• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah tbm dsar pengawetan makanan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah tbm dsar pengawetan makanan (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain pakaian dan perumahan. Makanan yang dikonsumsi memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat sebagai penggerak roda pembangunan. Sebab, makanan yang memenuhi kebutuhan standar nilai gizi akan mempengaruhi metabolism tubuh seseorang. Akibatnya, jika pemenuhan gizi seseorang mencukupi, maka metabolisme akan meningkat dan kinerja pun meningkat.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai kerusakan bahan pangan baik akibat aktivitas mikroorganisme maupun proses oksidasi. Sebagai contoh susu menjadi basi, roti berjamur, pembusukan pada daging, sayur melunak serta ketengikan pada makanan yang mengandung lemak dan minyak.

Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme; aktivitas enzim dalam bahan pangan; suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah; udara khususnya oksigen; kadar air dan kekeringan; cahaya; dan serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan faktor-faktor perusak tersebut.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan. Penyimpangan dari keadaan semula tersebut meliputi beberapa hal, diantaranya :

Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan  Pertumbuhan dan aktifitas mikroba;

 aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan;  serangga parasit dan tikus;

 suhu (pemanasan dan pendinginan);  kadar air;

 udara (oksigen);  sinar;

 waktu

(3)

Contoh tersebut merupakan bentuk bentuk kerusakan makanan yang disebabkan mikroorganisme patogen, yang dapat dikenali dengan :

- Berjamur

Terdapat di bagian luar permukaan makanan yang tercemar akibat adanya kapang anaerob. Makanan menjadi lekat, berbulu dan berwarna sebagai hasil produksi miselium dan spora kapang.

- Pembusukan (rots)

Rusaknya bahan pangan menjadi lunak dan berair yang disebabkan oleh rusaknya struktur jaringan bahan pangan tersebut.

Kerusakan ini biasa ditandai dengan perubahan flavor dan pembentukan gas pada makanan hasil fermentasi.

- Pembusukan bahan-bahan berprotein (putrefraction)

Dekomposisi anaerobik protein menjadi peptida atau asam amino mengakibatkan bau busuk pada makanan, akibat terbentuknya amonia, hidrogen sulfida, amin dan senyawa bau lainnya.

Pengawetan Secara Fisika

(4)

Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Dengan demikian, proses blansir bukan ditujukan untuk proses pengawetan.

Tujuan perlakuan blansir :  Menginaktifasi enzim,

 Mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaan bahan pangan, buah dan sayuran),

Selama penyimpanan produk buah/sayur, beberapa enzim, seperti lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase dan klorofilase, akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk.

Proses blansir yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi/sterilisasi makanan kaleng, menyebabkan enzim pun akan inaktif dan tidak mempengaruhi perubahan mutu produk selama penyimpanan

2. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Proses ini diberi nama atas penemunya Louis Pasteur seorang ilmuwan Perancis. Tes pasteurisasi pertama diselesaikan oleh Pasteur dan Claude Bernard pada 20 April 1862. Ada definisi lain yang menyebutkan, Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik didih. Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup rendah (dibawah 1000C) dengan tujuan untuk menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk.

(5)

sterilisasi, tetapi mematikan semua bakteri pathogen, ragi, jamur dan juga sebagian besar sel sel vegetatif pada bakteri. Bakteri yang tahan hidup dapat diklasifikasikan sebagai organisme yang tahan panas atau thermoduric, diantaranya bakteri asam laktat seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus lactis, Lactobacillus thermophilus, beberapa jenis Micrococcus,Bacillus dan Clostridium.

Pasteurisasi menghancurkan 90-99% bakteri yang ada didalam susu dengan kemungkinan kerusakan yang sangat kecil bagi laktosa, casein dan unsur lemak, akan tetapi vitamin C dapat dirusak oleh cara cara ini.

Pasteurisasi digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula (sukrosa) dengan konsentrasi tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari sedang jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu.

Jenis dilihat dari ketinggian suhu pada proses pasteurisasi dilakukan, dikenal beberapa teknik dalam melakukan pasteurisasi, yaitu:

(6)

HTST adalah singkatan dari High Temperature Short Time atau proses pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Pemanasan pada model THST ini dilakukan pada suhu 75 derajat Celsius selama 15 detik. Dalam proses pasteurisasi model HTST ini menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger atau semacam perubah suhu tinggi.

b. Pasteurisasi model UHT

UHT adalah singkatan dari Ultra High Temperature atau proses pemanasan dengan suhu sangat tinggi dalam lebih singkat lagi. Pemanasan model UHT ini dilakukan dalam suhu 130 derajat Celsius selama hanya 0,5 detik saja. Pemanasan dilakukan dalam tekanan tinggi. Melalui proses ini seluruh mikroba yang terdapat dalam makanan dan minum mati, sehingga produk susu yang dipanaskan dengan UHT ini sering pula dikenal dengan nama susu steril.

c. Pasteurisasi model LTLT

LTLT adalah singkatan dari Low Temperature Long Time atau pemanasan dengan suhu rendah dalam waktu cukup pama. LTLT dilakukan pada suhu rendah sekitar 60 derajat Celsius dalam waktu 30 menit. Perbedaan tinggi rendahnya suhu dalam pasteurisasi tersebut berbeda pula pada umur atau ketahanan makanan dan minum yang dipasteurisasi.

Susu yang menggunakan pasteuriasi HTST misalnya, bisa tahan selama 1 minggu tanpa mengubah rasa. Sementara susu yang dipanaskan dengan sistem UHT bisa tahan sampai dengan 6 bulan.

Proses pasteurisasi juga memiliki kelebihan lain antara lain:

1. Proses Pasteurisasi dapat membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifatpatogen misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti dan mengurangi populasi bakteri.

2. Proses Pasteurisasi dapat memperpanjang daya simpan bahan atau produk 3. Proses Pasteurisasi dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk 4. Pada susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu

(7)

Kekurangan Pasteurisasi

Proses pasteurisasi dengan penanganan suhu yang tidak tepat dapat mengakibatkan loss nutrition, yaitu hilangnya nutrisi-nutrisi penting yang terkandung dalam susu. Penanganan suhu yang salah juga dapat mengakibatkan bakteri pathogen yang tetap hidup di dalam susu, sehingga mengakibatkan ketahanan susu menjadi berkurang, serta beresiko menyebarnya bakteri ke dalam tubuh manusia.

3. Sterilisasi Komersial

Pengertian steril menunjukkan suatu kondisi yang suci hama, yaitu kondisi yang bebas mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai, karena itulah ada istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial adalah suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorgnanisme hidup.

Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pengertian ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi normal.

Sterilisasi komersial atau stabilitas penyimpanan adalah kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin. Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko keamanan pangan yang cukup tinggi.

Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pendinginan, pangan berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan beresiko ditumbuhi mikroba.

(8)

1. Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komersial telah tercapai.

2. Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas, alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbulnya rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan.

Kondisi proses sterilisasi komersial tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dll), jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng), medium pemanas, dan kondisi penyimpanan setelah sterilisasi.

Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1. Proses pengalengan konvensial, dimana produk dimasukkan dalam kaleng,

lalu ditutup secara hermetis, dan setelah itu produk dalam kaleng dipanaskan/disterilisasi dengan menggunakan retort. Setelah kecukupan panas yang diperlukan tercapai, produk dalam kaleng tersebut didinginkan.

2. Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan kemasan disterilisasi secara terpisah, kemudian produk steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada suatu ruangan yang steril.

Produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila:

(a) produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 100 oC;

(b) bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun;

(c) bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan normal dapat menyebabkan kebusukan;

(d) awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi).

(9)

Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum, metabolisma akan berjalan kurang sampurna bahkan berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau terlalu vendah. Setiap penurunan 80C pada suhu

penyimpanan,metabolisme berkurang setengahnya. Penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan tersebut karena aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Penyimpanan dingin tidak membunuh, mikroba, tetapi hanya menghambat aktivitasnya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang akan didinginkan harus dibersihkan lebih dahulu.

B. Pengawetan Dengan Suhu Rendah

Cara Pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu pendinginan

(cooling) dan pernbekuan (freezing). Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai + 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80C. Meskipun air

murni membeku pada suhu O0C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku

sampai suhu –20C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh

kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut.

Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -240C, Pembekuan

cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai-400C. Pembekuan cepat ini

dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72 jam.

Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan "pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat.

Pendinginan biasanya akan mengawetkan berapa hari atau minggu tergantung dari macarn bahan pangannya. sedangkan pernbekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-kadang beberapa tahun.

(10)

menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu

penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -180C,kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan

naik 30C maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda.

Makanan beku yang mempunyai Mutu penyimpanan yang baik selama 12 bulan pada suhu -18OC, akan tahan simpan masing-masing hanya 6 bulan atau 3

bulan pada suhu -150C atau -120C.

Perbedaan yang lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap aktivitas mikroba dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan tidak dapat menyebabkan kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat.

(11)

C. Pengeringan

Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang.

Prinsip Pengeringan:

• Pengeringan terdiri dari pindah panas dan difusi air (pindah massa)

• Perubahan cairan (atau padatan pada freeze drying) menjadi uap memerlukan panas laten produk

Faktor mempengaruhi laju pengeringan: • Suhu

• Tekanan

(12)

• Kadar air bahan

• Komposisi kimia bahan Metode pengeringan:

• Konduksi dengan cara kontak dengan plat panas • Konveksi dari udara panas

• Radiasi dari sinar infra merah • Energi gelombang mikro D. Pengasapan

Prinsip pengawetan dalam pengasapan adalah melalui proses penarikan air dari jaringan tubuh ikan dengan adanya penggaraman dan pengeringan juga penyerapan oleh berbagai senyawa kimia yang berasal dari asap. Beberapa unsur kimia yang ada di dalam asap antara lain adalah aldehid, keton, alcohol, fenol, hidrokarbon dll. Unsur-unsur tersebut dapat berperan sebagai anti mikroba, pemberi rasa, aroma, dan warna pada tubuh ikan dan juga sebagai bahan pengawet.

Pengawetan Secara Kimiawi

Pengawetan secara kimiawi, yang umumnya menggunakan bahan tambahan makanan (BTM). BTM adalah substansi tertentu yang ditambahkan pada makanan untuk mendapatkan pengaruh tertentu, misalnya memperbaiki tekstur, rasa, penampilan serta memperpanjang daya simpan. Oleh karena BTM memiliki berbagai fungsi, maka dalam teknologi pangan dapat dikelompokkan antara lain, sebagai :

- Zat gizi, seperti vitamin, mineral, asam lemak dan asam amino essensial. - Zat pengawet.

- Pewarna baik yang alami (karoten, khlorofil, xantofil, dan lain sebagainya) maupun sintetis (seperti amaran, tatrazin, allura red).

- Flavor serta zat penguat flavor dan aroma.

(13)

asam atau garamnya. Aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, seperti ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang.

Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada yang anorganik, karena kemudahan dalam pembuatannya. Biasanya zat pengawet organik digunakan dalam bentuk asam ataupun bentuk garamnya. Contohnya seperti garam, gula, asam sorbat dengan garamnya, asam sitrat, Na-benzoat, asam propionat dan garamnya, asam asetat serta epoksida. Sedangkan zat pengawet anorganik yang masih digunakan di antaranya sulfit (dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit,

metabisulfit), nitrat/nitrit beserta garamnya.

Penggunaan sulfit selain bertujuan untuk pengawetan, juga dapat mempertahankan warna dan flavor. Sulfit dapat pula melindungi asam askorbat dan Beta karoten, tetapi merusak tiamin. Selanjutnya, penggunaan nitrit pada produk pengolahan daging tidak boleh melebihi 150 ppm bahkan pada negara-negara Barat hanya diizinkan 50 ppm, serta pada produk makanan bayi tidak boleh digunakan. Hal ini karena ditemukannya senyawa nitrosamin akibat interaksi nitrit dengan asam amino yang bersifat toksik dan karsinogenik.

Dengan demikian, pemakaian BTM yang aman membutuhkan pertimbangan yang bijaksana. Jumlah BTM yang diizinkan digunakan dalam makanan harus

merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang diinginkan, dengan memperhatikan : (i) perkiraan jumlah yang dikonsumsi atau BTM yang diusulkan ditambahkan, (ii) ukuran minimal yang pada pengujian terhadap hewan percobaan menyebabkan penyimpangan yang normal pada kelakuan fisiologisnya, dan (iii) batasan terendah yang cukup aman bagi kesehatan bagi semua golongan konsumen.

Selain itu, pemakaian BTM tidak diperkenankan, bila digunakan : a. untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah, b. untuk menipu konsumen,

c. menyebabkan penurunan nilai gizi produk, dan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Nenni Dwi Aprianti. 2009. “Pengawetan Makanan yang Aman”. Skripsi. Fak.Kedokteran USU

Kusnandar, Ferry. 2005. Proses Thermal.

Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah. E-book

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dengan jelas nilai-nilai pendidikan berupa: (1) nilai-nilai pendidikan budi pekerti,

Ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, fraksi metanol dan isolat relatif murni dilakukan uji sitotoksik menggunakan metode MTT Assay

Trya Agung Pahlevi, ST 198410192011011004 Penata Muda Tk.I, III/b Fungsional Umum Pus.KI Kasubbid Kelembagaan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, dan Penelitian

Penentuan responden dilakukan berdasarkan syarat yaitu responden telah melakukan pembelian pada Cafe D’Jamilah minumal dua kali dalam kurun waktu tiga bulan terakhir

Kinerja Aspek Pendidikan Yang Lengkap Tidak Diambil Dari Siremun, Sementara Yang Diambil Dari Siremun Tidak Dilengkapi Dengan Bukti Kinerja (RPS).. 37 Chyndy Febrindasari,

Penulis menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif dan sebagai cara penyajiannya penulis menggunakan metode deskriptif guna menganalisis strategi kesantunan

Sedangkan negara RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, kemudian dengan diiringi lahirnya Pancasila dan UUD ‘45 sehari sesudahnya, merupakan warisan dari pejuang-pejuang

Dimensi moralitas pajak yang diuji dalam penelitian ini adalah faktor demografi, faktor pengelakan pajak, persepsi atas efektifitas sistem perpajakan, tingkat kepercayaan terhadap