• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. METODE PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan waktu penelitian

Pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi dilakukan dengan sistem zonasi. Saat ini zonasi di kawasan tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor SK, 149/IV-KK/2007 tanggal 23 Juli 2007, terdiri dari 6 (enan) zona, yaitu : (1) zona inti, (2) zona perlindungan bahari, (3) zona pemanfaatan pariwisata, (4) zona pemanfaatan lokal, (5) zona pemanfaatan umum, dan (6) zona khusus atau daratan. Sebelum melakukan penelitian telah dilakukan beberapa kali penjajakan kondisi lapangan. Hasil studi awal diktehui bahwa tidak setiap zona/pulau di Taman Nasional Wakatobi memiliki komunitas mangrove. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka lokasi dalam penelitian ini ditetapkan pada komunitas mangrove di Pulau Kaledupa (zona perlindungan bahari), Pulau Derawa (zona pemanfaatan pariwisata), dan Pulau Hoga (Marine Research Station) milik Operation Wallacea (Gambar 4).

Waktu pelaksanaan penelitian lapangan dilakukan sejak bulan Maret 2009 hingga tanggal 25 Nopember 2009. Rentang waktu ini mewakili musim hujan dan musim kemarau.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) peta kawasan Taman Nasional berdasarkan SK Dirjen PHPA Nomor : Sk.149/IV-KK/2007, (b) bahan untuk pembuatan herbarium, berupa alkohol 90%, label, sasak bambu, koran bekas, kertas karton, kantong plastik besar (40 x 110 cm), kantong plastik berbagai ukuran, dan karung urea, (c) berbagai bahan kimia untuk analisis substrat.

(2)

Ket :

= Pulau Kaledupa, = Pulau Hoga, = Pulau Derawa

Gambar 4 Peta Taman Nasional Wakatobi (atas), sumber : Balai Taman Nasional Wakatobi 2009, dan peta lokasi penelitian (bawah).

1

2

3

1

1

2

3

(3)

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah (a) perangkat komputer dan perangkat lunak Microsoft Office 2003, (b) Alat pengecekan lapangan : GPS Garmin Extrex Vista dan kompas, (c) alat dokumentasi berupa kamera dijital Canon Power Shott A955 Mp dan baterai charger 4 buah, (d) seperangkat alat untuk mengukur tinggi penggenagan berupa 1500 buah botol rol film, kawat pengikat, tiang dari belahan bambu (lebar 5 cm, panjang 2 m), dan seperangkat alat pelubang botol rol film (e) peralatan inventarisasi vegetasi berupa meteran panjang (100 m) 1 buah, meteran sedang (50 m), meteran kain (1,6 m), tali plastik, dan parang (f) alat tulis menulis, (g) peralatan jelajah lapangan.

C. Cara Kerja

Langkah-langkah yang ditempuh dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Pendahuluan

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan tempat pengambilan data akan dilalukan. Hal ini dilakukan melalui penjajakan awal ke lokasi penelitian. Termasuk dalam kegitan ini adalah diskusi dengan pengelola Taman Nasional Wakatobi, pengambilan data sekunder dari pengelola kawasan dan pihak-pihak lain yang terkait, serta diskusi dengan beberapa penduduk di dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi.

2. Penentuan Area Kajian dan Model Cuplikan Vegetasi

Pengamatan sampel vegetasi dilakukan di tiga buah pulau yang berada dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi, yaitu Kaledupa (zona perlindungan bahari), Pulau Derawa (zona pemanfaatan pariwisata), dan Pulau Hoga (Marine Research Station) milik Operation Wallacea. Ketiga pulau ini merupakan kawasan utama yang memiliki mangrove dan memiliki luasan pulau yang berbeda, dan dalam pengelolaan kawasan berada dalam zona yang berbeda, sehingga secara ekologi kawasan mangrove di Taman Nasional Wakatobi dapat terwakili. Sampling vegetasi dilakukan dengan teknik analisis vegetasi menggunakan kombinasi antara metode transek dan plot (Muller-Dombois & Ellenberg 1974; Cintron et al. 1980; Cintron & Novelli 1984).

(4)

Pada masing-masing lokasi penelitian (Pulau Kaledupa, Pulau Derawa dan Pulau Hoga) dibuat 3 buah transek garis secara purposive tegak lurus garis pantai memotong komunitas mangrove, mulai dari formasi mangrove terdepan (arah laut), ke arah belakang sampai formasi paling belakang (berbatasan dengan tumbuhan darat). Penempatan transek dengan memperhatikan kondisi komunitas mangrove pada masing-masing pulau.

Pada setiap garis rintis dibuat plot-plot pengamatan berukuran 10 x 10 m Plot-plot pengamatan diletakkan secara kontinyu pada sisi kiri dan sisi kanan sepanjang garis rintis. Jumlah plot-plot pengamatan pada setiap transek tidak sama, tergantung ketebalan komunitas mangrove pada masing-masing pulau (Gambar 5)

Gambar 5 Model transek dan plot-plot pengamatan vegetasi mangrove dan faktor abiotik pada masing-masing pulau sampel pengamatan.

Keterangan : T : Tree/pohon dbh > 20 cm, P : Pole/tiang dbh 10 – 19 cm, Sp : Sapling/sapihan, tinggi > 1,5m dan dbh < 10 cm,

(5)

3. Tehnik Pengambilan Data a. Data Vegetasi

Data vegetasi diperoleh melalui pengamatan lapangan yang dilakukan setiap plot. Data yang diamati adalah vegetasi mangrove untuk semua strata pertumbuhan yaitu pohon, tiang, sapihan, dan semai. Dalam penelitian ini yang dimaksud pohon adalah semua vegetasi mangrove dengan diameter batang setinggi dada (dbh) > 20 cm, tiang dbh 10 – 19 cm, sapihan tinggi 1,5 > m dan dbh < 10 cm, serta semai tinggi batang < 1,5 m.

Ketentuan untuk pengukuran diameter batang dan perhitungan kerapatan individu tumbuhan dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut: (1) pengukuran dilakukan setinggi 130 cm di atas permukaan tanah; (2) untuk vegetasi yang memiliki banir/tunjang dengan ketinggian lebih dari 130 cm di atas pengukuran tanah, pengukuran dilakukan 20 cm di atas banir; (3) vegetasi yang bercabang, apabila letak percabangan lebih tinggi dari 130 cm di atas permukaan tanah, maka pengukuran diameter dilakukan setinggi 130 cm (vegetasi dianggap satu), sedangkan apabila tinggi percabangan di bawah 130 cm dari permukaan tanah, pengukuran dilakukan terhadap semua cabang (vegetasi dianggap sebanyak cabang); (4) apabila setengah atau lebih bagian tajuk masuk ke dalam plot, maka pengukuran dilakukan, namun apabila sebaliknya pengukuran tidak dilakukan; (5) khusus vegetasi semai tidak dilakukan pengukuran diameter, hanya dihitung jumlah individunya. Model pengukuran dbh disajikan pada Gambar 6.

Semua vegetasi mangrove yang terdapat dalam plot didata, meliputi nama spesies, jumlah individu tiap spesies, dan diameter batang setinggi dada (dbh). Tumbuhan strata semai, didata nama spesies dan jumlah individu masing-masing spesies. Vegetasi mangrove yang telah dikenali nama spesiesnya didata di lapangan. Untuk vegetasi mangrove yang belum dikenali nama spesiesnya, maka dibuat contoh spesimen dengan cara sebagai berikut: (1) Mengambil dokumentasi vegetasi dengan kamera; (2) Mengambil contoh spesimen yang terdiri atas ranting lengkap dengan daunya, apabila ada bunga dan buah atau propagul juga diambil; (3) Contoh spesimen kemudian digunting/dirapikan sehingga panjang

(6)

herbarium ± 40 cm; (4) Contoh spesimen selanjutnya dimasukkan ke dalam kertas koran bekas, selanjutnya dibuat etiket berisi nama/kode spesies, tempat ditemukan, dan nama lokal jika ada; (5) beberapa herbarium disusun di atas sasak dan kemudian disemprot dengan alkohol 90%; (6) Spesimen selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari dan disemprot kembali dengan alkohol; (7) Contoh spesimen yang sudah kering diidentifikasi dengan mengacu kepada Kusmana et al. ((1997); Noor et al. (2006); Onrizal et al. (2005); Percipal & Womersly 1975.

a b

Gambar 6 Penentuan posisi pengukuran lingkar batang vegetasi mangrove setinggi dada (dbh) : a. Vegetasi tanpa percabangan dan tanpa akar tunjang atau banir b. Vegetasi dengan berbagai variasi percabangan dan akar tunjang atau banir.

b. Data Flora dan Penyebaran Flora Mangrove

Pengamatan tentang flora mangrove dilakukan dengan teknik jelajah. Di Pulau Kaledupa penjelajahan dilakukan pada komunitas mangrove di Desa Tanomehe, Langge, Balasuna, Ambeuwa, Sombano, dan Desa Horua. Di Pulau Derawa dan Hoga, penjelajahan dilakukan pada seluruh kawasan yang memiliki mangrove. Setiap spesies berbeda yang ditemukan sepanjang jalur penjelajahan

(7)

didata. vegetasi mangrove yang belum dikenali nama spesiesnya, maka dibuat contoh spesimen, untuk ditelusuri lebih lanjut.

Data titik-titik koordinat kawasan mangrove diperoleh dengan berkeliling menyelusuri pulau yang memiliki mangrove dengan menggunakan perahu motor. Penyelusuran dilakukan pada saat air pasang, sehinga perahu bisa mendekati formasi magrove paling depan (arah laut). Setipa jarak ± 200 m diambil titik Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT), dengan GPS Garmin Extrex Vista

c. Data Sifat Kimia dan Tekstur Substrat Vegetasi Mangrove

Data lingkungan abiotik yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kandungan unsur kimia–fisik substrat mangrove dan data tinggi penggenangan komunitas mangrove pada saat pasang.

Pengambilan contoh substrat (tanah) mangrove dilakukan melalui cara sebagai berikut : dari plot-plot pengamatan vegetasi diambil sampel tanah (substrat) menggunakan bor tanah (corer) pada kedalaman 0-50 cm. Menurut Kevin et al (2005) kedalam zona aktif penyerapan akar mangrove 0 – 0,35 m. Pada setiap plot diambil substrat pada 5 titik, yaitu pada setiap sudut plot dan pada bagian tengah, selanjutnya dicampur (composite sample). Contoh substrat diambil ± 1 kg dan selanjutnya dibawa ke laboratorium FMIPA Unhalu untuk analisis.

Data kualitatif berupa ada atau tidaknya kejadian gangguan pada plot pengamatan diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, seperti bekas tebangan dan gangguan lain.

d. Data Penggenangan Vegetasi Mangrove di Pulau Kaledupa

Pengamatan penggenangan pada plot-plot vegetasi mangrove, hanya dilakukan pada transek II di Pulau Kaledupa. Hasil studi pendahuluan diketahui bahwa area ini memiliki komunitas mangrove yang belum terganggu dan paling tebal, serta ditemukan zonasi mangrove yang paling banyak.

Tinggi penggenangan pada saat air pasang, diukur dengan alat yang dikembangkan sendiri, berupa rangkaian botol rol film pada tongkat bambu, yang

(8)

ditempatkan pada setiap plot pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 30 hari (kalender hijriah). Langkah kerja merangkai alat tersebut adalah sebagai berkut (Gambar 7).

(1) Botol rol film diberi dua lubang (sisi kiri dan kanan) di bawah tutup rol film, dengan besi atau kawat yang telah dipanaskan di atas nyala api. Lubang-lubang tersebut selain berfungsi untuk memudahkan pengikatan pada tiang atau tongkat bambu, juga berfungsi sebagai jalan masuknya air pasang. (2) Botol - botol rol film yang telah diberi lubang disusun dengan cara

diikatkan pada tiang bambu (5 cm x 2 m). Jumlah botol pada masing-masing tiang disesuaikan dengan perkiraan lebih tinggi dengan tinggi penggenangan air pasang pada masing-masing plot.

(3) Rangkaian botol rol film pada tiang bambu ditempatkan pada setiap plot pengamatan vegetasi. Pemasangan dilakukan sedemikian rupa dengan membenamkan botol terbawah sampai lubang botol terbawah sejajar dengan permukaan tanah/substrat.

(4) Mencatat setiap hari tinggi penggenangan dengan cara mengukur lubang tertinggi botol yang terisi air pasang. Waktu pencatatan disesuaikan pada saat air surut. Setelah dicatat semua air dalam botol dikeluarkan sampai bersih dan dipasang kembali di tempat semula.

(9)

a b

c d

Gambar 7 Peralatan untuk mengukur tinggi penggenangan dalam komunitas mangrove : a) Memberi lubang pada botol- botol rol film, b) Merangkai botol- botol rol film pada tiang bambu, c) Memasang rangkaian botol- botol rol film pada plot-plot pengamatan vegetasi, d) Mencatat tinggi pengenangan

e. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yang meliputi; letak geografi dan kondisi topografi dari Balai Taman Nasional Wakatobi dan Bapeda Kabupaten Wakatobi. Data iklim Sulawesi Tenggara dan

(10)

data curah hujan dari Stasiun Meteorologi Maritim Kendari. Kualitas perairan dari Balai Taman Nasional Wakatobi, Kependudukan dari BPS Kabupaten Wakatobi. Data potensi sumberdaya dan permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya laut serta aksesibiltas kawasan dari Balai Taman Nasional Wakatobi dan Bapeda Kabupaten Wakatobi.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara terpisah dari setiap pulau yang dijadikan lokasi penelitian, sesuai dengan para meter yang diamati.

a. Kelimpahan Spesies Mangrove

Analisis vegetasi untuk parameter ; Kerapatan Relatif (KR), Dominasi Relatif (DR), Frekuensi Relatif (FR), dan Nilai Penting (NP) dari masing-masing lokasi penelitian, mengacu pada Cox (1979), sebagai berikut:

Kerapatan (K) sampel area Luas jenis suatu individu Jumlah  Kerapatan Relatif (Kr) 100% jenis seluruh kerapatan Total jenis suatu Kerapatan   Dominansi (D) aampel area Luas jenis suatu area basal Jumlah  14 , 3 2 d Area Basal 2       

 (Muller-Dombois & Ellenberg (1974)

Dominansi Relatif (Dr) 100% jenis seluruh dominansi Total jenis suatu Dominansi   Frekuensi (F) plot seluruh Jumlah jenis suatu ya ditemukann plot Jumlah  Frekuensi Relatif (Fr) 100% jenis seluruh Frekuensi jenis suatu Frekuensi   Nilai penting ( NP) = Kr + Dr + Fr

(11)

b. Indeks Keanekaragaman Spesies Mangrove

Berbagai parameter keanekargaman spesies dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut :

(1) Indeks Keanekaragaman Spesies Shannon-Wienner

Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan rumus Shannon-Wienner. Rumus yang digunakan adalah sebagai berkut :

H’ = - ∑ pi ln pi ( Michael 1984)

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman spesies; pi = n/N dengan n = indeks nilai penting suatu spesies, dan N = total nilai penting seluruh spesies.

(2) Indeks Kekayaan Spesies Mangrove

Indeks kekayaan spesies dihitung dengan Margalef Indeks. Rumus yang digunakan adalah sebagai berkut :

) ( 1 n Lon S R 

Keterangan : S = jumlah spesies , dan n = jumlah seluruh individu

(3) Indeks Kemerataan Spesies Mangrove

Indeks kekayaan spesies dihitung dengan Pielou Indeks. Rumus yang digunakan adalah sebagai berkut :

) ( H' S Lon E

Keterangan : E = Kemerataan spesies, H' = indeks keanekaragaman spesies dan S = jumlah spesies.

c. Penentuan Zonasi Vegetasi Mangrove

Penentuan zonasi mangrove ditentukan dengan menggunakan nilai kerapatan relatif masing-masing spesies dari setiap plot pengamatan. Nilai kerapatan relatif ini kemudian diplotkan pada bidang 2 dimensi. Pada bidang ini sumbu x merupakan jarak dari formasi mangrove terdepan (arah laut) hingga

(12)

formasi paling belakang (arah darat) dan sumbu y adalah nilai kerapatan relatif masing-masing spesies.

d. Penentuan Permudaan Alami Vegetasi Mangrove

Penentuan permudaan alami mangrove menggunakan nilai kerapatan total semai (seedling) dan sapihan (saplings) vegetasi mangrove setiap plot pengamatan, selanjutnya dikonversi ke luasan hektar. Tingkat permudaan alami mangrove mengacu pada SK Direktur Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/DJ/I/1978 tanggal 8 Mei 1978 tentang pengelolaan hutan mangrove/sylvikultur hutan payau. e. Sebaran Kelas Diameter Batang Vegetasi Mangrove

Struktur tegakan horizontal dari strata vegetasi mangrove diketahui dengan mengkaji sebaran diameter setiap vegetasi pada setiap plot pengamatan. Jumlah total individu seluruh spesies vegetasi atau masing-masing spesies yang terdapat dalam kisaran kelas diameter, kemudian diplotkan pada bidang 2 dimensi. Pada bidang ini sumbu x merupakan sebaran kelas diameter dan sumbu y adalah jumlah individu seluruh spesies vegetasi atau masing-masing spesies. Gambar/grafik diklasifikasikan menurut Daniel at al (1979); Barbour et al (1987), ke dalam bentuk tegakan seumur, tidak seumur, dan tegakan campuran.

f. Analisis Data Tanah atau Substrat

Data tentang tanah diketahui melalui analisis laboratorium. Analisis tanah dilakukan di laboratorium FMIPA Universitas Haluoleo Kendari. Data tanah tersebut adalah pH dengan metode analisis Elektrometri/pH-Meter, salinitas dengan Hand-Refraktometer, N (total) dengan metode K-jedahl, P dengan Spektrofotometer (Bray I), K (tersedia) dengan metode Gravimetri, BOT (Bahan Organik Tanah) dengan Spektrofotometer dan tekstur tanah dengan Saringan Bertingkat.

g. Penentuan Penyebaran Flora Mangrove

Penyebaran komunitas mangrove ditentukan dengan membuat gambar peta penyebaran komunitas mangrove dengan menggunakan data koordinat yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan dan Citra Landsat ETN 7 2008

(13)

h. Keadaan Sifat Kimia dan Tekstur Substrat Vegetasi Mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi

Statistik ANOVA digunakan untuk melihat perbedaan tinggi penggenagan pada komunitas mangrove di pulau Kaledupa dan perbedaan faktor sifat kimia dan tekstur substrat di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga. Uji-Duncan untuk melihat tinggi penggenagan untuk melihat tinggi penggenagan yang berbeda nyata di Pulau Kaledupa dan sifat kimia serta tekstur substrat yang memiliki respon berbeda nyata di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga (p = 0,05).

Gambar

Gambar 5 Model transek dan  plot-plot  pengamatan vegetasi mangrove dan faktor  abiotik pada masing-masing pulau sampel pengamatan
Gambar  6  Penentuan  posisi  pengukuran  lingkar  batang  vegetasi  mangrove  setinggi dada (dbh) : a
Gambar  7  Peralatan  untuk  mengukur  tinggi  penggenangan  dalam  komunitas  mangrove  :  a)  Memberi    lubang    pada    botol-  botol  rol  film,  b)  Merangkai  botol-  botol  rol  film  pada  tiang  bambu,  c)  Memasang  rangkaian  botol-  botol  ro

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelajaran ke-7 ini, kita akan berlatih bagaimana menindak-lanjuti perkenalan yang lalu, bagaimana menjawab atau menanggapi pernyataan positif dan negatif, dan kita juga

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan dan kadar zat pengawet natrium benzoat pada produk saus tomat yang diperdagangkan di pasar tradisional (pasar

Data diperoleh dari catatan medik pasien ibu hamil yang mengalami perdarahan antepartum dan mendapat perawatan serta melakukan persalinan di RSUP Dr. Data yang dikumpulkan

Penelitian ini bertujuan agar media atau aplikasi yang dibuat bisa digunakan orang normal dalam berkomunikasi dengan penderita tunarungu. Orang normal bisa berbicara dan

Menurut Buku Tata Cara Penyelenggaraan Umum Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman (2012:5-6), Tempat Pengolahan Sampah (TPS)

Pajak penghasilan bagi Wajib Pajak dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sesuai dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17

The dual-Reciprocity Laplace Transform Boundary Element Method (DRL TBEM) will be used to solve time-dependent thermally and homogeneous body heat conduction

JADWAL MATA KULIAH SEMESTER GANJIL PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT1. TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SEMESTER I