• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan

Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahan dan organisasi yang berhubungan langsung dengan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui supplier atau pelanggannya dari point of origin hingga point of consumption (Tunggal 2009).

5.1.1 Anggota primer (primary members)

Anggota primer adalah semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Anggota primer dalam rantai pasokan daging rajungan ini adalah nelayan, bakul, pemilik miniplant, dan perusahaan.

1. Nelayan

Nelayan adalah anggota rantai pasokan yang paling awal dalam rantai pasokan daging rajungan ini. Nelayan berperan besar dalam pengadaan rajungan karena komoditas ini merupakan komoditas yang belum optimal pembudidayaannya dan sangat tergantung pada kondisi alam. Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap rajungan adalah jaring insang (gill net) atau perangkap (bubu). Setiap harinya, nelayan melaut dan menjual hasil tangkapannya kepada bakul di darmaga.

2. Bakul

Bakul adalah orang yang membeli hasil laut yang didapatkan oleh nelayan kemudian menjualnya kepada pemilik miniplant. Setiap harinya bakul menunggu nelayan yang selesai melaut di darmaga, setelah itu bakul membeli semua jenis hasil laut yang ditangkap nelayan, kemudian memisahkannya sesuai jenis ikan. Rajungan yang berhasil dikumpulkan oleh bakul kemudian dijual ke pemilik miniplant.

3. Pemilik miniplant

Pemilik miniplant adalah orang yang memasok daging rajungan kepada PT Windika Utama. Pemilik miniplant biasanya mendapatkan rajungan dari nelayan langsung ataupun dari bakul. Beberapa pemilik miniplant biasanya juga

(2)

merupakan pengumpul yang membeli semua hasil tangkapan nelayan, perbedaannya dengan bakul adalah pemilik miniplant mengolah rajungan yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dijual ke perusahaan.

4. Perusahaan

Perusahaan adalah anggota rantai terakhir dalam rantai pasokan daging rajungan pada penelitian ini. Perusahaan mendapatkan daging rajungan dari pemilik miniplant. Daging rajungan yang diterima oleh perusahaan adalah daging yang telah dikupas dan dipisahkan berdasarkan jenisnya. Perusahaan menerapkan aturan-aturan kepada pemilik miniplant dalam proses pengolahan rajungan mentah hingga menjadi daging rajungan, untuk mempermudah pengawasan perusahaan menempatkan manajer area yang bertugas membina pemilik miniplant, memastikan jalannya transportasi, memantau dan menegosiasikan harga dengan pemilik miniplant.

5.1.2 Anggota sekunder (secondary member)

Anggota sekunder adalah perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Semua anggota yang secara tidak langsung berpartisipasi atau memberi nilai tambah proses dari perubahan masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir (Tunggal 2009).

Pada rantai pasokan daging rajungan ini, anggota sekunder yang berhasil diidentifikasi adalah pengusaha es batu untuk perusahaan (PT Prawita Jaya Baru), penyedia tenaga kerja pengupas daging rajungan, produsen alat tangkap rajungan, dan penyedia sarana transportasi.

5.1.3 Aktifitas anggota primer rantai pasokan

Anggota primer rantai pasokan daging rajungan memiliki aktifitas yang berbeda-beda. Aktifitas anggota primer rantai pasokan dapat dilihat pada Tabel 3. Aktifitas yang dilakukan oleh nelayan adalah penjualan dan pengangkutan. Nelayan melakukan aktifitas menangkap rajungan dari laut. Nelayan umumnya menangkap rajungan dengan menggunakan jaring insang atau bubu, penggunaan alat tangkap ini tergantung dari spesifikasi nelayan, jaring insang digunakan oleh nelayan yang memfokuskan tangkapan pada ikan dan beroperasi di tengah laut, sedangkan bubu digunakan oleh nelayan yang memfokuskan tangkapannya pada rajungan,kepiting dan hewan-hewan demersal lainnya, nelayan yang

(3)

menggunakan bubu beroperasi di daerah pinggir laut. Rajungan hasil tangkapan kemudian dijual kepada bakul yang sudah menunggu di darmaga.

Tabel 3. Aktifitas anggota primer rantai pasokan daging rajungan

Aktifitas

anggota primer rantai pasokan

Nelayan Bakul Pemilik Miniplant Perusahaan Penukaran Penjualan Pembelian - Fisik Pengangkutan /- Penyimpanan - - Pengemasan - - Failitas Sortasi - Grading - - Pengolahan - - Informasi Pasar - Keterangan : ( ) dilakukan ( - ) tidak dilakukan

( /-) dilakukan oleh sebagian anggota

Aktifitas yang dilakukan oleh bakul adalah penjualan, pembelian, pengangkutan, sortasi dan informasi pasar. Bakul melakukan aktifitas pembelian hasil tangkapan dari nelayan dan mengelompokkan hasil tangkapan nelayan tersebut berdasarkan jenisnya seperti rajungan, udang, ikan kecil dan ikan besar. Harga jual rajungan dari nelayan ke bakul berkisar antara Rp 22.000 – Rp 25.000. Setelah dikelompokkan sesuai jenisnya, bakul akan menjual hasil tangkapan rajungan kepada pemilik miniplant dengan harga berkisar antara Rp 23.000 – Rp 26.000 per kilogram rajungan.

Umumnya setiap bakul telah memiliki nelayan yang secara kontinu menjual hasil tangkapannya. Bakul memberikan sarana dan bantuan kepada para nelayan sehingga nelayan hanya menjual hasil tangkapan kepada bakul tersebut. Dengan kondisi seperti itu, bakul dapat mengatur hasil tangkapan apa yang boleh dicari nelayan dalam satu pekan mendatang yang disesuaikan dengan informasi pasar yang diperoleh bakul. Informasi pasar digunakan bakul untuk menentukan harga beli kepada nelayan. Informasi pasar diperoleh bakul dari pemilik miniplant atau dari pelanggan yang membeli hasil laut dari bakul. Aktifitas pembelian yang dilakukan oleh salah satu bakul dapat dilihat pada Gambar 11.

(4)

Gambar 11. Aktifitas pembelian rajungan dari nelayan oleh bakul

Aktifitas yang dilakukan oleh pemilik miniplant adalah penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, sortasi, grading, pengolahan dan informasi pasar. Pemilik miniplant membeli rajungan dari bakul dan mengolahnya untuk dijual kepada perusahaan. Pengolahan yang dilakukan oleh pemilik miniplant adalah pengukusan rajungan dan pengupasan daging dari cangkang. Daging yang telah dikupas lalu dipisahkan sesuai jenis dagingnya. Setelah semua daging dipisahkan sesuai jenisnya lalu daging dimasukkan ke dalam toples dan blong plastik untuk dibawa ke perusahaan. Aktifitas pengangkutan daging rajungan dilakukan dari miniplant ke tempat pemberhentian truk perusahaan, namun beberapa miniplant seperti miniplant yang terletak di Tuban tidak melakukan aktifitas pengangkutan karena truk perusahaan menjemput daging rajungan langsung ke miniplant.

Informasi pasar dilakukan pemilik minplant untuk mengetahui perkembangan harga beli daging rajungan dari perusahaan lainnya. Apabila harga beli dan fasilitas yang ditawarkan perusahaan lain lebih menguntungkan, maka pemilik miniplant dapat memindahkan pasokan dagingnya ke perusahaan tersebut. Aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan adalah penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, sortasi, grading, pengolahan dan informasi pasar. Perusahaan memiliki aktifitas pembelian daging rajungan dari pemilik miniplant. Daging yang dibeli dari pemilik miniplant diberi harga sesuai kualitas dan jenisnya. Daging Colosal Jumbo memiliki nilai beli paling tinggi yaitu sekitar Rp 220.000 – Rp 240.000,-/kg sedangkan daging clawmeat memiliki nilai beli paling rendah yaitu sekitar Rp 35.000 – Rp 46.000/kg.

(5)

Aktifitas pengangkutan yang dilakukan oleh perusahaan berupa penjemputan daging pada miniplant yang terletak di sepanjang jalur Semarang-Surabaya. Setelah daging rajungan sampai di perusahaan maka dilakukan grading dan sortasi untuk memisahkan daging dengan kualitas yang baik dengan yang buruk. Selanjutnya dilakukan proses pengemasan daging rajungan ke dalam kaleng dan dilakukan aktifitas pengolahan yaitu proses pasteurisasi untuk memperpanjang daya simpan produk rajungan kaleng. Aktifitas penyimpanan yang dilakukan perusahaan adalah penyimpanan bahan baku yaitu daging rajungan dan juga penyimpanan bahan jadi yaitu produk rajungan kaleng yang siap kirim. Aktifitas Informasi pasar yang dilakukan adalah mengenai harga beli daging rajungan dari miniplant dan juga informasi pasar harga jual produk rajungan kaleng di pasaran dunia.

5.2 Konfigurasi Jaringan Logistik 5.2.1 Pola aliran rantai pasokan

Pola aliran pasokan rajungan dalam studi kasus PT Windika Utama, Semarang Jawa Tengah secara umum dapat dilihat pada Gambar 12. Pola aliran dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Pola I : Nelayan – Bakul – Pemilik Miniplant – Perusahaan 2. Pola II: Nelayan – Pemilik Miniplant – Perusahaan

Gambar 12. Pola aliran pasokan rajungan

Pemasokan rajungan dalam studi kasus PT Windika Utama,Semarang Jawa Tengah dimulai dari nelayan yang menangkap rajungan di laut utara jawa. Setiap harinya nelayan menjual rajungan hasil tangkapanya kepada bakul yang

Pola I :

Pola II :

Nelayan Bakul Pemilik

Miniplant

Perusahaan

Nelayan Pemilik

Miniplant

(6)

ada di dermaga. Bakul akan menjual rajungan tersebut kepada pemilik miniplant di daerah tersebut. Namun, karena hampir sebagian besar bakul adalah juga merupakan pemilik miniplant, maka terbentuklah pola aliran II. Pemilik miniplant kemudian mengolah dan mengemas daging rajungan untuk dijual ke perusahaan. Miniplant PT Windika Utama terletak di kota Banyuwangi, Tuban, Semarang, Surabaya, Rembang, Madura dan Sumbawa. Pada tiap daerah, perusahaan menempatkan seorang manajer area sebagai perwakilan perusahaan di daerah tersebut.

5.2.2 Model Transportasi

Transportasi pada rantai pasokan daging rajungan studi kasus PT Windika Utama, Semarang Jawa Tengah adalah transportasi pengiriman daging rajungan yang berasal dari miniplant di beberapa daerah seperti Banyuwangi, Tuban, Semarang, Surabaya, Rembang, Madura dan Sumbawa menuju ke perusahaan yang terletak di Semarang.

Pengiriman daging rajungan dari miniplant di daerah Semarang dilakukan oleh pemilik miniplant itu sendiri dan biaya transportasi dimasukkan ke dalam harga beli dari perusahaan. Pengiriman daging rajungan dari miniplant yang terletak di daerah Banyuwangi, Surabaya, Madura dan Sumbawa dilakukan dengan menggunakan mobil pick up oleh pemilik miniplant. Namun, pengirimannya tidak sampai di perusahaan yang terletak di Semarang, melainkan hanya sampai di kota Sidoarjo. Setelah tiba di kota Sidoarjo, daging rajungan di pindahkan dari mobil pick up ke dalam truk perusahaan yang telah menunggu di daerah Lingkar Timur Sidoarjo.

Pengiriman daging rajungan dari miniplant yang terletak di daerah Rembang dilakukan dengan mobil pick up oleh pemilik miniplant menuju ke tempat pemberhentian truk perusahaan di daerah Batangan. Sedangkan untuk miniplant yang terletak di daerah Tuban, truk perusahaan akan menjemput daging rajungan langsung ke tempat miniplant tersebut sehingga pemilik miniplant tidak mengeluarkan biaya transportasi.

Perusahaan memiliki 2 armada truk yang digunakan untuk melakukan penjemputan daging rajungan. Armada pertama digunakan untuk menjemput daging dari miniplant yang terletak di daerah Rembang dan Tuban. Sedangkan

(7)

armada kedua menjemput daging rajungan di kota Sidoarjo. Kota Sidoarjo dijadikan tempat berkumpul daging rajungan dari miniplant yang terletak di daerah Banyuwangi, Madura, Sumbawa, dan Surabaya sehingga truk armada perusahaan hanya perlu menunggu di Lingkar Timur Sidoarjo.

Apabila rajungan sedang tidak musim dan daging rajungan produksi miniplant sedikit, armada yang digunakan untuk penjemputan hanya 1 buah. Truk ini akan menjemput daging rajungan dari Semarang – Rembang – Tuban – Sidoarjo dan kembali ke Semarang. Pada saat penulis melakukan penelitian adalah waktu dimana rajungan sedang tidak musim sehingga armada yang digunakan untuk penjemputan hanya 1 buah.

Rutinitas penjemputan daging rajungan pada PT Windika Utama adalah sebagai berikut, pukul 13.00 WIB truk perusahaan berangkat menuju Rembang untuk mengantarkan toples plastik dan blong yang telah digunakan pada penjemputan hari sebelumnya. Truk tiba di Rembang pada pukul 18.00 WIB dan berhenti di tempat yang digunakan untuk tempat pemberhentian sekaligus pusat penjemputan daging dari miniplant daerah Rembang.

Pukul 18.30 WIB truk kembali berangkat menuju Tuban untuk menjemput daging rajungan. Berbeda dengan yang ada di daerah Rembang, pada daerah Tuban penjemputan dilakukan di miniplant tanpa ada tempat pusat penjemputan. Truk tiba di daerah Tuban sekitar pukul 21.00 WIB dan menyusuri jalan untuk menjemput daging di miniplant.

Setelah menjemput daging di daerah Tuban, truk kembali melanjutkan perjalanan ke Sidoarjo. Truk tiba di Lingkar Timur Sidoarjo pada pukul 01.00 WIB. Disana telah menanti mobil-mobil pick up milik miniplant daerah Surabaya, Sumbawa, Banyuwangi, dan Madura. Semua daging dipindahkan dari mobil pick up ke dalam truk dan pada pukul 02.00 WIB truk kembali melaju ke Rembang untuk menjemput daging dari miniplant Rembang. Truk sampai di Rembang sekitar pukul 06.00 WIB dan melanjutkan perjalanan hingga tiba kembali di perusahaan pada pukul 11.00 WIB. Peta rute pengiriman daging rajungan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Rajungan merupakan hasil laut dengan kontinuitas yang masih tergantung musim sehingga menyebabkan beberapa pemilik miniplant tidak dapat melakukan

(8)

proses produksi setiap hari. Hal ini mempengaruhi proses penjemputan daging yang membutuhkan aliran informasi cepat terkait miniplant mana yang berproduksi pada hari penjemputan tersebut, untuk mengatasi permasalahan ini peran manajer area sangat krusial dalam menghubungkan informasi dari para pemilik miniplant di areanya dengan perusahaan.

5.3 Pengawasan Mutu

5.3.1 Pengawasan mutu di tingkat nelayan

Nelayan menangkap rajungan pada malam hari dengan menggunakan perangkap (bubu) atau jaring insang (gillnet). Menurut Susanto B et al (2004), rajungan banyak ditemukan pada daerah yang sama dengan kepiting bakau. Rajungan biasanya merupakan hasil samping dari tambak tradisisonal pasang surut di Asia. Penangkapan rajungan berlangsung sepanjang tahun, pada musim angin barat yang biasanya berlangsung selama bulan November–Maret merupakan musim dimana rajungan banyak tertangkap. Rajungan banyak tertangkap jika ombak tinggi karena rajungan yang biasanya bersembunyi di dasar perairan akan terangkat ke atas dengan adanya ombak dan terperangkap dalam jaring ataupun perangkap yang ditebar oleh nelayan. Rajungan yang tertangkap pada musim angin barat cenderung memiliki ukuran yang lebih besar daripada rajungan yang tertangkap pada musim angin timur.

Ketika melaut, nelayan cenderung kurang memperhatikan penanganan hasil tangkapan. Nelayan melaut tanpa membawa es sebagai bahan penanganan rajungan, hal ini dikarenakan daerah penangkapan rajungan yang masih berada di perairan dangkal membuat waktu melaut yang relatif singkat. Rajungan yang tertangkap tidak diberi perlakuan dan penanganan yang baik, seperti kurang berhati-hati pada saat melepaskan rajungan dari jaring sehingga ada beberapa rajungan hasil tangkapan yang cacat seperti putusnya kaki jalan ataupun capit. 5.3.2 Pengawasan mutu rajungan di tingkat bakul

Sesampainya di dermaga, nelayan menjual hasil tangkapan kepada bakul. Seluruh rajungan ditimbang untuk mengetahui bobotnya tanpa adanya pembedaan grade mutu, rajungan yang masih memiliki kelengkapan anggota tubuh dengan rajungan yang sudah tidak memiliki kelengkapan anggota tubuh disatukan dalam wadah untuk dibawa ke miniplant. Bakul tidak menyediakan es sebagai bahan

(9)

penanganan dan tidak diberi perlindungan dari terik matahari sehingga mempercepat kemunduran mutu rajungan.

5.3.3 Pengawasan mutu rajungan di tingkat miniplant

Pengendalian persediaan yang dapat dilakukan pada rantai pasokan rajungan ini adalah rajungan dalam bentuk daging yang telah direbus. Hal ini dikarenakan rajungan merupakan komoditas perairan yang bersifat mudah rusak (highly perishable) sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Rajungan yang telah ditangkap dari habitat hidupnya harus segera diolah dengan proses pengukusan, hal ini dilakukan karena tubuh rajungan sebagian besar terdiri dari air sehingga jika tidak langsung diolah dapat berakibat pada berkurangnya rendemen daging rajungan yang didapatkan dalam proses pengolahan. Proses pengolahan rajungan yang pertama kali dilakukan di miniplant. Miniplant mengolah rajungan mentah menjadi daging rajungan yang telah terpisah dari cangkang dan dipisahkan berdasarkan jenis dagingnya. Berdasarkan hasil penelitian Susanto (2007), miniplant disarankan mengolah rajungan dengan ukuran < 10 ekor/kg agar hasil daging yang diperoleh lebih maksimal, namun pada prakteknya miniplant mengolah rajungan dengan berbagai ukuran baik besar maupun kecil dikarenakan permintaan akan daging rajungan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan ketersediaan rajungan di alam.

Rajungan yang sampai di miniplant dimasukkan ke dalam dandang besar dan disiram dengan air bersih berkali-kali untuk menghilangkan kotoran dan pasir dari tubuh rajungan. Rajungan yang telah dicuci bersih kemudian di kukus dengan tungku besar selama 30 menit hingga matang. setelah matang, rajungan dibiarkan dingin selama 60–90 menit untuk memudahkan ketika proses pengupasan. Rajungan yang siap dikupas dapat diketahui dengan mengupas kaki jalannya terlebih dahulu, jika mudah terkelupas maka keseluruhan tubuh rajungan sudah dapat di kupas.

Proses pengupasan dilakukan oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman karena pada proses pengupasan terdapat resiko hilangnya daging akibat proses pengupasan yang kurang hati-hati. Pada proses pengupasan, rajungan dibagi-bagi berdasarkan jenis dagingnya. Jenis daging pada proses pengupasan rajungan adalah Jumbo Colosal, Jumbo, Jumbo US, Flower, Spesial, Backfin, Clawmeat

(10)

dan CC. Daging yang telah dikupas kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya dan dimasukkan ke dalam toples plastik, ditimbang beratnya kemudian diberi label berisi keterangan asal miniplant, pemilik miniplant, jenis daging dan tanggal produksi. Toples-toples tersebut kemudian dimasukkan ke dalam blong plastik berisi es curai untuk dikirim ke perusahaan. Daging rajungan yang telah dikupas dan disusun dalam toples dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Daging rajungan setelah proses pengupasan

Blong plastik berisi daging rajungan yang siap kirim akan dibawa ke tempat penjemputan dan ditransportasikan dengan truk menuju perusahaan. Selama perjalanan, daging rajungan harus tetap dalam kondisi dingin, suhu maksimum daging untuk diterima perusahaan adalah 5 0C oleh karena itu di dalam blong plastik harus selalu tersedia es curai untuk menjaga suhu daging rajungan tetap rendah.

Rajungan yang belum terkupas akan disimpan untuk pengupasan hari selanjutnya. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan box berisi es curai. Pada dasar box diisi dengan es curai setebal 10 cm kemudian es dilapisi dengan plastik agar lelehan air tidak berkontak langsung dengan daging rajungan. Antara lapisan rajungan diberi es curai setebal 7 cm. Dengan metode penyimpanan seperti ini, rajungan yang belum terpisah daging dengan cangkangnya dapat bertahan selama maksimal 3 hari.

Mutu menurut Crosby (1979) diacu dalam Nasution (2004) adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau ditandarkan. Oleh karena itu, daging yang dikirimkan oleh miniplant selalu disesuaikan dengan standar dari perusahaan. Standar penerimaan daging rajungan dari miniplant yang diberlakukan oleh PT Windika Utama dapat dilihat pada Tabel 4.

(11)

Jika terjadi kemunduran mutu daging sehingga tidak dapat diterima oleh perusahaan, maka daging tersebut dihargai dengan harga reject atau akan dikembalikan kepada pemilik miniplant. Pengawasan mutu yang dilakukan perusahaan terhadap miniplant adalah dengan penempatan manajer area di daerah-daerah dimana terdapat miniplant. Seorang manajer area bertugas memantau kinerja miniplant, menegosiasikan harga dengan pemilik miniplant, membina miniplant agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya, serta memastikan alur transportasi penjemputan daging rajungan di daerahnya.

Tabel 4. Standar penerimaan daging PT Windika Utama

Size Ukuran Karakteristik Spesifikasi

Jumbo Imperial ≥ 10 gram Warna Bau Rasa Tekstur

Putih cerah (terbaik) Putih kekuningan (krem) Spesifik rajungan

Manis dan Netral Padat, kenyal dan kompak Jumbo A 4,5 – 9,9 gram Jumbo B 3,5 – 4,4 gram Jumbo US < 3,4 gram Backfin > 1 gram Special < 0,25 gran Superlump > 0,35 gram

Clawmeat < 1 gram Warna Bau Rasa Tekstur

Kemerahan, kuning cerah Spesifik rajungan

Manis dan netral

Padat, kompak dan utuh

Sumber : PT Windika Utama

Peranan manajer area sangat penting dalam menjaga kontinuitas aliran bahan baku daging rajungan dari miniplant ke perusahaan. Jumlah perusahaan pengolah rajungan yang semakin bertambah dan tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku di alam menyebabkan persaingan dalam mendapatkan rajungan cukup ketat. Oleh karena itu, manajer area memiliki peran yang penting dalam menjaga miniplant di daerahnya agar tetap mengirimkan daging rajungan ke PT. Windika Utama.

5.3.4 Pengawasan mutu daging rajungan di perusahaan

Sesampainya di PT Windika Utama, daging rajungan diterima oleh bagian recieving dan ditimbang untuk menentukan bobot daging dari tiap miniplant. Setelah melalui bagian recieving, daging disortir untuk memisahkan serpihan cangkang yang masih mungkin terdapat pada daging. Proses sortasi dilanjutkan dengan mixing yaitu proses pencampuran daging dari beberapa miniplant agar

(12)

produk akhir memiliki nilai organoleptik yang seragam. Daging hasil proses mixing kemudian disusun dalam kaleng (filling) dan ditimbang bobotnya hingga mencapai 454 gram (16 oz). Setelah bobot daging sesuai, lalu dilakukan proses seaming yaitu penutupan kaleng dengan double seamed seaming machine semi otomatis. Setelah itu dilakukan proses pasteurisasi dan dilanjutkan dengan proses chilling. Produk akhir yang telah melalui proses chiling kemudian dikemas dalam karton dan disimpan dalam cold storage untuk kemudian di ekspor.

Menurut Kristiono (2005) diacu dalam Rejeki (2007), permintaan akan rajungan baik dari dalam maupun luar negeri terus meningkat dan belum dapat tercukupi mengingat ketersediaannya yang tergantung pada hasil tangkapan. Pada tahun 2005, permintaan pasar Amerika untuk daging Rajungan mencapai 75.000 ton. Sebagai perusahaan dengan pangsa pasar ekspor, pengawasan mutu harus selalu menjadi prioritas dalam melaksanakan proses produksi. Oleh karena itu, pada tiap tahapan proses produksi selalu dilakukan pengujian mutu produk sesuai persyaratan mutu yang berlaku. Pengujian mutu yang dilakukan oleh PT Windika Utama adalah uji organoleptik, uji Escherichia coli, Salmonela, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera dan uji CAP. Persyaratan mutu daging rajungan dalam kaleng dengan proses pasteurisasi berdasarkan SNI 01-6929.1-2002 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persyaratan mutu daging rajungan dalam kaleng

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Nilai (1-9) Minimal 7 b. Cemaran mikroba: - ALT aerob - Escherichia coli - Listeria monocytogenes*) - Salmonella*) - Staphylococcus aureus - Vibrio cholerae*) koloni/gram APM/gram per 25 gram per 25 gram koloni/gram per 25 gram Maksimal 1 x 104 Maksimal < 3 Negatif Negatif Maksimal 1 x 103 Negatif c. Kimia : - Kadar air - Cemaran raksa (Hg) (%) mg/kg 76-79 Maksimal 0,5 d. Fisik : - Filth - Bobot bersih - Suhu pusat potong gram 0 C 0 Sesuai label Maksimal 5 *) Bila diperlukan Sumber : BSN (2002)

(13)

Daging rajungan yang diterima perusahaan langsung diproses hingga menjadi produk rajungan kaleng pasteurisasi dalam waktu satu hari produksi. Bila bahan baku berlebih dan daging rajungan tidak sempat diproses maka daging akan disimpan di dalam cold storage untuk diproses keesokan harinya. SOP pengolahan daging rajungan di PT Windika Utama menerapkan sistem FIFO (First In First Out) sehingga daging rajungan yang tidak sempat diproses pada hari sebelumnya akan langsung diproses pagi hari setelahnya saat perusahaan memulai proses pengolahan.

5.4 Integrasi Rantai Pasokan

Strategi rantai pasokan tradisional sering dikategorikan sebagai strategi push atau pull. Dalam rantai pasokan push-based, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang. Biasanya pengusaha pabrik membuat peramalan permintaan dengan dasar data pemesanan yang diterima dari gudang ritel. Karenanya rantai pasokan push-based memerlukan waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar. Dalam rantai pasokan pull-based, produksi dan distribusi ditentukan oleh permintaan sehingga rantai pasokan ini lebih dikendalikan oleh permintaan konsumen nyata daripada peramalan permintaan. Dalam sistem pull murni, perusahaan tidak menyimpan inventori sedikitpun dan hanya merespon pesanan spesifik. Sistem ini dimungkinkan dengan adanya mekanisme aliran informasi yang cepat untuk mentransfer informasi tentang permintaan konsumen ke seluruh partisipan rantai pasokan (Simchi-Levi et al., 2003).

Dalam studi kasus PT Windika Utama, kemitraan antara pemilik miniplant dengan perusahaan menggunakan strategi rantai pasokan yang bersifat pull-based dimana produksi dan distribusi ditentukan oleh permintaan pasokan dari perusahaan kepada pemilik miniplant tanpa adanya peramalan permintaan. Rajungan merupakan komoditas yang mudah busuk sehingga perusahaan dan pemilik miniplant tidak memiliki persediaan dalam waktu lama. Daging rajungan yang masuk ke perusahaan harus habis diproses dalam waktu maksimal 2 hari.

Sistem pembayaran yang dilakukan antara perusahaan dan pemilik miniplant adalah pembayaran 50% uang muka pada hari daging dikirim dan sisa pembayaraannya dikirimkan keesokan hari setelah daging rajungan selesai

(14)

diproses. Sistem pembayaran seperti ini memudahkan para pemilik miniplant untuk terus berproduksi dan merupakan kekuatan PT Windika Utama dalam mempertahankan supplier mereka. Sistem pembayaran yang dilakukan perusahaan memungkinkan adanya loyalitas pemilik miniplant kepada perusahaan walaupun margin yang didapatkan oleh pemilik miniplant tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena hampir semua perusahaan rajungan selain PT Windika Utama menerapkan sistem pembayaran 2-3 bulan setelah daging rajungan dikirim oleh pemilik miniplant, sedangkan pemilik miniplant harus terus berproduksi setiap harinya.

5.5 Margin Pemasaran

Saluran pemasaran rajungan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui pola saluran yang terjadi. Setelah saluran pemasaran diketahui lalu dilakukan analisis margin pemasaran. Pada penelitian ini saluran pemasaran dimulai dari harga jual dari nelayan sebagai petani penangkap dan dibatasi hingga di tingkat biaya yang dikeluarkan oleh pemilik miniplant. Saluran yang terbentuk pada studi kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Nelayan Semarang – Bakul Semarang – Miniplant Semarang – Perusahaan 2. Nelayan Semarang – Miniplant Semarang – Perusahaan

3. Nelayan Tuban – Bakul Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan 4. Nelayan Tuban – Miniplant Tuban – Perusahaan

5. Nelayan Jepara – Bakul Jepara - Miniplant Rembang – Perusahaan 6. Nelayan Surabaya – Bakul Surabaya – Miniplant Surabaya – Perusahaan 7. Nelayan Surabaya – Miniplant Surabaya - Perusahaan

8. Nelayan Banyuwangi – Miniplant Banyuwangi – Perusahaan 9. Nelayan Madura – Miniplant Madura – Perusahaan

10.Nelayan Sumbawa – Miniplant Sumbawa – Perusahaan

Pada saluran pemasaran di atas diketahui bahwa dalam mendapatkan rajungan, pemilik miniplant di daerah Semarang dan Tuban dapat melalui bakul sebagai perantara ataupun melalui nelayan secara langsung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, pemilik miniplant Semarang dan Tuban lebih cenderung mengandalkan nelayan daripada bakul dalam mendapatkan rajungan.

(15)

Hal ini dikarenakan miniplant Semarang dan Tuban terletak sangat dekat dengan dermaga tempat nelayan menurunkan hasil tangkapan lautnya.

Sedangkan untuk daerah Rembang dan Surabaya, pemilik miniplant mendapatkan rajungan dari bakul. Miniplant Rembang pada saat penelitian dilaksanakan mendapatkan pasokan rajungan dari daerah Jepara. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian dilaksanakan adalah waktu dimana rajungan sedang tidak musim. Namun, ketersediaan rajungan di daerah Jepara tetap tinggi walaupun kualitasnya tidak terlalu baik dan rajungan yang tertangkap memiliki bobot yang kecil. Miniplant Banyuwangi, Madura dan Sumbawa biasanya mendapatkan rajungan langsung dari tangan nelayan tanpa adanya bakul perantara. Gambaran saluran pemasaran secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 6.

Biaya fungsional merupakan biaya yang diperlukan oleh anggota rantai pasokan untuk melakukan aktifitas. Bakul melakukan aktifitas pengangkutan sehingga biaya fungsional pada tingkat bakul adalah biaya transportasi per kilogram rajungan. Sedangkan pemilik miniplant selain melakukan aktifitas pengangkutan juga melakukan proses pengolahan sehingga biaya fungsional di tingkat pemilik miniplant adalah biaya pengolahan untuk menghasilkan 1 kilogram rajungan dan biaya transportasi per kilogram rajungan. Biaya pengolahan dalam menghasilkan 1 kilogram rajungan merupakan akumulasi dari biaya minyak tanah, air, listrik dan upah pengupas daging rajungan. Hasil perhitungan biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran pada saluran pemasaran 1 sampai 5 dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil perhitungan biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran pada saluran pemasaran 6 sampai 10 dapat dilihat pada Tabel 7. Rincian perhitungan biaya fungsional dapat dilihat pada Lampiran 7 sedangkan rincian hasil perhitungan margin pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 8.

Menurut Sudiyono (2002), efisiensi pemasaran dapat didekati dengan efisiensi operasional yang dapat diukur dengan membandingkan output terhadap input pemasaran. Dengan kata lain, saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran yang memiliki biaya fungsional paling rendah. Dengan demikian, saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran 4 dengan biaya fungsional sebesar

(16)

Rp 2.250,- sedangkan saluran pemasaran yang paling tidak efisien adalah saluran pemasaran 10 dengan biaya fungsional sebesar Rp 4.600,-. Saluran 4 mengeluarkan biaya fungsional yang paling rendah dapat dikarenakan pada miniplant Tuban pemilik miniplant tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena penjemputan daging dilakukan oleh perusahaan langsung ke miniplant, dengan tidak adanya biaya transportasi maka biaya fungsional secara keseluruhan menjadi kecil.

Tabel 6. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 1-5

Saluran ke- 1 2 3 4 5

Harga beli awal 25000 25000 25000 25000 25000 Harga jual akhir 30675 30675 30687,50 30687,50 28091,25 Jumlah biaya

fungsional 4188 3188 3250 2250 4195

Jumlah

keuntungan 1488 2488 2438 3438 -1104

Total margin 5675 5675 5687,50 5687,50 3091,25

Tabel 7. Biaya fungsional, keuntungan dan margin pemasaran saluran 6-10

Saluran ke- 6 7 8 9 10

Harga beli awal 22000 22000 26000 29000 15000 Harga jual akhir 31237,50 31237,50 28872 32237,50 21920 Jumlah biaya

fungsional 4000 4000 4560 4000 4600

Jumlah

keuntungan 5238 5238 -1688 -763 2320

Total margin 9237,50 9237,50 2872 3237,50 6920

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 6 dan Tabel 7, terlihat saluran 5, 8, dan 9 memiliki keuntungan yang bersifat negatif, hal ini mungkin terjadi karena tingginya harga beli rajungan dari nelayan dan rendahnya rendemen daging yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian Nurholik (2005) pada umumnya rendemen daging rajungan sebesar 21,43 – 26,27%. Sedangkan berdasarkan wawancara yang penulis lakukan, rendemen daging rajungan normalnya adalah berkisar antara 25-30%. Tinggi rendahnya rendemen daging ditentukan dari keahlian tenaga pengupas dalam mengupas cangkang dan proses pemasakan yang benar, dan tinggi rendahnya rendemen daging rajungan mempengaruhi dalam total harga jual yang diberikan oleh perusahaan.

(17)

5.6 Efisiensi Rantai Pasokan Rajungan 5.6.1 Identifikasi persoalan

1. Identifikasi variabel keputusan

Analisis efisiensi rantai pasokan dalam penelitian ini dibatasi pasokan daging rajungan dari miniplant hingga sampai ke perusahaan. Miniplant Semarang langsung mengirimkan daging rajungan ke perusahaan, untuk miniplant Rembang dan Tuban terdapat pool pengumpulan daging yang terletak di daerah Rembang. Sedangkan untuk miniplant Surabaya, Banyuwangi, Madura dan Sumbawa pool pengumpulan daging rajungan terdapat di daerah Lingkar Timur Sidoarjo. Skema jalur pasokan daging rajungan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Skema jalur pasokan daging rajungan 1 2 7 6 5 3 4 8 9 10 Keterangan:

1) Semarang 5) Banyuwangi 9) Pool Sidoarjo

2) Rembang 6) Madura 10) Perusahaan

3) Tuban 7) Sumbawa

(18)

Berdasarkan skema jalur pasokan daging rajungan pada Gambar 14 di atas, maka dapat ditentukan variabel keputusan yang akan dicari dengan program linier. Variabel keputusan yaitu jumlah daging rajungan dari tiap miniplant yang ditransportasikan baik langsung ke perusahaan ataupun melalui pool pengumpulan daging kemudian menuju perusahaan sehingga dapat diketahui berapa jumlah pasokan daging rajungan setiap harinya dari masing-masing miniplant. Variabel keputusan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Variabel keputusan

Simbol Variabel Keputusan

X1,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Semarang ke perusahaan

X2,8 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Rembang ke Pool Rembang

X3,8 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Tuban ke Pool Rembang

X4,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Surabaya ke Pool Sidoarjo

X5,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Banyuwangi ke Pool Sidoarjo

X6,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Madura ke Pool Sidoarjo

X7,9 Jumlah pasokan daging rajungan dari miniplant Sumbawa ke Pool Sidoarjo

X8,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari Pool Rembang ke perusahaan X9,10 Jumlah pasokan daging rajungan dari Pool Sidoarjo ke perusahaan

2. Identifikasi kendala-kendala

Kendala-kendala dalam model yaitu jumlah kapasitas produksi dari tiap miniplant per hari, kapasitas truk angkutan yang mentransportasikan daging rajungan dari pool pengumpulan daging ke perusahaan, dan kapasitas minimal penerimaan daging rajungan dari perusahaan. Formulasi dari kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kendala kapasitas minimal produksi daging rajungan di perusahaan X1,10 + X8,10 + X9,10 = A

b. Kendala kapasitas truk angkutan pool Rembang X2,8 + X3,8 ≤ B

c. Kendala kapasitas truk angkutan pool Surabaya X4,9 + X5,9 + X6,9 + X7,9 ≤ C

(19)

d. Kendala kapasitas produksi miniplant Semarang perhari X1,10 ≤ D

e. Kendala kapasitas produksi miniplant Rembang perhari X2,8 ≤ E

f. Kendala kapasitas produksi miniplant Tuban perhari X3,8 ≤ F

g. Kendala kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari X4,9 ≤ G

h. Kendala kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari X5,9 ≤ H

i. Kendala kapasitas produksi miniplant Madura perhari X6,9 ≤ I

j. Kendala kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari X7,9 ≤ J

Keterangan :

A : Kapasitas minimal produksi daging rajungan di perusahaan B : Jumlah kapasitas truk angkutan pool Rembang

C : Jumlah kapasitas truk angkutan pool Surabaya

D : Jumlah kapasitas produksi miniplant Semarang perhari E : Jumlah kapasitas produksi miniplant Rembang perhari F : Jumlah kapasitas produksi miniplant Tuban perhari G : Jumlah kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari H : Jumlah kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari I : Jumlah kapasitas produksi miniplant Madura perhari J : Jumlah kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari

3. Perumusan Fungsi Tujuan

Tujuan pembuatan model adalah untuk mencari alokasi optimal yang meminimumkan biaya transportasi daging rajungan. Biaya transportasi didapatkan dengan menjumlahkan perkalian biaya transportasi per kilogram daging dengan jumlah daging yang ditransportasikan. Namun, untuk biaya transportasi dari pool Rembang dan pool Sidoarjo, perhitungannya tidak tergantung pada jumlah daging

(20)

yang ditransportasikan melainkan biaya per trip. Model diformulasikan sebagai berikut :

Meminimumkan biaya total (Z)

= C1,10 X1,10 + C2,8 X2,8 + C3,8 X3,8 + C4,9 X4,9 + C5,9 X5,9 + C6,9 X6,9 + C7,9 X7,9 + C8,10 + C9,10

Keterangan : Z : Total biaya

Ci,j : Biaya transportasi per kilogram daging rajungan dari asal i ke tujuan j

5.6.2 Penyusunan Model 1. Persamaan kendala

a. Kendala kapasitas minimal daging rajungan dari perusahaan X1,10 + X8,10 + X9,10 = 500

b. Kendala kapasitas truk angkutan pool Rembang X2,8 + X3,8 ≤ 500

c. Kendala kapasitas truk angkutan pool Surabaya X4,9 + X5,9 + X6,9 + X7,9 ≤ 500

d. Kendala kapasitas produksi miniplant Semarang perhari X1,10 ≤ 100

e. Kendala kapasitas produksi miniplant Rembang perhari X2,8 ≤ 90

f. Kendala kapasitas produksi miniplant Tuban perhari X3,8 ≤ 50

g. Kendala kapasitas produksi miniplant Surabaya perhari X4,9 ≤ 25

h. Kendala kapasitas produksi miniplant Banyuwangi perhari X5,9 ≤ 120

i. Kendala kapasitas produksi miniplant Madura perhari X6,9 ≤ 150

j. Kendala kapasitas produksi miniplant Sumbawa perhari X7,9 ≤ 80

(21)

2. Fungsi tujuan

Tujuan model yaitu meminimalkan biaya transportasi dengan pengaturan pasokan daging rajungan dari miniplant ke perusahaan. Biaya transportasi pada tiap sumber ke tiap tujuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya transportasi pada tiap sumber ke tiap tujuan (Cij) Sumber (i) Tujuan (j) Biaya (Cij)

(Rp/Kg) (Rp) Miniplant Semarang (1) Perusahaan (10) 250

Miniplant Rembang (2) Pool Rembang (8) 200 Miniplant Tuban (3) Pool Rembang (8) 0 Miniplant Surabaya (4) Pool Sidoarjo (9) 1.000 Miniplant Banyuwangi (5) Pool Sidoarjo (9) 3.000 Miniplant Madura (6) Pool Sidoarjo (9) 2.000 Miniplant Sumbawa (7) Pool Sidoarjo (9) 8.000

Pool Rembang (8) Perusahaan (10) 532.600

Pool Sidoarjo (9) Perusahaan (10) 711.900

Dengan demikian, model tujuan setelah dilengkapi dengan konstanta biaya transportasi adalah sebagai berikut :

Z = 250 X1,10 + 200 X2,8 + 0 X3,8 + 1.000 X4,9 + 2.000 X5,9 + 3.000 X6,9 + 8.000 X7,9 + 532.600 + 711.900

5.6.3 Analisis Model

Penyelesaian perhitungan model tujuan dilakukan dengan menggunakan porgoram Solver. Tampilan perhitungan dengan program Solver dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kapasitas minimal produksi perusahaan dapat dipenuhi jika pasokan daging rajungan per hari diperoleh dari miniplant Semarang 100 kg, miniplant Rembang 90 kg, miniplant Tuban 50 kg, miniplant Surabaya 25 kg, miniplant Banyuwangi 85 kg dan miniplant Madura 150 kg. Dengan jumlah pasokan daging dari miniplant, maka jumlah daging dari pool Rembang berjumlah 140 kg sedangkan jumlah daging dari pool Sidoarjo berjumlah 260 kg. Dengan alokasi pasokan seperti di atas maka perusahaan dapat memenuhi minimal produksi dengan biaya transportasi yang dikeluarkan adalah senilai Rp 1.867.500,-. Hasil perhitungan jumlah pasokan dan biaya transportasi dapat dilihat pada Tabel 10.

(22)

Berdasarkan hasil perhitungan Solver, untuk memenuhi produksi minimal perusahaan perhari, miniplant Sumbawa tidak perlu mengirimkan pasokan daging karena biaya transportasi yang tinggi. Namun, mengingat rajungan merupakan komoditas musiman maka miniplant Sumbawa dapat mengirimkan daging rajungan untuk menutupi kekurangan pasokan apabila rajungan yang dikirimkan oleh miniplant daerah lain belum mencukupi pasokan minimal perusahaan perhari.

Tabel 10. Hasil perhitungan biaya transportasi daging rajungan Sumber (i) Tujuan (j) Biaya

(Cij) (Rp/Kg) Jumlah Pasokan (Xij) (kg) Biaya Transportasi (CijXij) (Rp) Miniplant Semarang (1) Perusahaan (10) 250 100 25.000 Miniplant Rembang (2) Pool Rembang (8) 200 90 18.000

Miniplant Tuban (3) Pool Rembang (8) 0 50 0

Miniplant Surabaya (4) Pool Sidoarjo (9) 1.000 25 25.000 Miniplant Banyuwangi (5) Pool Sidoarjo (9) 3.000 85 255.000 Miniplant Madura (6) Pool Sidoarjo (9) 2.000 150 300.000 Miniplant Sumbawa (7) Pool Sidoarjo (9) 8.000 0 0 Pool Rembang (8) Perusahaan (10) 532.600 532.600 Pool Sidoarjo (9) Perusahaan (10) 711.900 711.900

Gambar

Gambar 11. Aktifitas pembelian rajungan dari nelayan oleh bakul
Gambar 12. Pola aliran pasokan rajungan
Gambar 14. Skema jalur pasokan daging rajungan 1 2 7 6 5 3 4 8 9 10 Keterangan:
Tabel 10. Hasil perhitungan biaya transportasi daging rajungan  Sumber ( i )  Tujuan ( j )  Biaya

Referensi

Dokumen terkait

PEMANFAATAN/KONVERSI DATA RKA-K/L EXISTING (2015) KE FORMAT RKA-K/L BERDASARKAN ARSITEKTUR BARU: Dalam hal penanggung jawab program ingin memanfaatkan data RKA-K/L

Penelitian ini menunjukkan bahwa financial target x1, financial stability x2, ineffective monitoring x3, pergantian auditor x4, pergantian direksi x5, dan jumlah foto CEO x6

REHBERLİK VE ÖZEL EĞİTİM DERSİ İLE İLGİLİ ORTAK SORU.. Sınıfta sürekli olarak üzgün ve huzursuz görünen bir öğrenciye yardım etmek için öğretmenin

Jadi, secara keseluruhan multimedia dapat didefinisikan sebagai suatu komposisi yang terdiri dari kombinasi antara teks, gambar (graphic), suara (sound), animasi (animation), serta

Unsur budaya juga diaplikasikan dalam rumah tinggal ini  sesuai dengan konsep arsitektur vernakular yang menekankan pada seluruh aspek lokalitasnya dan memiliki pemaknaan

[r]

Keberadaan perempuan dalam media periklanan telah menjadi terget kekuasaan dari pemilik modal, sehingga apa yang dikatakan oleh pengiklan mereka rela melakukannya