• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kebahagiaan Pada Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kebahagiaan Pada Lansia"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Lansia

1. Definisi Lansia

Menurut Hurlock (1999) lanjut usia merupakan individu yang sering ditandai dengan perubahan fisik dan mengalami berbagai permasalahan psikologis. Perubahan fisik termasuk perubahan dalam penampilan, perubahan pada sistem organ dalam, perubahan pada sistem syaraf, dan perubahan kemampuan seksual. Sedangkan permasalahan psikologis menurut Munandar (2001) muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua, seperti rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, dan kematian pasangan.

(2)

pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh departemen sosial bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih yang sering ditandai mengalami berbagai perubahan fisik dan permasalahan psikologis.

2. Tugas Perkembangan Lansia

Sebagian besar tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Berikut ini merupakan tugas-tugas perkembangan lansia yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1999):

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan Perubahan kondisi fisik terjadi pada lansia dan sebagian besar perubahan itu terjadi kearah yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk masing-masing individu walaupun usianya sama.

2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga

Kondisi-kondisi tertentu dapat membantu penyesuaian diri terhadap masa pensiun, sedangkan kondisi lain dapat menghambat penyesuaian. Sikap lansia terhadap pensiun pasti mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyesuaian.

(3)

3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

Penyesuaian terhadap kematian pasangan sangat sulit bagi pria maupun wanita usia lanjut, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan. Penyesuaian terhadap kematian pasangan berbeda antara pria dan wanita. Bila pria kehilangan istrinya, segera setelah pensiun kejadian ini akan menambah kesulitannya dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun. Sedangkan pada wanita, penyesuaian diri seringkali terasa sulit karena berkurangnya pendapatan yang sering diartikan pindah kedalam kehidupan lebih kecil atau lingkungan yang kurang diinginkan, misalnya tinggal dengan anak yang sudah menikah, atau hidup dalam suatu lembaga penyantunan.

4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia

Pada lanjut usia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka, untuk menghindari kesepian akibat ditinggalkan anak yang tumbuh besar dan masa pensiun.

5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan

Bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.

6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

(4)

diperoleh dari peran baru, maka semakin besar penolakan terhadap perubahan peran. Individu akan merasa terganggu jika dipaksa oleh lingkungan untuk melakukan perubahan peran.

B. Kebahagiaan

1. Definisi Kebahagiaan

Diener dkk. (dalam Snyder & Lopez, 2002) menyatakan kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti pernikahan, pekerjaan, kesehatan, dll. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jadi, orang yang bahagia adalah orang yang puas terhadap domain-domain tertentu dari kehidupannya dan juga puas secara keseluruhan, dan lebih banyak mengalami emosi positif dibanding emosi negatif dalam hidupnya. Sedangkan menurut Lyubomirsky (Hoyer & Roodin, 2009) orang yang bahagia adalah orang yang mempersepsikan, mengingat, dan menginterpretasikan peristiwa dengan cara yang lebih positif daripada individu yang tidak bahagia.

(5)

terdapat dalam kepuasan hidup atau kebahagiaan (dalam Hurlock, 1999). Menurut Shaver dan Freedman (dalam Hurlock, 1999) kebahagiaan lebih merupakan masalah bagaimana individu memandang keadaannya dan bukan apa keadaan itu, jadi kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa yang dimilikinya, mempertahankan keseimbangan antara harapan dan prestasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah kepuasan seorang individu pada domain-domain tertentu dan keseluruhan dari kehidupannya dengan sikap menerima dan menikmati keadaannya dengan pikiran yang positif, dan intensitas emosi positif lebih cenderung dirasakan dibanding emosi negatif.

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan

Diener (Eid & Larsen, 2008; Biswas-Diener & Dean, 2007) menyatakan bahwa kebahagiaan memiliki dua komponen yang berbeda yaitu

(6)

2. Komponen afektif yaitu meliputi positive affect (PA) dan negative affect (NA), keduanya dianggap komponen afektif karena mencerminkan sejumlah perasaan senang dan tidak menyenangkan yang dialami individu di dalam kehidupan mereka. Orang yang bahagia sering mengalami emosi yang positif, seperti rasa senang dan jarang mengalami emosi yang negatif seperti rasa sedih, marah, dll.

3. Ciri-Ciri Orang yang Bahagia

Berikut ini merupakan ciri-ciri orang yang membedakan antara orang bahagia dengan yang lainnya yang ditemukan oleh para peneliti (Biswas-Diener & dean, 2007) :

1. Memiliki kesehatan yang baik

(7)

2. Memiliki hubungan sosial yang bermanfaat

Diener dan Seligman menemukan bahwa orang yang bahagia cenderung memilki hubungan sosial yang bermanfaat. Mereka adalah orang yang memiliki pernikahan yang baik, memiliki banyak teman yang bisa dipercaya, dan bertahan lama dengan bos mereka.

3. Menggunakan kebiasaan berpikir positif

Lyubomirsky menemukan perbedaan gaya berfikir antara orang yang bahagia dibanding yang lainnya. Hasilnya yaitu orang yang bahagia kurang rentan terhadap refleksi diri (perenungan), dan lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam perbandingan dengan teman sebaya dan cenderung untuk menafsirkan peristiwa secara lebih positif.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan menurut Hurlcok (1999) yaitu :

a. Kesehatan

(8)

b. Daya tarik fisik

Daya tarik fisik menyebabkan individu dapat diterima dan disukai oleh masyarakat sehingga menyebabkan meraih prestasi yang lebih besar daripada individu yang kurang memiliki daya tarik fisik.

c. Tingkat Otonomi

Semakin besar tingkat otonomi yang dimiliki individu, maka semakin besar kesempatan individu untuk bahagia. Hal ini ditemukan baik pada masa kanak-kanak maupun masa dewasa.

d. Kesempatan-kesempatan interaksi diluar keluarga

Orang akan merasa bahagia jika memiliki hubungan sosial dengan seseorang di luar lingkungannya, ketimbang apabila hubungan sosial mereka terbatas pada anggota keluarga.

e. Jenis pekerjaan

Semakin rutin sifat pekerjaan dan semakin sedikit kesempatan untuk otonomi maka kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin berkurang.

f. Status kerja

Ketika seseorang berhasil melaksanakan suatu tugas, maka akan dikaitkan dengan prestise, sehingga menimbulkan kepuasan yang besar terhadap pekerjaannya.

g. Kondisi kehidupan

(9)

teman-teman dan tetangga di dalam masyarakat, sehingga cenderung memperbesar kebahagiaannya.

h. Pemilikan harta benda

Pemilikan harta benda bukan dalam arti memiliki benda itu yang mempengaruhi kebahagiaan, melainkan cara orang merasakan pemilikan itu.

i. Keseimbangan antara harapan dan pencapaian

Jika harapan yang dimiliki individu tersebut realistis, maka orang tersebut akan puas dan bahagia jika tujuannya tercapai.

j. Penyesuaian emosional

Orang-orang yang bahagia mudah menyesuaikan diri dengan baik dan jarang mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti takut, marah, dan iri hati daripada mereka yang tidak bahagia.

k. Sikap terhadap periode usia tertentu

Pengalaman bahagia yang akan dialami pada usia tertentu sebagian ditentukan oleh pengalaman-pengalamannya sendiri bersama orang lain semasa kanak-kanak pada usia itu dan sebagian oleh stereotip budaya. l. Realisme dari konsep-diri

(10)

m. Realisme dari konsep-konsep peran

Orang-orang akan cenderung mengangankan peran yang akan dimainkan pada usia mendatang. Apabila peran yang baru itu tidak sesuai dengan harapan mereka, maka mereka merasa tidak bahagia kecuali jika mereka mau menerima kenyataan peran yang baru itu.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) tersebut juga diperkuat oleh Carr (2004) yaitu kesehatan, pekerjaan, kekayaan, dan persahabatan. Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci yang mempengaruhi kebahagiaan yang dikemukakan oleh Carr (2004) :

a. Kepribadian

Studi Kepribadian mengenai kebahagiaan menunjukkan bahwa orang-orang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil kepribadian yang khas, misalnya dalam budaya Barat orang yang bahagia adalah extrovert, optimis, memiliki harga diri yang tinggi dan internal locus of control, sebaliknya orang yang tidak bahagia cenderung memiliki tingkat neurotisisme yang tinggi.

b. Faktor budaya

(11)

daripada budaya kolektivis. Kebahagiaan juga berkaitan dengan ciri penting dari institusi pemerintahan. kebahagiaan lebih tinggi di negara-negara yang makmur, di negara-negara-negara-negara yang institusi publik berjalan secara efisien, dan di mana terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dan anggota birokrasi.

c. Pernikahan

Menurut Myers, orang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang belum menikah, yang bercerai, berpisah atau tidak pernah menikah. Ada dua penjelasan hubungan antara kebahagiaan dan pernikahan, pertama, bahwa orang yang lebih bahagia menikah dikarenakan mereka lebih menarik sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Kedua, pernikahan menganugerahkan berbagai manfaat, misalnya menyediakan keintiman psikologis dan fisik, bisa memiliki anak dan membangun rumah, memiliki peran sosial sebagai pasangan dan orang tua, dan menegaskan identitas dan memperoleh cucu.

d. Hubungan kekerabatan

(12)

meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, mengurangi kemungkinan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak.

e. Persahabatan

Menurut Argyle, mempertahankan hubungan dekat dan erat ditemukan berkorelasi dengan kebahagiaan. Sebagai contoh, dalam sebuah studi ditemukan orang yang paling bahagia sekitar 10 persen dari 222 mahasiswa, dan hal ini dikaitkan dengan kehidupan sosial. Ada tiga alasan terkait hubungan antara persahabatan dengan kebahagiaan. Pertama, orang-orang bahagia mungkin lebih sering dipilih sebagai teman karena mereka adalah orang yang lebih menarik daripada orang yang tidak bahagia. Mereka juga membantu orang lain lebih dari orang-orang depresi yang berfokus pada diri sendiri dan kurang dalam bersikap altruisme. Kedua, persahabatan memenuhi kebutuhan afiliasi dan sebagainya, sehingga membuat kita merasa senang dan puas. Ketiga, persahabatan yang erat memberikan dukungan sosial.

f. Agama

(13)

terelakkan yang terjadi selama siklus hidup dan untuk bersikap optimis tentang kehidupan setelah kematian di mana kesulitan-kesulitan ini akan diselesaikan. Kedua, keterlibatan dan kehadiran rutin di pelayanan keagamaan dan menjadi bagian dari komunitas agama menyediakan dukungan sosial bagi individu. Ketiga, keterlibatan dalam agama sering dikaitkan dengan gaya hidup sehat secara fisik dan psikologis ditandai dengan kesetiaan perkawinan, perilaku prososial (bukan kriminalitas), kesederhanaa dalam makan dan minum, dan komitmen untuk bekerja keras.

g. Kekayaan

Profesor Ed Diener menemukan bahwa orang-orang di negara-negara ekonomi yang kurang beruntung memiliki nilai yang rendah untuk kebahagiaan, hal ini terbukti dari korelasi kebahagiaan dan kekayaan sekitar r = 0,6 yang ditemukan di seluruh negara. Tingkat kebahagiaan yang rendah di Rusia dan Turki dan tinggi di Irlandia, Kanada, Denmark dan Swiss. Hal ini mungkin karena orang-orang di negara-negara miskin tidak puas bahwa mereka tidak punya kemewahan yang mereka tahu dari media yang tersedia di negara-negara yang lebih makmur.

h. Kesehatan

(14)

neurotisisme mungkin mengeluh dari kesehatan yang buruk dan belum dapat dinilai sebagai sehat fisik oleh dokter mereka. Sebaliknya, orang yang dianggap sakit oleh dokter dapat melaporkan merasa cukup baik karena mereka menolak bahwa fisik mereka sakit.

i. Pekerjaan

Menurut Argyle, Status pekerjaan berhubungan dengan kebahagiaan, orang-orang yang bekerja lebih bahagia daripada mereka yang menganggur, dan orang-orang yang bekerja secara profesional dan memiliki keahlian lebih bahagia daripada mereka yang tidak. Hal ini mungkin karena pekerjaan dapat memberikan stimulus bagi orang untuk menemukan kesenangan, kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan pengembangan keterampilan, berkembangnya jaringan dukungan sosial, dan mendapatkan identitas diri.

j. Pendidikan

(15)

5. Kebahagiaan pada Lansia

Studi lintas budaya menemukan bahwa kebahagiaan pada lansia cenderung lebih tinggi daripada tahap perkembangan lainnya, hal ini dikaitkan dengan emosi positif yang secara reguler dialami oleh lansia. Emosi positif seringkali dikaitkan dengan kesehatan, hal ini dibuktikan pada penelitian yang menggunakan subjek sebanyak 851 orang dari komunitas pensiun, menemukan bahwa ada dua prediktor terkuat dalam kesehatan pada lansia yaitu emosi positif dan aktifitas. Myers juga menemukan bahwa lansia yang skor kebahagiaannya tinggi adalah mereka yang memiliki kesehatan yang baik (dalam Hoyer dan Roodin, 2009). Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukan, sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia (Hurlcok, 1999).

C. Kesehatan

1. Definisi Kesehatan

(16)

demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah kesejahteraan secara fisik, mental, dan sosial yang bervariasi sepanjang kontinum.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

a. Regulasi emosi

Snyder dan Lopez (2006) mengatakan bahwasanya regulasi emosi merupakan hal yang penting bagi individu, karena ketika individu tidak mampu dalam meregulasi emosi maka akan meningkatkan resiko terhadap masalah kesehatan.

b. Dukungan sosial

Sarafino (2011) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi stress, dan bermanfaat bagi kesehatan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa tekanan darah selama bekerja lebih rendah bagi pekerja yang memiliki dukungan sosial tinggi daripada mereka yang kurang mendapat dukungan.

c. Religiusitas

(17)

D. Regulasi Emosi

1. Definisi Regulasi Emosi

Gross (dalam Kring & Sloan, 2010) mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses dimana individu mempengaruhi emosi yang mereka miliki, ketika mereka memilikinya dan bagaimana mereka mengekspresikan emosi. Gratz dan Roemer (dalam Kring & Sloan, 2010) juga menambahkan bahwa regulasi emosi juga meliputi kesadaran, pemahaman, dan penerimaan dari emosi, serta kemampuan untuk mengontrol perilaku dalam konteks tekanan emosional. Regulasi emosi sangat penting dalam fungsi adaptif individu, karena tingkat regulasi emosi yang rendah terkait dengan tidak terkontrol, perilaku destruktif, perilaku agresi, prososial rendah dan kerentanan terhadap efek dari emosi negatif dan penolakan sosial, sedangkan tingginya kadar regulasi emosi memiliki efek yang berlawanan (Snyder, Simpson, & Hughes, 2006).

Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk mengatur keadaan perasaan dan respon terhadap pemicu emosi (Ekerdt, 2002). Seseorang dapat mengatur emosinya dengan menghindari situasi yang menimbulkan emosi, yaitu dengan strategi kognitif (seperti denial atau intellectualization) atau dengan strategi lainnya.

(18)

respon ini merupakan cara kita untuk mulai memahami regulasi emosi. Sebagai contoh, seorang wanita dengan gangguan obsesif kompulsif mulai merasa jantungnya berdetak cepat karena memikirkan kompor yang ditinggalkannya di dapur, kemudian ia memeriksa kompor berulang kali, hal ini dilakukan untuk mengurangi reaksi fisiologis terhadap kecemasan. Dalam Hal ini perilaku regulasi emosi terjadi ketika munculnya perasaan kecemasan awal dan ia berusaha mengurangi respon fisiologis dari kecemasan melalui tindakan.

Eisenberg dan Spinrad (dalam Kring & Sloan, 2010) mendefinisikan regulasi diri sebagai proses memulai, mempertahankan, mengatur, atau mengubah timbulnya, intensitas, atau durasi keadaan perasaan internal dan emosi terkait motivasi dan proses fisiologis, seringkali untuk mencapai tujuan seseorang. Menurut Eisenberg regulasi emosi digunakan untuk adaptasi biologis atau sosial dan untuk mencapai tujuan.

Thompson (dalam Kring & Sloan, 2010) mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses ekstrinsik dan intrinsik yang bertanggung jawab untuk memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi, terutama ciri mereka yang intensif dan temporal, untuk mencapai tujuan seseorang. Emosi dikelola melalui pengaruh ekstrinsik (pengasuh diawal kehidupan atau orang lain) serta usaha orang itu sendiri. Emosi anak dan toleransi dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dari regulasi emosi ekstrinsik.

(19)

mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakan.

2. Aspek-Aspek Regulasi Emosi

Menurut Gratz dan Roemer (2004) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :

a. Acceptance of emotional response ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

b. Strategies to emotion regulation ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan. c. Engaging in goal directed behavior ialah kemampuan individu untuk tidak

terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

(20)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Gross (2007) menjelaskan ada faktor yang mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu :

a. Genetik

Ada bagian di otak yang berkontribusi terhadap regulasi emosi. Penelitian lain juga menemukan bahwa variasi genetic 5-HTT mempengaruhi tempramen dan affect individu.

b. Usia

Penelitian menemukan bahwa semakin bertambahnya usia, maka semakin baik pula regulasi emosinya. Penelitian ini dilakukan dengan merangking usia partisipan mulai dari 18-94 tahun, dan setiap partisipan diminta untuk melaporkan emosi yang dialaminya, hasilnya menunjukkan bahwa kontrol emosi semakin baik dengan bertambahnya usia.

c. Religiusitas

Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah.

d. Gaya pengasuhan

(21)

menggunakan strategi regulasi emosi reappraisal dan ada orang tua yang mengajarkan anaknya menggunakan strategi regulasi suppression.

D. Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Kebahagiaan pada Lansia

Menurut Diener dkk. (dalam Snyder & Lopez, 2002) menyatakan kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction)atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti pernikahan, pekerjaan, kesehatan, dll. Evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jadi, orang yang bahagia adalah orang yang puas terhadap domain-domain tertentu dari kehidupannya dan juga puas secara keseluruhan, dan lebih banyak mengalami emosi positif dibanding emosi negatif dalam hidupnya.

(22)

usianya sama. Oleh karena itu kesehatan yang baik memungkinkan lansia pun melakukan apa yang hendak dilakukan, sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia (Hurlcok, 1999).

Kesehatan pada lansia juga sering dikaitkan dengan emosi positif, hal ini dibuktikan pada penelitian yang menggunakan subjek sebanyak 851 orang dari komunitas pensiun, menemukan bahwa ada dua prediktor terkuat dalam kesehatan pada lansia yaitu emosi positif dan aktifitas (Hoyer & Roodin, 2009). Salah satu cara untuk meraih emosi positif adalah melalui regulasi emosi, dikarenakan individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang rendah mengalami kerentanan terhadap emosi negatif (Snyder, Simpson, & Hughes, 2006). Gratz dan Roemer (dalam Kring & Sloan, 2010) menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan strategi dalam mengatur respon emosi ketika dibutuhkan dan juga meliputi kesadaran, pemahaman, dan penerimaan dari emosi, serta kemampuan untuk mengontrol perilaku dalam konteks tekanan emosional.

(23)

E. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lainnya dilakukan oleh Budiarti (2011), dimana menunjukkan successful aging pada lansia terjadi karena adanya beberapa faktor, salah satunya adalah faktor

Menurut Cohen (2004) bahwa kebahagiaan merupakan sebuah emosi yang positif atau perasaan yang dapat digambarkan dengan kata-kata seperti kesenangan, sebuah

menggunakan humor sebagai mekanisme coping selama masa dewasa, Oleh karena itu, lansia cenderung menggunakan salah satu aspek sense of humor yaitu coping with humor dalam

Pengaruh Sense of Humor Terhadap Kualitas Hidup pada Lansia Pensiunan di Kota Malang.. Universitas

Bagi kaum lansia yang sedang dalam tahap terakhir perkembangan hidup manusia, kebahagiaan menjadi hal penting yang dibutuhkan untuk persiapan menghadapi dan menerima masa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi lansia terkait dengan hubungan antara dukungan sosial dengan kebahagiaan yang tinggal satu rumah dengan anaknya

Mengacu kepada faktor - faktor yang mempengaruhi yang peneliti uraikan pada bab 2 tentang faktor - faktor yangmempengaruhi kebahagiaan yaitu faktor gender, usia,

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa kenyataannya kematangan emosi turut mempengaruhi kebahagiaan pada pria / wanita yang belum menikah pada usia 30 tahun,