• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING D"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Oleh

RIZKIA SUCIATI

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Bengkulu

ABSTRAK

Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran Biologi. Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan suatu proses dan produk. Proses dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran, dan produk dalam IPA adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum. Sehingga menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran tentunya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang dihadapi dunia pendidikan, karena model pembelajaran Abad 21 haruslah “learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together“, dan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, maka pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. Problem-Based Learning atau PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa, dimana siswa dilatih untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Sehingga PBL sebagai model pembelajaran yang inovatif mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

Kata kunci : model Problem-Based Learning, pembelajaran Biologi

LATAR BELAKANG

(2)

pembelajaran lebih bersifat teacher-centered (guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual); (d) peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya; (e) cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak; dan (f) evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk belajar yang berkaitan dengan domain kognitif dan tidak menilai proses.

UNESCO (dalam Tilaar, 1999) juga menerangkan bahwa model pembelajaran Abad 21 haruslah: “learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together“. Jadi siswa bukan hanya duduk diam dan mendengarkan, tetapi siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do); mampu berinteraksi dengan lingkungannya dan menuntut mereka untuk memahami pengetahuan yang berkaitan dengan dunia sekitarnya (learning to know); sehingga dari interaksi tersebut diharapkan siswa mampu membangun jati diri (learning to be); dan dengan adanya kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan tercipta kepribadian untuk memehami kemajemukan serta melahirkan sikap toleran positif terhadap keanekaragaman individu (learning to live together).

(3)

ketika mereka terlibat dalam proses pembelajaran. Sementara produk dalam IPA adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum (Hamdiyati & Kusnadi, 2010).

Berkaitan dengan ke semua hal tersebut, pendekatan dengan strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru juga tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang dihadapi dunia pendidikan. Guru bukanlah orang yang serba tahu dan peserta didik bukan orang yang serba tidak tahu. Maka dari itu, diperlukan suatu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan dapat mengarahkan peserta didik untuk dapat terlibat secara langsung dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar, dan tentunya perlu ada perubahan dalam pembelajaran agar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Maka dari itu, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning/PBL), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993 dalam Dasna & Sutrisno, 2010).

Dengan demikian, implementasi model pembelajaran Problem-Based Learning diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan aktivitas belajar, hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam segala bentuk permasalahan dalam pembelajaran Biologi, sehingga diharapkan pula mampu meningkatkan kualitas guru sains/biologi demi menjawab tantangan persaingan global.

RUMUSAN MASALAH

(4)

TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulis dalam membuat artikel ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan model PBL dapat diterapkan dalam pembelajaran Biologi.

PEMBAHASAN

Hakikat Pembelajaran Biologi

Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui (Anonim, 2007). Menurut Arsyad (1995) pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang yaitu peserta didik melakukan proses belajar mengajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogram. Tidak jauh berbeda, Malik (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Biologi merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pernyataan mengenai “Science is both a body of knowledge and a process”, diartikan oleh Cain & Evans (1990) bahwa IPA adalah kumpulan dari pengetahuan dan bagaimana proses untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. IPA atau sains mengandung empat hal, yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi (dalam Rustaman dkk, 2005).

(5)

Belajar IPA merupakan belajar yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam, lingkungan sekitar secara sistematis, sehingga belajar IPA bukan hanya untuk menguasai sekumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip saja, tetapi merupakan suatu proses penemuan (Athika, 2008).

Pembelajaran IPA di sekolah khususnya di tingkat menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang berdampak pada sikap siswa yang mempelajari IPA (Depdiknas, 2008).

Pembelajaran biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, kritis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar (Rustaman, 2003).

Belajar Biologi sebagian besar didasari keingintahuan manusia tentang dirinya, tentang lingkungannya, dan tentang kelangsungan jenisnya. Lingkup materi yang dicakup dalam biologi sering dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu yang mengkaji tentang manusia. Biologi juga termasuk studi tentang alam seperti juga astronomi, geologi, fisika, dan kimia.

(6)

Model Pembelajaran Problem-Based Learning

Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran (dalam Santyasa, 2007). Saripuddin (2000) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yeng sistematis dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para belajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar (dalam Astiti, 2007).

Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman gurudalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas.

a. Definisi PBL

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran IPA adalah model pembelajaran berbasis masalah atau lebih dikenal dengan Problem-Based Learning (PBL).

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (dalam Dasna & Sutrisno, 2010).

(7)

masalah. Pembelajaran berbasis masalah memperoleh dukungan teoritisnya dari psikologi perilaku dan teori pembelajaran sosial. Dalam model pembelajaran ini, seorang guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah untuk mereka sendiri. PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual (belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri). PBL banyak dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktis-kognitif Piaget, yang mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan bersifat tidak statis, tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka (Anonim, 2007).

Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning) (dalam Dasna & Sutrisno, 2010).

(8)

b. Karakteristik PBL

Menurut Tan (2003), PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran,

(2) masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured),

(3) masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective), (4) masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di

ranah pembelajaran yang baru,

(5) sangat mengutamakan belajar mandiri,

(6) memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja,

(7) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif

(dalam Amir, 2009). c. Langkah-langkah PBL

Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Umumnya, dikenal dengan proses 7 langkah, yaitu: Langkah 1 : Mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas

memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.

Langkah 2 : Merumuskan masalah

Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.

Langkah 3 : Menganalis masalah

Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual dan informasi antar anggota.

(9)

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.

Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang belum jelas. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan individu di setiap kelompok.

Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok)

Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Pada tahap ini, mereka mencari informasi tambahan itu. Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran.

Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk guru/dosen/kelas

Dari laporan-laporan individu/subkelompok, dipresentasikan dihadapan kelompok lain. Anggota yang mendengar harus kritis tentang laporan tersebut. Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam paper/makalah

(Amir, 2009).

d. Aplikasi PBL dalam pembelajaran Biologi

Prinsip 7 langkah dapat diaplikasikan ke dalam pembelajaran biologi, dan ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan, tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas. Biasanya dijalankan dengan 3-4 kelas dengan pembagian sebagai berikut:

- Pertemuan I : (langkah 1-5) di kelas, difasilitasi oleh guru

(10)

- Pertemuan III : Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum diskusi didahului oleh dengan pengklarifikasian pekerjaan siswa oleh guru.

Sebagai contoh adalah dalam pokok bahasan Ekosistem, mengenai kerusakan lingkungan akibat Global Warming. Pada pertemuan I, langkah 1 sampai dengan 5 dilakukan didalam kelas, dan guru hanya sebagai fasilitator dan administrator. Sebelumnya, guru meminta siswa membuat kelompok, dan menjelaskan secara ringkas propses PBL. Langkah pertama yaitu siswa terlebih dahulu mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, lalu merumuskan masalah yang masih belum jelas, kemudian saling bertukar pendapat untuk menganalisis masalah tersebut, dan pendapat-pendapat tadi dikelompokkan mana yang bertentangan,dan mana yang mendukung perumusan masalah tadi. Barulah masing-masing kelompok memformulasikan pendapat tadi agar terbentuk tujuan pembelajaran. Pada pertemuan berikutnya (pertemuan II), barulah siswa mulai mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi kelompok), siswa hendaknya mencari dari sumber-sumber yang relevan dan maksimal memberikan informasi bukan hanya mencari informasi ala kadarnya/asal-asalan. Kemudian membuat laporannya dan diskusikan lagi ke dalam kelompok, disini siswa dituntut untuk dapat bersikap kritis tentang laporan yang akan disajikan, lalu diedit kembali sebelum benar-benar dijadikan sebagai laporan untuk guru, dan jangan lupa untuk mencantumkan sumber dimana siswa mendapatkan materi agar lebih valid. Dan pada pertemuan III, dilakukan kegiatan presentasi kelompok dan diskusi kelas. Bila waktu mencukupi, setiap kelompok mempresentasikan laporannya dan dibuka sesi diskusi sesuai rancangan pembelajaran sehingga terjadi dinamika kelas. Sebelum presentasi dimulai, guru perlu mengklarifikasi pekerjaan (laporan) siswa.

e. Kelebihan dan Kelemahan Model PBL

(11)

Sementara itu, ada 3 hal yang menjadi kelemahan PBL, yaitu: (1) faktor guru; kurangnya guru dalam mengabsorbsi dan memahami apa dan bagaimana PBL itu, pengembangan kemampuan saat memfasilitasi, dan proses administratif untuk perangkat pendukung PBL. (2) faktor siswa; masih banyak siswa yang tidak terbiasa merumuskan, mencari, dan menyelesaikan masalahnya secara individu. (3) faktor institusi, pimpinan sekolah kurang memahami pengadopsian metode belajar sehingga guru dan siswa merasa terbebani akan kebijakan tersebut.

(Amir, 2009).

KESIMPULAN

Belajar pada hakikatnya adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Sementara itu, pembelajaran dalam Biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, kritis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran IPA adalah model pembelajaran berbasis masalah atau lebih dikenal dengan Problem-Based Learning (PBL).

PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, karena model PBL memiliki ciri siswa bekerja sama dalam kelompok kecil sehingga dapat memotivasi siswa untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan berpeluang agar siswa melakukan inkuiri dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan berpikir, baik kritis maupun kreatif.

(12)

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning

Arsyad, A.. (1995). Belajar dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.

Astiti, F.Y. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Viii Semester Ii Smp N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Tahun

Dasna, I W. & Sutrisno. (2010). Pembelajaran berbasis Masalah (Problem-Based Learnig). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Malang. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND. %20SEJARAH/195704081984031%20-%20DADANG

%20SUPARDAN/Pembelajaran%20Berbasis%20Masalah.pdf (23 Mei 2011).

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Depdiknas. Jakarta. Tersedia: http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009-Pembekalan-Pengawas/15%20--%20KODE%20--%2003%20-%20B6a %20Strategi%20Pembelajaran%20MIPA.pdf (23 Mei 2011).

(13)

Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Adi-Yudianto, S., Achmad, Y. Subekti, R., Rochintaniawati, D. dan Nurjhani-K., M. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. UM. Malang.

Santyasa, I W. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah. Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007. Tersedia: http://file.upi.edu/ai.php?dir... MODEL _ MODEL _ PEMBELAJARAN .pdf (20 Juni 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Analisa dan perhitungan pada tugas akhir ini betujuan untuk menentukan koefisien permeabilitas air ( k w ) pada tanah tak jenuh air, yang diambil dari data hasil

Penulis melakukan analisa produk yang lebih banyak diproduksi dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan klasifikasi ABC, kemudian melakukan peramalan terhadap data hisotri

PS PICE dot-model statement for the ideal bipolar transistor: β = Bf, Early voltage Vaf, and scale current Is; as shown by curly braces {}, these values are set using variables

Ketentuan Pasal 6A Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen yang menegaskan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih

Dari uraian penjelasan di atas, maksud dari peneliti yaitu dengan Penanaman aqidah Islamiyah akan menimbulkan suatu tindakan yang dilakukan oleh ustadz terhadap

4. Anggaran Belanja Negara, Penetapan formasi PNS bagi suatu organisasi pada akhirnya sangat ditentukan oleh tersedianya anggaran. Oleh karena itu

Aktivitas siswa yang melaksanakan prakerin pada industri BUMN dengan golongan besar sangat aktif dan di- namis serta sangat menujukkan pro- fesionalisme kerja yang

("Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar","Percentage of Households by Province and