BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja Keuangan
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan
adanya kemampuan dalam mengelola suatu organisasi atau perusahaan mulai dari
tahap perencanaan sampai tahap evaluasi dan perbuatan dalam situasi tertentu,
dimana setiap sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan (Riani,
2007:9). Konsep kinerja keuangan menurut Indriyo Gitosudarno dan Basri
(2002:275) adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu yang
dilaporkan dalam laporan keuangan diantaranya laporan laba rugi dan neraca.
Untuk mencapai kinerja perusahaan yang baik, perusahaan perlu
mengelola setiap faktor produksi yang ada secara efektif dan efisien. Faktor
produksi merupakan sumber daya yang digunakan oleh perusahaan dalam proses
produksi barang dan jasa. Salah satu faktor produksi yang dimiliki oleh
perusahaan yaitu sumber daya manusia. Manusia merupakan faktor produksi
yang sulit untuk dikendalikan dan keinginannya sulit diintegrasikan karena dalam
diri setiap manusia memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda.
Salah satu penghambat tercapainya tujuan perusahaan adalah karena
terdapatnya perbedaan kepentingan antara pihak-pihak dalam suatu perusahaan,
hal ini disebut dengan teori keagenan (Agency Theory). Agency Theory
menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan
pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang
lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya
memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang sefisien
mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Mereka,
para tenaga-tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan dan
memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan, sehingga dalam
hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang saham.
Namun, pada sisi lain pemisahan seperti ini memiliki segi negatifnya.
Adanya keleluasaan pengelola manajemen perusahaan untuk memaksimalkan laba
perusahaan bisa mengarahkan pada proses memaksimalkan kepentingan
pengelolanya sendiri dengan beban dan biaya yang ditanggung oleh pemilik
perusahaan. Lebih lanjut pemisahan ini dapat pula menimbulkan kurangnya
transparansi dalam penggunaan dana pada perusahaan serta keseimbangan yang
tepat antara kepentingan-kepentingan yang ada, misalnya antara pemegang saham
dengan pengelola manajemen perusahaan dan antara pemegang saham pengendali
dengan pemegang saham minoritas.
Dalam perspektif agency theory, agen (manajer) mempunyai kewenangan
untuk mengelola perusahan dan mengambil keputusan. Masalah keagenan muncul
akibat adanya konflik kepentingan antara agen dengan principal yang ingin
memperoleh return maksimal. Manajer seharusnya mengelola perusahaan dengan
baik agar kepentingan principal menjadi optimal, namun kenyataannya manajer
lebih mengedepankan kepentingannya sendiri yang disebut dengan tindakan
moral hazard. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk
memberikan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan
Laporan keuangan merupakan gambaran dari suatu perusahaan pada waktu
tertentu yang menunjukkan kinerja keuangan yang telah dicapainya. Kinerja
keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Efektivitas apabila manajemen
memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efisiensi diartikan sebagai ratio
(perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu
memperoleh keluaran yang optimal. Ada kalanya kinerja keuangan mengalami
penurunan. Untuk memperbaiki hal tersebut, salah satu caranya adalah mengukur
kinerja keuangan dengan menganalisa laporan keuangan menggunakan rasio-rasio
keuangan. (Ross et al., 2009:78) menyatakan bahwa rasio merupakan cara untuk
membandingkan dan menyelidiki hubungan yang ada diantara berbagai bagian
informasi keuangan. Rasio yang umum digunakan adalah rasio likuiditas,
solvabilitas dan profitabilitas.
1. Rasio likuiditas, yaitu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo
(Raharjaputra, 2011:199).
2. Rasio solvabilitas atau yang lebih dikenal dengan rasio leverage adalah
rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan mendanai usahanya dengan
membandingkan antara dana sendiri (shareholders equity) yang telah
disetorkan dengan jumlah pinjaman dari para kreditur (creditors)
(Raharjaputra, 2011:200).
3. Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan para eksekutif
perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan
maupun modal sendiri (shareholders equity) (Raharjaputra, 2011:205).
Hasil pengukuran terhadap pencapaian kinerja dijadikan dasar bagi
manajemen atau pengelola perusahaan untuk perbaikan kinerja pada periode
berikutnya dan dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap
manajer dan anggota organisasi. Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap
periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah
dicapai perusahaan dan menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk
pengambilan keputusan manajemen serta mampu menciptakan nilai perusahaan
itu sendiri kepada pada stakeholder.
2.1.1 Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam
analisis laporan keuangan, rasio ini yang paling sering disoroti, karena mampu
menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. Lebih khusus
menurut Gilbert (Syofyan, 2003) ukuran profitabilitas yang tepat dalam menilai
kinerja industri perbankan adalah ROA. ROAdigunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank
tersebut dari segi penggunaan aset. Hal tersebut membuktikan bahwa suatu bank
semakin produktif.
Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur rasio ROA sebagai dasar
diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah
keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari
modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang
digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Home dan Wachowicz
(2005:235), “ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba
melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang
diivestasikan”. Home dan Wachowicz menghitung ROA dengan menggunakan
rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva.
ROA = Laba bersih yang tersedia untuk pemegangTotal aktiva saham biasa
Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin
baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. “ Nilai ini
mencerminkan pengembalian perusahan dari seluruh aktiva (atau pendanaan)
yang diberikan pada perusahaan” (Wild, Subramanyam dan Halsey, 2005:65).
2.2 Good Corporate Governance
Awalnya isu corporate governance timbul karena berkembangnya bentuk
perseroan, terutama karena perseroan itu go public, sehingga pemilik perusahaan
pada umumnya tidak menjadi pengelola atau manajemen perusahaan. Dalam
kondisi seperti itu timbul masalah keagenan, yaitu menjamin bahwa manajemen
akan selalu bertindak dalam kerangka kepentingan pemilik perusahaan dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders).Corporate Governance dapat
diartikan sebagai mekanisme pengelolaan perusahaan untuk memastikan bahwa
perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan akan selalu diarahkan pada
peningkatan nilai perusahaan (Zaki Baridwan, 2001).
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal (2002)
mengemukakan bahwa corporate governance adalah hubungan antara
stakeholders yang digunakan untuk menentukan arah dan pengendalian kinerja
suatu perusahaan. Corporate governance yang efektif yang menyelaraskan
kepentingan manajer dengan pemegang saham, dapat menghasilkan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan.Sejalan dengan pengertian tersebut, menurut Barcelius
Ruru (op.cit.) good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu
mekanisme yang mengatur tentang tata cara pengelolaan perusahaan berdasarkan
rules yang menaungi perusahaan, seperti anggaran dasar (articles of association)
serta aturan-aturan tentang perusahaan (UU PT) dan aturan-aturan tentang
kegiatan perusahaan dalam menjalankan usahanya.
Defenisi menurut Cdbury mengatakan bahwa good corporate governance
adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan
antara kekuatan dan kewenangan perusahaan (Adrian Sutedi, 2012:1). Dengan
demikian sebenarnya good corporate governance bukan saja berkaitan dengan
hubungan antara perusahaan dengan pemiliknya (shareholders) tetapi juga (dan
terutama) dengan para pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan
(stakeholdes).Selain itu, World Bank memberi definisi good corporate
governance sebagai kumpulan hukum, peraruran dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja
secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
keseluruhan.OECD (Organization for Economic Co-operation and Development)
mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak
manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain yang
mempunyai kepentingan dengan perusahaan
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate
governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas dan
direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
2.2.1 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip good corporate governance menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance (Pedoman Umum GCG, 2006) adalah:
1. Keterbukaan (transparency)
Dalam prinsip ini, perusahaan dituntut mampu menyediakan informasi
yang penting atau materiil dan relevan secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten,
comparable dan mudah diaksess dan dipahami oleh stakeholders karena
keyakinan dan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada
pengungkapan informasi tersebut. Untuk itu, perusahaan hendaknya
menggunakan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan dapat
diterima secara luas dalam pengungkapan laporan keuangan.Disamping itu,
investor mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat
menghindari benturan kepentingan (conflict of interest). Selain laporan keuangan,
perusahaan harus menyediakan informasi-informasi penting lainnya dan
kebijakan-kebijakan perusahaan kepada stakeholders, khususnya para pemegang
saham. Informasi yang disajikan oleh perusahaan harus mencerminkan keadaan
yang sesungguhnya (transparency), tanpa rekayasa oleh pihak manapun.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari
agency problem yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara
Pemegang Saham dan Direksi. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk
menjalankan prinsip ini antara lain dengan memisahkan secara jelas fungsi, hak,
wewenang dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan memastikan
setiap organ perusahaan mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran
dasar, etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan.
Untuk menyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan
wewenang, maka dibentuk suatu Sistem Pengendalian Internal (SPI) yang efektif
dalam pelaksanaan pengelolaaan perusahaan. Disamping itu perusahaan harus
memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan
sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward
and punishment system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan
3. Responsibilitas (responsibility)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan patuh terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan pajak, hubungan
industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja,
standar penggajian dan persaingan yang sehat. Mengingat dalam menjalankan
operasinya perusahaan seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus
ditanggung masyarakat, untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap
masyarakat sangat diperlukan. Perusahaan juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi terjadinya kesenjangan pendapatan dan
kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan
manfaat dari mekanisme pasar. Dengan perusahaan mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan tanggung jawab kepada
lingkungan dam masyarakat maka kesinambungan usaha dalam jangka panjang
akan terwujud dan perusahaan mendapatkan penghargaan sebagai Good
Corporate Citizen.
4. Independensi (Independency)
Dalam hal ini perusahaan dikelola secara independent, dimana perusahaan
harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak dipengaruhi
oleh kepentingan tertentu, bebas dari conflict of interest dan dari segala pengaruh
dan tekanan pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara objektif. Dalam hal ini pula, setiap organ perusahaan dituntut
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditentukan,
tidak mendominasi atau melempar tanggung jawab satu sama lain sehingga
dapat ditempuh dengan penetapan job description secara jelas dan memastikan
setiap organ telah melakukan tanggung jawab dengan baik sesuai apa yang telah
ditentukan.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Semua investor pasti membutuhkan jaminan bahwa setiap aset atau capital
yang mereka tanamkan dikelola secara aman, untuk itu perusahaan dituntut untuk
memberikan perlindungan terhadap seluruh kepentingan pemegang saham secara
fair, termasuk kepada pemegang saham minoritas, perlindungan tersebut termasuk
perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya praktek korporasi yang merugikan
seperti fraud, insider trading dan lain sebagainya.
2.2.2 Manfaat dan TujuanGood Corporate Governance
Corporate Governance yang baik diakui membantu “mengebalkan”
perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, dalam banyak hal
corporate governance yang baik telah terbukti juga meningkatkan kinerja
korporat sampai 30% diatas tingkat pengembalian (rate of return) yang normal.
Tujuan dan manfaat GCG menurut Komite Nasional Corporate Governance
(KNKG, 2006) adalah:
a. Nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan adil bagi
perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun
internasional serta dengan demikian menciptakan iklim yang mendukung
b. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Dewan
Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
c. Mendorong agar pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Dewan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung
jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholder)
maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan
Menurut The Forum for Corporate Governnace in Indonesia, kegunaan
dari Corporate Governnace yang baik adalah:
1. Lebih murah memperoleh modal
2. Biaya modal (Cost of Capital) yang lebih rendah
3. Memperbaiki kinerja usaha
4. Mempengaruhi harga saham
5. Memperbaiki kinerja ekonomi
Corporate Governance yang baik merupakan langkah yang penting dalam
membangun kepercayaan pasar (market confidence) dan mendorong arus investasi
internasional yang lebih stabil dan bersifat jangka panjang. Korporasi merupakan
engine for wealtb creation worldwide yang penting dan bagaimana perusahaan
dijalankan akan mempengaruhi kesejahteraan dalam masyarakat secara
keseluruhan. Agar dapat mencapai fungsi penciptaan kemakmuran (wealtb
mempertahankan perusahaam memfokus pada tujuannya dan akuntabel untuk
tindakannya.
Dengan kata lain perusahaan perlu menerapkan aturan tata kelola
perusahaan yang memadai dan kredibel. Banyak negara melihat praktik-praktik
tata kelola perusahaan yang lebih baik sebagai suatu cara untuk memperbaiki
dinamika ekonomi dan dengan demikian memperkuat kinerja ekonomi secara
keseluruhan. Pentingnya tata kelola perusahaan yang baik juga disoroti oleh
turbulensi dalam pasar keuangan akhir-akhir ini.
2.3 Mekanisme Good Corporate Governance
Dalam suatu pelaksanaan aktivitas perusahaan, prinsip good corporate
governance (GCG) dituangkan dalam suatu mekanisme. Mekanisme ini
dibutuhkan agar aktivitas perusahaan dapat berjalan secara sehat sesuai dengan
arah yang ditetapkan. Mekanisme governance menurut (Akhmad Syakhroza,
2002:27) dapat diartikan sebagai berikut “suatu aturan main, prosedur dan
hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan tersebut”.
Sementara menurut (Ahmad Daniri, 2005:8) mekanisme good corporate
governance yaitu suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh
organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai
tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan
peraturan dan perundangan dan norma yang berlaku”.
Menurut Boediono (2005) mekanisme corporate governance merupakan
perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan
untuk menekan terjadinya masalah agency. Maka untuk meminimalkan konflik
kepentingan antara principal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan
perusahaan, diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi konflik kepentingan
(conflict of interest) tersebut.
Menurut Iskandar & Chamlao (2000) dalan Lastanti (2004), mekanisme
dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu
mekanisme internal dan eksternal. Mekanisme internal adalah cara untuk
mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal
seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan
komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan mekanisme
eksternal adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan
mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.
Mekanisme pengendalian lain yang secara luas digunakan dan diharapkan
dapat menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen adalah mekanisme melalui
pelaporan keuangan. Melalui laporan keuangan yang merupakan tanggungjawab
manajer, pemilik dapat mengukur, menilai sekaligus dapat mengawasi kinerja
manajer untuk mengetahui sejauh mana manajer telah bertindak untuk
meningkatkan kesejahteraan pemilik. Selain itu pemilik dapat memberikan
kompensasi kepada manajer berdasarkan laporan keuangan. Laporan keuangan
yang dibuat berdasarkan angka-angka akuntansi diharapkan berperan besar dalam
meminimalkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam
perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimerman, 1986, dalam
2.3.1 Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal
Komposisi dewan merupakan salah satu karakteristik dewan yang
berhubungan dengan kandungan informasi keuangan. Melalui perannya dalam
menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak
manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan keuangan yang berkualitas. Dalam penelitian ini, pemantauan terhadap
terselenggaranya sistem pengendalian intern dalam rangka mewujudkan good
corporate governance terdiri dari Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan
Komisaris Independen dan Ukuran Dewan Direksi.
2.3.1.1Ukuran Dewan Komisaris
Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dewan
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
kepada Direksi. Pembentukan dewan komisaris merupakan salah satu mekanisme
yang digunakan untuk memonitor kinerja manajer. Dewan komisaris ini
merupakan inti dari good corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (Zehnder, 2000 dalam
FCGI, 2000).
Peran dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada
fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Menurut Jensen (1993)
bahwa fungsi monitoring yang dilakukan oleh komisaris diambil dari teori agensi.
untuk mengontrol perilaku opurtunistik manajemen sehingga dapat membantu
menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer. Dari fungsi dewan
tersebut, terlihat bahwa jumlah komisaris berpengaruh terhadap nilai/kinerja
perusahaan. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi
oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris merupakan
jumlah yang tepat agar dewan komisaris dapat bekerja secara efektif dan
menjalankan corporate governance dengan bertanggungjawab kepada pemegang
saham (Puspitasari dan Ernawati, 2010).
Peran komisaris ini diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi
yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu
dewan komisaris seharusnya dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga
kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Wardhani,
2006). Dewan komisaris secara legal bertanggungjawab untuk menetapkan
sasaran korporat, mengembangkan kebijakan yang luas dan memilih personil
tingkat atas untuk melaksanakan sasaran dan kebijakan, serta menelaah kinerja
manajemen untuk menyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik.
2.3.1.2 Dewan Direksi
Pada dasarnya direksi merupakan organ kepercayaan perseroan yang akan
bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk
mencapai tujuan dan kepentingan perseroan. Direksi bertanggungjawab penuh
atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh dan
secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya.
dengan itikad baik dan penuh tangung jawab, tugas-tugasnya untuk kepentingan
perusahaan.
Dalam menerapkan prinsip good corporate governance dalam perseroan,
komposisi direksi harus diperhatikan sedemikian rupa sehingga dalam
menjalankan perseroan dapat memungkinkan mengambil keputusan yang efektif,
tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak
mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk
melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis. Tergantung dari sifat khusus
suatu perseroan, paling sedikit 20% dari jumlah anggota direksi harus berasal dari
kalangan di luar perseroan guna meningkatkan efektivitas atas peran manajemen
dan transparansi dari pertimbangannya. Anggota berasal dari kalangan di luar
perseroan itu harus bebas dari pengaruh anggota dewan komisaris dan anggota
direksi lainnya serta pemegang saham pengendali.
Direksi yang dalam ini bertugas mengelola perusahaan diwajibkan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Solihin (2009:116),
fungsi pengelolaan perusahaan oleh dewan direksi mencakup lima tugas utama,
yaitu:
1. Kepengurusan, mencakup tugas penyusunan visi dan misi perusahaan, serta
penyusunan program jangka pendek dan jangka panjang.
2. Manajamen risiko, mencakup tugas penyusunan dan pelaksanaan sistem
manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan
3. Pengendalian internal, mencakup penyusunan dan pelaksanaan sistem
pengendalian internal perusahaan dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja
perusahaan.
4. Komunikasi, mencakup tugas yang memstikan kelancaran komunikasi antara
perusahan dengan pemangku kepentingan.
5. Tanggung jawab sosial, mencakup perencanan tertulis yang jelas dan terfokus
dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.1.3 Proporsi Komisaris Independen
Kedudukan Komisaris Independen sangat kritikal agar pengambilan
keputusan Dewan Komisaris bersifat objektif dalam mengevaluasi kinerja
manajemen perusahaan. Dari perspektif keagenan, keberadaan Komisaris
Independen dapat mengurangi benturan kepentingan antara pemegang saham
dengan manajemen perusahaan, dikarenakan fungsi pengawasannya dapat
dilakukan dengan menyuarakan pendapat yang independen dalam rapat (Solomon
dan Solomon, 2004).
Mayangsari (2003) dalam Rafriny (2012) menyatakan bahwa keberadaan
komisaris independen dalam perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam
proses pengambilan keputusan guna memberikan perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
perusahaan.Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan
yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari
luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan
keseluruhan. Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak yang terkait (Susiana dan Herawaty,
2007).
Menurut Farida, Prasetyo dan Herwiyati (2010) dewan komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan.
Komposisi dewan komisaris independen diukur berdasarkan persentase jumlah
dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam
susunan dewan komisaris perusahaan. Komisaris Independen berperan penting
dalam hal kepentingan manajemen, perusahaan dan pemegang saham berbeda,
seperti dalam pengambilan keputusan atas aksi korporasi. Independensi dari
Komisaris Independen berkontribusi penting dalam pengambilan keputusan
Dewan Komisaris. Mereka memiliki pandangan yang objektif dalam menilai
kinerja Direksi.
Kriteria yang harus dimiliki oleh komisaris independen menurut Surat
edaran BI No.9/12/DPNP tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum adalah sebagai berikut:
a. Tidak memiliki hubungan keuangan, yakni apabila menerima penghasilan,
bantuan keuangan atau pinjaman dari anggota Dewan Komisaris lainnya
dan/atau Direksi (pengurus) Bank, dari perusahaan yang Pemegang Saham
Pengendali (PSP) nya pengurus Bank, dan atau dari Pemegang Saham
Pengendali (PSP) Bank.
b. Tidak memiliki hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus
pada perusahaan dimana anggota Dewan Komisaris Bank lainnya menjadi
pengurus, menjadi pengurus pada perusahaan yang PSP nya pengurus Bank
c. Tidak memiliki hubungan kepemilikan, yakni apabila menjadi pemegang
saham pada perusahaan yang PSP nya adalah pengurus dan PSP Bank
dan/atau menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP Bank.
d. Tidak memiliki hubungan dengan Bank apabila:
a) memiliki saham Bank lebih dari 5% (lima perseratus);
b) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman
dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak pemberi memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pihak penerima, seperti pihak terafiliasi
dan transaksi keuangan.
c) Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum menyatakan
bahwa anggota dewan komisaris independen ditetapkan paling kurang
50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris.
Komisaris independen diukur dengan menggunakan skala rasio melalui
presentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari
seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
INDP = Jumlah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan
seluruh anggota dewan komisaris perusahaan
2.3.2 Mekanisme Pemantauan Pengungkapan
2.3.2.1Komite Audit
Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan
publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk
dan tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip good
corporate governance terutama transparansi dan disclosure diterapkan secara
konsisten dan memadai oleh para eksekutif.
Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan
bahwa komite audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan
pengawasan secara menyeluruh dalam hal memberikan pengawasan secara
menyeluruh dalam hal:
a. Laporan Keuangan
Komite audit melaksanakan pengawasan independen dan memastikan bahwa
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah gambaran yang
sebenarnya.
b. Pengawasan Kontrol (Corporate Control)
Komite audit memberikan pengawasan independen atas masalah atau hal-hal
yang berpotensi mengandung risiko.
c. Tata Kelola Perusahaan
Komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan
good corporate governance apakah telah dijalankan sesuai Undang-Undang
dan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum menyatakan bahwa
seorang komite audit haruslah (a) seorang komisaris independen; (b) seorang dari
pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi dan
(c) seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau
Komite audit dalam penelitian ini diukur menggunakan skala rasio melalui
presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap
seluruh anggota komite audit.
AUDT = Jumlah anggota komite audit luar
Jumlah seluruh anggota komite audit
2.4 PenelitianTerdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti/ Tahun
Judul Penelitian Variabel yang digunakan
Institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen secara parsialtidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (CFROA) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
- Komite Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan (CFROA) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
- Secara simultan variabel kepemilikan institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan (CFROA) pada perusahaan perbankan yang terdaftar Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai 2012. Bamban
g Listyo Purno/ 2013
Pengaruh
Mekanisme Good
Corporate
- Terdapat pengaruh positif dari
mekanisme Good Corporate Governance secara simultan
Perbankan (Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Periode
2009-- Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan nasional.
-Ukuran Dewan Direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan nasional.
- Tidak terdapat pengaruh dari Kepemilikan Manajerial, Ukuran Dewan Komisaris, Komisaris Independen dan Komite Audit secara parsial terhadap kinerja perbankan nasional.
Mekanisme Good
Corporate
- Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011.
- Dewan Direksi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011.
- Komite Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011
- Kepemilikan Institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Dewan Direksi dan Komite Audit secara simultan terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di Bursa Efek
Indonesia tahun 2009-2011
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penjelasan ilmiah mengenai preposisi
antarkonsep / antar konstruk atau pertautan / hubungan antarvariabel penelitian
(Juliandi dan Irfan, 2013:114). Kerangka konseptual bertujuan untuk
mengemukakan objek penelitian secara umum dalam bentuk kerangka variabel
yang akan diteliti. Dengan demikian dalam kerangka penelitian ini dikemukakan
variabel yang akan diteliti yaitu MekanismeGood Corporate Governancesebagai
variabel bebas dan kinerja keuangan sebagai variabel terikat.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, maka kerangka
konseptual penelitian ini secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Sumber : Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini ( 2016) Ukuran Dewan Komisaris(X1)
Dewan Direksi (X2)
Proporsi Komisaris Independen(X3)
Komite Audit(X4)