• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangannya misalnya kondisi di penjara (Steinberg, 2009). Kondisi dan fasilitas di penjara yang terbatas tidak mendukung perkembangan anak, misalnya aturan yang mengikat di penjara membuat anak tidak bisa beraktivitas sesuai keinginan mereka, akibatnya anak menjadi rentan stres. Berdasarkan wawancara dengan staff pembinaan di LAPAS Anak Kelas III Bandung diketahui bahwa anak yang berkonflik dengan hukum di LAPAS tersebut berada pada kisaran usia 10-21 tahun. Dalam ranah psikologi, individu pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan anak hingga remaja. Usia anak berkisar antara 6-12 tahun, sedangkan remaja berkisar 13-21 tahun (Papalia et.al, 2009).

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dimuat Center For Detention Studies tahun 2013, jumlah narapidana anak sekitar 3497 orang. Terdiri dari narapidana anak laki-laki 3428 orang, sedangkan narapidana anak wanita 69 orang. Sama halnya seperti narapidana, jumlah tahanan anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak wanita yaitu 2168 orang, sedangkan anak wanita sebanyak 68 orang (Awi, 2013). Tingginya angka kriminalitas yang membuat laki-laki menjadi narapidana dikarenakan mereka lebih berani mengambil risiko dalam berbagai tindakan yang berbahaya, seperti minum minuman keras (Courtney, 1998).

Berdasarkan UU nomor 12 tahun 2012 anak yang berkonflik dengan hukum dikategorikan sebagai Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk mendapatkan pembinaan (Abidin, 2012).

(2)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

Salah satu lembaga pemasyarakatan bagi anak di Jawa Barat adalah LAPAS Anak Kelas III Bandung. LAPAS ini menjadi pusat lembaga pemasyarakatan anak di Jawa Barat. Data terbaru dari LAPAS anak Jawa Barat bahwa terdapat 75 Andikpas, terdiri dari 69 orang narapidana dan 6 orang tahanan. Usia Andikpas yang ada berada pada kisaran 14-21 tahun (Data LAPAS Anak Kelas III Bandung pada September 2014).

Pada tanggal 11 September 2014, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa andikpas yaitu H (17 tahun) dan A (16 tahun), satu orang staff pembinaan T (25 tahun), dan satu orang staff magang A (21 tahun) di LAPAS Anak kelas III Bandung. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, diketahui bahwa Andikpas mengalami permasalahan dalam bersosialisasi saat pertama kali datang ke LAPAS. Mereka yang sudah tinggal lebih lama di LAPAS cenderung bersikap seenaknya pada andikpas yang baru menjadi penghuni LAPAS.

Andikpas berada pada kategori rentang usia remaja dimana pada fase ini remaja laki-laki menjadi cenderung lebih berani dalam mengambil perilaku berisiko, sehingga melakukan behavior problem bahkan tindakan kriminalitas (Steinberg, 2009). Penjara merupakan salah satu tempat dimana terdapat bukti bahwa erat kaitannya hubungan antara kriminalitas dengan laki-laki (Evans & Wallace, 2007). Narapidana laki-laki akan lebih berjuang dalam kehidupan penjara dibandingkan wanita (Bandyopadhay, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Stanko di Afrika Selatan, dimana perjuangan narapidana laki-laki dalam penjara ditentukan oleh hirarki, narapidana yang berada pada kategori power-relation yang tinggi akan mengintimidasi narapidana lain. Selain itu, ia juga menemukan bahwa ketakutan, intimidasi, dan perkelahian merupakan cara narapidana bertahan dalam penjara (Stanko, 2001).

Hidup di penjara merupakan pengalaman yang dapat menyebabkan individu mengalami stres saat melakukan hubungan interpersonal, dan konflik yang terjadi dalam penjara merupakan salah satu permasalahan yang sering muncul dari dalam penjara (Zamble & Porporino, 1990; Zamble & Quinsey, 1997). Hal ini sejalan

(3)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

dengan apa yang diungkapkan T (25 tahun) bahwa terdapat konflik yang berasal dari dalam LAPAS, salah satu permasalahan yang terjadi di LAPAS adalah senioritas. Dimana andikpas yang sudah beberapa tahun lebih dulu tinggal di LAPAS akan merasa berkuasa dan bertindak semaunya terhadap andikpas yang baru masuk LAPAS. Hal ini diperkuat dengan temuan Sekigawa (2012), bahwa narapidana juga akan menghadapi berbagai masalah yang tidak hanya berasal dari dalam penjara, misalnya seperti fasilitas yang tidak memadai dan kekerasan, baik oleh narapidana lain atau petugas lapas namun juga permasalahan di luar penjara, misalnya masalah keluarga. Menurut A (22 tahun) kekerasan yang dilakukan petugas dilakukan untuk mendisiplinkan andikpas. Misalnya, ketika andipkas tidak mengikuti aturan yang ditetapkan, maka ada hukuman yang diberikan.

Hubungan interpersonal yang positif dapat menjadi pendukung emosi positif, sebaliknya ketegangan dalam penjara sering membuat hubungan menjadi berbahaya dan menghasilkan hubungan interpersonal negatif (Petersilia, 2003). Kesamaan identitas selaku andikpas dalam lingkungan yang sama untuk waktu yang cukup lama akan menjadi salah satu faktor penentu hubungan interpersonal mereka (Steinberg, 2009). Andikpas yang memiliki hubungan yang positif dengan sesamanya di penjara akan memiliki peluang sukses yang lebih tinggi ketika keluar dari penjara dibandingkan andikpas lain (Zamble & Quinsey, 1997). Tujuan individu melakukan hubungan interpersonal akan berakibat pada kualitas hubungan mereka. Individu yang memiliki kedekatan dengan yang lain akan memiliki keinginan untuk melindungi temannya dari penolakan dan rasa sakit (Murray, et.al., 2006). Individu bertanggungjawab terhadap kebutuhan temannya, percaya pada dukungan temannya, dan mengekspresikan cinta dan fokus pada temannya, dimana mereka menjadi saling ketergantungan (Murray, et.al., 2003).

Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam hubungan interpersonal, khususnya kesulitan dalam membangun hubungan yang akrab merupakan akibat dari ketidaknyamanan anak dalam keluarga (Maniglio,

(4)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

2009). Hal ini diperkuat dengan temuan Parker (1999) bahwa orang tua dengan pola asuh authoritative akan memengaruhi hubungan interpersonal anak, khususnya hubungan anak dengan teman sebayanya yang akan menjadi baik (Parker, 1999). Selain itu, orang tua yang memiliki pola asuh permissive akan menyebabkan anak tidak mampu melakukan hubungan interpersonal dengan teman sebayanya (Wagner, 2009). Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak selama proses sosialisasi mereka (Ribeiro, 2009).

Pola asuh akan memengaruhi persepsi anak tentang dirinya dan lingkungannya, apa yang individu persepsikan tentang sesuatu akan memengaruhi kecenderungan individu dalam berperilaku (Dijksterhuis & vanKnippenberg, 1998). Menurut Sarwono (2010), informasi yang diterima dari orang tua akan menjadi stimulus awal bagi anak, sehingga dalam proses kognisi anak akan melakukan pemusatan pemikiran atau pemberian atensi untuk memilah atau menyimpan informasi yang diterima. Hal tersebut akan memengaruhi sikap atau kecenderungan anak dalam berperilaku.

Menurut Gordon (2000), dibandingkan dengan pola asuh yang lain, pola asuh autoritatif yang paling sedikit hubungannya dengan perilaku bermasalah dan depresi pada remaja. Keluarga dengan parental warmth yang konsisten dan memiliki wibawa dianggap dapat membantu perkembangan regulasi diri (Bernier et.al., 2010; McCabe et al., 2004), sedangkan tindakan tidak konsisten dan kekerasan yang dilakukan orang tua menjadi salah satu penyebab anak melakukan perilaku bermasalah, perilaku negatif, pencapaian akademik yang kurang, dan meningkatkan

internalizing dan externalizing problems (Fletcher et.al., 2008; Wong, 2008).

Terdapat penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan aspek dalam fungsi pola asuh yang akan memengaruhi persepsi anak tentang dirinya dan lingkungan, sehingga memengaruhi perilaku dan emosional anak, seperti kesehatan mental orang tua, penyalahgunaan obat terlarang oleh orang tua, dan pola pengasuhan (Nicholson

(5)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

memengaruhi persepsi yang terbentuk pada diri anak. Sebagai contoh, ketika orang tua terlibat dalam penggunaan zat terlarang, mereka tidak menyediakan waktu untuk berinteraksi dan memerhatikan kondisi anaknya. Hal tersebut akan mengganggu kondisi perkembangan emosional dan sosial anak, sehingga dapat meningkatkan risiko perilaku bermasalah pada anak (Chatterji & Markowitz, 2001; Conners et.al.,

2004).

Pada kasus andikpas H (17 tahun), salah satu penyebab ibunya menjadi TKW karena permasalahan ekonomi keluarga. Menurut Feder et.al., (2009) diketahui bahwa permasalahan ekonomi menjadi salah satu faktor yang signifikan memengaruhi kondisi orang tua dan perilaku anak. Selain itu, menurutnya ketidakmampuan orang tua secara finansial untuk memenuhi kebutuhan anak bisa membuat orang tua mengalami gangguan mental seperti depresi, sehingga menjadi salah satu penyebab anak melakukan perilaku bermasalah. Kemudian hal ini diperkuat temuan Blandon et.al., (2008) bahwa orang tua yang depresi akan menimbulkan persepsi negatif bagi anak tentang lingkungannya, kemudian menghambat pembentukan regulasi diri pada anak dikarenakan ketidakmampuan orang tua untuk melakukan strategi coping.

Salah satu faktor yang memengaruhi hubungan interpersonal anak yaitu kemampuan anak dalam melakukan regulasi diri (Finkel & Campbell, 2001). Menurut Finkel & Campbell (2001) dan Baumann & Kuhl (2003), regulasi diri diperlukan dalam semua aktivitas manusia dan memengaruhi berbagai kondisi individu. Begitu juga saat individu melakukan interaksi dengan individu lainnya. Regulasi diri merupakan salah satu aspek yang memengaruhi hubungan interpersonal, misalnya orang sering memikirkan dan juga mengatur bagaimana sebaiknya dalam menjalani hubungan interpersonal atau ketika individu berusaha memenuhi ekspektasi masyarakat tentang dirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka sedang melakukan regulasi diri.

(6)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Soetikno & Basaria (2014) di LAPAS Anak Pria Tangerang diketahui bahwa ketika melakukan regulasi diri, anak lebih memikirkan sesuatu yang sifatnya konkret dibandingkan sebuah perencanaan. Selain itu, regulasi diri dalam LAPAS juga dapat membantu membina dan meningkatkan kekuatan subjektif yang berkaitan dengan terkendalinya aktivitas anak, sehingga membantu pengendalian dorongan dan kesejahteraan anak. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Andikpas H (17 tahun) bahwa aturan LAPAS yang mengikat membuat ia menjadi lebih mampu mengontrol emosi negatifnya, sehingga ia mampu mengendalikan dirinya untuk tidak melakukan kekerasan pada andikpas lain.

Regulasi diri didefinisikan sebagai salah satu proses psikologis yang melibatkan pikiran, perasaan, dan perilaku individu yang disesuaikan dengan standar, tujuan, atau nilai mereka (Baumeister, Heatherton, & Tice, 1994; Kuhl & Koole, 2004). Regulasi diri merupakan karakteristik level individu yang dihubungkan dengan kondisi lingkungannya, dibangun sejak masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa yang membentuk perkembangan mereka (Karoly et.al 2005; Posner & Rothbart, 2000).

Menurut Baumeister (2005) dan Heatherton & Vohs (1998) diketahui bahwa perbedaan individu dalam melakukan regulasi diri akan memengaruhi kondisi pertemanan mereka. Orang yang memiliki kemampuan regulasi diri yang tinggi akan membuat lingkungan pertemanannya merasa nyaman sehingga memiliki hubungan interpersonal positif. Faktanya, regulasi diri merupakan hal yang penting dalam hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu memiliki derajat yang bervariasi ketika mereka melakukan regulasi, sebagian orang lebih baik dalam mengatur secara langsung pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapkan dibandingkan yang lainnya.

Ketika melakukan hubungan interpersonal, individu yang memiliki regulasi diri lebih tinggi akan terlihat lebih sopan, memaafkan kesalahan temannya, dan terlibat dalam hubungan romantis (von Hippel & Gonsalkorale, 2005; Pronk, et.al,

(7)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

2010; Pronk, et.al., 2010). Berdasarkan penelitian dengan menggunakan self-report

juga diketahui bahwa partisipan yang memiliki nilai regulasi diri tinggi memiliki kepuasan dalam hubungan, serta berperilaku positif dalam hubungan interpersonal dari pada mereka yang memiliki nilai rendah (Tangney, et.al., 2004).

Berdasarkan hasil pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa ketika anak melakukan hubungan interpersonal, maka dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Wagner, 2009). Persepsi tentang pola asuh yang diterima anak akan memengaruhi bagaimana kondisi anak dan juga berhubungan dengan masalah pada masa kanak-kanak dan remaja (Brand, et.al., 2009). Selain itu, regulasi diri juga memengaruhi hubungan interpersonal dimana berperan untuk mengatur pikiran, emosi, dan perilaku anak dalam bersosialisasi (Finkel & Campbell, 2001).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada Anak Didik LAPAS (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) anak kelas III Bandung.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas III Bandung?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris mengenai pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas III Bandung.

(8)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8 1.4Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, tentunya diharapkan penelitian ini mampu memberi manfaat baik secara teori maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan empiris bagi pengembangan ilmu psikologi terutama kajian keilmuan psikologi klinis, forensik, dan perkembangan. Kajian dalam psikologi klinis yaitu tentang proses pengontrolan diri pada anak yang mengalami behavior problem, sehingga terlibat dalam tindakan kriminalitas. Untuk kajian psikologi forensik, situasi LAPAS yang akan memengaruhi kondisi anak. Sementara itu, dalam kajian keilmuan psikologi perkembangan adalah dinamika perkembangan anak selama masa kanak-kanak sampai remaja.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak LAPAS untuk membuat data tentang pola asuh dan memberikan rekomendasi pada orang tua anak. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar dalam membuat kebijakan di LAPAS yang dapat memengaruhi kondisi psikologis anak.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur penulisan dalam skripsi adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi.

(9)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9 BAB II LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini, akan dibahas mengenai teori pola asuh yang terdiri dari definisi pola asuh, faktor-faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya parental warmth dan parental control, ciri-ciri pola asuh berdasarkan faktor yang memengaruhinya, dan tipe-tipe pola asuh. Kemudian akan membahas mengenai teori regulasi diri yang terdiri dari definisi regulasi diri, komponen-komponen regulasi diri, tahapan-tahapan dalam regulasi diri, faktor-faktor yang memengaruhi regulasi diri . Selanjutnya, akan dibahas mengenai hubungan interpersonal yang terdiri dari definisi hubungan interpersonal, aspek-aspek hubungan interpersonal, dan faktor-faktor yang memengaruhi hubungan interpersonal. Kemudian, peneliti juga akan membahas perkembangan remaja dan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan tersebut. Selain itu, akan dibahas mengenai kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian. Kerangka pemikiran membahas mengenai tahapan yang akan ditempuh untuk merumuskan hipotesis dan mengkaji hubungan teoritis antara variabel pola asuh, regulasi diri , dan hubungan interpersonal. Hipotesis penelitian membahas mengenai jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai hubungan antara 3 variabel yaitu pola asuh, regulasi diri , dan hubungan interpersonal.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi pembahasan mengenai metode penelitian yang digunakan, lokasi, populasi, sampel dan teknik sampling penelitian. Kemudian membahas mengenai variabel dan definisi operasional

(10)

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas III Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

pola asuh, regulasi diri, dan hubungan interpersonal, teknik pengumpulan data, dan instrumen penelitian. Selain itu juga dibahas mengenai proses pengembangan instrumen dan teknik analisis data berupa uji regresi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, akan dibahas mengenai penelitian dan pembahasan hasil analisis mengenai pengaruh pola asuh orang tua terhadap hubungan interpersonal melalui regulasi diri pada anak di LAPAS Anak Bandung.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran yang didasarkan pada hasil penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

permisif orang tua dengan intensi merokok pada remaja awal”. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a). Skala persepsi pola asuh permisif orang tua

Mendeskripsikan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswi di wilayah Purwokerto, mengetahui ada hubungan pola asuh orang tua dan pengaruh teman

Penelitian lain tentang perkembangan bahasa anak adalah penelitian oleh Silka (2011) dengan judul Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Autis

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah..

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara pola asuh autoritatif dengan resiliensi pada remaja di

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat peneliti rumuskan adalah “Apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan gadget dengan

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak Kelas