TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,
Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999).
Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi
dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam
tertanam dalam tanah (Wibowo, 2008).
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan mata
tunas. Dibagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah- pelepah daun. Batang semu berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan
fungsinya menjadi umbi lapis (Rukmana, 1995).
Daun bawang merah hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya meruncing
dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak. Ada juga yang daunnya membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daunnya.
Warnanya hijau muda (Wibowo, 2008).
Pembengkakan kelopak daun pada bagian dasar lama kelamaan akan terlihat mengembung dan membentuk umbi yang merupakan umbi lapis. Bagian
ini berisi cadangan makanan untuk persediaan makanan bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru. Bagian pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan
tumbuh akar- akar serabut. Di bagian atas cakram yakni di antara lapisan daun
yang membengkak terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru, yang disebut tunas lateral. Tunas- tunas lateral akan membentuk cakram baru
yang kemudian dapat membentuk umbi lapis kembali. Dengan cara ini, tanaman bawang merah dapat membentuk rumpun tanaman. Dalam setiap umbi dapat dijumpai tunas lateral sebanyak 1-10 tunas. Tunas-tunas tersebut kemudian
tumbuh membesar membentuk rumpun tanaman sehingga bila panen tiba dapat dihasilkan umbi sejumlah tersebut (Rahayu dan Berlian, 1999).
Pada dasarnya bawang merah dapat membentuk bunga tetapi biasanya sulit menghasilkan biji. Bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang merah
termasuk bunga bunga sempurna, biasanya terdiri dari 5-6 benang sari, sebuah putik dengan daun bunga berwarna agak hijau bergaris- garis keputih-putihan atau
putih (Wibowo, 2008).
Letak bakal biji dalam ruang bakal buah (ovarium) terbalik atau dikenal dengan istilah anatropus. Oleh karenanya, bakal biji bawang merah dekat dengan
plasentanya. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih. Setelah tua, biji akan berwarna hitam (Rahayu dan Berlian, 1999).
Syarat Tumbuh
Iklim
Dalam pertumbuhannya, tanaman bawang merah menyukai daerah yang
dibutuhkan air yang cukup banyak. Walaupun memerlukan banyak air, tetapi
tanaman bawang merah paling tidak tahan terhadap air hujan dan tempat yang selalu basah atau becek (Rahayu dan Berlian, 1999).
Tanaman bawang merah lebih banyak dibudidayakan di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32o
Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-900 m dpl) dengan curah hujan 300-2500 mm/th. Namun, pertumbuhan tanaman maupun umbi yang terbaik di ketinggian sampai 250 m dpl. Bawang
merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800-900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil. Selain itu, umurnya lebih panjang dibanding umur tanaman
di dataran rendah karena suhu di dataran tinggi lebih rendah (Rahayu dan Berlian, 1999).
C, dan kelembaban nisbi 50-70% (AAK, 1998).
Tanah
Tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organis atau humus sangat baik untuk bawang merah. Di samping itu hendaknya dipilih tanah
yang bersifat permebilitas, aerasinya baik dan tidak becek. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya besar-besar. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu
Kemasaman tanah (pH) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah
agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH 5,5-7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan pH
di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh
tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah (Rahayu dan Berlian, 1999).
Perbanyakan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Faktor bibit memegang peran penting untuk menunjukkan keberhasilan produksi tanaman bawang merah. Penggunaan bibit yang bermutu tinggi
merupakan langkah awal peningkatan produksi. Tanaman bawang merah umumnya diperbanyak dengan menggunakan umbinya. Sebenarnya dapat juga
diperbanyak dengan biji, tetapi kebanyakan tanaman bawang merah di Indonesia sulit menghasilkan biji (Rahayu dan Berlian, 1999).
Umbi yang digunakan harus berasal dari tanaman yang sehat (bebas hama
dan penyakit) dan dipanen cukup tua. Umbi yang sudah tua dapat diperoleh dari tanaman yang sudah berumur sekitar 70-90 hari. Meski begitu, ketuaan ini
bergantung dari jenis, tempat penanaman dan kondisi tanaman itu sendiri. Selanjutnya, umbi umtuk bibit sebaiknya umbi yang sudah disimpan lama. Minimal sudah disimpan selama 2 bulan dengan penyimpanan yang baik. Yang
Selain diperbanyak dengan umbinya, bawang merah dapat diperbanyak
dengan menggunakan biji. Untuk menghasilkan biji bawang merah yang sama dengan induknya dilakukan teknik selfing yaitu suatu cara untuk mendapatkan
hasil yang murni (penyerbukan terjadi dalam satu tanaman). Untuk memperoleh hasil tersebut, penyerbukannya perlu bantuan manusia. Tidak semua bawang merah dapat diperbanyak melalui biji, hanya bawang yang mudah berbunga saja.
Contohnya, varietas bima, maja, bangkok, kuning sidapurna, cipanas 86, dan cipanas 88. Varietas tersebut dapat berbunga bila tumbuh di daerah yang bersuhu
dingin atau dataran tinggi. Untuk budidaya selanjutnya, biji bawang merah hasil selfing disemaikan terlebih dahulu. Setelah 3-4 minggu dipersemaian, bibit dapat
dipindahkan ke lahan. Prinsip budidaya selanjutnya sama dengan budidaya
bawang merah yang berasal dari umbi. Hanya saja jarak tanamnya lebih dipersempit karena umbi yang dihasilkan hanya satu (Rahayu dan Berlian, 1999).
Pembelahan Umbi
Pada umumnya bawang merah diperbanyak dengan menanam umbi satu per satu. Tetapi perbanyakan dengan menanam umbi satu per satu memerlukan
waktu cukup lama. Lamanya ini adanya keterbatasan waktu juga terbatasnya kemampuan dalam membentuk anakan setiap umbinya. Salah satu cara untuk
mempercepat perbanyakan yaitu dengan menanam dari setiap umbi dengan berbagai tingkat pembelahan (Putrasemedja, 1995).
Penelitian Priyono dan Hoesen (1996) pada tanaman amarilis dengan
cadangan makanan yang tersimpan pada potongan umbi tersebut untuk
perkembangan anakan dalam proses metabolisme pertumbuhannya juga reaksi hormon tumbuh yang digunakan. Ukuran perempat umbi dalam penelitian ini
dianggap ideal untuk bertumbuh membentuk anakan (bulblet) terbanyak.
Hasil penelitian Putrasemedja (1995) menunjukkan bahwa pada penanaman umbi bawang merah yang berasal dari satu umbi dibelah 2 dan 4
ditanam langsung pada tempat terbuka persentase tumbuhnya masih tinggi 88,77% dan 68,90% dengan produksi masing-masing 632,30 gram dan
284,0 gram.
Kelemahan dari pembelahan umbi adalah jumlah anakan yang dihasilkan per umbi lebih sedikit dibandingkan tanpa pembelahan sehingga produksi per plot
juga lebih rendah. Pada pembelahan umbi bibit bawang merah yang berasal dari satu umbi dibelah 2 dan 4 jumlah anakan yang terbentuk per umbi adalah 2,60
dan 2,26 dengan produksi masing-masing 632,30 gram dan 284,0 gram per plot. Sedangkan tanpa pembelahan jumlah anakan yang terbentuk per umbi adalah 4,73 dengan produksi 1001,00 gram per plot (Putrasemedja, 1995).
Jarak Tanam
Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman,
terutama karena koefisien penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi tiap satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Pada akhirnya, penampilan
ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu
(Harjadi, 1979).
Tajuk tanaman, perakaran serta kondisi tanah menentukan jarak antar
tanaman. Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan unsur hara oleh tanaman, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman dengan jarak yang lebih sempit mendapatkan sinar
matahari dan unsur hara yang lebih sedikit karena persaingan antar tanaman lebih besar. Seperti yang didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pedersen
dan Lauer (2003) bahwa jarak yang lebih sempit menurunkan produksi hingga 11% dibandingkan dengan jarak yang lebih lebar (Nasution, 2009).
Tujuan pengaturan jarak tanam pada dasarnya adalah memberikan
kemungkinan tanaman untuk tumbuh baik tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta memudahkan
pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma sehingga dapat menurunkan hasil (Rahayu dan Berlian, 1999).
Hasil penelitian Afrida (2005) menunjukkkan bahwa penggunaan jarak tanam pada tanaman bawang merah memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap berat basah per sampel, dan berpengaruh nyata terhadap berat kering per sampel. Selain itu juga berpengaruh nyata terhadap berat basah per plot dan berat kering per plot. Jarak tanam harus diperhatikan untuk mendapatkan jumlah