• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenny Fitria, 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenny Fitria, 2014"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional (Kemendiknas, 2011).

Pemerintah menyusun kurikulum 2013 yang bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kemendikbud, 2013). Untuk mendukung upaya pemerintah dan mewujudkan tujuan kurikulum 2013, maka proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Kompetensi Inti (KI) yang ada dalam kurikulum 2013 selain menuntut pengetahuan juga menuntut kepemilikan nilai-nilai sosial oleh peserta didik. Dalam pendidikan, aspek afektif tidak diabaikan tetapi berjalan beriringan dengan pengetahuan dan keterampilan. Namun yang terjadi, pendidikan kini seakan kehilangan rohnya, karena faktanya sekarang ini yang terjadi bukan proses

(2)

pendidikan melainkan proses penyampaian materi. Tolok ukur keberhasilan peserta didik adalah pencapaian skor prestasi akademik. Keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari nilai kognitif yang memuaskan, padahal mendidik bukan hanya menyampaikan materi, tetapi nilai-nilai kehidupan yang jika dibiasakan, diharapkan akan menjadi karakter baik bagi peserta didik (Ghufron, 2011).

Kekurangan inilah yang menjadikan sumber daya manusia (SDM) Indonesia krisis moral. Menurut Lickona, kenyataan yang kini terjadi dan harus diwaspadai di antaranya rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok serta membudayanya kebohongan/ketidakjujuran. Menyadari adanya krisis moral di Indonesia, bahkan dari orang berpendidikan tinggi, kini pemerintah gencar mensosialisasikan pendidikan karakter bahkan sudah mencanangkan implementasinya untuk semua tingkat pendidikan (Gunawan, 2012). Walaupun mengimplementasikan pendidikan karakter, pencapaian akademis tidak diabaikan. Pendidikan karakter tidak hanya diimplementasikan dalam pelajaran agama atau pendidikan kewarganegaraan saja, tetapi terintegrasi di semua mata pelajaran, termasuk kimia. Kimia tidak hanya mengajarkan mengenai materi dan perubahannya, kimia juga merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat berkontribusi dalam pembentukan karakter peserta didik.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah: Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis (Muslich, 2011). Menurut Kesuma et al. (2011) pengalamannya sebagai asesor sertifikasi guru Sekolah Dasar (SD), faktanya menunjukkan bahwa kecenderungan kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas-kelas tidak menunjukkan pendidikan nilai/pendidikan karakter tetapi lebih menunjukkan sebagai pengajaran dengan indikasi desain pembelajaran yang dibuat cenderung berpusat pada guru, kegiatan belajar mengajar tidak kontekstual dengan kehidupan peserta didik, metode pembelajaran yang banyak digunakan cenderung ceramah tunggal (pembelajaran pasif).

(3)

Hasil penelitian Sardjiyo (2011) mengungkapkan bahwa guru di Sekolah Laboratorium Percontohan UPI jenjang TK-SMA berupaya mengintegrasikan pendidikan nilai sebagai dukungan akademik pendidikan karakter walaupun belum secara tersurat dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa upaya pelaksanaan pendidikan nilai/karakter belum tersurat dan dibutuhkan perencanaan yang matang. Fakta di lapangan menunjukkan penanaman karakter belum tersurat secara tegas dalam perencanaan pembelajaran. Perencanaan tersebut dituangkan dalam bentuk desain pembelajaran yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu tujuan/kompetensi, materi, strategi, dan evaluasi (Munthe, 2009), yang terorganisir dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Kurikulum 2013 menuntut pencapaian kompetensi yang bermuatan nilai sosial seperti tercantum dalam KI-2, dan sikap ilmiah dengan penggunaan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013. Nilai sosial dapat diperoleh peserta didik ketika melakukan pembelajaran secara kooperatif, karena pembelajaran individu tidak membuat peserta didik berinteraksi layaknya pembelajaran kooperatif. Kerja ilmiah dilakukan peserta didik melalui pembelajaran inkuiri. Untuk memenuhi tuntutan kurikulum dalam aspek nilai sosial dan kerja ilmiah, diperlukan model pembelajaran yang inovatif. Penggabungan pembelajaran kooperatif dan inkuiri sebagai model pembelajaran dapat membantu peserta didik mencapai kompetensi nilai sosial dan kerja ilmiah.

Berdasarkan pendapat sejumlah ahli, model pembelajaran kooperatif dianggap paling umum dan paling efektif bagi implementasi pendidikan karakter. Pada implementasi model pembelajaran ini sejumlah nilai dapat ditanamkan, nilai-nilai itu antara lain adalah kerja sama, terbuka, menghargai pendapat orang lain, kritis, kreatif, dan lain-lain, sehingga bagi negara yang terdiri dari berbagai ras dan suku bangsa seperti Indonesia, banyak keuntungan yang diperoleh dari penerapan pembelajaran kooperatif (Samani dan Hariyanto, 2012). Proses belajar kooperatif mengajarkan nilai moral dan akademik sekaligus (Lickona, 2012).

Pembelajaran inkuiri pun dapat menanamkan nilai-nilai, seperti jujur, kreatif, kritis, dan komunikatif. Hasil penelitian Wahyuningsih (2011)

(4)

menunjukkan bahwa keaktifan belajar dan ketuntasan hasil belajar peserta didik pada materi cahaya meningkat dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif inkuiri. Seperti Wahyuningsih, hasil penelitian Nababan (2013) menunjukkan hasil yang sama pada submateri kerusakan lingkungan hidup.

Dalam penelitian ini pembuatan desain pembelajaran bermuatan nilai dengan model pembelajaran kooperatif inkuiri difokuskan pada topik hukum-hukum dasar kimia, khususnya subtopik hukum-hukum kekekalan massa, hukum-hukum perbandingan tetap, dan hukum perbandingan berganda. Hukum-hukum dasar kimia merupakan pengetahuan dasar ilmu kimia dan sebagai prasyarat untuk mempelajari konsep kimia selanjutnya seperti stoikiometri. Selain itu, hukum-hukum tersebut ditemukan para ahli melalui penelitian secara ilmiah dan menjadi pijakan bagi perkembangan ilmu kimia (Sunarya dan Setiabudi, 2009). Hal ini berarti hukum-hukum dasar kimia ditemukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan dibuktikan melalui serangkaian eksperimen, sehingga diharapkan setelah mempelajari hukum-hukum dasar kimia ini dapat mendorong peserta didik meniru pemikiran ahli untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu kimia.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merancang penelitian berjudul “Desain Pembelajaran Kimia Bermuatan Nilai

pada Topik Hukum-hukum Dasar Kimia.” B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah: “Bagaimana Desain Pembelajaran Kimia Bermuatan Nilai pada Topik Hukum-hukum Dasar Kimia?”

Pertanyaan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik desain pembelajaran kimia bermuatan nilai pada topik hukum-hukum dasar kimia?

2. Nilai-nilai apakah yang dapat ditanamkan dari topik hukum-hukum dasar kimia?

(5)

C. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi ruang lingkup masalah yang diteliti pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Desain pembelajaran kimia bermuatan nilai yang disusun dibatasi pada subtopik hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan berganda.

2. Desain pembelajaran yang disusun terdiri dari beberapa komponen, yaitu tujuan/kompetensi, materi, strategi, dan evaluasi.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini yaitu untuk membuat desain pembelajaran kimia bermuatan nilai pada topik hukum-hukum dasar kimia. Dari tujuan umum tersebut, tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui karakteristik desain pembelajaran kimia bermuatan nilai pada topik hukum-hukum dasar kimia.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai yang dapat ditanamkan dari topik hukum-hukum dasar kimia.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada beberapa pihak di antaranya:

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru menyediakan desain pembelajaran kimia bermuatan nilai pada subtopik hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan berganda.

2. Bagi peserta didik diharapkan penelitian ini dapat menanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik.

3. Bagi peneliti lain diharapkan mampu memberi inspirasi untuk melakukan penelitian-penelitian yang lebih baik demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY DALAM MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI LITERASI SAINTIFIK SISWA SMA PADA MATERI ALAT OPTIK. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hasil Tes Keterampilan Lompat Jongkok Kelas Kontrol.. Hasil Uji Normalitas

[r]

[r]

 If the enzyme glyceraldehyde 3-phosphate dehydrogenase that has play role in the converting reaction is inhibited, the and the production of 4 molecule of ATP and 2 molecule of

Proses pembuatan jamu yang dilakukan oleh ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen dapat dikatakan sebagian besar prosedur pembuatannya telah sesuai dengan Cara Pembuatan

X = MsgBox("Apakah Anda yakin ingin keluar??",