• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Tunjangan Hari Raya Atau THR Bagi Pekerja Dirumah Sakit Kisaran Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Tunjangan Hari Raya Atau THR Bagi Pekerja Dirumah Sakit Kisaran Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

A. Pengertian Tunjangan Hari Raya

Hari raya keagamaan Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja/Buruh

yang beragama islam, Hari Raya Natal bagi Pekerja/Buruh yang beragama Kristen

Katholik dan Kristen Protestant, Hari Raya Nyepi bagi Pekerja/Buruh yang beragama

Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja/Buruh beragama Budha, dan Hari Raya Imlek

bagi Pekerja/Buruh yang beragama Konghucu.25

Dasar Hukum dikeluarkannya peraturan tentang Tunjangan Hari Raya (THR)

adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) adalah Kewajiban bagi Pemerintah dan

Pengusaha. Tunjangan ini diberikan karena adanya kebutuhan tambahan sehingga

pengeluaran pekerja dan keluarganya menjadi meningkat ketika merayakan Hari

Raya Keagamaan. Pemberian Tunjangan ini menjadi suatu kewajaran demi untuk

memenuhi kebutuhan kerja. Pembayaran Tunjangan Hari Raya merupakan kewajiban

yang harus dipenuhi oleh Pemerintah dan Pengusaha setiap menjelang perayaan Hari

Raya Keagamaan.

25

(2)

Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana

peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No.PER.04/MEN/1994 Jo. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.

Yang wajib membayar THR adalah setiap orang yang mempekerjakan orang lain

dengan imbalan upah wajib membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan,

perorangan, yayasan atau perkumpulan. Sedangkan Pekerja yang berhak

mendapatkan THR adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja selama 1 (satu)

bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja

apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh

waktu.26

Pembayaran Tunjangan Hari Raya ini tidak boleh menyimpang dari apa yang

sudah ditentukan pada peraturan perundangan Undang – Undang N0. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Tunjangan hari raya diberikan karena para pekerja Indonesia merupakan

masyarakat pemeluk agama yang setiap tahunnya merayakan Hari keagamaan sesuai

dengan agamanya masing – masing dan untuk merayakan hari tersebut, para pekerja

memerlukan biaya tambahan. Sehingga menjadi suatu kewajaran apabila pengusaha

memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan kepada para Pekerjanya.

26

(3)

Pengupahan serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang

Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan.

Tunjangan Hari Raya terdapat 2 (dua) subyek yang saling mempunyai

kepentingan didalamnya, yakni :

1. Pengusaha

Pengusaha sebagai subyek pemberi Tunjangan Hari Raya. Pengusaha

memiliki kepentingan dalam pemenuhan kewajibannya sebagai pemberi Tunjangan

Hari Raya sesuai dengan ketentuan Permenaker No. 6 Tahun 2016 dimana orang

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri dan atau perusahaan bukan miliknya.

2. Pekerja

Pekerja sebagai subyek penerima Tunjangan Hari Raya karena tunjangan

tersebut merupakan hak yang harus diterima oleh pekerja sebagai imbalan atas

pekerjaan yang telah mereka lakukan.

Pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pekerja setiap

satu kali selama setahun. Besarnya jumlah Tunjangan Hari Raya telah ditetapkan

Permenaker No. 6 Tahun 2016 besar tunjangan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus

(4)

• Bagi pekerja yang telah ditetapkan untuk menerima setiap 1 (satu) bulan

sekali maka akan menerima sebesar 1 (satu) bulan upah sehingga dapat

dikatakan THR= 1 bulan upah

• Bagi pekerja yang telah ditetapkan bahwa penerimaan upah dilakukan secara

harian dengan ketentuan yang sama yakni pekerja mempunyai masa kerja

selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus atau lebih akan menerima

THR = upah x 30 hari.

b. Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus

menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional

dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1

(satu) bulan upah.

Dirumuskan : Masa Kerja = 6 bulan upah

12

Dalam pasal ini juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan upah satu

bulanadalahupahpokokditambahdengantunjangan-tunjangantetap.Tunjangan Hari

Raya dapat diberikan dengan jumlah yang lebih besar melebihi ketentuan nilai

Tunjangan Hari Raya yang telah ditetapkan menurut Pasal 3 ayat (1)

PermenakerNomor6 Tahun 2016 sehinggatidakterpakupadajumlahupah pokok

ditambah dengan Tunjangan Tetap yang diterima secara rutin oleh para

pekerja.Namun,besarnyajumlahtersebutharusmenurutKesepakatanKerja,atau

(5)

BesarnyanilaiTunjanganHariRayayangditentukanmelaluiPermenakerNomor 6

Tahun2016 ini merupakan ketentuan minimal, yang artinya bahwa pengusaha

tidak boleh memberikan Tunjangan Hari Raya yang nilainyadibawahketentuan

minimaltersebut.

Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh para pekerja dalam bentuk uang.

Hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun

2015 tentang Pengupahan, yang menyatakan bahwa “Pada dasarnya upah

diberikandalambentukuang.”KarenaTunjanganHariRayainimerupakansalah satu

bentuk pendapatan yang diterima oleh pekerja maka Tunjangan Hari Raya yang

akan diterima oleh tiap-tiap pekerja berupa uang. Namun, pada Pasal 5ayat 1

Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 disebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya dapat

diberikan dalam bentuk lain sesuai dengan persetujuan antara pengusaha dengan

pekerja. Tunjangan Hari Raya dalam bentuk lain inipundiberikan secara

bersamaan pada saat pengusaha membayarkan Tunjangan Hari Raya kepada

pekerjanya.

Pemberian sebagian Tunjangan Hari Raya dalam bentuk lain ini pun harus

sesuai dengan ketentuan yang ada yakni tidak berupa minuman keras, obat-obatan

atau bahan obat-obatan. Besarnya nilai “bentuk lain” tersebut tidak boleh melebihi 25

% (dua puluh lima persen) dari jumlah Tunjangan Hari Raya yang seharusnya

(6)

Jadi, besarnya jumlah Tunjangan Hari Raya yang berhak diterima oleh

pekerja adalah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun2016

yakni sesuai dengan upah yang rutin diterima oleh pekerja (upah satu bulan)

serta disesuaikan dengan masa kerja pekerja yang menerimaTunjangan Hari

Raya. Masa kerja yang dijadikan patokan dalam menerima Tunjangan Hari Raya

yakni :

a. Pekerja telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus

b. Pekerja telah bekerja secara terus menerus dengan jangka waktu antara

3 sampai 12 bulang terhitung masa kerja

B. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh

Pekerja atau buruh beperan meningkatkan produktivitas nasional dan

kesejahteraan. Untuk itu tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memilki

nilai lebih, dalam arti lebih mampu, lebih terampil dan lebih berkualitas agar dapat

berdaya guna secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing

dalam era global.

Kemampuan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja perlu terus menerus

ditingkatkan melalui perencanaan dan progam ketenagakerjaan termasuk pelatihan,

pemagangan, dan pelayanan penempatan tenaga kerja. Sebagai salah satu aspek dari

pembangunan, tenaga kerja perlu memperoleh perlindungan dalam semua aspek,

termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan didalam dan diluar negeri,

(7)

pekerja serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman,

tenteram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir

dan batin, selaras, serasi, dan seimbang.27

Hak dan kewajiban pekerja/buruh merupakan hal prinsipil dan pasti timbul

dalam hubungan ketenagakerjaan karena dua hal tersebut merupakan sesuatu yang

lahir dari aktivitas produksi yang melibatkan pekerja/buruh dan pengusaha/majikan.

Hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat erat hubungannya, dimana seorang

pekerja/buruh bila melakukan kewajiban maka akan timbul hak yang kemudian diatur

secara seadil – adilnya agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan yang kelak

berpotensi menyebabkan salah satu pihak (pekerja/buruh dan pengusaha/majikan)

merasa dirugikan.28

27

Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 313 Desember 2011 tentang Penerapan Sistem Pengupahan yang Wajar sebagai Refleksi Hubungan Industrial yang Kondusif

28

Prof Iman Soepomo, 2003, Pengantar Hukum Perburuhan , Jakarta : Djambatan, hal 33

Perlunya aturan hak dan kewajiban secara seadil – adilnya sangatlah penting

bagi pekerja/buruh karena pekerja/buruh merupakan pihak yang paling berpotensi

dirugikan dalam penetapan hak dan kewajiban tersebut, dalam sub bab ini membahas

apa saja yang menjadi hak dan kewajiban bagi pekerja/buruh tetap dan hak dan

kewajiban pekerja/buruh harian lepas agar mendapat kesimpulan atau gambaran

(8)

1. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh

Dengan adanya hak dan kewajiban pekerja/buruh tetap maka terciptalah

hubungan industrial yang seimbang yang mana bila semua aturan – aturan yang sudah

ditetapkan dan dilaksanakan para pihak, baik itu pengusaha maupun pekerja/buruh.

Adapun yang menjadi hak dan kewajiban pekerja/buruh tetap adalah sebagai berikut :

a. Hak pekerja/buruh :

1. Upah

Yaitu hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan kerja, atau

peraturan perundang – undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Pada pekerja/ buruh tetap upah yang diterima sifatnya adalah upah yang tetap,

yaitu upah yang diterima pekerja/buruh secara tetap atas suatu pekerjaan yang

dilakukan secara tetap. Upah tetap ini diterima secara tetap dan tidak dikaitkan

dengan tunjangan tidak tetap, upah lembur dan lainnya.29

29

(9)

2. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

Yaitu jaminan sosial yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja/buruh

yang menurut UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja Undang –

Undang ini kemudian dikonkritkan lagi dengan dikeluarkannya UU No. 14 Tahun

1993 tentang program jamsostek yang meliputi 4 Program yaitu :30

a. Jaminan kecelakaan kerja (JKK)

Yaitu jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami

kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang

timbul karena hubungan kerja.31

b. Jaminan Kematian (JK)

Demikian pula kecelakaan kerja yang terjadi dalam

perjalanan yang berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah

melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Yang termasuk dalam jaminan kecelakaan

kerja adalah :

1. Biaya pengangkutan

2. Biaya pemeriksaan

3. Biaya rehabilitasi

4.Santunan berupa uang (Cacat sebagian, Cacat Total dan Kematian)

30

Agusmida, 2010, Hukum Ketenagakerjaan, Bogor : Ghalia Indonesia, Hal 129

31

(10)

Jaminan kematian diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya bagi

pekerja/buruh yang meninggal dunia bukan dari akibat kecelakaan kerja baik biaya

pemakaman dan santunan berupa uang

c. Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua adalah suatu bentuk jaminan akumulasi tabungan yang

berasal dari iuran tenaga kerja atau buruh dan perusahaan. Jaminan hari tua ini akan

diterima oleh tenaga kerja/buruh pada saat hari tuanya. Jumlah jaminan hari tua yang

akan diterima pekerja/buruh adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil

pengembangannya. Seorang pekerja/buruh mendapatkan uang jaminan hari tuanya

apabila sudah mencapai usia pensiun.

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah bentuk perlindungan oleh pengusaha

kepada pekerja/buruh dan keluarganya. Pemeliharaan kesehatan yang dimaksud

adalah penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan

pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

3. Pesangon

Ada keterkaitan antara upah seorang pekerja/buruh dengan pesangon jika

pekerja/buruh bersangkutan diputus hubungan kerja (PHK). Uang pesangon adalah

(11)

pemutusan hubungan kerja. Jumlah uang yang diberikan sebagai uang pesangon

bergantung pada jenis PHK.

4. Dana Pensiunan

Seorang pekerja/buruh dikatakan pensiunan apabila berhenti bekerja karena

mencapai usia tertentu, yakni apakah karena usia kelahiran tertentu atau mencapai

usia masa kerja tertentu yang disepakati oleh pengusaha dan pekerja/buruh. Dana

pensiunan dana/sejumlah uang yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh

apabila pekerja/buruh berhenti bekerja karena mencapai usia tertentu yang mana

selama pekerja/buruh bekerja membayar uang iuran pensiun.

b. Kewajiban Pekerja/Buruh

Kewajiban tenaga kerja merupakan hak pengusaha, demikian pula sebaliknya

bahwa kewajiban pengusaha merupakan hak dari pekerja/buruh. Kewajiban

merupakan suatu prestasi baik berupa benda yang didapat atas jasa yang dilakukan

oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Jika masing – masing antara

pengusaha dan tenaga kerja/buruh peduli akan kewajibannya maka tidak banyak

terjadi kasus – kasus hingga terbentuk anarki.32

Didalam KUHPerdata, ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur

dalam Pasal 1603 yaitu33

32

Ishaq,2009, Dasar – Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, hal 82

33

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Pasal 1603

(12)

1. Si buruh/pekerja diwajibkan melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut

kemampuan yang sebaik – baiknya. Sekedar tentang sifat luasnya pekerjaan

harus dilakukan tidak dijelaskan dalam reglemen, maka hal itu ditentukan

dalam kebiasaan

2. Si buruh/pekerja diwajibkan melakukan sendiri pekerjaannya, tidak bolehlah

ia selain dengan izin si majikan dalam melakukan pekerjaannya itu

digantikan dengan orang ketiga

3. Si buruh/pekerja diwajibkan menaati aturan - aturan tentang hal melakukan

pekerjaan serta aturan – aturan yang ditujukan pada perbaikan tata tertib

dalam perusahaan si majikan didalam batas – batas aturan undang – undang

atau perjanjian manapun reglemen atau jika itu tidak ada menurut kebiasaan

4. Si buruh/pekerja yang tertinggal pada si majikan, harus bertingkah laku

menurut tertibnya dirumah.

5. Si buruh/pekerja pada umumnya diwajibkan melakukan, maupun untuk

berbuat segala apa yang didalam keadaan sama, patut dilakukan atau tidak

diperbuat oleh seorang buruh yang baik.

Disamping itu yang menjadi kewajiban pekerja/buruh dalam melakukan

tugasnya menurut Undang – Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu

dapat melakukan hubungan industrial, para pekerja/buruh wajib menjaga ketertiban

demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,

(13)

kesejahteraan anggota beserta keluarganya dan jika ingin melakukan mogok,

pekerja/buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha atau instansi

yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan sekurang kurangnya 7 hari

sebelum mogok kerja dilaksanakan.

C. Syarat bagi Pekerja Mendapat Tunjangan Hari Raya

Tunjangan Hari Raya yang diberikan oleh Pemerintah dan Pengusaha tidak

lepas dari faktor pekerja yang menerimanya. Pekerja disini adalah sebagai tenaga

kerja yang bekerja pada pengusaha sehingga berhak atas imbalan yang ada.

Pengusaha wajib membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya sesuai dengan

ketentuan yang ada sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan berakhirnya

hubungan kerja.

Tujuan dari pemberian Tunjangan Hari Raya adalah demi kesejahteraan

pekerja. Sehingga peran pekerja dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya juga sangat

penting. Peran pekerja dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah sebagai

subyek penerima Tunjangan Hari Raya. Pemberian Tunjangan Hari Raya tidak serta

merta diberikan begitu saja kepada pekerja. Terdapat syarat – syarat yang harus

dipenuhi dahulu oleh pekerja untuk dapat menerima Tunjangan Hari Raya.

Seorang pekerja/buruh tidak akan dibayarkan upahnya apabila pekerja

tersebut tidak melakukan pekerjaan. Prinsip “No Work No Pay” dianut oleh para

(14)

2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

2015 tentang Pengupahan. Prinsip tersebut berlaku pada Tunjangan Hari Raya,

pekerja tidak melaksanakan tugasnya terlebih dahulu sebagai pekerja.

Sebelum berlakunya Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari

Raya yang berlaku adalah Permenaker No.4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari

Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa

pekerja yang berhak memperoleh Tunjangan Hari Raya adalah Pekerja yang

mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau lebih. Hal ini

dikuatkan dengan adanya Pasal 3 Permenaker Nomor 4 Tahun 1994 bahwa besarnya

Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh pekerja disesuaikan dengan masa kerja yang

telah dijalani oleh pekerja yang bersangkutan dengan perhitungan (Masa Kerja

dibagi 12) x 1 Bulan Upah (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap). Akan tetapi pemberian

Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Buruh/Pekerja lepas belum diatur.

Berbeda dengan Permenaker No.6 Tahun 2016 pekerja yang berhak

memperoleh Tunjangan Hari Raya adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja

satu (1) bulan secara terus menerus atau lebih dan pekerja lepas atau harian. Masa

kerja adalah jangka waktu seseorang melakukan pekerjaan, dapat juga dimaksudkan

sebagai lamanya seorang bekerja untuk pengusaha atau tempat dimana seseorang itu

bekerja. Masa kerja seorang pekerja digunakan sebagai salah satu syarat pemberian

Tunjangan Hari Raya oleh Pemerintah dan Pengusaha. Ditambah bagi Pekerja/ Buruh

(15)

Pekerja yang bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus – menerus dan

pekerja yang bekerja dalam jangka waktu 1– 12 bulan tetap berhak atas Tunjangan

Hari Raya. Pemberian Tunjangan Hari Raya tidak terlepas dari peran penting

pengusaha. Karena dalam pemberian Tunjangan Hari Raya, pengusaha adalah subyek

pemberi Tunjangan Hari Raya. Pengusaha dan pemerintah mempunyai kewajiban

memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya.

Pasal 10 ayat 1 Permenaker No.6 Tahun 2016 memberikan sanksi terhadap

Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh lebih

dari 7 hari sebelum Hari raya Keagamaan. Dikenai denda 5% dari Total Keagamaan

yang harus dibayarkan. Dan nantinya Denda ini akan dikelola dan dipergunakan

untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama.34

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan juga

mengatur agak rinci mengenai masalah upah minimum. Menurut Peraturan Dalam Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya

Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan ataupun Rumah Sakit disebutkan bahwa

Tunjangan Hari Raya merupakan pendapatan yang wajib dibayarkan oleh pengusaha

dan pemerintah. Jika dikaitkan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah

satupendapatan yang wajib diterima oleh pekerja, maka Tunjangan Hari Raya ini

dapat dianologikan dengan upah.

34

(16)

Pemerintah ini, Gubernur menetapkan Upah minimum sebagai jaring pengaman.

“Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan Upah bulanan terendah yang

terdiri atas:

1. Upah tanpa tunjangan; atau

2. Upah pokok termasuk tunjangan tetap,” bunyi Pasal 41 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No. 78 Tahun 2015

Peraturan Pemerintah ini menegaskan, bahwa Upah minimum sebagaimana

dimaksud hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu)

tahun pada Perusahaan yang bersangkutan. Sementara Upah bagi Pekerja/Buruh

dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara

Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan.

Penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksud dilakukan setiap tahun

berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud, menurut

Peraturan Pemerintah ini, merupakan standar kebutuhan seorang Pekerja/Buruh

lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan, yang

terdiri atas beberapa komponen jenis kebutuhan hidup.

“Pasal 43 ayat (5) PP Nomor 78 Tahun 2015 itu merupakan Komponen

(17)

dimaksudpada ayat 4 ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,”.35

Adapun penetapan Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula

perhitungan Upah minimum, yaitu: UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ∆ PDBt)}. Peninjauan

komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Menteri

(Tenaga Kerja), dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh

Dewan Pengupahan Nasional, yang menggunakan data dan informasi yang bersumber

dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.

36

35

Pasal 43 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

36

Pasal 44 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

Peraturan Pemerintah ini juga menegaskan, Gubernur wajib menetapkan Upah

minimum provinsi, yang dihitung berdasarkan formula perhitungan Upah minimum

sebagaimana dimaksud.

Dalam hal telah dilakukan peninjauan kebutuhan hidup layak sebagaimana

dimaksud, gubernur menetapkan Upah minimum provinsi dengan memperhatikan

rekomendasi dewan pengupahan provinsi. “Rekomendasi dewan pengupahan provinsi

sebagaimana dimaksud didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang

komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan dengan memperhatikan

produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” bunyi Pasal 45 ayat (4) Peraturan

(18)

Upah minimum ini sebagai hak mendasar yang harus diterima oleh pekerja

dan tidak boleh menyalahi aturan yang ada.37

Upah minimum tiap daerah berbeda- beda sesuai dengan Peraturan yang

mengatur tentang besarnya upah minimum tiap – tiap daerah. Sehingga untuk

ketentuan besar Tunjangan Hari Raya disesuaikan dengan upah minimum yang sudah

ditentukan lewat Peraturan Daerah masing – masing daerah. Berdasarkan Pasal 90 Didalam Undang – Undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 Angka 30 menyatakan bahwa

upah adalah “hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam betuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang – undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau dilakukan”.

Dalam hal ini adalah besarnya upah yang diterima. Besarnya upah yang

diterima pekerja memilki batasan nilai minimum. Karena Tunjangan Hari Raya

dianologikan dengan Upah, maka Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh pekerja

mempunyai nilai minimum yang harus ditaati oleh pengusaha atau pemberi kerja,

kecuali pengusaha atau pemberi kerja tidak mampu membayar Tunjangan Hari Raya.

Ketentuan nilai minimum ini disesuaikan dengan jumlah upah yang diterima oleh

pengusaha.

37

Abdul Khakim, 2006, Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan Undang – Undang No. 13

(19)

Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 Pengusaha dilarang membayar upah lebih

rendah dari upah minimum.38

Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat

mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat

10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Permohonan tersebut merupakan

hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh yang tercatat.39

Namun, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada

pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk

membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan.40Penangguhan

pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk

membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang

berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah

minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.41

Pada dasarnya upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan

pekerjaan. Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua

38

Pasal 90 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

40

Suria Ningsih, 2012, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Pers, Medan , hal 128

41

(20)

pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat

melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya, seperti berikut ini :42

1. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan

2. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua

masa haidnyasehingga tidak dapat melakukan pekerjaan

3. Pekerja/buruh tidak masuk pekerja karena pekerja/buruh menikah,

menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri

melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak

atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam

satu rumah meninggl dunia.

4. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang

menjalankan kewajiban terhadap negara.

5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena

menjalankan ibadah yang diperintahan oleh agamanya

6. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan

tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan

sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

7. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat

8. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas

persetujuan pengusaha

9. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan

42

(21)

Dalam melaksanakan tugasnya sebagi pekerja, kadangkala mereka tidak

hanya mengalami PHK, tetapi juga mengalami pemindahan kerja ke perusahaan

lain. Permenaker No.6 Tahun 2016 melindungi hak pekerja yang

mengalamipemindahantersebut.Pasa l8 menyatakan bahwa bagi pekerja yang

dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, maka pekerja

berhak atas Tunjangan Hari Raya pada perusahaan yang baru, apabila dari

perusahaan yang lama pekerja bersangkutan belum mendapatkan Tunjangan Hari

Raya.43 Sehingga hak pekerja untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya tetap

terpenuhi.44

Dari hal-hal diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban pengusaha tidak

hanya membayar Tunjangan Hari Raya tanpa melihat hal-hal yang berkaitan

dengan pekerja maupun Tunjangan Hari Raya itu sendiri. Pengusaha harus tetap

memperhatikan besarnya batas minimum jumlah Tunjangan Hari Raya yang

dikaitkan dengan besarnya upah minimum regional tiap-tiap daerah. Selain itu,

pengusahajugamengemban kewajiban untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya

bagi pekerjanya yang berstatus pekerja waktu tidak tertentu yang ter-PHK sejak

30 hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan serta pengusaha wajib

memenuhi kewajibannya untuk membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerja

yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan ketentuan masa kerja berlanjut

43

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Pasal 8

Referensi

Dokumen terkait

Be Prepared For Your Kayaking Adventure With the Corrrect Paddles Word Count:..

jaringan terhubung ke sebuah perangkat jaringan (hub, switch, router) yang menjadi pusat dari topologi sehingga membentuk sebuah segmen jaringan. • Jika dua atau lebih

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan perajin gula merah di Desa Pasiripis Kecamatan Surade berupa data identitas diri, pengalaman

Pluralisme yang dimaksud oleh Armstrong bukan bertujuan membentuk atau mencip- takan satu bentuk agama baru, yang bersifat global, akan tetapi menja- dikan pemeluk agama

keputusan, pengertian Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) dan mengenai teori yang berhubungan dan diperlukan dalam. pembuatan

Temuan ini menunjukkan bahwa pengalaman yang ditawarkan kepada responden berkaitan dengan terciptanya komunikasi langsung dan pelayanan yang baik dari Taman Rekreasi

Transporte para o viveiro: assim que retiradas do solo, as mudas devem ser acondicionadas em recipientes com água ou com grande umidade, como sacos plás-

Jelaskan proses penyusunan dan penetapan APBN dan bandingkan dengan proses penyusunan dan penetapan APBD berbasis peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar