• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-Bentuk Perjuangan Tokoh Utama Untuk Meraih Impian Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata: Analisis Psikologi Sastra Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bentuk-Bentuk Perjuangan Tokoh Utama Untuk Meraih Impian Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata: Analisis Psikologi Sastra Chapter III V"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian, peneliti diwajibkan menggunakan sebuah

metode untuk mempermudah penelitian, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah

dan tertata rapi. Menurut Endraswara (2008:8) “Metode dalam penelitian sastra adalah

cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra

sebagai subjek kajian.”

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berhubungan dengan nilai atau

kesan dari sebuah objek yang diteliti. Menurut Semi (2012:11) “Metode penelitian

kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi yang

diutamakan adalah kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang

dikaji secara empiris.”

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006:4) “Metode penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Oleh sebab itu,

metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif umumnya

(2)

3.2 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau kalimat-kalimat

dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, data formal adalah kata-kata, kalimat,

dan wacana (Ratna, 2004:47). Data yang dimaksud adalah kata-kata, kalimat, dan wacana

yang terdapat dalam novel SP.

Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian (Djojosuroto dan

Sumaryati, 2000:10). Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber lain

dan tidak langsung dari objek penelitian (Djojosuroto dan Sumaryati, 2000:10).

Data primer berupa novel SP, selanjutnya data sekunder diperoleh dari

sumber-sumber tertulis berupa buku, kamus, ataupun dari sumber-sumber internet yang berisi tentang

informasi yang berkaitan dengan penelitian.

Dalam perkembangan selanjutnya, penulis menemukan tiga cover atau warna

sampul novel SP yang beredar luas di pasaran. Novel SP yang pertama sampulnya

berwarna biru, novel SP yang kedua sampulnya berwarna merah, sedangkan novel SP

yang ketiga sampulnya berwarna hijau. Secara lebih rinci, penulis membuat gambar

(3)

Novel SP yang pertama (sampul biru) :

Judul Sang Pemimpi

Pengarang Andrea Hirata

Penerbit Bentang

Jumlah Halaman x+292 Halaman

Ukuran 13 cm x 20,5 cm

Cetakan Ke-25

Tahun 2009

Warna Sampul Biru Langit dan Putih Awan

Gambar Sampul Seorang Lelaki yang Duduk di

Dermaga

(4)

Novel SP yang kedua (sampul merah) :

Judul Sang Pemimpi

Pengarang Andrea Hirata

Penerbit Bentang

Jumlah Halaman x+247 Halaman

Ukuran 13 cm x 20,5 cm

Cetakan Ke-28

Tahun 2010

Warna Sampul Merah, dan sedikit warna biru laut di

Dermaga

(5)

Desain Sampul Kuswanto

Novel SP yang ketiga (sampul hijau) :

Judul Sang Pemimpi

Pengarang Andrea Hirata

Penerbit Bentang

Jumlah Halaman x+247 Halaman

Ukuran 13 cm x 20,5 cm

Cetakan Ke-3

Tahun 2012

Warna Sampul Hijau, dan sedikit warna biru langit

Gambar Sampul Seorang Pemuda di Tengah Ladang

(6)

Secara substansi atau isinya, ketiga novel SP tersebut hampir tidak ada

perbedaanya atau tidak terlalu signifikan. Perbedaannya hanya pada sampul, edisi dan

tahun cetakan, serta jumlah halamanya. Novel SP yang pertama (sampul biru) lebih

banyak jumlah halamannya karena dilengkapi dengan glosarium dibandingkan dengan

novel SP yang kedua (sampul merah) dan yang ketiga (sampul hijau) yang memiliki

jumlah halaman yang sama. Oleh sebab itu, penulis memilih novel SP yang pertama

(sampul biru) sebagai sumber data primer.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik studi

kepustakaan, yaitu memanfaatkan referensi buku yang ditulis oleh pakar sastra khususnya

psikologi sastra. Studi pustaka sangatlah penting karena dapat memberikan gambaran awal

yang kuat untuk menyelesaikan penelitian ini. Referensi buku akan menambah

pengetahuan peneliti dan juga akan berfungsi sebagai pembuka pintu untuk memahami

dan menyelesaikan masalah di dalam penelitian ini.

Novel SP menjadi data primer dalam penelitian ini. Pengumpulan data yang

dibutuhkan, diperoleh dengan cara membaca dan menghayati data primer. Membaca

dilakukan secara berulang-ulang terhadap data primer dan kemudian menghayati secara

mendalam apa yang menjadi sumber informasi penting di dalam data primer. Selanjutnya

dilakukan teknik simak dan catat.

Teknik simak dilakukan dengan cermat, teliti, dan terarah terhadap data primer

untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dari hasil penyimakan yang dilakukan

terhadap seluruh teks novel SP kemudian dilakukan pencatatan data beserta kode sumber

(7)

3.4 Teknik Analisis Data

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode kualitatif, maka secara

otomatis penelitian dilakukan secara deskriptif. Menurut Endraswara (2008:5) “Penelitian

secara deskriptif artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar yang diperlukan,

bukan berbentuk angka.”

Menurut Kuntjara (2006:99) ”Dalam paradigma penelitian kualitatif, data dilihat

bukan sebagai informasi mentah yang didapat dari lapangan tetapi didapat dari hasil

interaksi antara peneliti dan sumber data baik dari manusia maupun diperoleh dari sumber

data.”

Adapun teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan mengahayati data primer

dan data sekunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang

sudah ada serta mendeskripsikan bentuk-bentuk perjuangan tokoh utama untuk meraih

impian dengan menggunakan psikologi individual yang dikemukakan oleh Adler.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data:

1. Memahami secara mendalam objek yang dikaji atau diteliti.

2. Menyajikan data yang diperlukan lewat membaca berulang-ulang objek yang akan

diteliti.

3. Melakukan penafsiran secara sistematis terhadap data.

4. Menyimpulkan hasil analisis sehingga diperoleh bentuk-bentuk perjuangan tokoh

(8)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perjuangan Tokoh Utama

Perjuangan merupakan proses yang panjang dengan pengorbanan yang besar untuk

mencapai suatu impian atau tujuan yang diinginkan. Pengorbanan yang besar tersebut

dapat berupa waktu, tenaga, dan pikiran. Perjuangan terjadi karena adanya dorongan atau

motivasi untuk mengubah keadaan. Keadaan yang dimaksud adalah keterbatasan secara

ekonomi, atau dengan kata lain, yaitu kemiskinan.

Kemiskinan tidak menjadi suatu alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan.

Selama kita terus berusaha, maka selalu ada jalan untuk melanjutkan pendidikan tersebut.

Apapun kita lakukan demi mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Demikianlah yang

dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron dalam novel SP. Hal ini tergambar dalam kutipan

berikut ini.

“Karena di kampung orangtuaku tak ada SMA, setelah tamat SMP aku, Arai, dan Jimbron merantau ke Magai untuk sekolah di SMA Bukan Main. Pada saat itulah PN Timah Belitong, perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan periuk belanganya, termasuk ayahku, terancam kolaps. Gelombang besar karyawan di-PHK. Ledakan PHK itu memunculkan gelombang besar anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan tak punya pilihan selain

bekerja membantu orang tua.” (SP:67)

Dari kutipan di atas, tergambar bahwa Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang untuk

melanjutkan pendidikannya dengan merantau ke Magai karena di kampung mereka tidak

ada SMA. Setelah tamat SMP, mereka sudah berpisah atau jauh dengan orang tua dan

kerabatnya. Pada saat situasi sulit, PN Timah Belitong terancam kolaps, menimbulkan

(9)

Gelombang besar karyawan yang di-PHK ini, memunculkan gelombang besar

anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan bekerja membantu orang tua. Hal ini tidak

membuat Ikal, Arai, dan Jimbron untuk berhenti melanjutkan pendidikannya. Apapun

mereka lakukan agar tetap bisa melanjutkan pendidikannya.

Mereka yang masih bersemangat sekolah umumnya bekerja di warung mi rebus. Mencuci piring dan setiap malam pulang kerja harus mengerus tangan tujuh kali dengan tanah karena terkena minyak babi. Atau menjadi buruh pabrik kepiting. Berdiri sepanjang malam menyiangi kepiting untuk dipaketkan ke Jakarta dengan risiko dijepiti hewan nakal itu. Atau, seperti aku, Arai, dan Jimbron, menjadi kuli ngambat.” (SP:68)

Ngambat berasal dari kata menghambat yang merupakan suatu pekerjaan untuk

menunggu perahu nelayan yang tambat, kemudian memikul ikan-ikan hasil tangkapan

nelayan ke pasar ikan. Pekerjaan yang demikian itu dinamakan dengan kuli ngambat.

Bahkan pekerjaan ini sudah cukup lama mereka lakukan.

“Aku hafal lingkungan ini karena sebenarnya aku, Jimbron, Arai, tinggal di salah satu los di pasar kumuh ini. Untuk menyokong keluarga, sudah dua tahun kami menjadi kuli ngambat –tukang pikul ikan-di dermaga.” (SP:3-4)

Pekerjaan seperti ini mereka lakukan untuk membantu keluarga yang tidak mampu

untuk membiayai semua keperluan sekolah. Sejak PN Timah Belitong terancam kolaps

dan menimbulkan gelombang besar karyawan di-PHK, sehingga memunculkan

gelombang besar anak-anak terpaksa berhenti sekolah. Mereka yang mempunyai

keinginan dan semangat yang tinggi untuk tetap bisa bersekolah, maka mau tidak mau

mereka harus mandiri dan bekerja keras untuk membiayai sekolahnya.

Seperti yang dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron, mereka hidup secara mandiri

dan bekerja keras demi membiayai semua keperluan sekolahnya. Mereka bekerja setiap

hari, mulai dari pukul dua pagi sampai subuh. Meskipun mereka bekerja pada pagi buta,

mereka selalu disiplin dalam membagi waktu untuk bekerja dengan membagi waktu untuk

(10)

“Setiap pukul dua pagi, berbekal sebatang bambu, kami sempoyongan memikul berbagai jenis makhluk laut yang sudah harus tersaji di meja pualam stanplat pada pukul lima, sehingga pukul enam sudah bisa diserbu. Artinya, setelah itu kami

leluasa untuk sekolah.” (SP:70)

Apapun dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron agar tetap bisa bersekolah. Bahkan

sebelum mereka bekerja sebagai kuli ngambat, mereka bekerja sebagai penyelam di

padang golf.

“Sebelum menjadi kuli ngambat kami pernah memiliki pekerjaan lain yang juga

memungkinkan untuk tetap sekolah, yaitu sebagai penyelam di padang golf.” (SP: 68-69)

Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja sebagai penyelam di padang golf. Padang golf ini

merupakan milik para petinggi PN Timah Belitong. Penjaga padang golf akan membayar

untuk setiap bola golf yang dapat diambil pada kedalaman hampir tujuh meter di dasar

danau. Danau tersebut merupakan danau bekas galian kapal keruk di tengah padang golf

tersebut.

Setelah Ikal, Arai, dan Jimbron berhenti bekerja sebagai penyelam di padang golf,

mereka beralih bekerja menjadi part time office boy.

“Lalu kami beralih menjadi part time office boy di kompleks kantor pemerintahan. Mantap sekali judul jabatan kami itu dan hebat sekali job description-nya: masuk kerja subuh-subuh dan menyiapkan ratusan gelas teh dan kopi untuk para abdi

negara.” (SP:69)

Setelah berhenti bekerja sebagai part time office boy, Ikal, Arai, dan Jimbron

bekerja sebagai kuli ngambat tersebut. Sudah dua tahun mereka menekuni pekerjaan

sebagai kuli ngambat ini. Karena pekerjaan ini, mereka mampu untuk menyewa sebuah los

(11)

Bahkan ketika masih SMP, Ikal, Arai, dan Jimbron sudah terbiasa mencari uang

sendiri. Mereka bekerja karena keadaan ekonomi orang tua. Karena keadaan ekonomi

inilah yang memaksa mereka untuk bekerja.

“Dan seperti kebanyakan anak-anak Melayu miskin di kampung kami yang rata-rata beranjak remaja mulai bekerja mencari uang, Arai-lah yang mengajariku mencari akar banar untuk dijual kepada penjual ikan.” (SP:32)

Keadaan ekonomi atau kemiskinan yang membuat Ikal, Arai, dan Jimbron harus

bekerja untuk mencari uang sendiri. Ditambah lagi dengan kolapsnya PN Timah Belitong

yang merupakan perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan

periuk belanganya. Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja sebagai pencari akar banar. Akar banar

merupakan akar yang digunakan oleh penjual ikan untuk menusuk insang ikan agar mudah

ditenteng oleh pembeli.

Bukan hanya itu saja yang di lakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron, mereka juga

mencari akar purun.

“Dia juga yang mengajakku mengambil akar purun (perdu yang tumbuh di rawa-rawa) yang kami jual kepada pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi.” (SP:32)

Akar purun merupakan perdu yang tumbuh di rawa-rawa yang digunakan oleh para

pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi. Untuk menebas akar purun, harus

berendam dalam rawa setinggi dada. Begitulah perjuangan yang dilakukan oleh Ikal, Arai,

dan Jimbron untuk mendapatkan akar purun tersebut.

Tidak hanya sampai di situ saja perjuangan Ikal, Arai, dan Jimbron, kerap kali

mereka berubah profesi atau pekerjaan. Dari pencari akar banar sampai pencari akar

rumpun purun, hingga menjadi penjual kue.

“Lalu aku tertegun mendengar rencana Arai: dengan bahan-bahan itu dimintanya

(12)

Berjualan kue merupakan ide dari Arai. Arai mengajak Mak Cik Maryamah untuk

bekerja sama dengan mereka. Mak Cik Maryamah adalah seorang ibu yang mempunyai

dua orang anak perempuan yang masih kecil. Ia merupakan wanita yang tidak beruntung

dan tak berdaya karena tak lagi dipedulikan oleh suaminya.

Oleh karena tidak lagi dipedulikan oleh suaminya, maka Mak Cik Maryamah

sering meminjam beras kepada tetangga untuk kebutuhan dia dan anak-anaknya yang

masih kecil. Melihat hal itu, maka atas inisiatif Arai, ia mengajak Ikal untuk membantu

Mak Cik Maryamah. Mereka membeli terigu, gandum, dan gula dari hasil uang tabungan

mereka selama bekerja sebagai pencari akar banar dan akar rumpun purun, dan kemudian

meminta Mak Cik Maryamah membuat kue dengan bahan-bahan tersebut, dan mereka

yang akan menjualnya.

“Dan sejak itu, kami naik pangkat dari penebas akar banar dan pencabut rumpun purun menjadi penjual kue basah. Karena sasaran pasar kami adalah orang-orang bersarung, maka kami berjualan dari perahu ke perahu. Jika ada pertandingan sepak bola, kami berjualan di pinggir lapangan bola. (SP:52)

Dengan demikian, Mak Cik Maryamah sudah mempunyai pekerjaan dan tak perlu

lagi untuk meminjam-minjam beras kepada tetangganya. Hasil dari penjualan kue basah

yang dibuatnya, akan mendapatkan bagian atau komisi. Apalagi penghasilan dari kue

basah yang dibuatnya lumayan, maka Mak Cik Maryamah sudah punya penghasilan

sendiri untuk ia dan anak-anaknya.

Perjuangan Ikal, Arai, dan Jimbron tidak hanya sampai di situ saja. Setelah tamat

SMA, Ikal dan Arai mencoba untuk merantau ke Jawa. Dengan uang tabungan selama

bekerja di Magai, mereka yakin untuk merantau ke Jawa.

“Merantau, kita harus merantau, berapa pun tabungan kita, sampai di Jawa urusan

(13)

Ikal dan Arai sangat ingin mengunjungi pulau Jawa, tanpa ada keluarga dan

sahabat yang dituju di sana. Dengan uang tabungan selama bekerja keras di Magai, mereka

bisa bertahan hidup selama di Jawa dan sambil mencari pekerjaan. Mereka berangkat dari

dermaga Olivir ke Tanjung Priok, dengan naik kapal barang yang mereka tumpangi secara

gratis.

Ikal dan Arai belum terbiasa dengan perjalanan panjang dan lama. Selama

perjalanan empat hari dari dermaga Olivir menuju dermaga Tanjung Priok, mereka

mengalami mabuk secara terus menerus. Demikianlah perjuangan mereka untuk sampai ke

pulau Jawa.

“Pelayaran kami takkan pernah kulupakan karena itulah empat hari, secara terus menerus, detik demi detik, kami didera siksaan. Siksaan pertama karena kami telah

mabuk ketika baru beberapa jam berlayar.” (SP:222)

Sesampai di Jawa, prioritas utama Ikal dan Arai adalah bagaimana agar bisa dapat

pekerjaan, berpenghasilan, dan dapat makan tiga kali sehari, kemudian baru memikirkan

kuliah.

“Saat ini kami hanya memiliki dua tas kulit buaya, sedikit uang untuk bertahan

hidup, dan dua celengan kuda. Tapi walaupun terbatas keadaan kami, kami yakin dapat kuliah. Sekarang satu persatu saja dulu, yaitu bagaimana agar segera dapat

pekerjaan, berpenghasilan, dan dapat makan tiga kali sehari.” (SP:235)

Setelah hampir lima bulan menetap di Jawa, Ikal dan Arai baru mendapatkan

pekerjaan untuk bertahan hidup. Pekerjaan tersebut adalah sebagai penjual wajan teflon

serta berbagai peralatan dapur. Mulai dari pagi, Ikal dan Arai sudah berkeliling diberbagai

perumahan yang ada di Bogor.

(14)

Akan tetapi, pekerjaan tersebut tidak menguntungkan bagi Ikal dan Arai. Sebulan

penuh bekerja, mereka tak berhasil menjual satu barang pun. Karena hal tersebut, maka

Ikal dan Arai dipecat. Setelah dipecat dari pekerjaan sebagai penjual wajan teflon, Ikal dan

Arai bekerja di pabrik tali.

“Lalu kami mendapat pekerjaan di pabrik tali. Pabrik ini memproduksi berbagai jenis tali” (SP:237)

Belum lama bekerja di pabrik tali, Ikal dan Arai harus berhenti bekerja karena

pabriknya mengalami kebangkrutan. Selama di Jawa, mereka kerap kali berganti

pekerjaan. Dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Hingga akhirnya, dari pekerjaan

tersebut, Ikal dan Arai bisa kuliah.

4.2 Bentuk-bentuk Perjuangan Tokoh Utama

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab II, penelitian ini menggunakan pendekatan

psikologi individual yang dikembangkan oleh Adler. Psikologi individual yang

dikembangkan Adler ini dapat menganalisis dan mendeskripsikan bentuk-bentuk

perjuangan tokoh utama untuk meraih impiannya. Tokoh utama yang secara ekonomi,

dapat dikatakan dari keluarga yang tidak mampu, tetapi mempunyai semangat dan

perjuangan yang sangat besar untuk meraih impiannya.

Adler menjabarkannya dalam empat bentuk, yaitu:

1. Berjuang mencapai tujuan akhir

2. Daya juang sebagai kompensasi

3. Berjuang meraih superioritas pribadi

4. Berjuang meraih keberhasilan

Keempat bentuk yang dijabarkan dalam psikologi individual Adler ini akan dihubungkan

(15)

Melalui psikologi individual Adler tersebut, akan dapat menentukan perjuangan

Ikal, Arai, dan Jimbron. Perjuangan dari SMP sampai tamat SMA hingga ke bangku

kuliah. Dalam keadaan ekonomi keluarga yang tidak mendukung, mereka mampu

berjuang, bekerja keras, dan hidup mandiri. Arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang

membelit dan cita-cita atau impian yang gagah berani, dengan penuh optimis.

4.2.1 Berjuang Mencapai Tujuan Akhir

Manusia berjuang demi sebuah tujuan akhir, entah itu superioritas pribadi atau

keberhasilan untuk semua umat manusia. Pada masing-masing kasus atau masalah,

berjuang mencapai tujuan akhir tersebut sifatnya fiksional dan tidak ada bentuk

objektifnya (Feist, 2010:82).

Manusia mempunyai tujuan atau impian yang harus diperjuangkan untuk

meraihnya. Tujuan tersebut sudah direncanakan secara matang dengan prinsip

masing-masing. Visi manusia berjuang mencapai tujuan akhir adalah untuk melawan perasaan

lemah (inferior) dan mencapai keberhasilan (superior).

Dalam novel SP ini, terdapat kutipan yang berhubungan dengan berjuang

mencapai tujuan akhir, seperti pada kutipan berikut:

“Pada saat itulah aku, Arai, dan Jimbron mengkristalisasikan harapan agung kami

dalam satu statement yang sangat ambisius: cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Perancis! Ingin menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai ke Afrika.” (SP:73)

Impian dan tekad Ikal, Arai, dan Jimbron sangat besar. Daya juang yang dimiliki

oleh mereka serta sikap optimis yang ditunjukkannya, merupakan bukti bahwa mereka

akan mencapai tujuan akhir, yaitu ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kakinya

(16)

“...,atau tentang cita-cita kita merantau ke Jawa, naik perahu barang, dan tentang rencana kita sekolah ke Prancis!! Menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne!! Menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Kita akan menjadi orang Melayu pedalaman pertama yang sekolah ke Prancis!! Bukan main hebatnya, Bron!!.” (SP: 137)

Ikal mengingatkan tentang ambisi atau keinginan mereka untuk mencapai tujuan

akhir yang selama ini diimpikannya. Mereka ingin membuktikan bahwa mereka mampu

untuk meraihnya, meskipun dalam keadaan ekonomi keluarga yang lemah. Keadaan

ekonomi bukanlah halangan untuk mencapainya. Ikal, Arai, dan Jimbron selalu bekerja

keras, pantang menyerah, dan selalu bersikap optimis.

“Kita lakukan yang terbaik di sini!! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa

sampai ke Afrika!! Kita akan sekolah ke Prancis!! Kita akan menginjakkan kaki di

altar suci almamater Sorbonne! Apa pun yang terjadi!!.” (SP:154)

Ikal sangat optimis dan sangat bersemangat. Buktinya, mereka sangat yakin dan

percaya diri. Ia melakukan usaha yang maksimal untuk meraih semuanya. Dengan

melakukan hal yang terbaik, dan menghadapi semua hal yang terjadi, serta tetap optimis

tanpa rasa ragu atau bimbang.

“Maka sekarang aku adalah orang yang paling optimis. Jika kuibaratkan semangat

manusia sebuah kurva, sebuah grafik, maka sikap optimis akan membawa kurva itu terus menanjak.” (SP: 208)

Dengan semangat yang tak pernah surut dan padam, Ikal, Arai, dan Jimbron selalu

menggantungkan cita-cita itu. Apa pun telah mereka lakukan untuk bisa meraihnya.

“Betapa kami adalah para pemberani, para patriot nasib. Dengan kaki tenggelam di

dalam lumpur sampai ke lutut kami tak surut menggantungkan cita-cita kami di bulan: ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin kami di atas

altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai ke Afrika.”

(17)

Sesuai dengan istilah, usaha tidak akan pernah menghianati hasil. Maka, itulah

yang terjadi pada Ikal, Arai, dan Jimbron. Apa yang mereka impikan selama ini terwujud.

Usaha dan kerja keras mereka selama ini tak pernah sia-sia.

“Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan

telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan nama universitas yang menerimaku, di sana jelas

tertulis: Univesite de Paris, Sorbonne, Perancis.” (SP:272)

4.2.2 Daya Juang sebagai Kompensasi

Manusia berjuang meraih superioritas atau keberhasilan sebagai cara untuk

mengganti perasaan inferior atau lemah. Manusia secara terus menerus didorong oleh

keinginannya untuk menjadu utuh (Feist, 2010:83).

Manusia tidak pernah lepas dari kekurangan, tetapi hal itu bisa menjadi dorongan

atau motivasi untuk mencapai tujuan. Manusia akan berjuang meraih superioritas atau

keberhasilan sebagai cara untuk mengganti perasaan inferior atau lemah. Kelemahan ini

menjadi pemicu untuk meraih sesuatu yang lebih baik.

Daya juang ini ditentukan oleh perasaan inferior atau lemah dan tujuan

mendapatkan keunggulan. Tanpa sebuah kelemahan, manusia tidak akan pernah

mendapatkan kesempurnaan yang ingin dicapainya. Keberhasilan merupakan konsep yang

dibuat oleh setiap individu, serta bagaimana ia mencapainya.

Dalam daya juang sebagai kompensasi juga terbentuk oleh faktor keturunan dan

faktor lingkungan. Faktor keturunan menentukan potensi untuk memperbaiki dan

mengubah keadaan yang terus berjalan, sedangkan faktor lingkungan terbentuk oleh minat

(18)

“Namun, sampai di sekolah, semua kelelahan kami serta-merta lenyap, sirna tak ada bekasnya, menguap diisap oleh daya tarik laki-laki tampan ini, kepala sekolah sekaligus guru kesusastraan kami: Bapak Drs. Julian Ichsan Balia. Sebagai anak-anak yang sejak sekolah dasar diajarkan untuk menghargai ilmu pengetahuan dan seni, aku, Arai, dan Jimbron sungguh terpesona pada pak Balia.” (SP:70)

Ikal, Arai, dan Jimbron merasa sangat bersemangat apabila sampai di sekolah.

Semua kelelahan mereka bekerja sebagai kuli ngambat terbayar sudah oleh pesona pak

Balia. Setiap pukul dua pagi, mereka sudah sempoyongan memikul berbagai jenis

makhluk laut sampai pukul enam pagi. Setelah itu mereka bersiap-siap untuk berangkat ke

sekolah.

Pak Balia merupakan kepala sekolah sekaligus guru kesusastraan mereka. Beliau

selalu tampil prima, menyenangi ilmu, serta sangat menghargai murid-muridnya. Kreatif

merupakan daya tarik utama kelasnya. Ia tak pernah mau kelihatan letih dan jemu dalam

menghadapi murid-muridnya.

Di hadapan pak Balia, semua murid-muridnya menjadi bersemangat dan selalu

optimis dalam mengejar cita-cita. Mereka semakin bergairah untuk belajar oleh entakan

semangat pak Balia dengan menyebut muridnya sebagai para pelopor.

“Mengingat keadaan kami yang amat terbatas, sebenarnya lebih tepat cita-cita itu disebut impian saja. Tapi di depan tokoh karismatik seperti pak Balia, semuanya

seakan mungkin.” (SP:73-74)

Untuk mengejar semua impian, Arai selalu mengingatkan agar selalu berjuang total,

pantang mundur dan selalu optimis, serta mengerahkan semua daya dan upaya.

(19)

Ikal, Arai, dan Jimbron sadar bahwa tanpa mimpi, mereka tidak akan pernah hidup,

tanpa mimpi mereka tidak akan pernah berjuang. Dan tanpa itu semua, mereka tidak akan

pernah bertempur habis-habisan. Dimulai dari sekolah mereka akan mengejar semua

cita-cita yang ingin diraih.

“Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati...

Mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli,

tapi di sini Kal, di sekolah ini, kita tak akan pernah mendahului nasib kita!!.” (SP: 153)

Arai menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah menyerah pada keadaan.

Mereka selalu optimis dan ingin mengubah hidup menjadi lebih baik. Sikap pesimis

merupakan sikap takabur yang mendahului nasib.

4.2.3 Berjuang Meraih Superioritas Pribadi

Pada umumnya, manusia berjuang meraih superioritas atau keberhasilan tanpa

memikirkan orang lain. Tujuannya bersifat personal dan dimotivasi oleh perasaan inferior

atau lemah. Oleh sebab itu, timbul usaha yang berlebihan untuk mendapatkan kepuasan

pribadi (Feist, 2010:84)

Manusia berjuang meraih keberhasilan dengan tujuannya sendiri. Tujuan ini timbul

karena adanya perasaan lemah. Secara sadar atau tidak sadar menyembunyikan

kecenderungan untuk memikirkan diri sendiri di balik keprihatinan dalam kehidupan

sosialnya.

Ikal tidak peduli dengan masalah apa yang terjadi di luar masalah mereka. Mereka

hanya peduli pada masalah keadaan hidupnya.

“Sahabatku, banyak hal lain yang lebih positif di dunia ini. Banyak hal lain yang

amat menarik untuk dibicarakan, misalnya tentang...mengapa kita, orang Melayu, yang hidup di atas tanah timah kaya raya tapi kita semakin miskin hari demi

(20)

Bahkan Arai rela meninggalkan pekerjaannya sementara untuk pekerjaan yang

lebih menjanjikan. Pekerjaan ini adalah pekerjaan borongan dengan upah atau gaji harian.

“Ada kerja borongan sebentar di Gedong, tak kan lama, bisa kerja setiap pulang sekolah. Orang staf di sana mau membayar harian, bagus pula bayarannya itu...,tak

kan lama, hanya dua bulan, nanti kita ngambat lagi...”(SP:176)

Setelah tamat SMA, Ikal dan Arai mempunyai rencana untuk merantau ke Jawa.

Dengan uang tabungan mereka selama bekerja di Magai, uang tersebut untuk biaya

mereka sementara di sana, sebelum mendapatkan pekerjaan. Tujuan mereka merantau

adalah untuk mencari pekerjaan dan kuliah. Dengan kepergian mereka ke Jawa tersebut,

maka mereka telah meninggalkan kampung halaman, kelurga dan kerabat-kerabatnya.

“Merantau, kita harus merantau, berapa pun tabungan kita, sampai di Jawa urusan belakangan, Arai yakin sekali dengan rencana ini.” (SP: 216)

Sesampai di Jawa, Ikal dan Arai langsung mencari pekerjaan yang dapat

mendukung kelangsungan hidup mereka. Tetapi di Jawa mereka mendapatkan pekerjaan

yang berbeda. Ikal bekerja di jawatan pos sedangkan Arai bekerja ke Kalimantan. Arai

meninggalkan Ikal sendiri di Jawa.

“Sebulan penuh aku menjalani pendidikan dasar militer agar nanti di Jawatan Pos

dapat disiplin melayani masyarakat. Setelah sebulan aku pulang ke Bogor. Tapi di kamar kosku tak ada siapa-siapa. Aku melihat sepucuk surat di bawah pintu. Lututku bergetar dan hatiku hampa membaca pesan di surat itu. Dengan sahabatnya dari pabrik tali, naik Kapal Lawit, Arai telah berangkat ke

(21)

4.2.4 Berjuang Meraih Keberhasilan

Manusia yang sehat secara psikologi adalah manusia yang dimotivasi oleh minat

sosial dan keberhasilan untuk sesama. Individu yang sehat peduli dengan tujuan-tujuan

ataupun cita-citanya. Keberhasilannya tidak diperoleh dengan cara mengorbankan orang

lain (Feist, 2010:85)

Manusia berjuang untuk meraih keberhasilan daripada superioritas pribadi akan

mampu mempertahankan keadaan dirinya, tetapi mereka lebih melihat masalah sehari-hari

dari sudut pandang sosial daripada pribadi.

“Untuk menyokong keluarga, sudah dua tahun kami menjadi kuli ngambat-tukang pikul ikan-di dernaga.” (SP:4)

Karena mayoritas masyarakat di kampung Ikal, Arai, dan Jimbron adalah

masyarakat yang secara ekonomi dapat dikatakan kurang mampu atau miskin. Sehingga,

untuk mengurangi beban keluarga, maka mau tak mau mereka harus berjuang untuk

memenuhi kebutuhannya. Mulai dari beranjak remaja, mereka sudah terbiasa mencari

uang sendiri.

“Dan seperti kebanyakan anak-anak Melayu miskin di kampung kami yang rata-rata beranjak remaja mulai bekerja mencari uang, Arai-lah yang mengajariku

mencari akar banar untuk dijual kepada penjual ikan.” (SP:32)

Untuk mencari uang sendiri, dan membantu beban orangtua, sering kali Ikal, Arai,

dan Jimbron berubah profesi atau pekerjaan. Setelah berhenti bekerja mencari akar

banar, mereka berjualan kue. Kue ini dibuat oleh Mak Cik Maryamah yang tidak

mempunyai pekerjaan, sehingga Mak Cik Maryamah terbantu. Dari mereka modal untuk

membuat kuenya. Modal ini didapat dari hasil penjualan akar banar.

“Penghasilan sebagai penjual kue rupanya jauh lebih baik dari penjual akar banar.

(22)

Bahkan Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja bukan hanya semata untuk kebutuhan

sendiri. Mereka bekerja untuk bisa sekolah dan membantu keluarga.

“Pada momen ini kami memahami bahwa persahabatan kami yang lama dan lekat

lebih dari saudara, berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras bahu-membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga, tidur sebantal makan sepiring, susah senang bersama, ternyata telah membuahkan maslahat yang

tak terhingga bagi kami.” (SP:139)

Bukan hanya membantu keluarga, Ikal juga membantu orang lain yang

membutuhkannya. Ketika merantau di Jawa dan saat bekerja di jawatan pos.

“Yang menghiburku hanya jika menyortir aku menemukan surat dan wesel dari

Belitong untuk beberapa mahasiswa Belitong di IPB. Sering mereka datang ke kantor pos jika bermasalah dengan KTP sehingga susah mencairkan wesel. Maka dengan sebuah cap karet berukiran nama dan nomor induk pegawaiku, aku memberi otoritas di belakang wesel itu: DIKENAL PRIBADI. Bangga minta ampun aku dengan privilege sebagai pegawai pos itu, selain senang dapat memberikan bantuan kecil untuk rekan sekampung.” (SP: 245)

Selama di Jawa, ketika Ikal diterima bekerja di jawatan pos, Arai pergi mencari

kerja ke Kalimantan. Selama itu Ikal sangat merindukan Arai dan ingin membantunya jika

ingin kuliah bersamanya.

“Aku mengatur jadwal shift meyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Aku merindukan Arai setiap hari dan ingin kukirimkan kabar padanya bahwa jika ia kembali ke Bogor ia dapat kuliah karena aku telah berpenghasilan tetap. Walaupun sangat pas-pasan tapi jika ia juga bekerja part time, aku yakin kami dapat

(23)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Perjuangan tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron dalam novel SP karya Andrea Hirata

merupakan perjuangan tiga tokoh utama yang ingin sekolah ke Prancis. Dimulai dari

sebuah SMA, cita-cita itu sudah tertanam di dalam pikiran mereka. Apa pun mereka

lakukan demi terwujudnya cita-cita tersebut. Mereka mulai bekerja keras dari pagi hingga

malam.

Semangat dan rasa optimis mereka datang dari sosok yang sangat karismatik, yaitu

pak Balia. Beliau merupakan kepala sekolah sekaligus guru kesusastraan mereka. Ia sering

memberikan semangat kepada murid-muridnya untuk terus berjuang meraih semua impian

yang kita inginkan.

Perjuangan mereka dimulai dari bekerja sebagai pencari akar banar, pencari akar

rumpun purun, penyelam di padang golf, part tme office boy di kompleks kantor

pemerintahan, hingga menjadi kuli ngambat yang harus sempoyongan memikul ikan pada

pukul dua pagi.

Bentuk-bentuk perjuangan tokoh utama tersebut dibagi ke dalam empat bentuk,

yaitu berjuang mencapai tujuan akhir, daya juang sebagai kompensasi, berjuang meraih

(24)

5.2 Saran

1. Novel SP merupakan novel yang menggugah semangat, oleh sebab itu sangat bagus dan

layak untuk dibaca oleh siapa pun.

2. Novel SP perlu untuk diteliti lebih lanjut dengan pendekatan yang berbeda sehingga

memperkaya cakupan penelitian yang ada di dalam novel ini.

3. Mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai positif yang terkandung di

Gambar

Gambar Sampul
Gambar Sampul
Gambar Sampul

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dalam modul ini pada salah satu kegiatan pembelajarannya juga diberikan materi pedagogik yang menguraikan tentang prinsip‐prinsip pembelajaran yang kreatif

i English Department Student Association State University of Yogyakarta. 08th - 11th of August,

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA.. FAKULTAS

Sejalan dengan kewajibannya memberdayakan ketahanan pangan di daerah, hal paling pokok yang harus diketahui adalah (1) daerah (kecamatan) mana saja yang mengalami surplus

Pemerintah Kota Binjai dalam mempersiapkan pembangunan Kota Binjai dalam lima tahun kedepan akan dibangun dalam perwujudan Kota Cerdas (Smart City) yang melingkupi pemerintahan yang

Menurut Weiss dan Underwood (2002), penurunan.. 49 NDF disebabkan oleh rusaknya hemiselulosa. Lebih dari itu, kecernaan selulosa pun meningkat karena dengan rusaknya selulosa

[r]

[r]