Analisis unsur iklim terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di kota Kendari tahun 2005-2015
Resti Sri Wulandari1, Lutfan Lazuardi 2
Dikirim: 8 Juni 2017 Diterima: 8 September 2017 Dipublikasi: 1 November 2017
Abstrak
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara unsur iklim dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan pendekatan spasial-temporal. Populasi penelitian merupakan kasus Demam Berdarah Dengue pada tahun 2005-2015 di wilayah administrasi Kota Kendari. Hasil: Pola Demam Berdarah Dengue mengikuti fluktuasi variabel iklim (suhu udara, kelembaban, curah hujan dan iradiasi matahari). Suhu dua bulan sebelumnya, curah hujan di bulan yang sama, radiasi matahari di bulan yang sama.Implikasi praktis: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Kendari perlu bekerjasama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk mendapatkan data tentang prediksi cuaca, perubahan iklim, serta faktor cuaca yang berpotensi meningkatkan kejadian Demam Berdarah Dengue. Keaslian: Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita bahwa unsur iklim mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue; iklim; korelasi; temporal
Abstract
Purpose: This study try to explain the relationship between climate element with the incidence of Dengue Haemorrhagic Fever. Method: This study uses ecological studies with spatial-temporal approach. The popula-tion is Dengue Haemorrhagic Fever incidence during 2005-2015 in the administrative area of Kendari City. Findings: Dengue Haemorrhagic Fever patterns follow fluctuations of climate variables (air temperature, hu-midity, rainfall and solar irradiation). Temperatures two months before, rainfall in the same month, solar ra-diation in the same month. Practical Implications: The results of this study indicate that Kendari City Health Office needs to cooperation with Meteorology Climatology and Geophysics Agency to get data about weather prediction, climate change, weather factor that potentially increase the incidence of Dengue Hemorrhagic Fe-ver. Originality: This study contributes to our understanding that climatic element affect the incidence of DHF.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever; climate; correlation; temporal
1 Departemen Perliaku Kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (Email: restisriwulandari.skm@gmail.com)
2 Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu beban kesehatan masyarakat yang masih sulit untuk di kendalikan. Pada tahun 2015 jumlah penderita Demam Berdarah Dengue yang dilaporkan meningkat sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071
orang (incidence Rate (IR)= 50,75 per 100.000
penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) =
0,83%). Renstra Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan Demam Berdarah Dengue ta-hun 2015 yaitu sebesar <49 per 100.000 penduduk. Berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015, maka angka kesakitan Demam Berdarah Dengue di tahun 2015 masih tinggi dan belum mencapai target Renstra yang telah ditetapkan (1).
Grafik 1. Jumlah kasus dan kematian Demam Berdarah Dengue di kota Kendari
Pola kasus Demam Berdarah Dengue di kota kendari cenderung fluktuatif. Gambar 1 menunjukan adanya peningkatan kasus pada tahun 2005, 2007, 2008, 2010, 2013 dan 2016 sedangkan pada tahun 2006, 2009, 2011, 2012, 2014 dan 2015 terjadi penurunan kasus (2). Upaya-upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari telah dil-akukan sesuai dengan instruksi MENKES ten-tang pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue. Upaya-upaya pemberanta-san dilakpemberanta-sanakan oleh Dinas Kesehatan dengan
peran serta masyarakat yang meliputi:
pencegahan, penemuan, pertolongan dan pelaporan, serta penyelidikan epidemiologi
dan pengamatan penyakit Demam Berdarah Dengue, penanggulangan dan penyuluhan. Namun demikian, kasus Demam Berdarah Dengue di kota Kendari masih belum terken-dali.
Iklim dan cuaca merupakan faktor yang
dapat memengaruhi peningkatan dan
kepadatan populasi vektor sehingga berdam-pak pada peningkatkan jumlah kasus dan mempercepat terjadinya epidemi (3). Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat korelasi antara unsur iklim dengan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue. Interaksi antara faktor cuaca dapat memicu dan meningkatkan wabah Demam Berdarah Dengue di bawah kondisi iklim yang kondusif
(4). Penyakit Demam Berdarah Dengue
berhubungan dengan iklim pada skala spasial dan temporal. Dalam kasus Demam Berdarah
Dengue, variabel keruangan dapat
berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit sehingga dapat dilakukan intervensi kesehatan masyarakat dalam upaya pengen-dalian Demam Berdarah Dengue (5). Oleh ka-rena itu, peneliti akan melakukan penelitian Analisis Unsur Iklim Terhadap Kejadian
Demam Berdarah(DBD) di Kota Kendari Tahun
2005 – 2015. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kota Kendari dalam menentukan strategi pen-gendalian Demam Berdarah Dengue (DBD), sehingga dapat mencegah peningkatan kejadi-an Demam Berdarah Dengue dkejadi-an terhindar dari KLB Demam Berdarah Dengue yang dapat terjadi di masa depan.
METODE
penelitian ini. Data unsur iklim didapatkan dari BMKG Kota Kendari dan data kejadian Demam Berdarah Dengue berasal dari bidang Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Kendari yang berupa data per dan data perbulan selama periode tahun 2005-2015. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang berada dalam wilayah administrasi Kota Kendari selama periode 2005-2015. Keseluruhan kejadian Demam Berdarah Dengue yang terjadi selama periode 2005-2015 adalah 3.409 kejadian. Ana-lisis yang digunakan berupa anaAna-lisis univariat, Analisis spasial, analisis hubungan secara
gra-fik/time trend dan analisis statistik bivariat
dengan menggunakan uji Spearman-rho dan
time lag pada bulan yang sama (lag 0), pada
sa-tu bulan sebelumnya (lag 1), pada dua bulan sebelumnya (lag 2) dan pada tiga bulan sebe-lumnya (lag 3) dengan kejadian. Variabel inde-penden dalam penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan dan penyinaran matahari. Sedangkan variabel dependen penelitian adalah kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
HASIL
Distribusi dan Frekuensi Unsur Iklim dan Ke-jadian Demam Berdarah Dengue di Kota Ken-dari Tahun 2005-2015
Hasil analisis data univariat menunjukkan
rata-rata suhu udara sebesar 26,96oC dengan
nilai maksimum dan minimum sebesar 28,9oC
dan 25,1oC, rata-rata kecepatan angin sebesar
2,19 knot dengan nilai maksimum dan mini-mum sebesar 7,5 knot dan 0,2 knot, curah hu-jan sebesar 178,24 mm dengan nilai maksimum dan minimum sebesar 770 mm dan 0 mm, rata-rata penyinaran matahari sebesar 46,16% dengan nilai maksimum dan minimum sebesar
93% dan 17%, dan rata-rata kejadian Demam Berdarah Dengue sebesar 25,78 kasus dengan nilai maksimum dan minimum sebesar 308 ka-sus dan 0 kaka-sus.
Hasil analisis spasial berdasarkan mengambarkan sebaran kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari. Pada gam-bar terlihat segam-baran kasus pertahun di Kota Kendari selama periode waktu 2005 sampai ta-hun 2015. Sebaran kasus mengalami perge-rakan setiap tahunnya. Sebaran kasus menurut tahun tersebut dibagi menjadi 3, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi yang diklasifikasikan
berdasarkan incidence rate yang di tetapkan
dalam Renstra Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan Demam Berdarah Dengue, pa-da tahun 2005 pa-dan 2006, Puuwatu, Kadia, Wua-wua dan Kambu belum memiliki data terkait angka kesakitan Demam Berdarah Dengue. Hal ini di sebabkan karena 4 tersebut masih belum terbentuk dan masih bergabung dengan Mandonga, Baruga dan Poasia.
Pada periode waktu 2005 sampai periode
waktu 2015, Kendari memiliki incidence rate
tinggi selama 4 tahun, Kendari Barat memiliki
Incidence rate tinggi selama 7 tahun, Mandonga
memiliki incidence rate tinggi selama 3 tahun,
Puuwatu memiliki incidence rate tinggi selama
6 tahun, Kadia memiliki incidence rate tinggi
selama 6 tahun, Wua-wua memiliki incidence
rate tinggi selama 6 tahun, Baruga memiliki
incidence rate tinggi selama 5 tahun, Kambu
memiliki incidence rate tinggi selama 6 tahun,
Poasia memiliki incidence rate tinggi selama 6
tahun dan Abeli memiliki incidence rate tinggi
selama 4 tahun.
sam-pai periode waktu 2015, total kejadian Demam Berdarah Dengue tertinggi berada di Kendari Barat (539 kasus), sedangkan Abeli merupakan wilayah dengan total kejadian terendah, yaitu 100 kasus se-wilayah Kota Kendari.
Gambar 2. Peta sebaran kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari selama
periode tahun 2005 – 2015
Hubungan Variabel Unsur Iklim Dengan Kejadi-an Demam Berdarah Dengue
Tabel 1. Analisis korelasi variabel iklim dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
Variabel Lag
0 1 2 3
Suhu Udara
p value
0,0404 0,0000 0,0000 0,0000
r 0,1786 0,3547 0,4769* 0,4655 Kecepatan
Angin
P value
0,1061 0,2749 0,8528 0,2718
r -0,1413 -0,1017 -0,0164 0,0975 Curah
Hujan
P value
0,0000 0,0002 0,0913 0,3428
r 0,3523* 0,3179 0,1493 - 0,0845 Penyinaran
Matahari P value
0,0001 0,0006 0,2776 0,1128
r 0,3407* - 0,2967 0,0959 0,1403
Hasil analisis korelasi antara variabel suhu udara, curah hujan dan penyinaran matahari dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (Tabel 1) menunjukan nilai yang signifikan
dengan p-value < 0,05, artinya ada hubungan
antara variabel suhu udara, kelembaban, cu-rah hujan dan penyinaran matahari dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Sedangkan hasil analisis korelasi antara variabel
ke-cepatan angin dan kejadian Demam Berdarah Dengue menunjukan nilai tidak signifikan
dengan p-value > 0,05, artinya tidak ada
hubungan antara variabel kecepatan angin dan kejadian Demam Berdarah Dengue.
Pola hubungan antara variabel iklim dan ketersediaan air dengan kasus diare di Kota Kupang secara grafik dapat dilihat pada Gambar 3 sampai gambar 6.
Gambar 3. Grafik Time-Series suhu udara dan
kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari Tahun 2005 sampai Tahun 2015
Gambar 4. Grafik Time-Series kecepatan angin
dan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari Tahun 2005 sampai Tahun 2015
Pola hubungan secara grafik antara
searah dengan fluktuasi kejadian Demam Berdarah Dengue, namun akan cenderung searah pada bulan selanjutnya, yaitu pada bulan Mei hingga bulan Desember.
Apabila analisis statistik digabungkan
dengan analisis grafik, maka hasil menunjukkan bahwa suhu udara pada 2 bulan
sebelumnya (lag 2) akan cenderung semakin
signifikan dan berkorelasi positif dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.
Secara grafik, pola hubungan antara
fluktuasi suhu udara dengan kejadian Demam Berdarah Dengue menunjukan hubungan yang searah. Pada grafik hubungan suhu udara dan kejadian Demam Berdarah Dengue per bulan terlihat bahwa fluktuasi suhu udara tidak searah dengan fluktuasi kejadian Demam Berdarah Dengue pada bulan Januari sampai dengan bulan April. Tetapi akan cenderung searah pada bulan selanjutnya, yaitu pada bulan Mei hingga bulan Desember.
Gambar 5. Grafik Time-Series Curah hujan dan
kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari Tahun 2005 sampai Tahun 2015
Secara grafik, pola hubungan antara
fluktuasi curah hujan dengan kejadian Dmam Berdarah Dengue menunjukan hubungan yang searah. Setiap peningkatan curah hujan akan diikuti dengan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue. Pada Gambar 6, menun-jukan bahwa peningkatan kasus akan cederung mengikuti fluktuasi atau peningkatan curah
hujan pada bulan yang sama. Namun pada bulan Februari, Maret dan Mei fluktuasi curah hujan terlihat tidak searah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.
Gambar 6. Grafik Time-Series penyinaran matahari dan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari Tahun 2005 sampai
Tahun 2015
Pola hubungan secara grafik antara
fluktuasi penyinaran matahari dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue
menunjukan hubungan yang searah dengan fluktuasi kejadian pada bulan yang sama. Na-mun pengecualian pada bulan Maret dan bulan Juni. Jika membandingkan penyinaran ma-tahari pada 1 bulan sebelumnya dengan ke-jadian Demam Berdarah Dengue maka dapat kita lihat bahwa pada awal tahun hingga pertengahan tahun tepanya bulan Juni hub-ungan antara penyinaran matahari dengan ke-jadian Demam Berdarah Dengue searah. Na-mun berbanding terbalik pada bulan selanjut-nya hingga akhir tahun.
PEMBAHASAN
Hasil analisis secara statistik dan secara
grafik/time-trend antara unsur iklim dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue
adalah 26,96oC. Hasil uji korelasi antara suhu udara dan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari, menunjukan bahwa pola hubungan antara suhu udara dan kejadian Demam Berdarah Dengue signifikan (p-value 0,0000) dan akan semakin kuat pada dua bulan sebelumnya (Lag 2). Kekuatan korelasinya adalah sedang dengan pola positif (r=0,4769), artinya peningkatan suhu udara akan diikuti dengan peningkatan kasus. Hal serupa juga ditunjukan grafik time series, korelasi antara suhu udara dan kejadian Demam Berdarah Dengue akan semakin signifikan pada bulan kedua sebelum kejadian Demam Berdarah Dengue. Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Ariati dan Anwar (2012) di Batam, Ayumi (2016) di Bantul dan Minh An dan Rocklov (2014) di Hanoi menunjukan bahwa kejadian Demam Berdarah Dengue berhubungan positif dengan suhu udara (6,7,8).
Rata-rata suhu optimum untuk
perkem-bangbiakan nyamuk adalah 25oC-27oC
(9).Sedangkan WHO (2011), menge-mukakan suhu rata-rata untuk perkem-bangbiakan
nyamuk adalah 27oC–30oC (10). Suhu rata-rata
26,96oC berada pada rentang suhu optimum
dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes.
Nyamuk Aedes aegypti yang menetas pada
suhu 25°C sebanyak 76%, pada 30°C sebanyak 68%, pada 35°C sebanyak 20%, dan pada suhu 40°C dan 45°C sebanyak 0%. Angka penetasan akan menurun dengan meningkatnya suhu. Kisaran optimal suhu untuk penetasan adalah 25°C-30°C. Perbedaan dalam tingkat penetasan disebabkan oleh perubahan kondisi ekstrim dan fisiologi pada telur yang menyebabkan telur tidak menetas (11). Aktivitas nyamuk
Aedes aegypti dalam menghisap darah dan
bereproduksi dapat dipengaruhi oleh suhu. Hasil penelitian Darmawansyah et al., (2013) menunjukan aktifitas tertinggi dalam
menghisap darah yang dilakukan nyamuk Ae.
aegypti yaitu pada suhu 26oC – 28oC(12).
Nyamuk Aedes yang hidup di suhu sekitar 23o
C-27oC (rata-rata 25oC) dan kelembaban 80%
memiliki aktifitas reproduksi yang berbeda
dengan nyamuk Aedes yang hidup di suhu
sekitar 33oC-37oC (rata-rata 35oC) dan
kelembaban 80%. Ada peningkatan jumlah telur sebanyak 40% pada nyamuk yang hidup
di suhu 25oC bila dibandingkan dengan
nyamuk yang hidup pada suhu 350C (13).
Jarak terbang rata-rata nyamuk Aedes betina
adalah 40 meter. Sedangkan jarak terbang maksimal nyamuk adalah 100 Meter. Jarak terbang nyamuk dapat melebihi jarak maksi-mal dengan bantuan kecepatan angin. Kecepatan angin< 8,05 km/jam (2,2 meter/detik) tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk dan aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai ≥ 8,05 km/jam (2,2 meter/detik). Distribusi rata-rata kecepatan an-gin selama periode waktu 2005 sampai dengan 2015 di Kota Kendari adalah 2,19 Knot (1.09 meter/detik). Hasil analisis korelasi, variabel kecepatan angin dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Kendari menunjukkan tidak adanya hubungan yang
bermakna (p-value >0,05). Hasil dalam
penelitian ini sesuai dengan penelitian Wira-
yoga (2013) di Semarang bahwa kecepatan
an-gin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (14). Kemaknaan yang tidak signifikan terjadi karena kecepatan angin di kota Kendari ku-rang dari 8,05 km/jam (2,2 meter/detik) sehing-ga kecepatan angin tidak mempensehing-garuhi
aktivitas nyamuk Aedes. Nyamuk Aedes aegypti
se-hingga penyebaran vektor ini sangat kecil. Ke-cepatan angin dapat juga tidak berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue ka-rena arah angin dapat menyebarkan nyamuk ke tempat dimana keterpaparan antara manu-sia dan nyamuk kurang.
Curah hujan memengaruhi ketersediaan air
dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes.
Sehingga pada musim hujan terjadi
peningkatan jumlah penderita akibat adanya peningkatan jumlah vektor Demam Berdarah Dengue di lingkungan penderita (15). Distribusi curah hujan rata-rata perbulan selama periode waktu 2005 sampai dengan 2015 di Kota Ken-dari adalah 178,24 mm. Berdasarkan hasil uji korelasi antara suhu udara dan kejadian Demam Berdarah Dengue menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna (p<0,05).
Ko-relasi kuat pada bulan yang sama. Adapun kekuatan korelasinya adalah lemah dengan po-la positif, artinya peningkatan curah hujan akan diikuti dengan peningkatan kejadian Demam Berdarah Dengue. Hasil analisi grafik juga menunjukan hal serupa, bahwa curah hu-jan pada bulan yang sama akan cenderung semakin signifikan dan berkorelasi positif dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Widyorini (2016) di Semarang, Iriani (2012) di Palembang, Handayani (2012) di DKI
Jakarta dan Lu et al. (2009) di Guangzhou,
menunjukan bahwa kejadian Demam Berdarah Dengue berhubungan positif dengan curah hu-jan (16,17,18,19).
Air hujan yang tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkem-bangbiakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah) disebut curah hujan
ideal. Indeks Curah Hujan (ICH) berpengaruh terhadap curah hujan ideal. Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10–12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk dengan virus dengue maka dalam 4-7 hari kemudian akan timbul gejala Dmam Berdarah Dengue. Berdasarkan pengamatan terhadap ICH yang dihubungkan dengan kenaikan jumlah kasus, maka pada daerah
dengan ICH tinggi perlu kewaspadaan
sepanjang tahun, sedangkan daerah yang terdapat musim kemarau maka kewaspadaan terhadap Demam Berdarah Dengue dimulai saat masuk musim hujan (20). Pada musim
hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat
karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika tempat perkembangbiakannya yang berada di luar rumah (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk. Hubungan yang bermakna antara curah hujan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue dapat terjadi karena masih kurangnya an-tisipasi warga masyarakat dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebelum dan saat musim penghujan datang.
Penyinaran matahari yang baik mendukung pertumbuhan vektor nyamuk (21). Penyinaran matahari berpengaruh terhadap kebiasaan nyamuk mencari makan dan beristirahat.
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan
beristirahat di tempat yang gelap dan terlindung dari sinar matahari, begitu pula dalam kebiasaan meletakkan telur dan
kebia-saan nyamuk Aedes aegypti mencari makan.
penyina-ran matahari dan kejadian Demam Berdarah Dengue menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna (p<0,05). Korelasi akan kuat pada
bulan yang sama dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Adapun kekuatan ko-relasinya adalah lemah dengan pola positif, artinya peningkatan suhu udara akan diikuti
dengan peningkatan kejadian Demam
Berdarah Dengue. Hal serupa juga ditunjukan
grafik time series, penyinaran matahari pada
bulan yang sama akan cenderung semakin signifikan dan berkorelasi positif dengan kejadian Demam Berdarah Dengue. Hasil da-lam penelitian ini sesuai dengan penelitian Febriyetti (2009) di DKI Jakarta bahwa kejadian Demam Berdarah Dengue memiliki hubungan yang bermakna dengan penyinaran matahari (22). Rata-rata penyinaran matahari di Kota Kendari selama periode waktu 2005 sampai dengan 2015 di bawah 50%. Kurangnya sinar matahari dapat mendukung perilaku dan ke-biasaan nyamuk meletakan telur nyamuk dan teller tersebut dapat berkembang dengan baik.
Keberadaan jentik nyamuk Aedes sp di
tem-pat-tempat umum positif lebih banyak pada kontainer dengan pencahayaan kurang
da-ripada pencahayaan yang cukup (23).
Intensitas cahaya/pencahayaan yang sesuai untuk perkembangan nyamuk yaitu <60 lux. Rumah yang mempunyai tingkat intensitas cahaya baik bagi kehidupan nyamuk (<60 Lux)
beresiko 3,268 kali lebih besar untuk
terdapatnya jentik di lingkungan rumahnya bila dibandingkan rumah dengan tingkat intensitas cahaya kurang baik bagi kehidupan
nyamuk (<60 Lux). Nyamuk Aedes aegypti
membutuhkan tempat istirahat yang kurang penyinaran matahari dan meletakan telurnya pada tempat kurang sinar matahari dan suhu yang optimal sehingga semua telur yang dile-takan dapat menetas. Hal ini menunjukan
kondisi iklim dapat mempengaruhi masa inku-basi ekstrinsik dan perkembangbiakan vektor nyamuk sehingga kepadatan vektor meningkat. Daerah yang memiliki kepadatan vektor nya-muk Aedes lebih dari 5% dan ABJ kurang dari 95% memiliki resiko untuk terjadi KLB Demam Berdarah Dengue (9).
KESIMPULAN
Kondisi rata-rata unsur iklim di Kota Ken-dari merupakan kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan vektor nyamuk pola ke-jadian Demam Berdarah Dengue di Kota Ken-dari cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Adapun unsur iklim yang memiliki hubungan significan secara statistik dan memiliki korelasi terbesar dengan kejadian Demam Berdarah Dengue adalah suhu udara lag 2, curah hujan lag 0 dan penyinaran matahari lag 0. Se-dangkan kecepatan angin tidak memiliki hu- bungan signifikan secara statistik dengan ke-jadian Demam Berdarah Dengue.
dari 95% memiliki resiko untuk terjadi KLB Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan
menggu-nakan variabel lain seperti
penggunaan lahan pemukiman tidak berpola, mobilitas penduduk, vegetasi alamiah, dan lain-lain. Selain itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan durasi data yang lebih lama dan melakukan kajian mendalam untuk mengembangkan model prediksi kejadian Demam Berdarah Dengue berdasarkan data unsur iklim sehingga didapat suatu model yang mampu meramalkan kejadian Demam Berdarah Dengue kedepannya.
DAFTARPUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
2. Dinas Kesehatan Kota Kendari. Data Demam Berdarah Tahun 2005 – 2016; 2016.
3. WHO. Comprehensive Guidline For Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever; 2011a.
4. Huang, X. et al. Imported Dengue Cases,Weather Variation and Autochthonous Dengue Incidence in Cairns , Australia. PLoS ONE. 2013;8(12), pp.1– 7.
5. Rogers, D.J., Suk, J.E. & Semenza, J.C. Using global maps to predict the risk of dengue in Europe. Acta Tropica. 2014;129(1), pp.1–14. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.actatropica.2013.08.00 8.
6. Ariati, J. & Musadad, D.A. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Faktor Iklim Di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2012;11(4).
7. Ayumi, F. Hubungan Iklim Dan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Insidensi Demam Berdarah Dengue Di Beberapa Zona Musim Di Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus di Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta). Universitas Gadjah Mada; 2016.
8. Minh An, D.T. hi & Rocklöv, J. Epidemiology Of Dengue Fever in Hanoi From 2002 To 2010 And Its Meteorological Determinants. Global health action. 2014;7, p.23074.
9. Dirjen P2PL, K.K.R. Buku Saku Penngendalian Deman Berdarah Dengue untuk Pengelola Program DBD Puskesmas. 2013;pp.1–20.
Available at: http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Edit
Buku DBD.pdf.
10.WHO. Revised and Expanded Edition: Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, India: WHO. 2011b.
11.Binti Embong, N. & Sudarmaja, I.M. Pengaruh Suhu Terhadap Angka Penetasan Telur Aedes aegypti. E-Jurnal Medika. 2016;5(12), pp.1–8. 12.Darmawansyah, A., Syahribulan & Said Hassan,
M. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Menghisap Darah Nyamuk Aedes aegypti L. 2013; pp.26–28.
13.Costa, E.A.P. de A. et al. Impact of small variations in temperature and humidity on the reproductive activity and survival of Aedes aegypti (Diptera, Culicidae). Revista Brasileira de Entomologia. 2010;54(3), pp.488–493. Available at:
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext
&pid=S0085-56262010000300021&lng=en&nrm=iso&tlng=en. 14.Wirayoga, M.A. Hubungan Kejadian Demam
Berdarah Dengue Dengan Iklim Di Kota Semarang Tahun 2006- 2011. Unnes Journal of Public Health. 2013;2(4), pp.1–9.
15.Sulasmi, S. Kejadian Demam Berdarah Dengue Kabupaten Banjar Berdasarkan Data Curah Hujan Normal Bulanan. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. Epidemiology and Zoonosis Journal. 2013;4(4), pp.171–174.
16.Widyorini, P. Hubungan Iklim, Keberadaan Breeding Place Dan Pola Konsumsi Makan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota Semarang. 2016. 2501011212, p.2016.
17.Iriani, Y. Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue Anak di Kota Palembang. Sari Pediatri, 2012;13(6 April).
18.Handayani, P. Hubungan Antara Faktor Iklim dan Kejadian Demam Beradarh dengue (DBD) Di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2008-2011. 2012. 19.Lu, L. et al. BMC Public Health. 2009;5, pp.1–5. 20.Sukowati, S. Buletin Jendela Epidemiologi :
Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendaliannya di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. 2010;2, pp.9–12, 25–30.
21.Rahmawati, S.L. & Raharjo, M. Evaluasi Manajemen Lingkungan Pengendalian Vektor Dalam Upaya Pemberantasan Penyakit Malaria di Kota Ternate Evaluation Of Environmental Management Of Vector Control In Efforts Of The Malaria Disease Eradication In Ternate City. , 2014;11(2).
22.Febriyetti. Analisis Spasial-Temporal Variasi Cuaca dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di DKI Jakarta Tahun 2000-2009. 2009.