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian. Kemudian selanjutnya adalah penegasan istilah

dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka yaitu terdiri dari landasan teori dan kajian puastaka.

BAB III Metode Penelitian terdiri dari jenis penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan pengecekan

keabsahan data.

BAB IV Paparan dan Analisis Data yang terdiri dari paparan data dan analisis

data.

BAB V Penutup yaitu kesimpulan dan saran.

Bagian Akhir yang terdiri dari daftar pustaka, lampiran dan daftar riwayat

(20)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Sikap Sosial

Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah

suatau cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Kata sosial, dari kata lain societas,

yang artinya masyarakat. Kata societas dari kata socius, yang artinya teman, dan

selanjutnya kata sosial berarti hubungan antara manusia yang satu dengan manusia

yang lain dalam bentuknya yang berlain-lainan, misalnya: keluarga, sekolah,

organisasi dan sebagainya (Agus Suyanto:1995).

Berdasarkan pengertian di atas maka sikap sosial yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah suatu perbuatan, perilaku yang berkenaan dengan

masyarakat. Bagi siswa taman kanak-kanak, lingkungan masyarakat yang dimaksud

adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat pada

umumnya. Perkembangan sikap sosial anak memang sangatlah penting bagi

pertumbuhan dan kematangannya menuju usia kedewasaan. Pada usia dini

perkembangan sosial sangatlah penting karena sebagai kodrat manusia sebagai

makhluk sosial, tentunya manusia tidak dapat lepas dari orang lain.

Dengan perkembangan sikap sosial yang baik maka anak akan dapat menjalin

hubungan yang baik dengan sesama manusia lainnya yang berada di kehidupannya

yaitu teman sebaya, orang tua, saudara bahkan orang lain yang berada di

sekelilingnya. Dengan perkembangan sikap sosial yang baik anak akan mampu

menghormati orang lain atau orang yang lebih tua, mudah bergaul atau menjalin relasi

dengan teman sebayanya, dan dapat bertanggung jawab dengan segala keputusannya.

(21)

21

melalui pola asuh orang tua dan keluarga dirumah. Tetapi, setelah memasuki usia

sekolah anak selanjutnya bersosialisasi pada pendidikan formal disekolah dimana

mereka menuntut ilmu pengetahuan. Setelah masuk sekolah anak diharapkan dapat

menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang berlaku.

Proses sosialisasi anak disekolah anak akan membentuk kepribadian untuk

tekun dan rajin belajar, memiliki cita-cita dan lain-lain. Sejumlah peranan sekolah

yaitu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan, membentuk kader pemimpin,

sebagai tempat mengantisipasi mobilitas sosial, membantu memecahkan masalah

sosial, sebagai agen penerus dan pengembangan kebudayaan dan membantu

kesejahteraan keluarga (Ary H. Gunawan: 2005). Pendidikan prasekolah bertujuan

untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, intelektual,

keterampilan fisik dan motorik, sosial moral dan daya cipta yang diperlukan oleh

anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk pertumbuhan

dan perkembangan tahap selanjutnya.

Guru memiliki peran penting dalam proses pengembangan sikap sosial anak.

Karena disekolah anak berasal dari bermacam-macam latar belakang dan harus dapat

berbaur satu sama lain. Dalam proses pengembangan sikap sosial ini guru harus dapat

menyatukan berbagai sifat dan karakter anak untuk dapat mengembangkan sikap

sosial anak dengan baik. Sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik bersama

teman sebayanya dan orang-orang yang berada dilingkungan sekolah.

2. Hakikat Perkembangan Sikap Sosial

Perkembangan digunakan untuk menyatakan berbagai perubahan dalam aspek

psikologis atau kejiwaan, seperti aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi, moral dan

agama. Perkembangan mencangkup berbagai dimensi psikis manusia atau dimensi

(22)

22

individu dan individu lainnya. Howard Gardner menyebut hubungan yang demikian

dengan istilah hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam kehidupan

sehari-hari manusia tidak dapat dihindarkan. Bahkan, tanpa adanya hubungan tersebut

manusia sudah dipastikan tidak akan bisa bertahan hidup. Contohnya Nabi Adam a.s.

sebagai manusia pertama, ia tak mampu hidup sendirian sehingga diciptakanlah Hawa

sebagai pendamping hidupnya. Lawan dari hubungan interpersonal adalah

intrapersonal, yaitu hubungan antara seseorang dan dirinya sendiri.

Ada indicidu yang mampu berhubungan dengan individu lainnya dengan baik,

adapula individu yang kurang mampu bahkan tidak mampu berhubungan dengan

individu lainnya. Ada individu yang mampu berhubungan dengan dirinya sendiri, dan

ada juga individu yang kurang atau tidak mampu menjalin hubungan dengan dirinya

sendiri. Hal itu sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menjalin relasi dengan

dirinya sendiri maupun dengan individu lainnya. Hubungan interpersonal maupun

hubungan intrapersonal dilakukan oleh seorang individu untuk mencapai tujuan

tertentu. Tidak ada seorang individu pun yang menjalin hubungan baik dengan dirinya

sendiri maupun dengan orang lain tanpa adanya tujuan tertentu. Sementara itu, pada

Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak diartikan dengan manusia yang masih kecil,

yaitu yang baru berumur enam tahun. Jadi, jika diartikan secara bahasa, anak usia dini

adalah sebutan bagi anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun (Hasan Alwi:2002).

Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini dapat diartikan dengan ciri

khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam

menjalin relasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan

(23)

23

Pada usia 0-3 bulan, anak menjalin hubungan dengan orang lain dengan

tangisannya, ekspresi wajah, dan gerak badannya, tidak dengan perkataannya. Pada

usia 4-6 bulan, kemampuan menjalin hubungan pada bayi akan berkembang seiring

dengan kebutuhannya untuk bertemu orang lain dengan lebih sering. Pada usia ini,

bayi akan lebih menyadarikeberadaan orang lain termasuk orang asing disekitarnya.

Bayi juga akan menggunakan senyuman, mata, dan suara untuk menarik perhatian

dan berhubungan dengan orang lain. Sementara itu, ketertarikan dan keinginan bayi

yang besar untuk berhubungan dengan orang lain akan terjadi pada usia 10-12 bulan.

Pada usia ini bayi akan menjalin hubungan yang penuh antusias dengan orangtuanya

atau pengasuhnya, dan sebaliknya ia akan menjadi pribadi yang pendiam dan pasif

dalam berhubungan dengan orang asing baginya. Kemudian, pada usia 13-18 bulan

bayi akan berusaha untuk menampilkan sikap asertif, yaitu sikap menyatakan

keinginan dan kemauannya sendiri dengan lugas.

Pada usia 13-18 bulan ini, bayi juga akan menunjukkan kemampuan hubungan

sosialnya setelah melalui tahapan permainan. Pada usia 19-24 bulan, bayi mulai

mengembangkan kemampuan untuk membantah apa yang sudahditetapkan. Ia

menginginkan agar kemauannya dituruti dan disetujui. Kemudian pada usia 2-3 tahun,

anak mulai menjalin hubungan pertemanan. Dalam hubungan pertemanan tersebut,

anak ingin disukai oleh teman-temannya. Hubungan pertemanan anak mulai

meningkat di usia 3-4 tahun, peningkatan tersebut terjadi seiring dengan

berkembangnya aspek moralitas pada anak. Anak mulai mengenali mana yang benar

dan mana yang tidak benar. Pola pertemanan dan hubungan anak sudah lebih stabil

pada usia 4-5 tahun. Hal ini disebabkan anak sudah memahami adanya aturan, bahkan

tidak hanya ketika bermain dilingkungan sekolah, tetapi juga dalam perilakunya

(24)

24

pada anak usia 5-6 tahun. Faktor penambahan usia menjadi penyebabnya, dengan

pertambahan usia tersebut anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap

dengan anak lainnya, khususnya dengan teman-temannya. Hubungan anak dengan

teman-temannya semakin meningkat melalui kegiatan bermain, baik di sekolah

ataupun dilingkungan rumah dapat menjadikan ia memahami dirinya sendiri untuk

bersikap kooperatif, toleran, menyesuaikan diri dan mematuhi aturan yang berlaku di

rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. Anak juga akan menggunakan tata krama

yang berlaku di lingkungannya agar ia diterima dengan baik oleh lingkungannya, dan

dihargai sebagai individu yang mengenal serta dapat menerapkan tata krama. Tata

krama ini merupakan tata cara dalam kehidupan sosial atau cara-cara yang dianggap

baik dalam pergaulan antarmanusia.Tata Cara tersebut bisa bersumber dari falsafah

hidup suatu asyarakat yang diyakininya.

Dalam perspektif Islam, hubungan sosial dengan sesama manusia disebut

dengan istilah hablumminannas. Hubungan sosial tersebut harus dibina dengan baik

didasari dengan kemanfaatan yang didapatkan yang sesuai dengan jalan Allah SWT.

Hal itu tertuang dalam firman Allah SWT. berikut ini :

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

(25)

25

3. Faktor-fakor yang Mempengaruhi Perkembangan Sikap Sosial

a. Faktor Hereditas

Faktor Hereditas merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari

orangtua biologis atau orangtua kandung kepada anaknya. Mudahnya, faktor

hereditas ini berhubungan dengan hal-hal yang diturunkan dari orang tua

kepada anak cucunya. Jadi dapatlah dikatakan, faktor hereditas merupakan

pemberian biologis sejak lahir. Faktor hereditas ini merupakan salah satu

faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia

dini, termasuk perkembangan sosial mereka. Menurut hasil riset, faktor

hereditas tersebut mempengaruhi kemampuan intelektual yang salah satunya

dapat menentukan perkembangan sosial seorang anak. Pada sudut pandang

hereditas, karakteristik seorang anak dipengaruhi oleh gen yang merupakan

karakteristik bawaan yang diwariskan (genotip) dari orangtuanya, yanga akan

terlihat sebagai karakteristik yang dapat diobservasi (fenotip). Gen merupakan

cetak biru dari perkembangan yang tetap diturunkan dari generasi ke generasi.

Fenotip merupakan karakter individu yang terlihat langsung oleh mata

sehari-hari yang tercipta dari cetak biru tersebut.

Pada disiplin ilmu pendidikan, orang yang mempercayai bahwa

perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas disebut dengan

aliran nativisme. Pelopornya adalah Schopenhauer. Aliran tersebut

berpendapat bahwa perkembangan anak telah ditentukan oleh faktor-faktor

yang dibawanya sejak lahir. Hereditas oleh aliran ini disebut juga dengan

pembawaan. Pembawaan yang telah ada pada anak sejak dilahirkan itulah

(26)

26

hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh bakat

dansifat-sifat keturunan.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ini sering disebut dengan istilah nurture. Faktor

lingkungan diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik dan

sosial yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman

psikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum ada dan

sesudah ia lahir. Faktor lingkungan ini meliputi semua pengaruh lingkungan,

termasuk didalamnya pengaruh-pengaruh dari keluarga, pada ilmu pendidikan

keluarga menajdi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dengan

demikian, dapatlah dikatakan lingkungan keluarga memiliki peran yang utama

dalam menentukan perkembangan sosial anak dikemudian hari, dan

dilingkungan keluarga inilah anak pertama kalinya menerima pendidikan.

Orangtua mereka merupakan pendidik bagi mereka. Pola asuh orangtua, sikap,

serta situasi dan kondisi yang sedang melingkupi orangtua dapat memberikan

pengaruh terhadap perkembangan sosial anak.

Keadaan ekonomi dan status sosial orangtua juga ikut mempengaruhi

perkembangan sosial anak. Contohnya saja anak yang tinggal di lingkungan

keluarga yang miskin dapat membuat anak memiliki masalah sosial serta

memiliki potensi kognitif yang buruk. Keadaan ekonomi orangtua yang buruk

juga pastinya sangat berpengaruh terhadap pemberian makanan yang bergizi

bagi anak, yang mana pemberian makanan yang bergizi tersebut akan snagat

menentukan pertumbuhan fisik dan berpengaruh terhadap perkembangan

(27)

27

dalam lingkungan keluarga serta banyaknya anggota keluarga juga dapat

mempengaruhi perkembangan sosial anak.

Kemudian sekolah, sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak, di

sekolah anak berhubungan dengan pendidik dan teman sebayanya. Hubungan

antara anak dengan pendidik dan anak dengan teman sebayanya dapat

mempengaruhi perkembangan sosial anak. Stimulus yang diberikan oleh

pendidik terhadap anak memiliki pengaruh yang tidak sedikit guna

mengoptimalkan perkembangan sosial anak. Pendiidk merupakan wakil dari

orangtua mereka ketika berada di sekolah. Pola asuh dan perilaku yang

ditampilkan oleh pendidik dihadapan anak juga akan dapat mempengaruhi

perkembangan sosialnya.Perilaku yang ditampilkan oleh teman sebayanya

juga memiliki andil dalam menentukan perkembangan sosial seorang anak.

Jika seorang anak dan teman sebayanya dapat bermain sesuai dengan aturan,

hal itu dapat mengoptimalkan perkembangan sosialnya. Berikutnya adlah

masyarakat, secara sederhana masyarakat diartikan sebagai kumpulan individu

atau kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.

Didalamnya termasuk semua jalinan hubungan yang timbal balik yang

berangkat atas kepentingan bersama, adat, kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik,

sistem hidup, undang-undang, institusi dan semua segi fenomena yang

dirangkum oleh masyarakat dalam pengertian luas dan baru.

Budaya, kebiasaan, agama dan keadaan demografi pada suatu masyarakat

diakui ataupun tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan sosial anak usia

dini.Kebiasaan pada suatu masyarakat dapat mempengaruhi cara belajar dan

hasil belajar anak, religiusitas suatu masyarakat juga akan sangat menentukan

(28)

28

c. Faktor Umum

Faktor umum merupakan campuran dari faktor hereditas dan faktor

lingkungan. Faktor umum yang dapat mempengaruhi perkembangan anak usia

dini, yaitu jenis kelamin yang memiliki peranan penting dalam perkembangan

sikap sosial anak. Saat menghadapi suatu masalah dalam pergaulannya

ataupun dalam menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya, biasanya anak

laki-laki cenderung akan mengatasi masalah tersebut dengan logikanya, sedangkan

anak perempuan cenderung mengatasi masalah tersebut dengan perasaan atau

emosinya. Jenis kelamin juga menjadi penentu dalam pembentukan kelompok

bermain. Ada kelompok bermain laki-laki dan ada kelompok bermain

perempuan. Berikutnya adalah kelenjar gondok hasil riset dalam bidang

endrocinologi menunjukkan betapa vitalnya peranan yang dimainkan oleh

kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik-motorik dan psikis, termasuk

perkembangan sosial anak usia dini. Kelenjar gondok tersebut mempengaruhi

perkembangannya, baik pada waktu sebelum lahir maupun pada pertumbuhan

dan perkembangan sesudahnya. Dan yang terakhir adalah kesehatan,

kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi

perkembangan anak usia dini. Mereka yang kesehatan fisik dan psikisnya baik

dan sempurna akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

memadai, termasuk perkembangan sosialnya. Keadaan fisik dan psikis yang

sempurna akan memudahkan seorang anak dalam bergaul dengan orang lain.

Ketiga faktor diatas akan mempengaruhi perkembangan sosial anak

usia dini dengan dominasi yang berbeda-beda. Ada yang perkembangannya

(29)

29

ataupun didominasi oleh faktor umum. Perbedaan dominasi faktor-faktor

tersebutlah yang kemudian memunculkan adanya perbedaan pada

masing-masing anak usia dini, atau yang lebih sering disebut dengan perbedaan

individu. Terkait dengan perbedaan individu tersebut, Allah Swt. berfirman:

Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.

Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.(

Qs.Al-Isra[17]:84)

Termasuk dalam pengertian “keadaan” pada ayat diatas adalah tabiat

dan pengaruh alam sekitarnya. Jadi, ayat tersebut menyatakan bahwa bentuk

fisik, perkembangan kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama pada

anak usia dini itu berbeda-beda sesuai dengan dominasi faktor yang

mempengaruhinya. Hal itu juga menegaskan kepada kita bahwa perbedaan

individual merupakan suatu hal yang tidak luput dari perhatian Islam

perbedaan individu tersebut kemudian tidaklah menjadi suatu masalah. Setiap

individu dianjurkan untuk berbuat kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan

fisik dan psikisnya. Jadi, tidak ada seorang individupun yang dirugikan karena

kelemahannya.

4. Ciri-ciri sikap sosial anak

Sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang

nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak

(30)

30

onjek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan

berulang-ulang, misalnya sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya

aseorang pahlawannya. Jadi yang menandai adanya sikap sosial adalah sunjekn

orang-orang dikelompoknya sedangkan objeknya sekelompok, objeknya sosial

dan dinyatakan berulang-ulang. Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku

anak dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau

kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi

tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai

berikut :

a. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif-motif

psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa

kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah

mempelajari sikap dengan sengaja bila individu menegerti bahwa hal itu

akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan

kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

b. Memiliki kestabilan (stability)

Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan

stabil, melalui pengalaman.

c. Personal (societal significanceI)

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan

juga anatara orang dan barang atau situasi. Jika seseoorang merasa bahwa

orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat

berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable. Sikap tidak dibawa

(31)

31

Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari. Objek

suatu sikap dapat tunggal atau jamak, sikap mengandung motivasi atau

perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai motivasi

belum berarti sikap.

Berdasarkan ciri-ciri sikap diatas bahwa manusia tidak dilahirkan

dengan sikap tertentu melainkan dapat dibentuk sepanjang

perkembangannya. Dengan demikian pembentukan sikap tidak dengan

sendirinya tetapi berlangsungnya dalam sebuah interaksi sosial.

Pembentukan sikap pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi

melalui pengalaman sejak kecil. Dalam hal ini pendidik atau pembina

pertama adalah orang tua,kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui

oleh anak waktu kecilnya akan merupakan unsur terpenting dalam pribadi.

5. Unsur-unsur Pengembangan Sikap Sosial

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, pengembangan sikap sosial pada anak-anak

berkisar pada hal-hal dibawah ini :

a. Penanaman dasar-dasar psikis yang mulia

Mengajarkan nilai-nilai agama pada anak sejaak usia dini agar didalam

diri anak tertanam ketaqwaan terhadap Allah Swt. sehingga dalam

perkembangannya selalu diiringi dengan ketentuan agama. Sikap atau rasa

kasih sayang terhadap sesama juga perlu ditanamkan pada anak sejak dini,

agar anak memiliki sikap mengasihi kepada teman dan orang lain. Sehingga

membuat anak tidak bersikap agresif atau menyakiti orang lain. Bahkan lebih

(32)

32

yang melakukan kesalahan pada diri anak dan berani meminta maaf jika

melakukan salah.

b. Pemeliharaan Hak-hak orang lain

Pengembangan sikap sosial anak yang baik juga menanamkan hak-hak

yang dimiliki oleh anak terhadap orang lain. Misalnya hak terhadap orang tua

anak mendapatkan kasih sayang dan bimbingan yang baik dari orang tua. Hak

anak terhadap teman yaitu mengajak bermain dan belajar dengan taat dan

tertib. Sehingga anak akan tahu apa yang harus ia lakukan terhadap

orang-orang disekelilingnya.

c. Pelaksanaan Tata Kesopanan Sosial

Dalam pengembangan sikap sosial anak, ia diajak untuk mentaati atau

menerapkan adab-adab kesopanan yang ada misalnya adab makan dan minum

dengan baik yaitu makan dan minum sambil duduk dan berdoa sebelum dan

sesudah makan. Adab berbicara yang baik dan sopan kepada orang lain, tidak

meninggikan suara kepada orang yang lebih tua, dalm lain sebagainya.

Sehingga dalam kehidupannya anak selalu dapat menerapkan nilai-nilai atau

adab kesopananan yang telah diajarkan.

6. Hambatan Perkembangan Sosial Anak

Manusia merupakan makhluk monodualis, yaitu makhluk individu sekaligus

sebagai makhluk sosial. Salah satu implikasi dari posisinya sebagai makhluk

monodualis adalah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan untuk

menyelesaikan berbagai tugas kesehariannya manusia memerlukan bantuan dari

orang lain. Kenyataan tersebut menjadikan antara individu yang satu dan individu

(33)

33

interaksi itulah yang sering dikenal dengan istilah sosialisasi. Kemampuan

seorang individu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ataupun

menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya sangatlah ditentukan oleh

kemampuannya dalam bersosialisasi dengan optimal. Ada yang dapat

bersosialisasi dengan baik, ada pula yang kurang dapat bersosialisasi dengan baik,

bahkan malah sama sekali tidak bisa bersosialisasi.

Ketidakmampuan seseorang individu dalam bersosialisasi sudah tentu

dipengaruhi oleh perkembangan aspek sosialnya yang terhambat.

Ketidakmampuan dalam berosialisasi bukan hanya dialami oleh orang dewasa,

anak usia dinipun mengalaminya. Salah satu dampak dari ketidak mampuan anak

usai dini dalam bersosialisasi adalah anak usia dini dapat mengalami gangguan

perilaku antisosial. Perilaku antisosial dapat diartikan sebagai eaksi menentang

terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua ataupun pendidik. Pada

kehidupan sehari-hari, perilaku antisosial pada anak usia dini tersebut tidak sulit

untuk ditemui, baik dilingkungan keluarga ataupun di lingkungan sekolah, yaitu di

Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK). Setidaknya ada tiga

macam perilaku antisosial yang sering sekali ditemukan,antara lain yang pertama

adalah ketidakpatuhan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata patuh diartikan

sebagai taat, suka menurut dan berdisiplin. Dengan demikian, ketidakpatuhan

dapat diartikan sebagai sikap tidak taat dan tidak menurut pada orang lain, dalam

hal ini orangtua atau pendidik. Sementara kepatuhan berarti sikap mau melakukan

apa yang diminta oleh orang lain.

Yang kedua adalah temper tantrum, Kata temper berasal dari bahasa

Inggris yang berarti tendency to be angry atau mudah marah, sedangkan tantrum

(34)

34

mudah marah. Sementara secara istilah temper tantrum berarti perilaku mudah

marah dengan kadar marah yang berlebihan. Anak dengan temper tantrum

memiliki kelemahan dalam mengendalikan emosinya, alhasil ia meluapkannya

dalam bentuk kemarahan secara berlebihan. Karena sangat marahnya, tak jarang

anak temper tantrum sering menyakiti dirinya sendiri atau merusak barang-barang

disekitarnya. Selain itu, anak temper tantrum sering tidak dapat mengungkapkan

keinginannya, menjadi anak yang pemalu dan memiliki ketakutan yang sangat

kuat, serta hipersensitif atau sangat peka dengan perasaan tersinggungnya, serta

pandangan yang cenderung negatif dari sikap orang lain. Anak temper tantrum

memang sering membuat orang di sekelilingnya terpicu emosinya akibat ulah dari

kemarahan yang berlebihan yang ia lakukan. Temper tantrum dapat juga dijadikan

sebagai alat bagi anak untuk mencari perhatian dari orang dewasa, selain dijadikan

pula sebagai pelampiasan kemarahannya. Secara umum, perilaku temper tantrum

pada anak dapat terjadi sekitar 30 detik sampai dengan 2 menit. Ciri-ciri dari anak

yang berperilaku temper tantrum yang harus diketahui oleh orang tua atau

pendidik antara lain, suka cemberut dan mudah marah, suka mengamuk, dan suka

menyakiti dirinya sendiri.

Ketiga adalah perilaku agresif, pada dasarnya perilaku agresif adalah

suatu perbuatan, baik disengaja maupun tidak di sengaja yang ditujukan untuk

menyerng pihak lain, baik secara fisik maupun secara verbal. Bentuk perilaku

agresif secara fisik misalnya memukul, menendang, mencubit, menampar,

menggigit dan lainnya yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Kemudian,

bentuk perilaku agresif secara verbal misalnya berupa hinaan, omelan, makian,

cercaan, ejekan dan lainnya yang tergolong aktivitas verbal. Anak laki-laki

(35)

35

perempuan berpeluang memunculkan perilaku agresif secara verbal. Ada dua

faktor yang dapat menyebabkan anak memiliki sifat agresif yaitu faktor biologis

dan faktor lingkungan.

7. Proses Perkembangan Sikap Sosial Anak

Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan mempunyai masa

depan yang cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan kontribusi. Mereka memiliki

kecenderungan alami untuk menguasai hal-hal tersebut yang akan membuatnya sukses

pada abad ke 21, serta mendapat manfaat dari segala perubahan positif dalam

masyarakat. Mereka yang memiliki motivasi belajar yang kuat mungkin saja akan

menghadapi kendala-kendala dari sebuah ketidakadilan, tetapi kendala tersebut

bukanlah musuhnya. Mereka akan menjadi orang-orang yang paling cocok untuk

belajar bagaimana menghadapi kendala tersebut. Mareka akan menjadi orang yang

paling mampu berkreasi dan mencapai kesuksesan karena hasil terbaik dalam IPTEK,

penelitian, dan kesenian tidak dapat dipaksakan dari hati yang mengerdil.

Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus

diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik

pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang

menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan

anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua

sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering

memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di

berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan

(36)

36

Ary H Gunawan (2000: 33), sosialisasi secara sosiologi berarti belajar untuk

menyesuaikan diri dengan mores, folkways, tradisi, dan kecakapan-kecakapan

kelompok. Sedangkan secara psikologis sosialisasi berarti/mencakup

kebiasaan-kebiasaan, perangai, ide, sikap dan nilai. Thomas Ford Hoult (Padil, 2010: 88),

mengemukakan bahwa proses sosialisasi “Almost always denots the process where by

individuals learn to behave willingly in accordance with the privailing standards of

their culture (Sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai

dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat). Belajar sosial berarti

belajar memahami dan mengerti tentang perilaku dan tindakan masyarakat melalui

interaksi sosial. Pendefinisian proses sosialiasi tidak bisa terlepas dari 3 (tiga) hal

yaitu: pertama, Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi

yang mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil

oper cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya; kedua, pada proses sosialisasi itu,

individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku,

dalam masyarakat di mana dia hidup; dan ketiga, semua sikap dan kecakapan yang

dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu

kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Berdasarkan teori sosialisasi seorang anak

dapat melakukan proses sosialisasi pasif maupun sosialisasi aktif. Pada teori

sosialisasi pasif, anak hanya akan memberi respon rangsangan orang tua, disisi lain

anak akan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan lain dalam dirinya sehingga anak

akan mengalami konflik-konflik. Dengan kata lain, proses penyesuaian diri ketika

mendapat rangsangan dari individu lain ketika tidak ada rangsangan tidak akan terjadi

sosialisasi. Sebaliknya sosialisasi aktif, sosialisasi yang dilakukan individu terhadap

pengembangan peran sosial menjadi penciptaan peran sosial dan pengembangan dari

(37)

37

yang berperan penting dalam proses sosialisasi anak yaitu: keluarga, sekolah, lembaga

keagamaan, lingkungan sosial, dan media massa. Ciri sosialisasi peride prasekolah

antara lain: (1) Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah;(2) Pregang age,

artinya anak prasekolah berkelompok belum mengikuti arti sosialisasi yang

sebenarnya. Anak mulia belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan

sosialnya; (3) Hubungan dengan orang dewasa; (4) Hubungan dengan teman

sebaya;(5) 3-4 tahun anak mulai bermain bersama. Anak mulai ngobrol selama

bermain, memilih teman selama bermain dan mengurangi tingkah laku bermusuhan.

Perkembangan kesetiaan sosial ini muncul berkat kesadaran individu terhadap

kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sumber kesetiaan bagi

anggotanya. Sebab-sebab munculnya kesetiaan sosial diantaranya adalah partisipasi

sosial, komunikasi, dan kerjasama individu dalam kehidupan kelompok. Anak kecil

yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat secara diterima sebagai anggota

baru. Dengan demikian, perkembangan kesetiaan sosial mengikuti pola sebagai

berikut: kerjasama menimbulkan kepuasan dan dari kepuasan menimbulkan kesetiaan

sosial. Bentuk kesetiaan sosial berkembang menjadi semakin kompleks kepada

kelompok yang makin besar. Kesetiaan sosial dimulai dari keluarga teman sebaya, dan

sekolah. Kemudian, kesetiaan sosial berkembang seiring dengan perkembangan

kedewasaan seseorang, semakin dewasa seseorang semakin berkembang kesetiaan

sosialnya kepada kelompok pekerjaaan, kelompok agama, perkumpulan (organisasi),

baik kemasyarakatan maupun bangsa. Perkembangan yang lebih luas dan besar ini

disebut lingkungan sekunder, dimana seluruh anggota kelompok mencerminkan

seorang individu yang kompleks.

8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial Anak Usia

(38)

38

Mulai usia 4 tahun, usia anak sering disebut dengan usia sulit yaitu usia yang

mengandung masalah. Hal itu dikarenakan pada usia tersebut anak sedang

mengalami masa rawan sakit atau terkena penyakit. Jika orangtua tidak hati-hati

dalam merawat, anakanya akan mudah jatuh sakit. Selain itu, mulai usia 4 tahun

anak berada dalam masa proses pengembangan kepribadian yang unik dan

menuntut kebebasan yang umumnya kurang berhasil. Itulah sebabnya anak sering

tampak bandel, keras kepala, menjengkelkan, tidak disiplin, kurang mandiri dan

melawan orangtua. Permasalahan yang menimpa pada anak mulai terjadi di usia 4

tahun tersebut sudah tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan sosialnya,

dan tentunya dapat berpengaruh terhadap tingkat pencapaian perkembangan sosial

di usia 4-5 tahun. Standar tingkat pencapaian perkembangan sosial anak usia 4-5

tahun adalah anak mampu berinteraksi, dapat menunjukkan reaksi emosi yang

wajr, mengenal tanggung jawab, kemandirian dan mulai menunjukkan rasa

percaya diri. Standar tingkat pencapaian tersebut dapat ditampilkan oleh anak usia

4-5 tahun jika mereka menguasai kompetensi dasar berikut ini.

a. Anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang

dikenal

Interaksi pada anak usia dini dengan teman sebayanya lebih banyak

berlangsung dalam kegiatan bermain. Sementara interaksinya dengan

orang dewasa lebih banyak berlangsung dalam kegiatan pengasuhan. Pada

interaksi tersebut ada upaya pengenalan anak terhadap teman sebaya dan

orang dewasa serta pengaruh timbal balik yang diakibatkan dari proses

interaksi yang dilakukan. Berikut ini beberapa indikator yang menandakan

bahwa anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa

(39)

39

apabila menggunakan benda milik orang lain, mau bekerja sama dengan

kelompok dan berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemui.

b. Anak dapat menjaga keamanan diri sendiri

Ciri umum pada anak usia 3-4 tahun adalah ia sangat bersemangat,

menawan dan sekaligus kasar. Mereka sedang berusaha memahami dunia

mereka, dan mereka sering mengalami kesulitan untuk membedakan

antara khayalan dankenyataan. Mereka juga memahami bahwa

tindakannya memiliki dampak atau pengaruh dan mereka mulai belajar

membuat batasan-batasan agar tidak terkena imbas dari dampak negatif

dari perbuatanya. 10Hal itu menajdikan anak usia 4-5 tahun menjadi sosok

anak yang sangat gemar bermain dan terbilang aktif dalam bermain. Ia

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang dianggap baru

baginya. Keadaan tersebut sudah tak jarang sering membuat orangtua

khawatir.

Anak usia dini biasanya terlihat berlarian tanpa arah, ia bisa mudah

terjatuh atau bagian tubuhnya mengalami benturan-benturan dengan benda

keras. Keinginannya untuk mencoba hal yang baru juga terkadang tanpa

disadarinya merupakan sesuatu yang berbahaya, seperti mencoba

memasukkan jarinya ke dalam lubang stop kontak. Perilaku anak yang

terbilang aktif tersebut menuntut orangtua ataupun pendidik untuk tidak

teledor atau lengah dalam menjaga keselamatan ataupun keamanan anak

usia dini. Tapi tentunya, penjagaan itu tidak bisa dilakukan oleh orangtua

atau pendidik setiap saat. Anak usia dini juga diharapkan dapat menjaga

keamanan dirinya sendiri. Hal itu dapat dilakukan oleh anak manakala ia

(40)

40

c. Anak mulai menunjukkan rasa percaya diri

Rasa percaya diri atau confidience terkait erat dengan keyakinan dan

sikap yang ditampilkan oleh seseorang di depan orang lainnya. Rasa

percaya diri pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kemampuannya

dalam mengenal dan menilai dirinya sendiri serta orang lain. Hal itu

menjadikan anak usia 3-4 tahun suka membanding-bandingkan dirinya

dengan anak yang lain pada saat ia menjalin hubungan dengan anak

lainnya, dan hal itu merupakan sesuatu yang umum bagi anak.

Jika anak usia 4-5 tahun menganggap ia lebih unggul dari anak

lainnya, ia akan menjadi sosok yang percaya diri. Pada lain sisi, jika ia

merasa anak lain lebih unggul dibandingkan dirinya, ia akan menjadi

sosok yang mendir atau rendah hati. Hal itu sudah tentu dapat

mengakibatkan anak kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman

sebayanya ataupun dengan anak yang lebih dewasa dan dengan orang

dewasa. Setidaknya ada 2 indikator yang dapat menunjukkan jika anak

usia 4-5 tahun mulai menunjukkan rasa percaya dirinya yaitu,

menunjukkan kebanggaan atas hasil kerja buatannya dan berani

mengungkapkan perasaan, pertanyaan ataupun pendapatnya sendiri di

hadapan orang lain.

d. Anak dapat menunjukkan kemandirian

Kemandirian pada anak usia 4-5 tahun ini lebih mengarah pada

kemampuan bantu diri anak secara langsung, yaitu tanpa melalui bantuan

orang lain. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena memang proses

perkembangan kemandirian pada anak dipengaruhi pula oleh pertambahan

usianya. Indikator yang dapat menunjukkan bahwa anak usia 4-5 tahun

(41)

41

dirinya sendiri, pada saat makan, minum, kegiatan di toilet, anak mampu

berpisah dengan orang tuanya tanpa menangis, anak dapat memilih

kegiatannya sendiri dan anak dapat melakuakn kegiatan kebersihan diri

dan lingkungan sekitarnya, misalnya gosok gigi, cuci tangan, cuci piring

dan gelas.

e. Anak dapat menunjukkan sikap kedisiplinan

Kedisiplinan sangat penting artinya bagi anak usia dini. Itulah

sebabnya kedisiplinan harus dibentuk secara kontinue pada anak. Ada tiga

unsur kedisiplinan, antara lain kebiasaan, peraturan dan hukuman. Disiplin

yang dibentuk secara terus menerus alan menjadikan disiplin tersebut

menjadi kebiasaan. Setidaknya ada 2 indikator yang dapat menunjukkan

bahwa anak usis 4-5 tahun mulai dapat menunjukkan sikap

kedisiplinannya, yaitu memiliki kebiasaan yang teratur dan sabar

menunggu giliran.

f. Anak dapat mengenal rasa tanggung jawab.

Rasa tanggung jawab penting untuk dimiliki dan ditunjukkan bukan

hanya bagi seorang individu dalam menjaga sesuatu dan melakukan

sesuatu, melainkan pula penting bagi individu lainnya. Misalnya saja

seorang anak yang memiliki pensil, ia harus bisa menjaga pensil itu agar

tidak mudah rusak dan tidak hilang. Jika pensil itu sampai rusak bahkan

hilang, bukan si anak saja yang rugi, orangtuannya yang telah membelikan

pensil juga merugi.

Misalnya lagi ketika guru meberikan tugas pada anak sebagai sosok

anak yang bertanggung jawab ia dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam

(42)

42

menyelesaikannya, ia mau dan berani menerima konsekuensi logis dari

perbuatannya. Rasa tanggung jawab yang ditampilkan oleh anak usia dini,

khususnya anak usia 4-5 tahun ditunjukkan dengan kemampuannya dalam

hal-hal berikut ini, yaitu menjaga barang milik sendiri dan milik orang

lain, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan merapikan alat-alat setelah

melakukan kegiatan, seperti kegiatan bermain.

9. Standar Tingkat Pencapaian perkembangan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun

Pada usia 5-6 tahun, karakter pada anak usia dini akan semakin terlihat.

Pada usia 5-6 tahun ini orangtua ataupun pendidik mulai menyadari dan

memahami bagaimana kepribadian anak yang sebenarnya. Satu hal yang harus

diperhatikan oleh orangtua atau pendidik bahwa kepribadian yang semakin

tampak itu bukan untuk diubah, melainkan untuk diarahkan. Orangtua atau

pendidik hendaknya dapat membantu anak untuk menyesuaikan perilakunya

dengan peraturan atau norma dilingkungan ia berada. Misalnya, menjadi anak

yang memiliki keinginan yang kuat merupakan sikap yang positif. Tapi jika semua

keinginannya harus dipenuhi tanpa pandang situasi, tentu akan membuat orang

lain merasa tidak nyaman. Orangtua atau pendidik harus belajar mengelola

keinginan anak agar tetap sesuai dengan agar tetap sesuai dengan keinginan yang

diharapkan orangtua atau pendidik dan tidak membuat orang lain terganggu.

Pada usia 5-6 tahun, pola pertemanan dan hubungan yang dijalin anak

dengan orang lain juga semakin stabil. Anak mulai memahami adanya aturan tidak

hanya ketika bermain, ketika berperilaku dirumah ataupun disekolah anak akan

muali menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh orangtua dan pendidiknya.

Pada usia ini, standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini adalah

(43)

43

rasa percaya diri, serta mulai dapat menjaga diri sendiri yang ditunjukkan dengan

kompetensi dasar dan indikator yaitu dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan

orang dewasa, pada usia 4-5 tahun pola pertemanan atau hubungan yang

dilakukan oleh anak dengan teman sebaya dan orang dewasa semakin stabil. Hal

itu ditunjukkan dengan kemampuannya dalam bermain bersama, mematuhi aturan

bermain serta menampilkan perilaku yang diharapkan oleh orangtua dan

pendidiknya.Yang kedua dapat menjaga keamanan diri sendiri, pada usia 5-6

tahun, kemampuan anak dalam menjaga keamanan diri sendiri semakin

berkembang. Berbagai pengalaman yang buruk sedikit banyak dapat mengajarkan

anak untuk lebih lihai dalam menghindari benda-benda yang berbahaya yang ada

disekitarnya.Ketiga, menunjukkan rasa percaya diri pada anak usia 5-6 tahun

didapatkan anak dari rekasi yang mereka peroleh dari lingkungannya, khususnya

terhadap pemberian penghargaan yang diberikan oleh orangtua atau pendidik

terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya. Itulah

sebabnya jika orangtua atau pendidik memberikan penilaian yanag jelek kepada

anak, ia akan sedih, marah, bahkan menjadi sosok anak yang pemalu dan minder.

Sebaliknya jika orang tua memberikan penghargaan yang positif kepada

anak, hal itu menjadi dasar bagi harga diri anak dan dapat meningkatkan rasa

percaya dirinya. Pada usia 5-6 tahun ini, sikap anak dalam menunjukkan

kebanggaan terhadap hasil kerja atau hasil karyanya semakin menguat. Rasa

percaya diri pada anak juga dapat berkembang manakala orang tua atau pendidik

mau memberikan kebebasan dalam menentukan pilihan, misalnya dalam

menentukan pakaian yang akan dikenakan dan salam memilih makanan yang akan

dimakan atau memilih minuman yang akan diminum. Dengan demikian, anak

(44)

44

mengambil keputusan dan keteguhan terhadap pilihannya. Keempat, pada usia 5-6

tahun, kemampuan bentu diri anak semakin berkembang. Anak mulai bisa

menampilkan berbagai kemampuan kemandirian seperti, memasang kancing baju

sendiri, membuka dan memasang tali sepatu sendiri, berani pergi dan pulang

sekolah snediri dan mampu mengerjakan tugas sendiri.

Keenam, Orangtua atau pendidik harus ingat bahwa tujuan dari pengajaran

kedisiplinan pada anak usia dini bukan untuk mengendalikan mereka, melainkan

untuk mengajarkan mengenai aturan yang harus dilakukan. Ketika berdiskusi

dengan anak mengenai perilakunya, jelaskan alasan dari aturan yang sudah orang

tua atau pendidik tetapkan. Setidaknya ada enam indikator yang menandakan

bahwa anak usia 5-6 tahun sudah mulai menunjukkan sikap kedisiplinan yaitu

melaksanakan tata tertib yang ada, mengikuti aturan permainan, mengembalikan

alat permainan pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, sabar

menunggu giliran dan berhenti bermain pada waktunya.

B. Kajian Pustaka

Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis adalah sebagai berikut:

1. Musyarofah dalam skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN ASPEK SOSIAL

ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK ABA IV MANGLI JEMBER

TAHUN 2016” Dosen Ilmu Pendidikan Sosial IAIN Jember. Dari hasil penelitian

tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kemampuan sosial anak usia dini

di Taman Kanak-kanak ABA IV Mangli Jember tahun 2016 meliputi,kemampuan

bergaul, bersosialisasi dan komunikasi dengan teman dan guru secara baik,

(45)

45

mengalami kesusahan, mengerjakan tugas dikelas, berbagi makanan dan mainan,

mengalah pada teman dan bertanggung jawab.

(2)Metode yang digunakan dalam mengembangkan aspek sosial anak di TK

ABA IV Mangli Jember yaitu bermain, bermain peran (role playing), tutor sebaya,

keteladanan dan metode pembiasaan yang dilakukan di kelas maupun diluar kelas.

(3) Peran guru dalam mengembangkan aspek sosial anak usia dini di TK ABA IV

Mangli Jember antara lain : guru berperan sebagai fasilitator dan memotivasi

kegiatan bermain kolektif anak, guru berperan sebagai pemimpin yang baik bagi

anak yang selalu memberi panutan dalam tindakan, ucapan maupun sikap,

memberikan arahan dan bimbingan dalam sosialisasi. Guru juga menyediakan

suasana yang aman dan nyaman bagi anak. Guru menjalin kedekatan dengan anak,

dan mengakrabkan anak yang satu dengan anak lain. Selain itu, untuk anak yang

mengalami kesulitan dalam bersosialisasi guru melakukan pendekatan dan kerja

sama dengan orangtua dengan orang tua dalam mengembangkan sikap sosial

anak.

2. Fenti Rindani dalam skripsi “PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL DENGAN

PERMAINAN TRADISIONAL BAKIAK PADA ANAK KELAS B1 RA

MA’ARIF PULUTAN SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017”. Program

pendidikan islam anak usia dini IAIN Salatiga. Dari penelitian tersebut dapat

disimpulkan metode bakiak pada anak di RA Ma’arif Pulutan Salatiga tahun

pelajaran 2016/2017 dapat mengembangkan sikap sosial anak dikelas B1 RA

Ma’arif Pulutan Salatiga Tahun 2016/2017.

Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi pembelajaran pada tiap siklus.

Sebelum tindakan kemampuan peningkatan sikap sosial anak didik sebesar 25%

(46)

46

anak yang sudah lulus dan ketika dilanjutkan pada siklus II Meningkat menjadi

sebsar 91% yaitu 16 anak sudah tuntas dan I anak belum tuntas. Maka dari itu,

peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 30%

Penelitian ini pun berusaha untuk mengembangkan sikap sosial anak usia

dini pada tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak. Hasil penelitian yang sudah

ada digunakan sebagai pembanding dan penelitian ini bersifat menambahkan dari

penelitian yang sudah ada.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada adalah penelitian ini

fokus pada strategi guru dalam pengembangan sikap soaial anak. Penelitian ini

lebih mengutamakan proses dalam pengembangan sikap sosial anak daripada hasil

yang akan di dapat. Dalam penelitian ini juga ditemukan metode yang digunakan

oleh guru di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga yaitu

dengan metode pembiasaan. Metode pembiasaan ini sudah terbukti berhasil untuk

mengembangkan sikap sosial anak didik di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul

Gambar

Tabel 3.2 Data Siswa TK Islam Tarbiyatul Banin II
Tabel 3.3 Hasil wawancara guru kelompok A dan B.
Tabel 3.4 Hasil jawaban wawancara kepala sekolah Taman Kanak-kanak Islam
Tabel 3.5 Hasil Wawancara dengan Staff kantor (T.U) Taman Kanak-kanak

Referensi

Dokumen terkait

The differences are the leaders tend to use more direct request strategies, such as imperatives phrases, to the male than to the female members and used more

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga

Pada jaringan syaraf tiruan, bobot merupakan suatu nilai yang dapat menghubungkan beberapa neuron dengan neuron yang lainnya pada lapisan sebelum dan sesudahnya dengan suatu

It is also a good media to find the language variation in fictional narratives and know how these narratives can be representative of society (source). The audience

[r]

Selanjutnya kesimpulan dari penelitian ini penulis rumuskan yaitu “P enerapan problem based learning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar

“Pengaruh Sistem Venturi Scrubber – EGR terhadap Emisi Jelaga Mesin Diesel Menggunakan Bahan Bakar Campuran Solar – Minyak Jarak” beserta perangkat yang ada (jika

[r]