• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA NOMOR 0311Pdt.G2014PA.Pbg SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA NOMOR 0311Pdt.G2014PA.Pbg SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ii

ANALISIS PUTUSAN

PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH

STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA NOMOR

0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

Oleh : ILYAS HANAFI NIM : 214–12–029

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI

AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ILYAS HANAFI

NIM : 214-12-029

Jurusan : S1-Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas : Syariah

Menyetakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli hasil karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar pustaka.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 06 April 2017 Penulis

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, 2 Februari2017 Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada :

Yth. Dekan Fakultas Syariah Di Salatiga

Assalamualaikum Wr.wb

Setelah di adakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :

Nama : ILYAS HANAFI NIM : 214-12-029

Judul : “Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg"

Dapat diajukan dalam sidang munaqasyah. Demikian untuk menjadikan periksa.

Wassalamualaikum Wr.wb

Pembimbing

(4)

iv

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARIAH

Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722

Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

“ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA TENTANG WANPRESTASI AKAD MURABAHAH STUDI KASUS

PUTUSAN PERKARA NOMOR 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg" DISUSUN OLEH

ILYAS HANAFI 241-12-29

Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin tanggal 11 September 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam.

(5)

v MOTTO

Kerjakanlah, Wujudkanlah, Raihlah Cita-Citamu

Dengan Memulainya Dari Bekerja

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Ayahanda Anas Charis danIbunda Zubaedah

Yang tidakhenti-hentinya selalu

mendo’akan, membimbing

dan

mendukungku.

Adiku yang selalu menyemangati dan mendukung dalam setiap

langkah: Imam Ardiansyah

Untuk bapak ibu dosen fakultas syariah iain salatiga

Untuk My Love Retno Nugraheni Yang Tak kenal lelah

Mendukung, Mendampingi, dan Menyemangati Dalam Setiap

Langkahku

Terimakasih juga Untuk Wahyu Gumelar S.H yang Banyak

Membantuku dalam Megrjakan skripsi ini

Teman-Teman Remaja Masjid Baitussalam Karangrejo

Yang Selalu Mendukungkungku

Untuk Teman-teman dan keluargaku SMC (SENI MUSIC

CLUB) IAIN SALATIGA terimakasih kalian telah

memberikan aku pengetahuan tentang organisasi, musik dan paduan

suara.

(7)

vii ABSTRAK

Hanafi, Ilyas. 2017. Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/Pa.Pbg. Skripsi. Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Prof. Dr H. Muh Zuhri. MA

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Ekomomi Syariah Wanprestasi Murabahah. Pada tanggal 18 Februari 2014 Pengadilan Agama Purbalingga menerima gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad pembiayaan murabahah dengan nomor perkara 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan hukum di jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukanya selaku direktur utma PT. BPRS Buana Mitra Perwira , yang dalam hal ini memberi kuasa kepada H. Sugeng SH., MSI., advokat yang ber alamat di jalan DI. Panjaitan No. 111 Purbalingga. Disini menggugat Kusworo, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat kediaman di Jalan Onje RT.001 RW. 006 No. 6 Kelurahan Purbalingga Lor, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga selaku nasabah.

Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Pengadilan Agama Purbalingga, terhadap Putusan Nomor 0311/Pb.G/2014/PA.Pbg., antara lain apa yang menjadi pokok perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg., apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg, dan apa keputusan Hakim nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang Wanprestasi akad murabahah,

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis dengan metode analisis putusan yaitu dengan cara dokumetasi terkait putusan nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg di Pengadilan Agama Purbalingga.

(8)

viii

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg"

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terimakasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES). 4. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA selaku pembimbing yang selalu

memberikan saran danmasukan kepada penulis.

5. Bapak H. Hasanudin, S.H.,M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Purbalingga.

6. Bapak Drs. H. Mahmud HD., M.H., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Purbalingga yang sekaligus memberikan data dan penjelasan mengenai skripsi ini.

7. Bapak danIbu Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Purbalingga. 8. Bapak dan Ibu Pegawai Struktural Pengadilan Agama Purbalingga.

(10)

x

10.Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012, Keluargaku dan Teman-temanku SMC (Seni Music Club) IAIN Salatiga

11.Rekan-rekan Remaja Masjid Baitussalam Karangrejo

12.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya saya selaku penulis. Walaupun jauh dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah SWT ridha denganapa yang kita lakukan. Amin.

لا للهاو

ـ

قفوم

إِ لى

أ

قو

قيرطلا م

Salatiga, 6 April 2017 Penulis

(11)

xi A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Penegasan Istilah ... 7

E. Kajian Pustaka ... 8

F. Kerangka Teoritik ... 9

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II PEMBAHASAN TEORITIK

(12)

xii

BAB III PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

A. Sejarah ... 55

B. Visi dan Misi ... 73

C. Tugas dan Fungsi ... 75

D. Wilayah Hukum ... 80

E. Struktur Organisasi ... 80

BAB IV ANALISIS PUTUSAN WANPRESTASI SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI PENGDILAN AGAMA PURBALINGGA A. Pokok Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Akad Murabahah Pengadilan Agama Purbalingga ... 81

B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA/Pbg ... 84

C. Keputusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg ... 92

D. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg ... 94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran-saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Salinan Putusan Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg 2. Surat Keterangan Observasi

3. Surat Permohonan Izin Penelitian 4. Lembar Konsultasi Skripsi 5. Daftar Nilai SKK

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam, sebagai agama yang paripurna memiliki perhatian serius terhadap dinamika sosial- ekonomi umat. Sebab aktifitas sosial-ekonomi merupakan salah satu dari enam asas primer kehidupan (al mabadi‟ asittah), yang menjadi cita-cita Islam (al maqoshid asy-syari‟ah), dimana islam hadir untuk melindunginya.yaitu perlindungan agama ( hifdhu ad-din), perlindungan jiwa (hifdhu an-nafs), perlindungan intelektual (hifdhu al-„aqli), perlindungan garis geneologi ( hifdhu an-nasli), perlindungan properti (hifdhu al-mal), dan perlindungan harga diri (hifdhu al-„irdli). (Pelangi. 2013: 1)



bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. )Q.S. al-Ahzab [33] 21)

(15)

2

adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.pengertian undang-undang yang diberikan oleh Undang-undang-undang nomor 7 tahun 1989 tersebut menggambarkan seolah-olah Peradilan Agama sebagai Peradilan Islam yang bersifat Universal. Menurut konsep Islam secara Universal, Peradilan Agama Islam meliputi segala jenis perkara menurut ajaran Islam secara Universal.

Peradilan Agama adalah Peradilan Islam karena jenis-jenis perkara menjadi kompetensinya adalah jenis perkara menurut agama Islam, namun Peradilan Agama adalah Peradilan-peradilan Islam yang bersifat Limitatif sebagaimana ketentuan pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-undang nomer 7 tahun 1989, sehingga kompetensi Peradilan Agama tidak mencakup kompetensi menurut Peradilan Islam secara universal. Perdailan Agama merupakan merupakan salah satu badan Peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan dalam perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah, dan ekonomi syariah.

Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-undang perkawinan dan peraturan atas pelaksanaanya dan memperkuat landasan hukum Mahkamah Syariah dalam melaksanakan kewenangan dibidang jinayah berdasarkan qanun.

(16)

3

1989. Ekonomi syariah atau di sebut juga dengan ekonomi islam, yaitu ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dan yang dimaksut dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syraiah, obligasi syariah, dan surat berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pergadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Ekonomi syariah berbeda dari ekonomi konvensional, yang berkembang di dunia ini yang hanya berdasarkan nilai-nilai sekuler yang terlepas dari Agama. Berdsasarkan pasal 49 huruf (i) undang-undang nomor 3 tahun 2006 yang pasal dan isinya tidak diubah dalam Undang-undang no 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, bahwa Perdilan Agama bertugas dan berwenang memriksan mengadili, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang bergama Islam dalam bidang ekonomi syariah yang meliputi hal-hal yang telah disebutkan diatas.

(17)

4

atau belum dapat disebutkan ketika merumuskan pengertian ekonomi syariah. Subjek Hukum pelaku Ekonomi Syariah menurut penjelasan pasal tersebut diatas antara lain disebutkan bahea yang dimaksud dengan orang-orang yang beraga Islam adalah termasuk orang atau badan Hukum yang dengan sendirinya menundukan diri dengan suka rela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewengangan Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini. Berdasarkan penjelasan pasal 49 undang-undang no 3 tahun 2006 tersebut, maka seluruh nasabah lembaga dan keuangan pembiayaan syariah atau bank konvensional yang membuka sektor usaha syariah maka dengan sendirinya terikat keuntungan ekonomi syariah. Baik dalam hal pelaksanaan akadnya maupun dalam penyelesaian perselisihanya.

(18)

5

Berkaitan dengan Akad Jual Beli Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11, Tergugat telah mendapat fasilitas piutang Murabahah sebesarRp. 142.400.000,- (seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu rupiah), dengan perhitungan Harga Pokok/Perolehan sebesar Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah), Margin/Keuntungan Bank Rp. 62.400.000,- (enam puluh dua juta empat ratus ribu rupiah) sehingga Harga Jual sebesar Rp. 142.400.000,- (seratus empat puluh dua juta empat ratus ribu rupiah).

Akhirnya pihak Penggugat menganggap bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap Akad Murabahah Nomor : 51/765-1/10/11 tertanggal 21 Oktober 2011, yang sangat merugikan Penggugat, yaitu berupa kerugian materiil sebesar Rp. 138.456.468,- (seratus tiga puluh delapan juta empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah).

(19)

6

Dari latar belakang diatas maka kami penulis mencoba meneliti dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul ”Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Akad Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka skripsi ini akan mengacu pada permasalahn pokok, sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi pokok perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg pengadilan agama purbalingga tentang wanprestasi akad murabahah ? 2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama

Purbalingga dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg?

3. Apa keputusan Hakim tentang Wanprestasi akad murabahah Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg?

C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Objektif

(20)

7 b. Tujuan Subjektif

Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis dibidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan guna memnuhi persyaratan akademis untuk memperolah gelar S1 dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah atau muamalat di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Kegunaan penelitian a. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan dibidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan dapat memperkaya refensi dan literatur keputakaan terkait dengan kajian mengenai hukum acara Peradilan Agama khususnya mengenai putusan Peradilan Agama dalam perkara ekonomi syariah dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

b. Kegunaan praktis

Guna mengembangkan penalaran ilimiah dan wacana keilmuan penulisan serta untuk mengetahui kemampuan penuli dalam menerapkan ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.

D. Penegasan Istilah

(21)

8

1. Murabahah adalah tranksaksi jual beli menginformasikan harga pokok ditambahkan sejumlah keuntungan tertentu yang disepakati ketika akad. 2. Akad atau Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara

seseorang atau beberapa orang lainya untuk melakukan sesuatu atau perbuatan tertentu (Pasaribu dan Lubis, 1996:1).

E. Kajian pustaka

(22)

9

Kemudian tesis yang berjudul: Penyelesaian sengketa akad Al Murabahah Bank Bukopin Syriah oleh Pengadilan Agama Bukittinggi kaya M.yenis, tesis ini membahas mengenai dengan hasil Pengadilan Agama Bukittinggi mendasarkan putusanya kepada; KUH Perdata fatwa MUI, dan Al

Qur‟an dan Al Hadits. Penyelesaian sengketa wanprestasi sebaiknya dengan putusan pengadilan. Perlunya Undang-undang tentang Ekonomi Syariah disamping Al Qur‟an dan al hadis sebagai pedoman bagi pelaku ekonomi syariah. Bank sayariah harus melaksanakan Hukum Islam secara Kaffah sebagai bagian dari ibadah. (repositry.unand.ac.id diakses pada tanggal 9 november 2016).

Skirpsi karya Dini Nuraini Wulyadi yang berjudul “ Analisi Putusan Hakim Pengadilan Agama Bukittinggi nomor 284/Pdt.G/2006/PA.Bkt. tenteng sengketa akad murabahah menurut Fiqih Muamalah, skripsi ini membahas mengenaiperjanjian Akad Murabahah yang dilakuakan Nasabah dengan pihak Bank Syariah Bukittinggi menyimpang dengan ketentuan yang berlaku. Dan melalui pengadilan agama Bukittinggi, oleh Hakim Pengadilan memutuskan bahwa perjanjian yang dilakukan batal demi Hukum dan berdasarkan tinjuan Fiqih Mulamalah Putusan yang di putuskan oleh Pengadilan Agama telah sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam Muamalah. (http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/7205 diakses pada tanggal 9 november 2016).

(23)

10

lakukanpenulis yaitu mengenai Analisis Putusan Hakim Nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai akad murabahah di Pengadilan Agama Purbalingga.

F. Kerangka Teoritik

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari suati perkara yang di pertimbangkan dengan masak-masak yang dapat berbentuk putusan tertulis maupun lisan (Hamzah, 1986: 485).

Ijtihad adalahHakim dalam memutusakan perkara selain dari dasar peraturan perundangan-undangan juga melalui metode ijtihad, dimana hakim mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan suatu perkara.

Bai‟ Murabahah adalah tranksaksi jual-beli dengan prosedur penjual menyatakan modal pembelian barang, kemudian menetukan margin profit (ribh) yang disepakati dari modal. Laba dalam bai‟ murabahah boleh bukan dari jenis modal contoh: “aku jual barang ini kepadamu dengan sistem murabahah yakni modalku Rp 1.000.000 dengan margin keuntungan tiap dari Rp 100.000-nya adalah Rp. 10.000 atau pakaian sekian”.

(24)

11

pihak penjual dalam menyatakan modal pembelian (Tim Laskar Pelangi, 2013: 15-16).

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analisis putusan dengan pendekatan yuridis normatif. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian ialah putusan perkara nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg.Tentang akad murabahah di Pengadilan Agama Purbalingga.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian skripsi ini mengacu pada penelitian primer dan penelitian sekunder. Adapun penelitian primer yaitu; peneliti langsung turun ke lapangan, berhubungan langsung dengan nara sumber Hakim pengadilan agama purbalingga. Sedangkan penelitian sekunder mengacu pada isi berkas putusan nomer 0311/Pdg.G/2014/PA.Pbg. dan literatur lainya yang berkaitan dengan isi putusan tersebut.

3. Teknik Pengumpulan Data

(25)

12 4. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul peneliti melakukan analisis isi putusan hakim nomor 0311/Pdt.G/2014/PA.Pbg. menggunakan literatur yang berkaitan dengan isi putusan yakni peraturan perundang-undangan.

H.Sistematika Penulisan

Sekilas gambaran umum tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan menggunakan sistem sebagai berikut:

Bab I: pendahuluan yang membahas mengenai sub bab antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: pembahasan teoritik yang membahas sub bab antara lain gambaran umum hakim, putusan, pengadilan agama, akad murabahah, wanprestasi, ta‟widh dan sita jaminan (conservatoir belag)

Bab III: gambaran umum, yang di dalamnya akad di bahas mengenai gambaran umum Pengadilan Agama Purbalingga yang memuat sejarah, visi misi. tugas dan fungsi. wilayah hukum dan struktur organisasi.

Bab IV: dalam bab ini akan memaparkan pokok perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/Pbg, dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 0311/Pdt.G/2014/Pbg, dan utusan Hakim nomor 0311/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg,

(26)

13 BAB II

KERANGKA TEORITIK

A. HAKIM

1. Pengertian Hakim

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau Mahkamah; Hakim juga berarti pengadilan, jika orang berkata

“perkaranya telah diserahkan kepada Hakim”. Kekuasaan kehakiman

adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia (Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 1 UUD No.48/2009).

Berdasarkan pengertian hakim diatas dapat disimpulkan bahwa adalah seorang pejabat negara yang diberi wewenang untuk mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah diberi wewenang oleh undang-undang guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila. 2. Kewajiban Hakim

(27)

14

dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 Ayat (9) KUHAP). b. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian

yang tidak tercela, jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (Pasal 5 Undang-Undang No.48 Tahun 2009).

c. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (pasal 17 Ayat (3-5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009).

(28)

15

3. Tanggung jawab Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Ada lima hal menjadi tanggung jawab Hakim (dewantoro, 1987:149) yaitu:

a. Justisialis Hukum; yang dimaksud justisialis adalah meng-adilkan. Jadi putusan Hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu di-adilkan.

b. Penjiwaan Hukum; dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum.

c. Pengintegrasian Hukum; hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan ungkapan daripada hukum pada umumnya.

d. Totalitas Hukum; maksudnya menempatkan hukum keputusan Hakim dalam keseluruhan kenyataan.

e. Personalisasi Hukum; personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal (kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses.

Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya berlangsung suatu proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:

(29)

16

2) Keputusan mengenai hukumya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah serta dapat dipidana.

3) Keputusan mengenai pidananya, yaitu terdakwa memang dapat dipidana.Sebelum menjatuhkan putusan, hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan kekuatan pembuktian dari memeriksa dan kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188 Ayat (3) KUHAP), sesudah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang telah terbukti dalam pemeriksaan sidang.

(30)

17 B. PUTUSAN

1. Pengertian Putusan

Putusan yaitu keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Disebut jurisdictio contentiosa, karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan dalam perkara (penggugat dan tergugat/ atau pemohon dan termohon. (mardani, 2009: 118)

Bisa disimpulkan dari pengertian putusan di atas putusan adalah keputusan yang dikeluarkan hakim lewat pengadilan berdasarkan suatu perselisihan atau sengketa

2. Macam-macam putusan

Macam putusan terbagi dari beberapa segi antara lain dari segi fungsinya, dari segi hadir tidak para pihak, dari segi isinya, dari segi sifatnya. (Mardani, 2009: 118-121). Penjelasanya sebagai berikut:

Dilihat dari fungsinya putusan hakim terdiri atas:

a. Putusan akhir (eind vonnis), yaitu putusan yang mengakhiri di persidangan dam putusan putusan ini merupakan produkyang utama dari suatu persidangan.

(31)

18

1) Putusan provisional ( provisioniele vonnis), yaitu putusan yang dijatuhkan untuk memberikan jawaban tuntutan pihak yang ber[erkara agar dilakukan tndakan pendahuluan guna kepentingan pihak pemohon sebelum dijatuhkan putusan akhir, misalnya putusan akhir tentang jaminan.

2) Putusan prepatoir (prepatoir vonnis), yaitu putusan persiapan sebelum putusan akhir. Putusan prepatoir tidak menyinggung pokok perkara. Putusan tersebut lebih tertuju pada jalanya acara persidangan seperti putusan tentang penundaan siding, putusan agar penggugat/pemohon prinsipil data sendiri ke muka sidang. 3) Putusan Insidentil (incidentiele Vonnis), yaitu putusan yang

berhubungan dengan peristiwa (insiden) yang untuk sementara ,mengehentikan pemeriksaan sidang tetapi tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara misalnya putusan tentang gugat prodeo, eksepsi tidak berwenang, putusan tentang hakim, dan lain-lain.

4) Putusan interlokotoir (interlocotoir Vonnis), yaitu putusan yang isinya memrintahkan pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan setempat, putusan pemeriksaan saksi-saksi.

(32)

19

satu puhak, agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu putusan yang,mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu

a. Putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak hadir dalam persidangan padahal sudah dipanggil secara resmi, sedengkan penggugat/pemohon hadir.

b. Putusan gugur, yaitu putusan yang menyatakan bahwa gugatan/pemohon gugur karena penggugat /pemohon tidak pernah hadir meskipun sudah dipanggil secara resmi dan tergugat /termohon hadir dalam sidang dan mohon putusan.

c. Putusan kontradiktoir, yaitu putusan akhir yang pada saat dijatuhkan diucapkan dalam sidang tidak dihadiri slah satu pihak atau para pihak.

Dilihat dari segi isinya terhadap gugatan/perkara, putusan dibagi kepada 4 (empat) macam yaitu:

a. Putusan tidak menerima gugatan penggugat, yaitu gugatan penggugat/ permohonan pemohon tidak diterima karena tidak terpenuhinya syarat hukum baik formil maupunmateril (putusan negatif).

(33)

20

c. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memulai syarat (putusan campuran positif dan negatif).

d. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, yaitu putusan yang terpenuhinya syarat dan terbuktinya dalil-dalil gugat (putusan positif).

Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, putusan terbagi terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu

a. Diklatoir, yaitu putusan yang menyatakan suatu keadaan yang sah menurut hukum, karena itu amar putusan diklatoir bebunyi

“menetapkan….”. Putusan diklatoir terjadi dalam putusan sebagai berikut:

1) Permohonan talak.

2) Gugat cerai karena perjanjian ta‟lik talak. 3) Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya. 4) Penetapan ahli waris yang sah.

5) Penetapan adanya harta bersama.

6) Perkara-perkara valunter dan seterusanya.

b. Putusan konstitutif, yaitu putusan yang menciptakan keadaan hukum baru yang sah menurut hukum sebelunya memang belum terjadi

(34)

21

Menyatakan….” Dan putusan konstitutif terdapat pada putusan-pitisan sebagai berikut:

1) Putusan gugur, di tolak dan putusan tidak diterima. 2) Gugatan cerai bukan karena ta‟lik talak.

3) Putusan verstek.

4) Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya.

c. Putusan kondemnatoir, yaitu putusan yang bersifat meghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memnuhi prestasi. Amar putusan kondemnatoir berbunyi “

Menghukum ……” putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial,

yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas permohonan penggugat, putusan dapat dilaksanakan dengan paksa (executin force) oleh pengadilan agama yang memutuskanya. Amar putusan kondemnatoir yang ditetapkan di pengadilan agama antara lain:

1) Penyerahan pembagian harta bersama;

2) Penyerahan hak nafkah iddah, mut‟ah;

3) Penyerahan hak biaya alimentasi anak dan sebagainya.

Pada prinsipnya putusan kondemnatoir merupakan putusan penghukuman untuk

(35)

22

3) Melakukan suatu perbuatan tertentu; 4) Mengentikan suatu perbuatan/keadaan; 5) Mengosongkan tanah/rumah lain-lain. 3. Bentuk dan isi putusan

Suatu putusan terdiri dari 5 (lima) yaitu sebagai berikut. a. Kepala putusan

Pada bagian kepala putusan tertulis judul putusan dan nomor putusan dibawahnya. Di bawahnya lagi tertulis

“BISMILLAHIRROHMAANIRROHIM” dengan huruf besar huruf besar diikuti dengan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KEADILAN YANG MAHA ESA” dengan huruf besar.

b. Nama pengadilan dan jenis perkara, misalnya:

Pengadilan Agama Jakarta Timur mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai gugat.

c. Identitas para pihak

Bagian ini berisi tentang identitas penggugat dan tergugat aatau pemohon dan termohon dan kuasa hukumnya secra lengkap.

d. Tentang duduk perkara

(36)

23

lain bila ada, hasil pemeriksaan jaminan bila ada , dan kesimpulan para pihak.

e. Kaki putusan

Kaki putusan berisi tentang hari dan tanngal putusan, nama majelis hakim, panitera pengganti, jumlah biaya perkara, dan penanggung biaya perkara (Mardani,2009:121-122).

4. Kekuatan hukum putusan

Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan (Mardani,2009:122), yaitu sebagai berikut.

a. Kekuatan mengikat

Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara dan kekuatan mengikat suatu putusan ada yang dalam arti positif dan dalam arti negatif. Dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar (res judicato pro veriatate habetur). Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama (nebis in idem)

b. Kekuatan pembuktian

Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum, bukti kebenaran hukum, dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata yang sama.

(37)

24

Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara paksa oleh aparat Negara (executorial e kracht, exetorial power). 5. Penetapan

Adapun yang dimaksut dengan penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (valunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah \, wali, adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria (bukan peradilan yang sesungguhnya). Karena pada penetapan hanya ada permohonan tidak ada namun cukup dengan menggunakan kata

“Menetapkan”.

a. Bentuk dan isi penetapan

Bentuk pentapan hamper sama dengan putusan, yang membedakannya adalah sebagai berikut.

1) Hanya mengandung satu pihak yang berperkara

2) Tidak ada kata” Berlawanan dengan” seperti pada putusan

3) Tidak ada kata “ tentang duduk perkaranya “ seperti pada putusan, melaikan langsung diuraikan apa permohonan pemohon.

4) Amarnya hanya terbentuk deklatoir atau konstitutif

5) Menggunakan kata “menetapkan”

6) Biaya perkara selalu dibebankan kepada pemohon 7) Tidak ada reconventive dan intervensi

(38)

25

Putusan volunteer hanya mempunyai kekuatan hukum sepihak, pihak lain tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti kebenaran hal-hal yang dideklarasikan dalam putusan volunter, karena itu pula maka putusan volunteer tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai pembuktian. (mardani,2009:123).

C. PENGADILAN AGAMA

1. Pengertian Pengadilan Agama

Menurut Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990) bahwa pengadilan menurut bahasa adalah dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili keputusan hakim ketika mengadili perkara (bangunan tempat mengadili perkara). Sedangkan pengadilan agama merupakan terjemahan dari Godsdienstige Rechtspraak yang berarti Pengadilan Agama. Pengadilan Agama adalah daya upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisisihan hukum yang dilakukan menurut peraturan – peraturan dalam agama (Ramulyo. 1999:12 ).

(39)

26

atau mengenai golongan rakyat tertentu (yang beragama Islam) (Rasyid. 2000:5).

Dalam Undang – Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “ Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang – orang yang beragama Islam.

(40)

27

menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas,melainkan wajib

memeriksa dan wajib memutus nya”.

Kekuasaan dan kewenangan mengadili Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang – orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah berdasarkan hukum islam.

2. Asas Hukum Umum

Menurut P.Scholten menjelaskan asas hukum bukanlah sebuah aturan hukum (rechtsegel). Untuk dapat dikatakan sebagai aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum, sehingga ia atau sama sekali tidak atau terlalu banyak berbicara (of niets of veel zeide). Penerapan asas hukum secara langsung melalui jalan subsumsi atau pengelompokan sebagai aturan tidak mungkin , kaarena untuk itu terlebih dahulu perlu dibentuk isi yang konkret (Attamimi. 1990:331).

Berikut asas – asas hukum (Rumokoy. 2014:144) , yaitu :

a. Juris praecepta sunt haec: honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (peraturan peraturan dasar dari hukum adalah hidup dengan patut, tidak merugikan orang lain, memberikan kepada orang lain apa yang menjadi bagiannya)

(41)

28

“Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

undang – undang ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia”. Dengan hal ini maka setiap orang dianggap yahu tentang adanya undang – undang yang bersangkutan.

c. Icorpus iurus civis (undang – undang hanya mengikat kedepan dan tidak berlaku surut). Asas ini juga tertera pada Pasal 2 Ketentuan Umum Perundang – undangan untuk Indonesia yang menentukan bahwa undang – undang hanya berlaku untuk waktu kemudian dantidak berlaku surut. Asas dalam Pasal 2 ini berlaku untuk peraturan perundang – undangan perdata, pidana, administrasi negara, dan sebagainya.

d. Lex superior derogat legi inferiori (ketentuan yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan yang lebih rendah) . Asas ini sesuai dengan teori tangga perundang – undangan dari Hans Kelsen dimana kekuatan mengikat suatu peraturan terletak pada peraturan yang lebih tinggi, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya. e. Lex posteriore derogat legi priori (ketentuan yang kemudian mengesampingkan ketentuan yang terlebih dahulu). Undang – undang yang lebih baru mengesampingkan undang – undang yang lebih lama, namun ini berlaku untuk perundang – undangan yang sederajat.

(42)

29

g. Pacta sunt servanda (perjanjian adalah mengikat). Asas ini merupakan dasar pikiran dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap perjanjian yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.

h. Nemo plus juris ad alium transferre potest, quam ipse haberet (tidak seorangpun dapat memberikan hak pada orang lain lebih daripada yang dimilikinya).

i. Nullum crime, nulla poena sine praevia lege poenali (tiada kejahatan, tiada pidana tanpa adanya undang – undang pidana terlebih dahulu). j. Actus non facit reum nisi mens sit rea (perbuatan tidak membentuk

kejahatan kecuali jika jiwanya bersalah).

Sedangkan mengenai asas dalam perundang – undangan, Purnadi dan Soerjono Soekanto menjelaskan mengenai asas perundang – undangan ,antara lain sebagai berikut (Purbacaraka. 1979: 15-19) :

a. Undang – undang tidak boleh berlaku surut;

b. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat lebih tinggi sehingga terhadap peraturan yang lebih rendah dan mengatur objek yang sama maka hakim menetapkan peraturan yang lebih tinggi;

c. Undang yang bersifat khusus mengenyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum. (Lex spesialis derogat legi generali); d. Undang – undang yang berlaku belakangan membatalkan undang –

(43)

30

e. Undang – undang tidak dapat diganggu gugat;

f. Undang – undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan dan pelestarian (Asas welvaarstaat). 3. Kepastian Hukum

Kepastian hukum adalah kepastian mengenai hak dan kewajiban, mengenai apa yang menurut hukum boleh dan tidak boleh (Algra. 1983: 44). Menurut Alpeldoon, kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu : a. Dapat ditentukanya hukum dalam hal – hal konkret. Aspek penting

dari kepastian hukum adalah putusan hakim itu dapat diramalkan lebih dahulu. Hukum dalam hal – hal yang konkret yakni pihak – pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum berperkara.

b. Kepastian hukum berarti keamanan hukum artinya perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim.

(44)

31

keadaan dimana perilaku manusia baik individu, kelompok maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.

Kepastian hukum dapat kita lihat dari dua sudut, yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. Kepastian dalam hukum dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya tidak mengandung penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum.

Sedangkan kepastian karena hukum dimaksudkan bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan adanya lembaga daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan hak. Berarti hukum dapat menjamin adanya kepastian bagi seseorang dengan lembaga daluarsa akan mendapatkan sesuatu hak tertentu atau akan kehilangan sesuatu hak tertentu.

Kepastian hukum merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis daripada yang tidak tertulis. Dengan perturan yang tertulis orang dapat lebih mudah untuk menemukan, membaca, dan memastikan bagaimana yang tertera pada hukum.

4. Kekuasaan Peradilan Agama

(45)

32

pasal yang terdapat pada Bab III . yang mana pada Bab III khusus mengatur hal – hal yang berkenaan dengan kekuasaan Pengadilan yang terdapat dalam lingkungan Peradilan Agama, berdasarkan pada bahasan dari Bab III tersebut ada lima tugas dan kewenangan yang diamanatkan meliputi, fungsi kewenangan mengadili, memberi keterangan, pertimbangan , dan nasihattentang hukum Islam kepada instansi pemerintah, kewenangan lain oleh undang – undang atau berdasar pada undang – undang, kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengadili dalam tingkat banding, dan mengadili sengketa kompetensi relatif serta mengawasi jalanya peradilan (Ali. 1997: 332).

Kekuasaan atau biasa disebut kompetensi peradilan menyangkut dua hal, yaitu tentang kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan absolut yang disebut juga atribusi kekuasaan adalah semua ketentuan tentang perkara apa yang termasuk dalam kekuasaan suatu lembaga peradilan. Kekuasaan ini biasanya diatur di dalam Undang-Undang yang mengatur perkara dan kekuasaan lembaga peradilan yang bersangkutan. Sedangkan kekuasaan relatif (relative competentie) adalah pembagian kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Agama. Berikut ini penjelasan rincinya :

a. Kekuasaan Relatif

(46)

33

misalnya Pengadilan Agama Muara Enim dengan Pengadilan Agama Baturaja, pengadilan ini satu tingkatan sama – sama tingkat pertama.

Kekuasaan relatif (Relative Competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama atau wewenang yang berhubungan dengan wilayah hukum antar pengadilan agama dalam lingkungan Peradilan Agama (Soetantio. 1997:11).

Setiap pengadilan agama mempunyai wilayah hukum tertentu atau dikatakan mempunyai yurisdiksi relatif tertentu dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten. yurisdiksi relatif ini mempunyai arti penting sehubungan dengan ke Pengadilan Agama mana orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan dengan hak eksepsi tergugat. Setiap permohonan atau gugatan berdasarkan Pasal 118 HIR diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi : 1) Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya

meliputi wilayah kediaman tergugat. Apabila tidak diketahui tempat kediamannya maka pengadilan dimana tergugat bertempat tinggal.

2) Apabila tergugat lebih dari satu orang maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah salah satu kediaman tergugat.

(47)

34

diketahui) maka gugatan diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat.

4) Apabila objek perkara adalah benda tidak bergerak, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya melipti letak benda tidak bergerak.

5) Apabila dalam suatu akta tertulis ditentukan domisili pilihan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang domisilinya dipilih. b. Kekuasaan Absolut

Kekuasaan absolut adalah kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya. Kompetensi absolut (absolute competentie) atau kekuasaan mutlak adalah kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan Pengadilan lain (Mahkamah Agung. 2011: 67).

(48)

35

absolutnya atau bukan. Peradilan agama menurut Bab I pasal 2 jo Bab III pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 ditetapkan tugas kewenangannya yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perdata bidang Perkawinan; Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; Wakaf dan sedekah.

Dengan perkataan lain, bidang-bidang tertentu dari hukum perdata yang menjadi kewenangan absolut peradilan agama adalah bidang hukum keluarga dari orang-orang yang beragama islam. Oleh karena itu, menurut Prof. Busthanul Arifin, perdilan agama dapat dikatakan sebagai peradilan keluarga bagi orang-orang yang beragama islam, seperti yang terdapat dibeberapa negara lain. Sebagai suatu peradilan keluarga, yaitu peradilan yang menangani perkara-perkara dibidang Hukum Keluarga, tentulah jangkauan tugasnya berbeda dengan peradilan umum. Oleh karena itu, segala syarat yang harus dipenuhi oleh para hakim, panitera dan sekretaris harus sesuai dengan tugas-tugas yang diemban peradilan agama.

D. AKAD MURABAHAH 1. Pengertian murabahah

(49)

36

Dari uraian diatas dapat di jelaskan murabahah adalah akad jual beli barang dimana penjual menyebutkan dengan barang beserta harga yang di jual belikan dan menyebutkan pula keuntungan harga barang tersebut.

2. Dasar hukum akad murabahah

Dasar hukum akad murabahah berdasarkan fatwa dsn MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut: a. Al-Quran

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

… Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, … (Q.S. al-Baqarah [2]: 275)

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu… (Q.S. al-Maidah [5]: 1)

(50)

37

sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka (H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

ٌ ْلُظ ِِّنَِغْلا ُلْطَم

...

Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman….(H.R. Jama‟ah).

ُوَ َـبْوُقُعَ ُوَضْرِع لُّلُِ ِدِجاَوْلا لَُّ

.

Menunda-nunda (pembayaran)yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya (H.R.

Nasa‟I, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

ُوَّلَحَ َ ِعْيَـبْلا ِ ِن َبْرُعْلا ِنَع َ َّلَسَ ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلْوُسَر َلِ ُس ُوَنَأ

.

Rasulullah SAW ditanya tentang „urban (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkan. (HR. Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam).

c. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli Murabahah d. Kaidah Ushul Fiqih

َهِمـْيِرْحـَت ىَلَع ٌلْيِلَد َّلُدَي ْنَأ َّلَِّإ ُةَح َبِْلْا ِت َلََم َعُمـْلا ِ ُلْصَْلَْا

.

(51)

38

3. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari‟ah

Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah seperti dijelaskan

dalamfatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebasriba.

b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ahIslam.

c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barangyang

telah disepakati kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama banksendiri,

dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan denganpembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah(pemesan)

dengan harga jual senilai harga beli pluskeuntungannya. Dalam kaitan ini

Bank harus memberitahusecara jujur harga pokok barang kepada nasabah

berikut biayayang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebutpada

jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan

akadtersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khususdengan

nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membelibarang dari

pihak ketiga, akad jual beli murabahah harusdilakukan setelah barang,

(52)

39

4. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah

Ketentuan murabahah kepada nasabah sebagaimana fatwa DSN MUI

NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu bar

b. ang atau aset kepada bank.

c. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih

dahulu aset yang dipesannya secara sah denganpedagang.

d. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dannasabah

harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yangtelah

disepakatinya, karena secara hukum janji tersebutmengikat; kemudian

kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

e. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untukmembayar

uang muka saat menandatangani kesepakatan awalpemesanan.

f. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biayariil bank

harus dibayar dari uang muka tersebut.

g. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harusditanggung oleh

bank, bank dapat meminta kembali sisakerugiannya kepada nasabah.

h. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dariuang

muka, maka

1) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, iatinggal

membayar sisa harga.

2) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik

(53)

40

pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidakmencukupi, nasabah

wajib melunasi kekurangannya.

5. Utang dalam Murabahah

Utang dalam murabahah dalamfatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:

a. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah

tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah

dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali

barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban

untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir,

ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap

harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh

memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu

diperhitungkan.

6. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah

Penundaaan pembayaran dalam murabahah menurut penjelasanfatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah sebagai berikut:

a. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan

menundapenyelesaian utangnya.

b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, ataujika

(54)

41

dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ahsetelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

7. Bangkrut dalam Murabahah

Bangkrut dalam murabahah berdasarkan fatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad murabahah adalah jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikanutangnya, bank harus menunda

tagihan utang sampai ia menjadisanggup kembali, atau berdasarkan

kesepakatan.

E. WANPRESTASI

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur tidak melaksanakan kewajiban yang ditentukan didalam perikatan, khususnya perjanjian (kewajiaban kontraktual). Wanprestasi dalam hukum perjanjian mempunyai makna yaitu debitor tidak melaksanakan kewajiban prestasinya atau tidak memperoleh apa yang dijanjikan oleh pihak lawan.

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

(55)

42 2. Bentuk Wanprestasi

Bentuk-bentuk wanprestasi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi

Dalam hal ini debitor sama sekali tidak memberikan prestasinya. Hal itu bisa disebabkan karena debitor memang tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang kreditor objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. Pada peristiwa yang pertama memang kreditor tidak bisa lagi berprestasi, sekalipun ia mau.

b. Debitur Keliru Berprestasi

Disini debitor memang dalam pemikirannya telah memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya. yang diterima kreditor lain daripada yang diperjanjikan. Kreditor membeli bawang putih, ternyata yang dikirim bawang merah. Dalam hal demikian kita tetap beranggapan bahwa debitor tidak berprestasi. Jadi dalam kelompok ini

(tidak berprestasi) termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

c. Debitur Terlambat Berprestasi

Di sini debitor berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan. Sebagimana sudah disebutkan diatas,

debitor digolongkan ke dalam kelompok “terlambat berprestasi” kalau

(56)

43

berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora (Khairandy, 2013: 280-281).

3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitor

Timbulnya wanprestasi berasal dari kesalahan (schuld) debitor. yakni tidak melaksanakan kewajibannya konraktual yang seharusnya ditunaikan. Kesalahan tersebut adalah dalam arti luas, yakni berupa kesengajaan (opzet) atau kealfaan (onachtzaamheid). Dalam arti sempit kesalahan hanya bermakna kesengajaan.

Kesalahan dalam wanprestasi adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi kreditur. Perbuatan berupa wanprestasi tersebut menimbulkan kerugian terhadap kreditur, dan perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada debitur.

Kerugian tersebut harus dapat dipersalahkan kepada debitor. Jika unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian pada diri kreditor dan dapat dipertanggungjawabkan pada debitor. Kerugian yang diderta kreditor tersebut dapat berupa biaya-biaya (ongkos-ongkos) yang telah dikeluarkan kreditor, kerugian yang menimpa harta benda milik kreditor, atau hilangnya keuntungan yang diharapkan (Khairandy, 2013: 281).

4. Hak Kreditor terhadap Debitor Yang Wanprestasi

(57)

44

kreditur memiliki alternatif untuk melakukan upaya hukum atau hak sebagi berikut:

a. Meminta pelaksanaan perjanjian; atau b. meminta ganti rugi; atau

c. meminta pelaksanaan perjanjian sekaligus meminta ganti rugi; atau d. dalam perjanjian timbal balik, dapat diminta pembatalan perjanjian

sekaligus meminta ganti rugi (Khairandy, 2013: 282). 5. Pembatalan Perjanjian Karena Wanprestasi

Apabila kreditor yang dirugikan akibat tindakan debitor tersebut, maka kreditor harus membuktikan kesalahan debitor (yakni kesalahan tidak berprestasi) kerugian yang diderita, dan hubungan kausal antara kerugian dan wanprestasi. Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata. Pasal 1266 ayat (1) menentukan bahwa syarat batal selalu dicantumkan dalam perjanjian, jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Pembatalan perjanjian harus diminta kepada hakim, tidak mungkin perjanjian sudah batal dengan sendirinya pada waktu debitor nyata-nyata melalaikan kewajibannya, kalau itu mungkin, permintaan pembatalan kepada hakim tidak ada artinya. Disebutkan juga oleh ayat 2 bahwa perjanjian itu tidak batal demi hukum.

(58)

45

Inti itikad baik adalah keadilan. Keadilan adalah tujuan tertinggi hukum. Jadi kalau ada debitor yang keberatan terhadap pembatalan dimaksud dan melakukan gugatan dimaksud, hakim harus menolak pengesampingan tersebut, hakim atau pengadilan lah yang memutuskan pembatalan tersebut dengan mempertimbangkan asas itikad baik (Khairandy, 2013: 282-285). 6. Ganti Rugi

Apabila seorang debitur telah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya, maka jika ia tetap tidak melaksanakan prestainya ia berada dalam keadaan lalai. Terhadap debitur yang demikian, kreditur dapat menjatuhkan sanksinya kepada debitor. Salah satu sanksi tersebut adalah ganti rugi.

(59)

46

F. TA’WIDH (GANTI RUGI)

1. Pengertian

Berdasarkan fatwa dsn MUI NO: 43/DSN-MUI/VIII/2008 Tentang ta‟widh (ganti rugi) Ganti rugi ta‟wid hanya boleh dikenakan atas pihak yangdengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pihak lain. Kerugian riil sebgaimana dimaksut ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dinayarkan. Besar ganti rugi ta‟wid adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al- furshah al-dha-i‟ah).

Ganti rugi ta‟wid hanya dikenakan pada transaksi (akad) yang

menimbulkan utang piutang (dain) seperti salam,istisna‟ serta murabahah

dan ijarah. Dalam akad mudarabah dan musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak di bayarkan.

2. Dasar Hukum

(60)

47 pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Israa [17]: 34)

….

… Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Baqarah [2]: 194).

279. …. Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]: 194).

b. Al-Hadits

ٌ ْلُظ ِِّنَِغْلا ُلْطَم

...

(61)

48

Hurairah dan Ibnu Umar, Nasa‟I dari Abu Hurairah, Abu Dawud dari

Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar, Ahmad dari Darami dari Abu Hurairah).

ُوَ َـبْوُقُعَ ُوَضْرِع لُّلُِ ِدِجاَوْلا لَُّ

.

Menunda-nunda (pembayaran)yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya (H.R.

Nasa‟I dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud, Ibnu Majah dari Syuraid

bin Suwaid dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid).

َراَرِض َلََّ َرَرَض َلَّ

Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh mebahayakan orang lain (HR. Ibnu Majah dari „Ubadah bin Shamit riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas dan Malik dari Yahya)

c. Kaidah Ushul Fiqh

َهِمـْيِرْحـَت ىَلَع ٌلْيِلَد َّلُدَي ْنَأ َّلَِّإ ُةَح َبِْلْا ِت َلََم َعُمـْلا ِ ُلْصَْلَْا

.

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

ُلاَ ُـي ُرَرَّللَا

.

Bahaya (beban berat) harus dihilangkan

3. Ketentuan khusus

a. Ganti rugi yang diterima di transaksi LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.

b. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayaranya harus sesuai dengan kesepakatan para pihak. c. Besar ganti rugi tidak boleh di cantumkan dalam akad.

(62)

49 4. Penyelesaian perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah.

G. SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) 1. Pengertian Sita Jaminan

Sita atau penyitaan (beslag) mengandung pengertian tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada dalam penjagaan secara resmi berdasarkan perintah Pengadilan atau Hakim. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sah atau tidaknya penyitaan tersebut (Harahap,2006:282).

(63)

50

pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disebabkan tergugat tidak mempunyai harta kekayaan lagi (Mertokusumo,2002:83).

2. Dasar hukum Sita Jaminan

Dasar hukum sita jaminan (conservatoir beslag) adalah sebagai berikut:

a. HIR Pasal 227 ayat (1) Jo RBg Pasal 261 ayat(1)

b. SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor. 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) (Muhammad,2000:57). 3. Macam-macam Sita Jaminan

Ada dua macam sita jaminan, yaitu :

a. Sita Jaminan terhadap Barang Miliknya Sendiri

Sita jaminan terhadap miliknya sendiri ini ada dua macam : 1) Sita Revindicatoir

2) Sita Maritaal

b. Sita Jaminan terhadap Barang Milik Debitur Yang dapat disita secara conservatoir ialah: 1) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur. 2) Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur.

3) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur yang ada di tangan orang lain (Mertokusumo,2002).

4. Objek Sita Jaminan

(64)

51

Kebolehan meletakkan sita jaminan atas harta kekayaan tergugat dalam sengketa hak milik atas benda tidak bergerak:

1) hanya terbatas atas obyek barang yang diperkirakan, dan 2) tidak boleh melebihi obyek tersebut.

Pelanggaran atas prinsip itu, dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) dan sekaligus merupakan pelanggaran atas tata tertib beracara, sehingga penyitaan tersebut dikategorikan sebagai undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara.

b. Terhadap obyek dalam sengketa utang atau ganti rugi.

Dalam perkara utang piutang atau ganti rugi dapat diterapkan alternatif sebagai berikut:

1) Meliputi seluruh harta kekayaan tergugat

2) Terbatas pada barang agunan (Harahap,2006:341). 5. Tujuan Sita Jaminan

Sita jaminan pada dasarnya bertujuan untuk melindungi atau menjamin agar putusan Hakim sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikabulkan, dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak hampanya putusan Hakim karena barang yang disengketakan telah tiada, rusak atau dipindah tangankan pada pihak ketiga.

(65)

52 a. Agar gugatan tidak illusoir

b. Obyek eksekusi sudah pasti (Arto,2005). 6. Prosedur Sita Jaminan

a. Permohonan diajukan bersamaan dengan pokok perkara.

Penggugat mengajukan permohonan sita kepada Pengadilan bersama- sama dengan surat gugatan beserta alasan yang cukup kenapa harus dimohonkan penyitaan, maka Ketua Majlis Hakim mempelajari permohonan tersebut apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, dan apakah ada hubungan hukum dengan perkara yang sedang diajukan oleh penggugat kepada Pengadilan. Apabila ketentuan tersebut sudah terpenuhi, maka Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut dapat menempuh salah satu alternatif, yaitu:

1) Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi mengabulkan permohonan sita tersebut tanpa dilaksanakan sidang insidental terlebih dahulu. Perintah ini disertai dengan pnetapan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menghadap sidang sebagaimana yang telah ditentukan.

(66)

53

untuk menghadiri sidang sebagaimana yang telah ditentukan. Dan juga tanpa dilaksanakan sidang insidentil.

3) Majelis Hakim secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi menangguhkan pelaksanaan sita dan sekaligus menetapkan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menghadiri sidang. Terhadap ketentuan ini diperlukan sidang insidentil terlebih dahulu dan harus dibuat putusan sela (Manan, 2003: 103).

b. Permohonan diajukan terpisah dengan pokok perkara. Terdapat dua kemungkinan, yaitu:

1) diajukan tertulis yang terpisah dari surat gugatan, biasanya dalam pemeriksaan persidangan Pengadilan atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

(67)

54

hal ini diadakan sidang insidental untuk menetapkan sita serta dibuat putusan sela (Manan, 2003: 103)

(68)

55 BAB III

PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

A. Sejarah

Islam masuk di nusantara pada abad ke-VII Masehi yang dibawa langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah. Perkembangan dari awal keberadaan sampai saat ini telah mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan masa-masa yang ada pada zaman yang selalu berjalan, yakni masa sebelum penjajahan, kemudian keadaan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dan berlanjut pada masa kemerdekaan,bahkan pada tahun 2009 mengalami kemapanan dalam hal kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Namun demikian tidak mudah untuk melacak keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga sejak masuknya Islam di Purbalingga (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).

1. Masa Sebelum Penjajahan.

Kabupaten Purbalingga berdiri pada tanggal 18 Desember 1831. Setelah kerajaan Pajang runtuh maka Kabupaten Purbalingga berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penulisan ini adalah selain untuk mengetahui kewenangan absolut Pengadilan Agama Purbalingga dalam mengadili sengketa syariah, juga mengkaji pertimbangan

d. Agar putusan harta bersama akibat perceraian yang dikeluarkan oleh pengadilan agama tidak dikategorikan sebagai putusan yang tidak cukup pertimbangan atau

Pandangan Hakim Tentang Putusan Damai Atas Upaya Hukum Verzet Terhadap Putusan Verstek Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jombang ( Studi Perkara

Penelitian mengenai Penyelesaian Gugatan Wanprestasi dalam Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Sleman (Analisis Putusan Perkara No. 1609/Pdt.G/2016/PA.Smn) dengan

Yang kedua: Bagaimana analisis Hukum Acara Peradilan Agama terhadap putusan Pengadilan Agama Bangil nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet

Dasar hukum yang digunakan Hakim dalam memutus sengketa wanprestasi dalam akad murābahah dan ijārah multijasa pada putusan Pengadilan Agama Purwokerto

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Tentang Hak Anak Angkat Terhadap Harta Peninggalan Orang Tua Angkatnya (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama

Skripsi yang berjudul: “Problematika Pelaksanaan Putusan (Analisis Beberapa Putusan Pengadilan Agama)”, ditulis oleh Muhammad Ilham, telah diujikan dalam Sidang Tim