1
STRATEGI GURU DALAM PENGEMBANGAN SIKAP
SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM
TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA
TAHUN PELAJARAN
2018/2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar arjana Pendidikan
Oleh :
MAULINA PUJININGTYAS
116-14-001
PROGAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN )
SALATIGA
5 MOTTO
Kerasnya usaha takkan pernah menghianati hasil
Kuatnya doa takkan pernah mengecewakan yang meminta
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Untuk Keluarga tercinta, Bapak Piadji Sutono, Ibu Nikmatul Hidayah serta Adik M.
Ghofari Yulianto.
2. Teman-teman PIAUD 2014
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL
ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA
SALATIGA TAHUN 2018/2019” guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Islam.
Dalam menyusun skripsi ini peneliti menyadari tidak dapat bekerja tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr.Rahmat Hariyadi,M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi,M.Pd., selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Dra.Siti Asdiqoh,M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak
Usia Dini. Serta yang telah tulus dan ikhlas senantiasa berkenan memberikan
sumbangsih pemikiran, serta waktunya untuk membeimbing penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dra.Siti Farikhah,M.Pd., yang telah membimbing dari awal hingga akhir
perkuliahan.
5. Para dosen dan staf pengajar dilingkungan IAIN Salatiga yang telah memberikan
ilmu pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak (Piadji Sutono), Ibu (Nikmatul Hidayah) seta Adik ( M. Ghofari Yulianto)
yang terkasih dan tercinta yang selalu tulus dan ikhlas mendoakan serta
mencurahkan segalanya demi penulis.
7
8. Ibu Titiek Sugiyati M.Pd. yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan
penelitian di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun
Ajaran 2018/2019.
9. Bapak dan ibu guru serta karyawan TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga
yang telah berkenan membantu dan memberikan data kepada penulis.
10.Bapak, Ibu serta seluruh keluarga besar RA Taruna Utama yang telah berkenan
mendoakan serta mendukung penulis.
11.Teman-teman PIAUD 2014 yang sudah menemani perjalanan menuntut ilmu di
IAIN Salatiga yang telah memberikan semangat serta berjuang bersama.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulisan skripsi ini.
Penulisan menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, semua itu dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis sehingga
masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap dan berdo’a semoga skripsi ini memberikan
sumbangan positif bagi pengembangan dunia pendidikan, khususnya Pendidikan
Islam Anak Usia Dini.
Salatiga, 29 Agustus 2018
8
ABSTRAK
Pujiningtyas,Maulina.2018.Pengembangan Sikap Sosial Anak di Taman Kanak-kanak
Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran
2018/2019.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Pendidikan Islam
Anak Usia Dini.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra.
Siti Asdiqoh,M.Si.
Kata Kunci : Perkembangan, sosial anak dan sikap sosial
Proses pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam
Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga, menggunakan metode pembiasaan yang
dilaksanakan di tengah-tengah kegiatan pembelajaran di awal atau akhir kegiatan, tetapi
karena tingginya sifat egoisme anak dan adanya perbedaan status sosial mendominasi
sikap atau perilaku anak. Berdasarkan keadaan tersebut, maka penulis mengadakan
penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sikap
sosial anak pada kelompok A dan B Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II
Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kualitatif yang terdiri dari
dua tahap penelitian yaitu, tahap wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini
menunjukkan penggunaan metode pembiasaan dapat mengembangkan sikap sosial
anak. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan sikap anak semakin baik atau berkembang
dari kelompok A hingga ke kelompok B. Selain pembiasaan dengan mendongeng kisah
teladah nabi dan rosul akan dapat memberikan gambaran pada anak tentang sikap-sikap
teladan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hambatan yang dialami oleh guru dalam pengembangan sikap sosial anak yaitu
tingginya sifat egoisme yang dimiliki oleh anak membuat anak sulit untuk mendapatkan
masukan dari guru atau orang lain. Kurangnya sosialisasi dengan orang-orang disekitar
membuat anak sulit untuk dapat berbaur dengan lingkungan dan orang-orang baru.
Hambatan yang terakhir adalah kurangnya komunikasi antara orang tua dengan guru
atau pihak sekolah yang menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pengembangan
9 DAFTAR ISI
SAMPUL JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1
B. Fokus Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...6
D. Manfaat Penelitian ...7
10
F. Sistematika Penulisan ...9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Sikap Sosial ...10
2. Hakikat Perkembangan Sikap Sosial ...12
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sikap sosial ……..………....16
4. Ciri-ciri Sikap Sosial Anak ...22
5. Unsur-unsur Pengembangan Sikap Sosial ...24
6. Hambatan Sikap Sosial Anak ...25
7. Proses Pengembangan Sikap Sosial Anak ...28
8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial Anak Usia 3-4…...32
9. Standar Tingkat Pencapaian perkembangan Sosial Anak Usia 4-5...37
B. Kajian Pustaka ...40
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...41
C. Sumber Data ...42
D. Prosedur Pengumpulan Data ...42
E. Analisis Data ...44
F. Pengecekan Keabsahan Data ...45
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Tempat Penelitian ...46
2. Sejarah Berdirinya TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...46
3. Visi dan Misi Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...48
4. Data Jumlah Guru TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...48
11
6. Rincian Data Jumlah Peserta Didik Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II
Kota Salatiga ...50
7. Kurikulum TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...50
8. Gambaran Informan...52
B. Temuan Penelitian 1. Pengembangan Sikap Sosial Anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...53
2. Hambatan Pengembangan Sikap Sosial Anak di TK Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga ...56
C. Analisis Hasil Data Penelitian ...58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...62
B. Saran ...62
DAFTAR PUSTAKA ...72
12
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Guru TK Islam Tarbiyatul Banin II ...54
Tabel 3.2 Daftar Siswa TK Islam Tarbiyatul Banin II ...56
Tabel 3.3 Data Hasil Wawancara Guru Kelompok A dan B...62
Tabel 3.4 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ...67
13 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan sikap sosial anak memang sangatlah penting bagi pertumbuhan
dan kematangannya menuju usia kedewasaan. Pada usia dini perkembangan sosial
sangatlah penting karena sebagai kodrat manusia sebagai makhluk sosial, tentunya
manusia tidak dapat lepas dari orang lain. Dengan perkembangan sikap sosial yang
baik maka anak akan dapat menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia
lainnya yang berada di kehidupannya yaitu teman sebaya, orang tua, saudara bahkan
orang lain yang berada disekelilingnya. Dengan perkembangan sikap sosial yang baik
anak akan mampu menghormati orang lain atau orang yang lebih tua, mudah bergaul
atau menjalin relasi dengan teman sebayanya, dan dapat bertanggung jawab dengan
segala keputusannya. Sebelum memasuki usia sekolah anak perkembangan sikap
sosial anak dicetak melalui pola asuh orang tua dan keluarga dirumah. Tetapi, setelah
memasuki usia sekolah anak selanjutnya bersosialisasi pada pendidikan formal
disekolah dimana mereka menuntut ilmu pengetahuan. Setelah masuk sekolah anak
diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang
berlaku.
Proses sosialisasi anak disekolah anak akan membentuk kepribadian untuk
tekun dan rajin belajar, memiliki cita-cita dan lain-lain. Sejumlah peranan sekolah
yaitu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan, membentuk kader pemimpin,
sebagai tempat mengantisipasi mobilitas sosial, membantu memecahkan masalah
sosial, sebagai agen penerus dan pengembangan kebudayaan dan membantu
kesejahteraan keluarga (Ary H. Gunawan: 2005). Pendidikan prasekolah bertujuan
14
keterampilan fisik dan motorik, sosial moral dan daya cipta yang diperlukan oleh
anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk pertumbuhan
dan perkembangan tahap selanjutnya.
Guru memiliki peran penting dalam proses pengembangan sikap sosial anak.
Karena disekolah anak berasal dari bermacam-macam latar belakang dan harus dapat
berbaur satu sama lain. Dalam proses pengembangan sikap sosial ini guru harus dapat
menyatukan berbagai sifat dan karakter anak untuk dapat mengembangkan sikap
sosial anak dengan baik. Sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik bersama
teman sebayanya dan orang-orang yang berada dilingkungan sekolah.
Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini dapat diartikan dengan ciri
khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam
menjalin relasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan
keinginannya. Pada usia 0-3 bulan, anak menjalin hubungan dengan orang lain
dengan tangisannya, ekspresi wajah, dan gerak badannya, tidak dengan perkataannya.
Pada usia 4-6 bulan, kemampuan menjalin hubungan pada bayi akan berkembang
seiring dengan kebutuhannya untuk bertemu orang lain dengan lebih sering. Pada usia
ini, bayi akan lebih menyadarikeberadaan orang lain termasuk orang asing
disekitarnya. Bayi juga akan menggunakan senyuman, mata, dan suara untuk menarik
perhatian dan berhubungan dengan orang lain. Sementara itu, ketertarikan dan
keinginan bayi yang besar untuk berhubungan dengan orang lain akan terjadi pada
usia 10-12 bulan. Pada usia ini bayi akan menjalin hubungan yang penuh antusias
dengan orangtuanya atau pengasuhnya, dan sebaliknya ia akan menjadi pribadi yang
pendiam dan pasif dalam berhubungan dengan orang asing baginya. Kemudian, pada
usia 13-18 bulan bayi akan berusaha untuk menampilkan sikap asertif, yaitu sikap
15
ini, bayi juga akan menunjukkan kemampuan hubungan sosialnya setelah melalui
tahapan permainan. Pada usia 19-24 bulan, bayi mulai mengembangkan kemampuan
untuk membantah apa yang sudahditetapkan. Ia menginginkan agar kemauannya
dituruti dan disetujui. Kemudian pada usia 2-3 tahun, anak mulai menjalin hubungan
pertemanan. Dalam hubungan pertemanan tersebut, anak ingin disukai oleh
teman-temannya. Hubungan pertemanan anak mulai meningkat di usia 3-4 tahun,
peningkatan tersebut terjadi seiring dengan berkembangnya aspek moralitas pada
anak. Anak mulai mengenali mana yang benar dan mana yang tidak benar. Pola
pertemanan dan hubungan anak sudah lebih stabil pada usia 4-5 tahun. Hal ini
disebabkan anak sudah memahami adanya aturan, bahkan tidak hanya ketika bermain
dilingkungan sekolah, tetapi juga dalam perilakunya dirumah. Pada usia 5-6 tahun
terjadi peningkatan kemampuan perkembangan sosial pada anak usia 5-6 tahun.
Faktor penambahan usia menjadi penyebabnya, dengan pertambahan usia tersebut
anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap dengan anak lainnya,
khususnya dengan teman-temannya. Hubungan anak dengan teman-temannya
semakin meningkat melalui kegiatan bermain, baik di sekolah ataupun dilingkungan
rumah dapat menjadikan ia memahami dirinya sendiri untuk bersikap kooperatif,
toleran, menyesuaikan diri dan mematuhi aturan yang berlaku di rumah, sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Mayoritas anak didik Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II berasal
dari kalangan status sosial menengah ke atas. Banyak anak yang dibesarkan
dilingkungan perumahan yang keadaan lingkungannya anak jarang bermain dengan
teman-teman sebaya karena mayoritas kehidupan dalam lingkungan perumahan lebih
cenderung bersifat individual. Sehingga membuat anak jarang bersosialisasi dengan
16
tinggi dan membuat anak sulit untuk bersosialisasi. Selain itu, sebagian besar orang
tua atau wali murid sudah mengenalkan anak dengan gadget atau handphone yang
membuat anak asik bermain sendiri yang dapat menambah sikap egoisme dan tidak
peduli dengan keadaan sekitarnya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 7
Mei 2018 diketahui bahwa proses pengembangan sikap sosial anak di Taman
Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II memiliki beberapa kendala, misalnya :
1. Anak sulit menerima nasihat atau masukan dari guru karena sifat egois yang
tinggi.
2. Pengaruh penggunaan gadget dirumah menyebabkan anak sulit bersosialisasi
dengan teman-temannya.
3. Perbedaan status sosial membuat anak hanya mau berbaur dengan yang setara
status sosialnya saja.
Dengan kendala yang ada guru Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II
memiliki tugas yang cukup keras dalam mengembangkan sikap sosial anak. Guru
harus mampu mengarahkan anak untuk bisa bersikap sosial dengan baik dan
peduli dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai tujuannya dalam
pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin
II guru-guru wali kelas memiliki strategi yaitu dengan melakukan pembiasaan
terhadap anak. Pembiasaan ini dilakukan setiap pagi sebelum ataupun sesudah
kegiatan maupun dalam pembelajaran. Pembiasaan yang dilakukan yaitu bercerita
atau mendongeng tentang kisah-kisah teladan nabi dan rosul, dalam kegiatan ini
guru menstimulasi anak dengan memberikan gambaran-gambaran sikap teladan
yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pembelajaran atau
17
bertujuan agar anak dapat berkomunikasi dan bersosialisasi serta kerja sama
dengan satu sama lain. Guru juga mengajak anak untuk mendoakan teman yang
sedang sakit atau terkena musibah untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap
teman yang lain.
Berdasarkan paparan diatas maka penulis membuat judul,
“PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK
ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN
2018/2019 ”
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat
dirumuskan fokus permasalahan pada penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pengembangan sikap sosial anak di TK Trabiyatul Banin II Kota
Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 ?
2. Apa hambatan pengembangan sikap sosial anak di TK Tarbiyatul Banin II Kota
Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam
Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019
2. Untuk mengetahui hambatan pengembangan sikap sosial anak di Taman
Kanak-kanak Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019
D. Manfaat Penelitian
18
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan
sikap sosial anak, selain itu juga menjadi sumber pengetahuan bagi guru
pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini bagi penulis yaitu penulis mampu mengetahui cara
atau strategi dalam mengembangkan sikap sosial anak yang nantinya dapat
diterapkan dalam dunia pendidikan anak usia dini.
Bagi guru penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi pembelajaran
yang telah dilaksanakan agar dapat lebih berkembang dan lebih inovatif lagi
dalam mengembangkan sikap sosial anak.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembahasan skripsi yang berjudul
“PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK
ISLAM TARBIYATUL BANIN II KOTA SALATIGA”. Penulis akan memberikan
penjelasan dan pembatasan istilah, yaitu:
1. Pengembangan
Pengembangan berarti proses menterjemahkan atau menjabarkan spesifikasi
rancangan ke dalam bentuk fitur fisik. Pengembangan secara khusus berarti proses
menghasilkan bahan-bahan pembelajaran. (Alim Sumarno:2012).
Pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tektis, teoritis,
konseptual dan moral seorang individu atau anak sesuai dengan kebutuhan
perkembangannya. Hal ini agar dapat menanamkan nilai-nilai sosial atau
kehidupan dalam kepribadian anak agar lebih terarah dan tertata dengan baik.
19
Pengertian sikap, sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap
menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sedangkan, kata sosial
berkenaan dengan hubungan antara seorang individu dan individu lainnya. Sikap
sosial adalah suatu kecenderungan yang berpola terhadap orang atau barang yang
mempunyai arti sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi
diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial dan
dinyatakan berulang-ulang (Salmeto, 1987:191)
Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah penulis ingin mengetahui
pengembangan sikap sosial anak di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin
II Kota Salatiga. Tentang bagaimana cara pengembangan sikap sosial anak agar
dapat berkembang dengan baik. Serta apa saja hambatan atau kendala yang
dialami oleh guru dalam proses pengembangan yang telah dilakukan.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan yaitu terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian. Kemudian selanjutnya adalah penegasan istilah
dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka yaitu terdiri dari landasan teori dan kajian puastaka.
BAB III Metode Penelitian terdiri dari jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan pengecekan
keabsahan data.
BAB IV Paparan dan Analisis Data yang terdiri dari paparan data dan analisis
data.
BAB V Penutup yaitu kesimpulan dan saran.
Bagian Akhir yang terdiri dari daftar pustaka, lampiran dan daftar riwayat
20 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Sikap Sosial
Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah
suatau cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Kata sosial, dari kata lain societas,
yang artinya masyarakat. Kata societas dari kata socius, yang artinya teman, dan
selanjutnya kata sosial berarti hubungan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain dalam bentuknya yang berlain-lainan, misalnya: keluarga, sekolah,
organisasi dan sebagainya (Agus Suyanto:1995).
Berdasarkan pengertian di atas maka sikap sosial yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah suatu perbuatan, perilaku yang berkenaan dengan
masyarakat. Bagi siswa taman kanak-kanak, lingkungan masyarakat yang dimaksud
adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat pada
umumnya. Perkembangan sikap sosial anak memang sangatlah penting bagi
pertumbuhan dan kematangannya menuju usia kedewasaan. Pada usia dini
perkembangan sosial sangatlah penting karena sebagai kodrat manusia sebagai
makhluk sosial, tentunya manusia tidak dapat lepas dari orang lain.
Dengan perkembangan sikap sosial yang baik maka anak akan dapat menjalin
hubungan yang baik dengan sesama manusia lainnya yang berada di kehidupannya
yaitu teman sebaya, orang tua, saudara bahkan orang lain yang berada di
sekelilingnya. Dengan perkembangan sikap sosial yang baik anak akan mampu
menghormati orang lain atau orang yang lebih tua, mudah bergaul atau menjalin relasi
dengan teman sebayanya, dan dapat bertanggung jawab dengan segala keputusannya.
21
melalui pola asuh orang tua dan keluarga dirumah. Tetapi, setelah memasuki usia
sekolah anak selanjutnya bersosialisasi pada pendidikan formal disekolah dimana
mereka menuntut ilmu pengetahuan. Setelah masuk sekolah anak diharapkan dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang berlaku.
Proses sosialisasi anak disekolah anak akan membentuk kepribadian untuk
tekun dan rajin belajar, memiliki cita-cita dan lain-lain. Sejumlah peranan sekolah
yaitu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan, membentuk kader pemimpin,
sebagai tempat mengantisipasi mobilitas sosial, membantu memecahkan masalah
sosial, sebagai agen penerus dan pengembangan kebudayaan dan membantu
kesejahteraan keluarga (Ary H. Gunawan: 2005). Pendidikan prasekolah bertujuan
untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, intelektual,
keterampilan fisik dan motorik, sosial moral dan daya cipta yang diperlukan oleh
anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta untuk pertumbuhan
dan perkembangan tahap selanjutnya.
Guru memiliki peran penting dalam proses pengembangan sikap sosial anak.
Karena disekolah anak berasal dari bermacam-macam latar belakang dan harus dapat
berbaur satu sama lain. Dalam proses pengembangan sikap sosial ini guru harus dapat
menyatukan berbagai sifat dan karakter anak untuk dapat mengembangkan sikap
sosial anak dengan baik. Sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik bersama
teman sebayanya dan orang-orang yang berada dilingkungan sekolah.
2. Hakikat Perkembangan Sikap Sosial
Perkembangan digunakan untuk menyatakan berbagai perubahan dalam aspek
psikologis atau kejiwaan, seperti aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi, moral dan
agama. Perkembangan mencangkup berbagai dimensi psikis manusia atau dimensi
22
individu dan individu lainnya. Howard Gardner menyebut hubungan yang demikian
dengan istilah hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidak dapat dihindarkan. Bahkan, tanpa adanya hubungan tersebut
manusia sudah dipastikan tidak akan bisa bertahan hidup. Contohnya Nabi Adam a.s.
sebagai manusia pertama, ia tak mampu hidup sendirian sehingga diciptakanlah Hawa
sebagai pendamping hidupnya. Lawan dari hubungan interpersonal adalah
intrapersonal, yaitu hubungan antara seseorang dan dirinya sendiri.
Ada indicidu yang mampu berhubungan dengan individu lainnya dengan baik,
adapula individu yang kurang mampu bahkan tidak mampu berhubungan dengan
individu lainnya. Ada individu yang mampu berhubungan dengan dirinya sendiri, dan
ada juga individu yang kurang atau tidak mampu menjalin hubungan dengan dirinya
sendiri. Hal itu sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menjalin relasi dengan
dirinya sendiri maupun dengan individu lainnya. Hubungan interpersonal maupun
hubungan intrapersonal dilakukan oleh seorang individu untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak ada seorang individu pun yang menjalin hubungan baik dengan dirinya
sendiri maupun dengan orang lain tanpa adanya tujuan tertentu. Sementara itu, pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak diartikan dengan manusia yang masih kecil,
yaitu yang baru berumur enam tahun. Jadi, jika diartikan secara bahasa, anak usia dini
adalah sebutan bagi anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun (Hasan Alwi:2002).
Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini dapat diartikan dengan ciri
khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam
menjalin relasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan
23
Pada usia 0-3 bulan, anak menjalin hubungan dengan orang lain dengan
tangisannya, ekspresi wajah, dan gerak badannya, tidak dengan perkataannya. Pada
usia 4-6 bulan, kemampuan menjalin hubungan pada bayi akan berkembang seiring
dengan kebutuhannya untuk bertemu orang lain dengan lebih sering. Pada usia ini,
bayi akan lebih menyadarikeberadaan orang lain termasuk orang asing disekitarnya.
Bayi juga akan menggunakan senyuman, mata, dan suara untuk menarik perhatian
dan berhubungan dengan orang lain. Sementara itu, ketertarikan dan keinginan bayi
yang besar untuk berhubungan dengan orang lain akan terjadi pada usia 10-12 bulan.
Pada usia ini bayi akan menjalin hubungan yang penuh antusias dengan orangtuanya
atau pengasuhnya, dan sebaliknya ia akan menjadi pribadi yang pendiam dan pasif
dalam berhubungan dengan orang asing baginya. Kemudian, pada usia 13-18 bulan
bayi akan berusaha untuk menampilkan sikap asertif, yaitu sikap menyatakan
keinginan dan kemauannya sendiri dengan lugas.
Pada usia 13-18 bulan ini, bayi juga akan menunjukkan kemampuan hubungan
sosialnya setelah melalui tahapan permainan. Pada usia 19-24 bulan, bayi mulai
mengembangkan kemampuan untuk membantah apa yang sudahditetapkan. Ia
menginginkan agar kemauannya dituruti dan disetujui. Kemudian pada usia 2-3 tahun,
anak mulai menjalin hubungan pertemanan. Dalam hubungan pertemanan tersebut,
anak ingin disukai oleh teman-temannya. Hubungan pertemanan anak mulai
meningkat di usia 3-4 tahun, peningkatan tersebut terjadi seiring dengan
berkembangnya aspek moralitas pada anak. Anak mulai mengenali mana yang benar
dan mana yang tidak benar. Pola pertemanan dan hubungan anak sudah lebih stabil
pada usia 4-5 tahun. Hal ini disebabkan anak sudah memahami adanya aturan, bahkan
tidak hanya ketika bermain dilingkungan sekolah, tetapi juga dalam perilakunya
24
pada anak usia 5-6 tahun. Faktor penambahan usia menjadi penyebabnya, dengan
pertambahan usia tersebut anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap
dengan anak lainnya, khususnya dengan teman-temannya. Hubungan anak dengan
teman-temannya semakin meningkat melalui kegiatan bermain, baik di sekolah
ataupun dilingkungan rumah dapat menjadikan ia memahami dirinya sendiri untuk
bersikap kooperatif, toleran, menyesuaikan diri dan mematuhi aturan yang berlaku di
rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. Anak juga akan menggunakan tata krama
yang berlaku di lingkungannya agar ia diterima dengan baik oleh lingkungannya, dan
dihargai sebagai individu yang mengenal serta dapat menerapkan tata krama. Tata
krama ini merupakan tata cara dalam kehidupan sosial atau cara-cara yang dianggap
baik dalam pergaulan antarmanusia.Tata Cara tersebut bisa bersumber dari falsafah
hidup suatu asyarakat yang diyakininya.
Dalam perspektif Islam, hubungan sosial dengan sesama manusia disebut
dengan istilah hablumminannas. Hubungan sosial tersebut harus dibina dengan baik
didasari dengan kemanfaatan yang didapatkan yang sesuai dengan jalan Allah SWT.
Hal itu tertuang dalam firman Allah SWT. berikut ini :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
25
3. Faktor-fakor yang Mempengaruhi Perkembangan Sikap Sosial
a. Faktor Hereditas
Faktor Hereditas merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari
orangtua biologis atau orangtua kandung kepada anaknya. Mudahnya, faktor
hereditas ini berhubungan dengan hal-hal yang diturunkan dari orang tua
kepada anak cucunya. Jadi dapatlah dikatakan, faktor hereditas merupakan
pemberian biologis sejak lahir. Faktor hereditas ini merupakan salah satu
faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia
dini, termasuk perkembangan sosial mereka. Menurut hasil riset, faktor
hereditas tersebut mempengaruhi kemampuan intelektual yang salah satunya
dapat menentukan perkembangan sosial seorang anak. Pada sudut pandang
hereditas, karakteristik seorang anak dipengaruhi oleh gen yang merupakan
karakteristik bawaan yang diwariskan (genotip) dari orangtuanya, yanga akan
terlihat sebagai karakteristik yang dapat diobservasi (fenotip). Gen merupakan
cetak biru dari perkembangan yang tetap diturunkan dari generasi ke generasi.
Fenotip merupakan karakter individu yang terlihat langsung oleh mata
sehari-hari yang tercipta dari cetak biru tersebut.
Pada disiplin ilmu pendidikan, orang yang mempercayai bahwa
perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas disebut dengan
aliran nativisme. Pelopornya adalah Schopenhauer. Aliran tersebut
berpendapat bahwa perkembangan anak telah ditentukan oleh faktor-faktor
yang dibawanya sejak lahir. Hereditas oleh aliran ini disebut juga dengan
pembawaan. Pembawaan yang telah ada pada anak sejak dilahirkan itulah
26
hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh bakat
dansifat-sifat keturunan.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini sering disebut dengan istilah nurture. Faktor
lingkungan diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik dan
sosial yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman
psikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum ada dan
sesudah ia lahir. Faktor lingkungan ini meliputi semua pengaruh lingkungan,
termasuk didalamnya pengaruh-pengaruh dari keluarga, pada ilmu pendidikan
keluarga menajdi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dengan
demikian, dapatlah dikatakan lingkungan keluarga memiliki peran yang utama
dalam menentukan perkembangan sosial anak dikemudian hari, dan
dilingkungan keluarga inilah anak pertama kalinya menerima pendidikan.
Orangtua mereka merupakan pendidik bagi mereka. Pola asuh orangtua, sikap,
serta situasi dan kondisi yang sedang melingkupi orangtua dapat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan sosial anak.
Keadaan ekonomi dan status sosial orangtua juga ikut mempengaruhi
perkembangan sosial anak. Contohnya saja anak yang tinggal di lingkungan
keluarga yang miskin dapat membuat anak memiliki masalah sosial serta
memiliki potensi kognitif yang buruk. Keadaan ekonomi orangtua yang buruk
juga pastinya sangat berpengaruh terhadap pemberian makanan yang bergizi
bagi anak, yang mana pemberian makanan yang bergizi tersebut akan snagat
menentukan pertumbuhan fisik dan berpengaruh terhadap perkembangan
27
dalam lingkungan keluarga serta banyaknya anggota keluarga juga dapat
mempengaruhi perkembangan sosial anak.
Kemudian sekolah, sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak, di
sekolah anak berhubungan dengan pendidik dan teman sebayanya. Hubungan
antara anak dengan pendidik dan anak dengan teman sebayanya dapat
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Stimulus yang diberikan oleh
pendidik terhadap anak memiliki pengaruh yang tidak sedikit guna
mengoptimalkan perkembangan sosial anak. Pendiidk merupakan wakil dari
orangtua mereka ketika berada di sekolah. Pola asuh dan perilaku yang
ditampilkan oleh pendidik dihadapan anak juga akan dapat mempengaruhi
perkembangan sosialnya.Perilaku yang ditampilkan oleh teman sebayanya
juga memiliki andil dalam menentukan perkembangan sosial seorang anak.
Jika seorang anak dan teman sebayanya dapat bermain sesuai dengan aturan,
hal itu dapat mengoptimalkan perkembangan sosialnya. Berikutnya adlah
masyarakat, secara sederhana masyarakat diartikan sebagai kumpulan individu
atau kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.
Didalamnya termasuk semua jalinan hubungan yang timbal balik yang
berangkat atas kepentingan bersama, adat, kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik,
sistem hidup, undang-undang, institusi dan semua segi fenomena yang
dirangkum oleh masyarakat dalam pengertian luas dan baru.
Budaya, kebiasaan, agama dan keadaan demografi pada suatu masyarakat
diakui ataupun tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan sosial anak usia
dini.Kebiasaan pada suatu masyarakat dapat mempengaruhi cara belajar dan
hasil belajar anak, religiusitas suatu masyarakat juga akan sangat menentukan
28
c. Faktor Umum
Faktor umum merupakan campuran dari faktor hereditas dan faktor
lingkungan. Faktor umum yang dapat mempengaruhi perkembangan anak usia
dini, yaitu jenis kelamin yang memiliki peranan penting dalam perkembangan
sikap sosial anak. Saat menghadapi suatu masalah dalam pergaulannya
ataupun dalam menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya, biasanya anak
laki-laki cenderung akan mengatasi masalah tersebut dengan logikanya, sedangkan
anak perempuan cenderung mengatasi masalah tersebut dengan perasaan atau
emosinya. Jenis kelamin juga menjadi penentu dalam pembentukan kelompok
bermain. Ada kelompok bermain laki-laki dan ada kelompok bermain
perempuan. Berikutnya adalah kelenjar gondok hasil riset dalam bidang
endrocinologi menunjukkan betapa vitalnya peranan yang dimainkan oleh
kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik-motorik dan psikis, termasuk
perkembangan sosial anak usia dini. Kelenjar gondok tersebut mempengaruhi
perkembangannya, baik pada waktu sebelum lahir maupun pada pertumbuhan
dan perkembangan sesudahnya. Dan yang terakhir adalah kesehatan,
kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi
perkembangan anak usia dini. Mereka yang kesehatan fisik dan psikisnya baik
dan sempurna akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
memadai, termasuk perkembangan sosialnya. Keadaan fisik dan psikis yang
sempurna akan memudahkan seorang anak dalam bergaul dengan orang lain.
Ketiga faktor diatas akan mempengaruhi perkembangan sosial anak
usia dini dengan dominasi yang berbeda-beda. Ada yang perkembangannya
29
ataupun didominasi oleh faktor umum. Perbedaan dominasi faktor-faktor
tersebutlah yang kemudian memunculkan adanya perbedaan pada
masing-masing anak usia dini, atau yang lebih sering disebut dengan perbedaan
individu. Terkait dengan perbedaan individu tersebut, Allah Swt. berfirman:
Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.
Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.(
Qs.Al-Isra[17]:84)
Termasuk dalam pengertian “keadaan” pada ayat diatas adalah tabiat
dan pengaruh alam sekitarnya. Jadi, ayat tersebut menyatakan bahwa bentuk
fisik, perkembangan kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama pada
anak usia dini itu berbeda-beda sesuai dengan dominasi faktor yang
mempengaruhinya. Hal itu juga menegaskan kepada kita bahwa perbedaan
individual merupakan suatu hal yang tidak luput dari perhatian Islam
perbedaan individu tersebut kemudian tidaklah menjadi suatu masalah. Setiap
individu dianjurkan untuk berbuat kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan
fisik dan psikisnya. Jadi, tidak ada seorang individupun yang dirugikan karena
kelemahannya.
4. Ciri-ciri sikap sosial anak
Sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang
nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak
30
onjek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan
berulang-ulang, misalnya sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya
aseorang pahlawannya. Jadi yang menandai adanya sikap sosial adalah sunjekn
orang-orang dikelompoknya sedangkan objeknya sekelompok, objeknya sosial
dan dinyatakan berulang-ulang. Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku
anak dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau
kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi
tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai
berikut :
a. Sikap itu dipelajari (learnability)
Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif-motif
psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa
kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah
mempelajari sikap dengan sengaja bila individu menegerti bahwa hal itu
akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan
kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
b. Memiliki kestabilan (stability)
Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan
stabil, melalui pengalaman.
c. Personal (societal significanceI)
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan
juga anatara orang dan barang atau situasi. Jika seseoorang merasa bahwa
orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat
berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable. Sikap tidak dibawa
31
Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari. Objek
suatu sikap dapat tunggal atau jamak, sikap mengandung motivasi atau
perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai motivasi
belum berarti sikap.
Berdasarkan ciri-ciri sikap diatas bahwa manusia tidak dilahirkan
dengan sikap tertentu melainkan dapat dibentuk sepanjang
perkembangannya. Dengan demikian pembentukan sikap tidak dengan
sendirinya tetapi berlangsungnya dalam sebuah interaksi sosial.
Pembentukan sikap pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi
melalui pengalaman sejak kecil. Dalam hal ini pendidik atau pembina
pertama adalah orang tua,kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui
oleh anak waktu kecilnya akan merupakan unsur terpenting dalam pribadi.
5. Unsur-unsur Pengembangan Sikap Sosial
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, pengembangan sikap sosial pada anak-anak
berkisar pada hal-hal dibawah ini :
a. Penanaman dasar-dasar psikis yang mulia
Mengajarkan nilai-nilai agama pada anak sejaak usia dini agar didalam
diri anak tertanam ketaqwaan terhadap Allah Swt. sehingga dalam
perkembangannya selalu diiringi dengan ketentuan agama. Sikap atau rasa
kasih sayang terhadap sesama juga perlu ditanamkan pada anak sejak dini,
agar anak memiliki sikap mengasihi kepada teman dan orang lain. Sehingga
membuat anak tidak bersikap agresif atau menyakiti orang lain. Bahkan lebih
32
yang melakukan kesalahan pada diri anak dan berani meminta maaf jika
melakukan salah.
b. Pemeliharaan Hak-hak orang lain
Pengembangan sikap sosial anak yang baik juga menanamkan hak-hak
yang dimiliki oleh anak terhadap orang lain. Misalnya hak terhadap orang tua
anak mendapatkan kasih sayang dan bimbingan yang baik dari orang tua. Hak
anak terhadap teman yaitu mengajak bermain dan belajar dengan taat dan
tertib. Sehingga anak akan tahu apa yang harus ia lakukan terhadap
orang-orang disekelilingnya.
c. Pelaksanaan Tata Kesopanan Sosial
Dalam pengembangan sikap sosial anak, ia diajak untuk mentaati atau
menerapkan adab-adab kesopanan yang ada misalnya adab makan dan minum
dengan baik yaitu makan dan minum sambil duduk dan berdoa sebelum dan
sesudah makan. Adab berbicara yang baik dan sopan kepada orang lain, tidak
meninggikan suara kepada orang yang lebih tua, dalm lain sebagainya.
Sehingga dalam kehidupannya anak selalu dapat menerapkan nilai-nilai atau
adab kesopananan yang telah diajarkan.
6. Hambatan Perkembangan Sosial Anak
Manusia merupakan makhluk monodualis, yaitu makhluk individu sekaligus
sebagai makhluk sosial. Salah satu implikasi dari posisinya sebagai makhluk
monodualis adalah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan untuk
menyelesaikan berbagai tugas kesehariannya manusia memerlukan bantuan dari
orang lain. Kenyataan tersebut menjadikan antara individu yang satu dan individu
33
interaksi itulah yang sering dikenal dengan istilah sosialisasi. Kemampuan
seorang individu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ataupun
menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya sangatlah ditentukan oleh
kemampuannya dalam bersosialisasi dengan optimal. Ada yang dapat
bersosialisasi dengan baik, ada pula yang kurang dapat bersosialisasi dengan baik,
bahkan malah sama sekali tidak bisa bersosialisasi.
Ketidakmampuan seseorang individu dalam bersosialisasi sudah tentu
dipengaruhi oleh perkembangan aspek sosialnya yang terhambat.
Ketidakmampuan dalam berosialisasi bukan hanya dialami oleh orang dewasa,
anak usia dinipun mengalaminya. Salah satu dampak dari ketidak mampuan anak
usai dini dalam bersosialisasi adalah anak usia dini dapat mengalami gangguan
perilaku antisosial. Perilaku antisosial dapat diartikan sebagai eaksi menentang
terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua ataupun pendidik. Pada
kehidupan sehari-hari, perilaku antisosial pada anak usia dini tersebut tidak sulit
untuk ditemui, baik dilingkungan keluarga ataupun di lingkungan sekolah, yaitu di
Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK). Setidaknya ada tiga
macam perilaku antisosial yang sering sekali ditemukan,antara lain yang pertama
adalah ketidakpatuhan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata patuh diartikan
sebagai taat, suka menurut dan berdisiplin. Dengan demikian, ketidakpatuhan
dapat diartikan sebagai sikap tidak taat dan tidak menurut pada orang lain, dalam
hal ini orangtua atau pendidik. Sementara kepatuhan berarti sikap mau melakukan
apa yang diminta oleh orang lain.
Yang kedua adalah temper tantrum, Kata temper berasal dari bahasa
Inggris yang berarti tendency to be angry atau mudah marah, sedangkan tantrum
34
mudah marah. Sementara secara istilah temper tantrum berarti perilaku mudah
marah dengan kadar marah yang berlebihan. Anak dengan temper tantrum
memiliki kelemahan dalam mengendalikan emosinya, alhasil ia meluapkannya
dalam bentuk kemarahan secara berlebihan. Karena sangat marahnya, tak jarang
anak temper tantrum sering menyakiti dirinya sendiri atau merusak barang-barang
disekitarnya. Selain itu, anak temper tantrum sering tidak dapat mengungkapkan
keinginannya, menjadi anak yang pemalu dan memiliki ketakutan yang sangat
kuat, serta hipersensitif atau sangat peka dengan perasaan tersinggungnya, serta
pandangan yang cenderung negatif dari sikap orang lain. Anak temper tantrum
memang sering membuat orang di sekelilingnya terpicu emosinya akibat ulah dari
kemarahan yang berlebihan yang ia lakukan. Temper tantrum dapat juga dijadikan
sebagai alat bagi anak untuk mencari perhatian dari orang dewasa, selain dijadikan
pula sebagai pelampiasan kemarahannya. Secara umum, perilaku temper tantrum
pada anak dapat terjadi sekitar 30 detik sampai dengan 2 menit. Ciri-ciri dari anak
yang berperilaku temper tantrum yang harus diketahui oleh orang tua atau
pendidik antara lain, suka cemberut dan mudah marah, suka mengamuk, dan suka
menyakiti dirinya sendiri.
Ketiga adalah perilaku agresif, pada dasarnya perilaku agresif adalah
suatu perbuatan, baik disengaja maupun tidak di sengaja yang ditujukan untuk
menyerng pihak lain, baik secara fisik maupun secara verbal. Bentuk perilaku
agresif secara fisik misalnya memukul, menendang, mencubit, menampar,
menggigit dan lainnya yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Kemudian,
bentuk perilaku agresif secara verbal misalnya berupa hinaan, omelan, makian,
cercaan, ejekan dan lainnya yang tergolong aktivitas verbal. Anak laki-laki
35
perempuan berpeluang memunculkan perilaku agresif secara verbal. Ada dua
faktor yang dapat menyebabkan anak memiliki sifat agresif yaitu faktor biologis
dan faktor lingkungan.
7. Proses Perkembangan Sikap Sosial Anak
Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan mempunyai masa
depan yang cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan kontribusi. Mereka memiliki
kecenderungan alami untuk menguasai hal-hal tersebut yang akan membuatnya sukses
pada abad ke 21, serta mendapat manfaat dari segala perubahan positif dalam
masyarakat. Mereka yang memiliki motivasi belajar yang kuat mungkin saja akan
menghadapi kendala-kendala dari sebuah ketidakadilan, tetapi kendala tersebut
bukanlah musuhnya. Mereka akan menjadi orang-orang yang paling cocok untuk
belajar bagaimana menghadapi kendala tersebut. Mareka akan menjadi orang yang
paling mampu berkreasi dan mencapai kesuksesan karena hasil terbaik dalam IPTEK,
penelitian, dan kesenian tidak dapat dipaksakan dari hati yang mengerdil.
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus
diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik
pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang
menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan
anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua
sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering
memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di
berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan
36
Ary H Gunawan (2000: 33), sosialisasi secara sosiologi berarti belajar untuk
menyesuaikan diri dengan mores, folkways, tradisi, dan kecakapan-kecakapan
kelompok. Sedangkan secara psikologis sosialisasi berarti/mencakup
kebiasaan-kebiasaan, perangai, ide, sikap dan nilai. Thomas Ford Hoult (Padil, 2010: 88),
mengemukakan bahwa proses sosialisasi “Almost always denots the process where by
individuals learn to behave willingly in accordance with the privailing standards of
their culture (Sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai
dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat). Belajar sosial berarti
belajar memahami dan mengerti tentang perilaku dan tindakan masyarakat melalui
interaksi sosial. Pendefinisian proses sosialiasi tidak bisa terlepas dari 3 (tiga) hal
yaitu: pertama, Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi
yang mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil
oper cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya; kedua, pada proses sosialisasi itu,
individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku,
dalam masyarakat di mana dia hidup; dan ketiga, semua sikap dan kecakapan yang
dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu
kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Berdasarkan teori sosialisasi seorang anak
dapat melakukan proses sosialisasi pasif maupun sosialisasi aktif. Pada teori
sosialisasi pasif, anak hanya akan memberi respon rangsangan orang tua, disisi lain
anak akan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan lain dalam dirinya sehingga anak
akan mengalami konflik-konflik. Dengan kata lain, proses penyesuaian diri ketika
mendapat rangsangan dari individu lain ketika tidak ada rangsangan tidak akan terjadi
sosialisasi. Sebaliknya sosialisasi aktif, sosialisasi yang dilakukan individu terhadap
pengembangan peran sosial menjadi penciptaan peran sosial dan pengembangan dari
37
yang berperan penting dalam proses sosialisasi anak yaitu: keluarga, sekolah, lembaga
keagamaan, lingkungan sosial, dan media massa. Ciri sosialisasi peride prasekolah
antara lain: (1) Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah;(2) Pregang age,
artinya anak prasekolah berkelompok belum mengikuti arti sosialisasi yang
sebenarnya. Anak mulia belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan
sosialnya; (3) Hubungan dengan orang dewasa; (4) Hubungan dengan teman
sebaya;(5) 3-4 tahun anak mulai bermain bersama. Anak mulai ngobrol selama
bermain, memilih teman selama bermain dan mengurangi tingkah laku bermusuhan.
Perkembangan kesetiaan sosial ini muncul berkat kesadaran individu terhadap
kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sumber kesetiaan bagi
anggotanya. Sebab-sebab munculnya kesetiaan sosial diantaranya adalah partisipasi
sosial, komunikasi, dan kerjasama individu dalam kehidupan kelompok. Anak kecil
yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat secara diterima sebagai anggota
baru. Dengan demikian, perkembangan kesetiaan sosial mengikuti pola sebagai
berikut: kerjasama menimbulkan kepuasan dan dari kepuasan menimbulkan kesetiaan
sosial. Bentuk kesetiaan sosial berkembang menjadi semakin kompleks kepada
kelompok yang makin besar. Kesetiaan sosial dimulai dari keluarga teman sebaya, dan
sekolah. Kemudian, kesetiaan sosial berkembang seiring dengan perkembangan
kedewasaan seseorang, semakin dewasa seseorang semakin berkembang kesetiaan
sosialnya kepada kelompok pekerjaaan, kelompok agama, perkumpulan (organisasi),
baik kemasyarakatan maupun bangsa. Perkembangan yang lebih luas dan besar ini
disebut lingkungan sekunder, dimana seluruh anggota kelompok mencerminkan
seorang individu yang kompleks.
8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial Anak Usia
38
Mulai usia 4 tahun, usia anak sering disebut dengan usia sulit yaitu usia yang
mengandung masalah. Hal itu dikarenakan pada usia tersebut anak sedang
mengalami masa rawan sakit atau terkena penyakit. Jika orangtua tidak hati-hati
dalam merawat, anakanya akan mudah jatuh sakit. Selain itu, mulai usia 4 tahun
anak berada dalam masa proses pengembangan kepribadian yang unik dan
menuntut kebebasan yang umumnya kurang berhasil. Itulah sebabnya anak sering
tampak bandel, keras kepala, menjengkelkan, tidak disiplin, kurang mandiri dan
melawan orangtua. Permasalahan yang menimpa pada anak mulai terjadi di usia 4
tahun tersebut sudah tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan sosialnya,
dan tentunya dapat berpengaruh terhadap tingkat pencapaian perkembangan sosial
di usia 4-5 tahun. Standar tingkat pencapaian perkembangan sosial anak usia 4-5
tahun adalah anak mampu berinteraksi, dapat menunjukkan reaksi emosi yang
wajr, mengenal tanggung jawab, kemandirian dan mulai menunjukkan rasa
percaya diri. Standar tingkat pencapaian tersebut dapat ditampilkan oleh anak usia
4-5 tahun jika mereka menguasai kompetensi dasar berikut ini.
a. Anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang
dikenal
Interaksi pada anak usia dini dengan teman sebayanya lebih banyak
berlangsung dalam kegiatan bermain. Sementara interaksinya dengan
orang dewasa lebih banyak berlangsung dalam kegiatan pengasuhan. Pada
interaksi tersebut ada upaya pengenalan anak terhadap teman sebaya dan
orang dewasa serta pengaruh timbal balik yang diakibatkan dari proses
interaksi yang dilakukan. Berikut ini beberapa indikator yang menandakan
bahwa anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa
39
apabila menggunakan benda milik orang lain, mau bekerja sama dengan
kelompok dan berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemui.
b. Anak dapat menjaga keamanan diri sendiri
Ciri umum pada anak usia 3-4 tahun adalah ia sangat bersemangat,
menawan dan sekaligus kasar. Mereka sedang berusaha memahami dunia
mereka, dan mereka sering mengalami kesulitan untuk membedakan
antara khayalan dankenyataan. Mereka juga memahami bahwa
tindakannya memiliki dampak atau pengaruh dan mereka mulai belajar
membuat batasan-batasan agar tidak terkena imbas dari dampak negatif
dari perbuatanya. 10Hal itu menajdikan anak usia 4-5 tahun menjadi sosok
anak yang sangat gemar bermain dan terbilang aktif dalam bermain. Ia
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang dianggap baru
baginya. Keadaan tersebut sudah tak jarang sering membuat orangtua
khawatir.
Anak usia dini biasanya terlihat berlarian tanpa arah, ia bisa mudah
terjatuh atau bagian tubuhnya mengalami benturan-benturan dengan benda
keras. Keinginannya untuk mencoba hal yang baru juga terkadang tanpa
disadarinya merupakan sesuatu yang berbahaya, seperti mencoba
memasukkan jarinya ke dalam lubang stop kontak. Perilaku anak yang
terbilang aktif tersebut menuntut orangtua ataupun pendidik untuk tidak
teledor atau lengah dalam menjaga keselamatan ataupun keamanan anak
usia dini. Tapi tentunya, penjagaan itu tidak bisa dilakukan oleh orangtua
atau pendidik setiap saat. Anak usia dini juga diharapkan dapat menjaga
keamanan dirinya sendiri. Hal itu dapat dilakukan oleh anak manakala ia
40
c. Anak mulai menunjukkan rasa percaya diri
Rasa percaya diri atau confidience terkait erat dengan keyakinan dan
sikap yang ditampilkan oleh seseorang di depan orang lainnya. Rasa
percaya diri pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam mengenal dan menilai dirinya sendiri serta orang lain. Hal itu
menjadikan anak usia 3-4 tahun suka membanding-bandingkan dirinya
dengan anak yang lain pada saat ia menjalin hubungan dengan anak
lainnya, dan hal itu merupakan sesuatu yang umum bagi anak.
Jika anak usia 4-5 tahun menganggap ia lebih unggul dari anak
lainnya, ia akan menjadi sosok yang percaya diri. Pada lain sisi, jika ia
merasa anak lain lebih unggul dibandingkan dirinya, ia akan menjadi
sosok yang mendir atau rendah hati. Hal itu sudah tentu dapat
mengakibatkan anak kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman
sebayanya ataupun dengan anak yang lebih dewasa dan dengan orang
dewasa. Setidaknya ada 2 indikator yang dapat menunjukkan jika anak
usia 4-5 tahun mulai menunjukkan rasa percaya dirinya yaitu,
menunjukkan kebanggaan atas hasil kerja buatannya dan berani
mengungkapkan perasaan, pertanyaan ataupun pendapatnya sendiri di
hadapan orang lain.
d. Anak dapat menunjukkan kemandirian
Kemandirian pada anak usia 4-5 tahun ini lebih mengarah pada
kemampuan bantu diri anak secara langsung, yaitu tanpa melalui bantuan
orang lain. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena memang proses
perkembangan kemandirian pada anak dipengaruhi pula oleh pertambahan
usianya. Indikator yang dapat menunjukkan bahwa anak usia 4-5 tahun
41
dirinya sendiri, pada saat makan, minum, kegiatan di toilet, anak mampu
berpisah dengan orang tuanya tanpa menangis, anak dapat memilih
kegiatannya sendiri dan anak dapat melakuakn kegiatan kebersihan diri
dan lingkungan sekitarnya, misalnya gosok gigi, cuci tangan, cuci piring
dan gelas.
e. Anak dapat menunjukkan sikap kedisiplinan
Kedisiplinan sangat penting artinya bagi anak usia dini. Itulah
sebabnya kedisiplinan harus dibentuk secara kontinue pada anak. Ada tiga
unsur kedisiplinan, antara lain kebiasaan, peraturan dan hukuman. Disiplin
yang dibentuk secara terus menerus alan menjadikan disiplin tersebut
menjadi kebiasaan. Setidaknya ada 2 indikator yang dapat menunjukkan
bahwa anak usis 4-5 tahun mulai dapat menunjukkan sikap
kedisiplinannya, yaitu memiliki kebiasaan yang teratur dan sabar
menunggu giliran.
f. Anak dapat mengenal rasa tanggung jawab.
Rasa tanggung jawab penting untuk dimiliki dan ditunjukkan bukan
hanya bagi seorang individu dalam menjaga sesuatu dan melakukan
sesuatu, melainkan pula penting bagi individu lainnya. Misalnya saja
seorang anak yang memiliki pensil, ia harus bisa menjaga pensil itu agar
tidak mudah rusak dan tidak hilang. Jika pensil itu sampai rusak bahkan
hilang, bukan si anak saja yang rugi, orangtuannya yang telah membelikan
pensil juga merugi.
Misalnya lagi ketika guru meberikan tugas pada anak sebagai sosok
anak yang bertanggung jawab ia dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam
42
menyelesaikannya, ia mau dan berani menerima konsekuensi logis dari
perbuatannya. Rasa tanggung jawab yang ditampilkan oleh anak usia dini,
khususnya anak usia 4-5 tahun ditunjukkan dengan kemampuannya dalam
hal-hal berikut ini, yaitu menjaga barang milik sendiri dan milik orang
lain, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan merapikan alat-alat setelah
melakukan kegiatan, seperti kegiatan bermain.
9. Standar Tingkat Pencapaian perkembangan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun
Pada usia 5-6 tahun, karakter pada anak usia dini akan semakin terlihat.
Pada usia 5-6 tahun ini orangtua ataupun pendidik mulai menyadari dan
memahami bagaimana kepribadian anak yang sebenarnya. Satu hal yang harus
diperhatikan oleh orangtua atau pendidik bahwa kepribadian yang semakin
tampak itu bukan untuk diubah, melainkan untuk diarahkan. Orangtua atau
pendidik hendaknya dapat membantu anak untuk menyesuaikan perilakunya
dengan peraturan atau norma dilingkungan ia berada. Misalnya, menjadi anak
yang memiliki keinginan yang kuat merupakan sikap yang positif. Tapi jika semua
keinginannya harus dipenuhi tanpa pandang situasi, tentu akan membuat orang
lain merasa tidak nyaman. Orangtua atau pendidik harus belajar mengelola
keinginan anak agar tetap sesuai dengan agar tetap sesuai dengan keinginan yang
diharapkan orangtua atau pendidik dan tidak membuat orang lain terganggu.
Pada usia 5-6 tahun, pola pertemanan dan hubungan yang dijalin anak
dengan orang lain juga semakin stabil. Anak mulai memahami adanya aturan tidak
hanya ketika bermain, ketika berperilaku dirumah ataupun disekolah anak akan
muali menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh orangtua dan pendidiknya.
Pada usia ini, standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini adalah
43
rasa percaya diri, serta mulai dapat menjaga diri sendiri yang ditunjukkan dengan
kompetensi dasar dan indikator yaitu dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan
orang dewasa, pada usia 4-5 tahun pola pertemanan atau hubungan yang
dilakukan oleh anak dengan teman sebaya dan orang dewasa semakin stabil. Hal
itu ditunjukkan dengan kemampuannya dalam bermain bersama, mematuhi aturan
bermain serta menampilkan perilaku yang diharapkan oleh orangtua dan
pendidiknya.Yang kedua dapat menjaga keamanan diri sendiri, pada usia 5-6
tahun, kemampuan anak dalam menjaga keamanan diri sendiri semakin
berkembang. Berbagai pengalaman yang buruk sedikit banyak dapat mengajarkan
anak untuk lebih lihai dalam menghindari benda-benda yang berbahaya yang ada
disekitarnya.Ketiga, menunjukkan rasa percaya diri pada anak usia 5-6 tahun
didapatkan anak dari rekasi yang mereka peroleh dari lingkungannya, khususnya
terhadap pemberian penghargaan yang diberikan oleh orangtua atau pendidik
terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas kesehariannya. Itulah
sebabnya jika orangtua atau pendidik memberikan penilaian yanag jelek kepada
anak, ia akan sedih, marah, bahkan menjadi sosok anak yang pemalu dan minder.
Sebaliknya jika orang tua memberikan penghargaan yang positif kepada
anak, hal itu menjadi dasar bagi harga diri anak dan dapat meningkatkan rasa
percaya dirinya. Pada usia 5-6 tahun ini, sikap anak dalam menunjukkan
kebanggaan terhadap hasil kerja atau hasil karyanya semakin menguat. Rasa
percaya diri pada anak juga dapat berkembang manakala orang tua atau pendidik
mau memberikan kebebasan dalam menentukan pilihan, misalnya dalam
menentukan pakaian yang akan dikenakan dan salam memilih makanan yang akan
dimakan atau memilih minuman yang akan diminum. Dengan demikian, anak
44
mengambil keputusan dan keteguhan terhadap pilihannya. Keempat, pada usia 5-6
tahun, kemampuan bentu diri anak semakin berkembang. Anak mulai bisa
menampilkan berbagai kemampuan kemandirian seperti, memasang kancing baju
sendiri, membuka dan memasang tali sepatu sendiri, berani pergi dan pulang
sekolah snediri dan mampu mengerjakan tugas sendiri.
Keenam, Orangtua atau pendidik harus ingat bahwa tujuan dari pengajaran
kedisiplinan pada anak usia dini bukan untuk mengendalikan mereka, melainkan
untuk mengajarkan mengenai aturan yang harus dilakukan. Ketika berdiskusi
dengan anak mengenai perilakunya, jelaskan alasan dari aturan yang sudah orang
tua atau pendidik tetapkan. Setidaknya ada enam indikator yang menandakan
bahwa anak usia 5-6 tahun sudah mulai menunjukkan sikap kedisiplinan yaitu
melaksanakan tata tertib yang ada, mengikuti aturan permainan, mengembalikan
alat permainan pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, sabar
menunggu giliran dan berhenti bermain pada waktunya.
B. Kajian Pustaka
Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
1. Musyarofah dalam skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN ASPEK SOSIAL
ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK ABA IV MANGLI JEMBER
TAHUN 2016” Dosen Ilmu Pendidikan Sosial IAIN Jember. Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kemampuan sosial anak usia dini
di Taman Kanak-kanak ABA IV Mangli Jember tahun 2016 meliputi,kemampuan
bergaul, bersosialisasi dan komunikasi dengan teman dan guru secara baik,
45
mengalami kesusahan, mengerjakan tugas dikelas, berbagi makanan dan mainan,
mengalah pada teman dan bertanggung jawab.
(2)Metode yang digunakan dalam mengembangkan aspek sosial anak di TK
ABA IV Mangli Jember yaitu bermain, bermain peran (role playing), tutor sebaya,
keteladanan dan metode pembiasaan yang dilakukan di kelas maupun diluar kelas.
(3) Peran guru dalam mengembangkan aspek sosial anak usia dini di TK ABA IV
Mangli Jember antara lain : guru berperan sebagai fasilitator dan memotivasi
kegiatan bermain kolektif anak, guru berperan sebagai pemimpin yang baik bagi
anak yang selalu memberi panutan dalam tindakan, ucapan maupun sikap,
memberikan arahan dan bimbingan dalam sosialisasi. Guru juga menyediakan
suasana yang aman dan nyaman bagi anak. Guru menjalin kedekatan dengan anak,
dan mengakrabkan anak yang satu dengan anak lain. Selain itu, untuk anak yang
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi guru melakukan pendekatan dan kerja
sama dengan orangtua dengan orang tua dalam mengembangkan sikap sosial
anak.
2. Fenti Rindani dalam skripsi “PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL DENGAN
PERMAINAN TRADISIONAL BAKIAK PADA ANAK KELAS B1 RA
MA’ARIF PULUTAN SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017”. Program
pendidikan islam anak usia dini IAIN Salatiga. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan metode bakiak pada anak di RA Ma’arif Pulutan Salatiga tahun
pelajaran 2016/2017 dapat mengembangkan sikap sosial anak dikelas B1 RA
Ma’arif Pulutan Salatiga Tahun 2016/2017.
Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi pembelajaran pada tiap siklus.
Sebelum tindakan kemampuan peningkatan sikap sosial anak didik sebesar 25%
46
anak yang sudah lulus dan ketika dilanjutkan pada siklus II Meningkat menjadi
sebsar 91% yaitu 16 anak sudah tuntas dan I anak belum tuntas. Maka dari itu,
peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 30%
Penelitian ini pun berusaha untuk mengembangkan sikap sosial anak usia
dini pada tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak. Hasil penelitian yang sudah
ada digunakan sebagai pembanding dan penelitian ini bersifat menambahkan dari
penelitian yang sudah ada.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada adalah penelitian ini
fokus pada strategi guru dalam pengembangan sikap soaial anak. Penelitian ini
lebih mengutamakan proses dalam pengembangan sikap sosial anak daripada hasil
yang akan di dapat. Dalam penelitian ini juga ditemukan metode yang digunakan
oleh guru di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Banin II Kota Salatiga yaitu
dengan metode pembiasaan. Metode pembiasaan ini sudah terbukti berhasil untuk
mengembangkan sikap sosial anak didik di Taman Kanak-kanak Islam Tarbiyatul