• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun : Studi Komparatif antara Petani Padi dengan Petani Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun : Studi Komparatif antara Petani Padi dengan Petani Jagung"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesejahteraan

Kesejahteraan dapat dilihat dari 2 sisi yaitu kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan individu adalah suatu cara mengaitkan kesejahteraan dengan pilihan-pilihan obyektif untuk kehidupan pribadinya. Sedangkan kesejahteraan sosial merupakan cara mengaitkan kesejahteraan dengan pilihan sosial secara obyektif yang diperoleh dengan cara menjumlahkan kepuasan seluruh individu dalam masyarakat (Badrudin: 2012). Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah “kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Adapun kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat (Badrudin: 2012)

Untuk memantau tingkat kesejahteraan masyarakat dalam satu periode tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas mengambil informasi keadaan ekonomi masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh indikator kesejahteraan. Dari informasi tersebut terdapat delapan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Delapan indikator keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah:

(2)

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) pendapatan adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal yang terhitung dalam jangka waktu tertentu. Sajogyo (1977) menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Pada sisi lain, rendahnya pendapatan akan menyebabkan orang tidak mampu membeli kebutuhan pangan serta memilih pangan yang bermutu gizi kurang serta tidak beragam.

b. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

pola konsumsi penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat. Budaya setempat dan perilaku lingkungan akan membentuk pola kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat dimana mereka berada. Dengan menggunakan data pengeluaran dapat diungkapkan tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan penduduk.

c. Keadaan tempat tinggal

(3)

d. Fasilitas tempat tinggal

Adapun Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 item, yaitu pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak WC dari rumah.

e. Kesehatan anggota keluarga

(4)

yang bersamaan, pelayanan-pelayanan tersebut secara langsung mampu memuaskan konsumsi atas kebutuhan pokok.

f. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Adapun kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah kemudahan yang terdiri dari 6 item yaitu jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, dan alat kontrasepsi.

g. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan

Adapun Kriteria kemudahan yang dimaksud memasukkan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3 item yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan proses penerimaan.

h. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

Adapun Kemudahan mendapatkan transportasi yang dimaksud adalah kemudahan yang terdiri atas 3 item, yaitu ongkos kendaraan, fasilitas kendaraan dan status kepemilikan kendaraan.

indikator keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 diatas kemudian diringkas dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Indikator Keluarga Sejahtera

No. Indikator Kriteria

1 Pendapatan Rendah (<Rp. 5.000.000)

Sedang ( Rp. 5.000.000-Rp. 10.000.000) Tinggi ( > Rp. 10.000.000)

2. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

Rendah (<Rp. 1.000.000)

Sedang (Rp. 1.000.000-Rp. 5.000.000) Tinggi ( > Rp. 5.000.000)

3. Keadaan tempat tinggal

(5)

tinggal Cukup anak ke jenjang pendidikan

Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

a. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya.

b. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya.

c. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya.

d. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spritual, seperti moral, etika, keserasian, dan sebagainya.

(6)

Living: An Interim Guide dikemukakan ada sembilan komponen kesejahteraan,

antara lain: a. kesehatan

b. konsumsi makanan dan gizi c. pendidikan

d. kesempatan kerja e. perumahan f. jaminan sosial g. sandang

h. rekreasi dan kebebasan

2.2 Pertanian

Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, berternak, dan melaut. Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usaha tani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al, 1999 : 7)

(7)

dan hewan (ikan dan ternak) (Mosher, 1966). Pertanian itu mempunyai pengertian dalam arti luas dan sempit. Pertanian dalam arti luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian (tanaman pangan dan hottikultura), perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Saat ini, kegiatan pertanian dalam arti luas ditangani oleh tiga departemen yaitu: departemen pertanian, departemen kehutanan, dan departemen kelautan dan perikanan. Sebelum diputuskan, ketiga departemen tersebut sudah mengalami beberapa perubahan, yakni:

1. Tahun 1980 = Departemen Pertanian.

2. Tahun 1987 = Departemen pertanian dan Departemen Kehutanan.

3. Tahun 2000 = Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan perkebunan, serta Departemen Kelautan dan Perikanan.

4. Tahun 2002 = Urusan perkebunan dikembalikan kedalam Departemen Pertanian, sehingga sejak itu kegiatan pertanian dalam arti luas ditangani oleh ketiga departemen yaitu Departemen pertanian, Departemen Kehutanan, dan Departemen Kelautan dan Perikanan.

(8)

Perkebunan Perusahaan Daerah, Swasta Nasional, Swasta Asing, Joint Venture, PIR dll.

Di bidang pertanian, produk pertanian itu sendiri mempunyai ciri-ciri yang perlu diketahui (Rahmanta, 2014), antara lain:

a. Produk pertanian adalah bersifat musiman. Artinya, tiap macam produk pertanian tidak mungkin tersedia setiap saat bila tanpa diikuti dengan manajemen stok yang baik.

b. Produk pertanian bersifat segar dan mudah rusak. Artinya, tiap macam produk pertanian sebenarnya diperoleh dalam keadaan segar (masih basah), sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, maka diperlukan perlakuan tambahan, misalnya pengeringan atau perlakuan pasca panen yang lain.

c. Produk pertanian itu bersifat bulky. Artinya volumenya besar tetapi nilainya relatif kecil akibatnya ialah dalam proses pengelolaannya diperlukan tempat yang luas. Ini artinya perlu biaya penyimpanan atau perawatan yang lain dalam jumlah yang relatif besar.

d. Produk pertanian lebih mudah terserang hama dan penyakit, sehingga tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit itu juga besar. Bila dikehendaki agar produk tersebut terhindar dari serangan hama dan penyakit maka diperlukan biaya yang juga tidak sedikit.

(9)

dan tidak dapat tumbuh baik di dataran rendah. Sebaliknya, ketela rambat baik ditanam di dataran rendah daripada dataran tinggi.

f. Produk pertanian mempunyai kegunaan yang beragam. Tanaman tebu dapat dibuat gula pasir di samping juga dibuat sebagai bahan tetes. Daunnya dapat untuk pelet makanan ternak atau bila kering dapat untuk atap rumah atau dipakai sebagai pembakar. Kulit tebu yang kering dapat untuk kayu bakar, dan masih banyak kegunaan yang lain walaupun dari satu bahan baku yang sama.

g. Produk pertanian dapat dipakai sebagai bahan baku produk lain di samping juga dapat dikonsumsi langsung. Buah apel begitu sudah masak dapat langsung dikonsumsi. Tetapi dapat juga diproses lebih lanjut menjadi sirup apel.

h. Produk pertanian tertentu dapat befungsi sebagai produk sosial. Misalnya beras di Indonesia atau kentang di Australia. Bila harga beras berubah sedikit saja maka masyarakat akan cepat gelisah.

2.3 Pendapatan

Tujuan pembangunan pertanian sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang usaha pertanian (petani, nelayan, dan peternak) di pedesaan. Hal ini dapat tercapai bila pendapatannya dapat ditingkatkan dari dari sumber pendapatannya baik dari pertanian maupun non pertanian.

(10)

jasa angkutan, dan sebagainya. Menurut supardi (2002 : 29) pendapatan rumah tangga di pedesaan pinggiran hutan berasal dari lahan usaha tani (sendiri, menyewa/menyakap), memelihara ternak, menebang kayu secara ilegal, buruh tani maupun bekerja di luar sektor pertanian.Menurut Badan Pusat Statistik (1998) pendapatan dan penerimaan rumah tangga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang terdiri atas:

1) Pendapatan dari upah/gaji yang mencakup upah/gaji yang diterima seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan/majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa.

2) Pendapatan dari usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.

3) Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji/upah yang menyangkut usaha lain dari:

a) Perkiraan sewa rumah milik sendiri,

b) bunga, deviden, royalti, paten, sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan dan peralatan.

2.4 Produksi

(11)

berupa kegiatan usaha tani maupun usaha lainnya (penangkapan dan beternak). Sebelum dilakukan proses produksi di lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk dan peptisida), industri agro otomotif (mesin dan peralatan pertanian), dan industri pembenihan dan pembibitan. Untuk proses produksi di lahan, dapat digunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, peptisida, teknologi serta manajemen. Jadi, produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil tangkapan (perahu, alat tangkap, nelayan, jumlah trip, operasional, dan musim).

2.5 Modal Kerja

(12)

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. modal tetap : terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi.

b. Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, peptisida dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja

2.6 Pupuk

Seperti halnya manusia, selain mengonsumsi nutrisi makanan pokok, dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Tanaman pun demikian, selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Menurut Sutejo (2002 : 92), pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP, dan KCL.

2.7 Tenaga Kerja

(13)

tahun yang dapat bekerja untuk memproduksi. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi tidak sama pada setiap cabang produksi. (Daniel,2002). Tenaga kerja usahatani dapat dapat dibedakan atas tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upah. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha tani yang berskala luas.

2.8 luas lahan

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. Di pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok, dan jengkal. Oleh karena itu, jika peneliti melakukan penelitian tentang luas lahan,

dapat dinyatakan melalui proses transformasi dari ukuran luas lahan tradisional ke dalam ukuran yang dinyatakan dalam hektar atau are.

(14)

a. lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja.

b. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.

c. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut.

Sebaliknya pada luas lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal yang tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini adakalanya sering lebih efisien.

2.9 Kebijakan Pertanian di Indonesia

Di Indonesia, terdapat 2 kebijakan pertanian (Lincolin Arsyad, 2010), antara lain:

a. Bimas

Bimas merupakan singkatan dari Bimbingan Massal. Dalam pengertian tersebut, Bimas merupakan suatu sistem penyuluhan atau pembimbingan petani ke arah usaha tani yang lebih baik dan lebih maju, sehingga ia mampu meningkatkan pendapatan usaha taninya. Bimbingan ini dilaksanakan secara massal (untuk membedakan dengan pembimbingan individu), dengan alasan:

(15)

2. Pembimbingan secara perseorangan akan sangat lambat dan mahal. Karena Bimas merupakan sistem penyuluhan, maka isinya pasti berupa dorongan, ajakan atau bujukan (persuasi) melalui contoh-contoh yang dapat ditiru, baik di kebun-kebun percobaan, demonstrasi plot(dem-plot) maupun di sawah-sawah petani maju.

Istilah Bimas mulai dipakai secara resmi pada tahun 1967/1968, pada saat pemerintah ingin melaksanakan intensifikasi padi pada sawah seluas 1.000.000 ha dengan menerapkan sistem panca usaha, yaitu perbaikan irigasi, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan penyakit, sera perbaikan cara bercocok tanam (teknologi). Sebelum itu dipakai istilah Demas (Demonstrasi Massal) yang berawal dari proyek peningkatan produksi padi di Karawang (1963) pada sawah seluas 100 ha yang dilakukan oleh 12 orang mahasiswa serta 7 orang asisten dosen dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Mereka dikirim ke desa selama kurang lebih 7 bulan dan hidup berdampingan dengan para petani. Program ini dibantu oleh Departemen Riset Nasional dan Departemen Pertanian.

(16)

suatu kemajuan yang mengesankan. Pada tahun inilah, awal dari revolusi hijau (green revolution) di Indonesia mulai berjalan.

(17)

Bapel Bimas pada daerah tingkat I adalah Gubernur, dan Ketua Bapel Bimas pada daerah tingkat II dalah Bupati, sedangkan Kepala Dinas Pertanian menjadi wakil ketuanya. Hal ini berarti bahwa pada tingkat I dan II ini, Bimas merupakan tugas ekstra yang cukup berat dan menyita banyak sekali waktu dan pikiran Gubernur dan Bupati. Tetapi, pola Bimas yang sedemikian dianggap yang paling mungkin diwujudkan, karena apabila bukan Gubernur dan Bupati sendiri yang memimpin, maka dikhawatirkan program ini tidak akan berjalan. Dengan adanya lembaga menteri muda urusan produksi pangan di dalam kabinet kita sekarang, maka menteri muda urusan produksi pangan bertanggungjawab dalam melaksanakan program Bimas, baik untuk tanaman padi maupun tanaman pangan lainnya.

b. Inmas

Program Inmas merupakan program intensifikasi padi dengan fasilitas penyuluhan yang sama dengan Bimas tetapi tanpa kredit. Daerah Inmas mencakup daerah persawahan yang memenuhi semua syarat-syarat teknis Bimas ( antara lain sawah yang beririgasi teknis atau setengah teknis), tetapi petaninya dianggap sudah cukup maju, sehingga tanpa kredit pemerintah pun mereka diharapkan mampu melaksanakan penerapan panca usaha secara lengkap.

2.10 Penelitian Terdahulu

(18)

melakukan penelitian mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Hasil membuktikan bahwa menurut kriteria sajogy, petani jagung berada dalam kategori cukup dan jika dilihat menurut kriteria BPS bahwa rumah tangga petani jagung masuk dalam kategori sejahtera.

Titiek Kurniawati (2015) meneliti tentang Tingkat kesejahteraan pengrajin bambu di desa sendari, kecamatan mlati, kabupaten sleman, daerah istimewa yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Tingkat kesejahteraan pengrajin bambu di desa sendari dibagi mejadi 3 ktiteria yaitu tinggi,sedang dan rendah. Jumlah pengrajin bambu dalam tingkat kesejahteraan rendah sebanyak 1 orang ( 1,64%), jumlah pengrajin yeng tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 33 orang (54,10%) dan jumlah pengrajin yeng tergolong dalam tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 27 orang (44,26%)

(19)

Selanjutnya, Adhi Yudha Bhaskara, Marhadi Slamet Kistiyanto, Juarti melakukan penelitian mengenai Pengaruh transformasi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit terhadap tingkat kesejahteraan petani di Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani di kecamatan Babulu sangat rendah, namun dengan mentransformasi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit, tingkat kesejahteraan meningkat. Tingkat pemenuhan kebutuhan petani jauh lebih terpenuhi ketika mereka mentranformasi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dibandingkan ketika menjadi lahan pertanian. Dimana pemenuhan kesehatan, sandang, ketahanan pangan jauh lebih terjamin.

Penelitian terdahulu di atas kemudian diringkas dalam Tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2

Berdasarkan kriteria sajogyo (1997), petani jagung di Kecamatan Natar sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 60,78 persen, sedangkan berdasarkan kriteria BPS (2007) rumah tangga petani jagung dikecamatan tersebut masuk dalam kategori sejahtera yaitu sebesar 70,59 persen.

2. Titiek pengrajin bambu di desa

(20)

Mlati, jumlah pengrajin yeng tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 33 orang (54,10%) dan jumlah pengrajin yeng tergolong dalam tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 27 orang (44,26%)

Berdasarkan indikator BPS tahun 2005 diketahui bahwa nelayan di Desa Benua Baru Ilir yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 3 responden (15%) dengan jumlah skor 20. Nelayan yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 17 responden (85%) dengan jumlah skor berkisar 17-19. Berdasarkan ketiga indikator tersebut secara umum diketahui bahwa taraf hidup nelayan di Desa Benua Baru Ilir tergolong sejahtera. 4. Adhi Yudha

(21)

2.11 Kerangka Konseptual penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua pendapatan yang akan diteliti yaitu tingkat pendapatan padi dengan jagung. Penelitian ini tujuannya ingin mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pendapatan yang signifikan antara petani padi dengan petani jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian I

Seperti dijelaskan dalam gambar 2.2, modal kerja , pupuk, tenaga kerja, dan luas lahan mempengaruhi bagaimana produksi padi maupun produksi jagung. Penelitian ini ingin melihat besaran statistik faktor modal kerja, pupuk, tenaga kerja dan luas lahan terhadap produksi padi dengan produksi jagung.

Gambar 2.2 kerangka konseptual penelitian II

Modal kerja pupuk

Tenaga Kerja

Luas lahan

Produksi padi

Produksi jagung Tingkat

Pendapatan padi Tingkat Pendapatan

jagung

Ada perbedaan

(22)

Seperti dijelaskan dalam gambar 2.3, Dalam penelitian ini, indikator tingkat kesejahteraan yang digunakan adalah indikator tingkat kesejahteraan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005. Terdapat 8 indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS, tetapi dalam penelitian ini, peneliti memilih 1 dari 8 indikator tersebut untuk melihat tingkat kesejahteraan petani padi dengan petani jagung yaitu indikator pendapatan. Karena diketahui bahwa indikator pendapatan merupakan indikator yang paling penting dan terutama. Dengan menggunakan indikator pendapatan akan ditemukanlah 3 tingkat kesejahteraan yaitu kesejahteraan tinggi, kesejahteraan sedang, dan kesejahteraan rendah. Oleh karena itu, diketahuilah kesejahteraan petani padi dengan petani jagung. Apakah tergolong kepada kesejahteraan tinggi, kesejahteraan sedang maupun kesejahteraan rendah. Kemudian akan diketahuilah tingkat perbandingan (komparatif) kesejahteraan petani padi dengan petani jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Gambar 2.3 kerangka konseptual penelitian III

Indikator Tingkat Kesejahteraan petani

Kesejahteraan tinggi

Kesejahteraan rendah

Kesejahteraan sedang

Kesejahteraan petani padi

(23)

2.12 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:70), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum menggunakan fakta. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalan.Oleh sebab itu rumusan masalah penelitian ini biasanya disusun dalam kalimat pernyataan. Adapun hipotesis dalam penelian ini adalah:

Ho : Tidak terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan petani padi dengan jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

H1 : Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan petani padi dengan

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Keluarga Sejahtera
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian I
Gambar 2.3 kerangka konseptual penelitian III

Referensi

Dokumen terkait

Mayoritas responden setuju dengan diadakannya pilkada langsung, hal ini dapat dibuktikan dari segi usia bahwa responden yang berusia 61-70 tahun memiliki evaluasi terhadap

Namun demikian, dalam usaha mernbandingkan kontri- busi masing-masing, akan dicoba untuk melihat hasil yang telah diperoleh dari keduanya, dalam konteks menurut pen-

Memenuhi Terdapat Dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (RKUPHHK-HA) Untuk Jangka Waktu 10 (Sepuluh) Tahun Periode 2011 – 2020 sesuai dengan

Usulan perbaikan yang diberikan yaitu rancangan perbaikan stasiun pencetakan upper, perbaikan desain meja pada aktivitas mendesain dan menggambar pola, perbaikan

[r]

[r]

Berdasarkan hasil perhitungan sisa masa pakai kayu yang dilakukan terhadap kayu reng dan kaso penyusun struktur atap rumah tersebut, dapat diketahui bahwa sisa masa pakai kayu

Pengujian terhadap jadwal perekaman, jika pengguna sudah memilih jadwal hari perekaman dan sudah memasukan jam awal dan akhir perekaman, maka aplikasi kamera berhasil dijalankan