• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Di Kotamadya Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Di Kotamadya Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan tanah saat ini semakin meningkat, dimana peningkatan

akan tanah tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah bukan saja

sebagai tempat untuk bermukim, tempat untuk bertani, akan tetapi lebih dari pada

itu dimana tanah juga dapat dipakai sebagai jaminan untuk mendapatkan

pinjaman kredit dari bank dan juga untuk keperluan jual beli sewa menyewa.

Melihat begitu pentingnya kegunaan tanah bagi orang perseorangan ataupun

badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1

Berlakunya UUPA sebagai dasar hukum dalam bidang agraria di

Indonesia, mengakibatkan terjadinya perubahan yang fundamental pada hukum

Agraria di Indonesia, terutrama pada bidang hukum pertanahan. Perubahan Menyadari akan pentingnya tanah bagi hajat hidup orang banyak,

pemerintah selanjutnya merasa perlu untuk membuat suatu peraturan yang

mengatur penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut, oleh

karena atas dasar kesadaran itulah, maka pada tanggal 24 september 1960,

diundangkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria atau yang sering disebut sebagai UUPA yang berlaku bagi

seluruh wilayah Indonesia.

1

(2)

tersebut bersifat mendasar dan fundamental, karena baik mengenai struktur,

perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasari maupun isinya yang

dinyatakan pada bagian berpendapat UUPA harus sesuai dengan kepentingan

rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluanya menurut permintaan zaman.2

Salah satu hal yang bersandar pada hukum agama, yang berkaitan dengan tanah

ini adalah persoalan mengenai wakaf tanah.

Pada salah satu konsideran Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria

disebutkan bahwa:

“ berhubung dengan apa yang disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”

3

Wakaf adalah ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat islam sebagai

Taqorroh (Pendekatan) diri kepada Allah SWT, juga salah satu sarana

mewujudkan kesejahteraan sosial dan sekaligus modal dalam kemajuan dan Negara Indonesia sendiri, merupakan suatu negara dengan mayoritas

penduduknya menganut agama islam, dimana sebagaimana yang diketahui

sendiri bahwa dalam ajaran agama islam ada pengaturan mengenai persoalan

wakaf. Wakaf sendiri merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah sunnah yang

sangat dianjurkan bagi umat islam sebagai suatu amalan ibadah kepada Allah

SWT, hal ini dikarenakan pahala wakaf akan selalu mengalir meskipun sang

wakif telah wafat.

2

Budi Harsono, Hukum Agraria Nasional Jilid I Hukum Tanah Nasional , Djambatan, Jakarta, 2007, hal.1

3

(3)

perkembangan agama islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat

yang diperoleh melebihi dari bersedakah atau berderma, sebab harta wakaf

bersifat abadi dan hasilnya dapat terus menerus digunakan untuk kepentingan

masyarakat.4

Al-Qur’an surat Al-Hajj Ayat (22) : 77 memerintahkan kepada

orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya agar tunduk kepada Allah

SWT dengan bersujud dan beribadah kepada-Nya dengan apapun yang dapat

digunakan untuk menghambakan diri kepada-Nya, disamping itu mereka juga

diperintahkan untuk selalu berbuat kebaikan agar memperoleh keuntungan dan

mendapatkan pahala serta keridhaan-Nya. Salah satu perbuatan baik yang

diperintahkan dalam ayat tersebut dapat dilakukan dengan melalui wakaf, sebab

jika seseorang mewakafkan harta benda yang dimilikinya, berarti dia

melaksanakan kebaikan tersebut dan pahalanya akan terus mengalir selama harta

benda tersebut bermanfaat.5

Agama islam sendiri telah mengatur hal-hal tentang wakaf baik dalam hal

syarat dan rukun maupun pelaksanaanya dengan begitu lengakap dalam rangka

untuk membantu mewujudkan kesejahteraan sosial yang manfaatnya dapat

dinikmati bersama-sama, namun dalam kenyataannya masih banyak masyarakat

yang belum mengetahui hal tersebut dan melakukan wakaf sesuai dengan

pemahaman mereka sendiri, dengan kata lain bahwa pelaksanaan wakaf masih

belum tertib dan efisien.6

4

Ibid., hal.2 5

Ibid.,hal.3 6

(4)

Wakaf sendiri pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua bentuk yaitu

wakaf terhadap benda bergerak seperti uang atau mobil, surat berharga, dan juga

wakaf terhadap benda tidak bergerak seperti tanah. Khusus pada skripsi ini

penulis akan membahas persoalan wakaf terhadap benda yang tidak bergerak

yaitu wakaf tanah, dimana persoalan wakaf tanah ini sering sekali dilakukan pada

masyarakat.

Indonesia sendiri sebagai suatu negara dengan mayoritas umat islam

berdasarkan data yang ada biasanya wakaf tanah digunakan untuk pembangunan

mesjid, mushollah, makam, sekolah, rumah yatim piatu dan sedikit sekali tanah

wakaf dikelolah secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat

dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya kaum fakir miskin.

Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial khususnya untuk kepentingan

peribadatan memang efektif, akan tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif

dalam kehidupan ekonomi masyarakat, apabila peruntukan tanah wakaf hanya

dikhususkan kepada hal-hal yang telah diuraikan di atas tanpa diimbangi dengan

wakaf yang dikelolah secara produktif, maka kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf, tidak akan dapat terealisasi

secara optimal. Wakaf dapat dijadikan sebagai lembaga ekonomi yang potensial

untuk dikembangkan selama bisa dikelolah secara maksimal, karena institusi

perwakafan merupakan salah satu asset kebudayaan nasional dari aspek sosial

yang perlu mendapat perhatian sebagai penompang hidup dan harga diri bangsa,

(5)

apalagi wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berbentuk benda tidak

bergerak dan tidak dikelolah secara produktif.7

Mengingat karena pentingnya pengelolahan wakaf tanah ini untuk diatur,

maka UUPA dalam salah satu pasalnya yaitu Pasal 49 Ayat 3 telah

mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus, yang menyatakan bahwa “

perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah”.

Berdasarkan amanat Pasal 49 Ayat 3 UUPA tersebut, maka pemerintah menindak

lanjutinya dengan diterbitkanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977

Tentang Perwakafan Tanah Milik, namun karena seiring dengan perkembangan

jaman, persoalan perwakafan semakin kompleks dan perlu adanya suatu

undang-undang yang secara khusus mengatur persoalan wakaf harta benda, maka atas

dasar hal tersebutlah selanjutnya pada tanggal 27 Oktober 2004 Dewan

Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf, sehingga dengan demikian diharapkan dengan berlakunya

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini dapat memenuhi hakekat dan tujuan

dari pada wakaf.8

Meskipun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini telah disahkan dan

dijadikan dasar hukum bagi perwakafan di Indonesia, bukan berarti Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 menjadi tidak berlaku, akan tetapi Peraturan

Pemerintah tersebut masih tetap berlaku selama tidak bertentangan dan/atau

7

Perkembangan Pengelolahan Wakaf di Indonesia, Diterbitkan oleh: Proyek Peningkatan zakat dan wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003, hal. 2-3.

8

(6)

belum diganti dengan peraturan yang baru, sebagaimana yang diatur dalam

aturan peralihan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Akan tetapi meskipun telah dibentuk seperangkat peraturan

perundang-undangan tentang perwakafan tanah milik, dalam pelaksanaanya masih banyak

masyarakat yang masih belum mengetahui, memahami, mentaati, dan dan

melaksanakan sepenuhnya peraturan-peraturan tersebut, sehingga hal ini

menyebabkan banyaknya bermunculan permasalahan dalam pelaksanaannya

seperti misalnya banyaknya tanah-tanah yang sudah diwakafkan masih belum

didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dalam kenyataannya wakif maupun nadzir mengabaikan unsur kepastian hukum

atas tanah-tanah wakaf tersebut karena mereka beranggapan bahwa tidak akan

mungkin terjadi persengketaan atas tanah wakaf tersebut sebab apabila ada orang

yang berani menuntut tanah wakaf, maka orang itu akan berdosa besar.9

Selain persoalan tanah wakaf yang belum didaftarkan, persoalan lain

muncul karena adanya penarikan kembali tanah wakaf, dimana contoh kasusnya

yaitu Putusan Nomor 987/Pdt.G/2003/PA.Smg, dimana sengketanya bermula

ketika pewaris ketika pewaris sebelum meninggal dunia telah mewakafkan tanah

Hak milik Verponding Indonesia Nomor 308/245 dan 309/244, seluas kurang

lebih 879,75 meter persegi dan sebuah mesjid diatasnya kurang lebih 100 meter

persegi, tanah tersebut dibeli wakif dari saudaranya dengan akta jual beli

No.Tj/5/10/6/1967yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Camat

Semarang barat. Tanah yang telah diwakafkan dan telah dibangun mesjid

9

(7)

diatasnya ternyata merupakan harta bersama wakif dengan isteri pertama dan

isteri kedua wakif yang belum pernah diwariskan pterhadap ahli waris mereka

dan belum pernah dilakukan ikrar wakaf serta dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW)

sebelumnya, sehingga ahli waris yang mengetahui hal tersebut kemudian

mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Semarang untuk melakukan

penarikan kembali atas tanah wakaf tersebut untuk dibagikan sebagai harta

warisan. Hal ini tentunya sangat tidak lazim dimana hal ini sama saja dengan kita

menjilat ludah yang telah dikeluarkan. Tanah yang sudah selayaknya diberikan

dan diperuntukan untuk kegiatan keagamaan masyarakat sekitar dan merupakan

suatu kebanggaan bagi warga yang menikmati peruntukan tanah wakaf tersebut

sebagai tempat ibadah harus ditarik kembali hanya karena alasan untuk dibagikan

sebagai harta warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris.10

B. Rumusan Masalah

Selain persoalan-persoalan yang telah diuraikan di atas masih banyak lagi

persoalan-persoalan lain mengenai tanah wakaf pada praktik di lapangan. Oleh

karena itu, berdasarkan hal tersebutlah mengapa penulis tertarik untuk

mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Di Kota Madya Medan.” sebagai judul skripsi.

Fokus penelitian dari penulisan skripsi ini adalah menyangkut Tinjauan

Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah di Kota Madya Medan,

10

(8)

dimana hal tersebut diasadari karena begitu banyaknya persoalan-persoalan

mengenai perwakafan tanah pada praktiknya di lapangan, berkaitan dengan hal

tersebut, maka adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan pengaturan pelaksanaan wakaf tanah?

2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah wakaf di Kota Medan?

3. Bagaimana penyelesaian perselisihan wakaf tanah di kota medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam rangka penyusunan dan penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan

yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui perkembangan pengaturan wakaf tanah

2. untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran tanah wakaf di Kota Medan

3. untuk mengetahui penyelesaian perselisihan wakaf tanah di Kota Medan

Selanjutnya adapun yang menjadi manfaat penulisan dalam pembahasan

skripsi ini antara lain:

1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,

memberikan sumbangan pemikiran, serta memberikan tambahan dokumentasi

karya tulis, litertur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainya didalam bidang

(9)

dapat memberikan pengetahuan tentang tinjuan yuridis pelaksanaan dan

pengelolahan wakaf tanah di kota medan

2. Secara Praktis

Penulisan skripsi ini juga sebagai salah satu bentuk latihan dalam menyusun

suatu karya ilmiah meskipun masih sederhana. Pelaksanaan hasil penelitian

yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan serta

pengalaman didalam bidang wakaf tanah. Skripsi ini juga ditujukan kepada

kalangan praktisi dan penegak hukum serta masyarakat untuk lebih

mengetahui dan memahami pelaksanaan dan pengelolahan wakaf tanah di

kota medan, serta memberikan pengetahuan dan informasi kepada para

praktisi hukum, civitas akademik, dan pemerintah sendiri untuk mengetahui

hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai dalam pelaksanaan dan

pengelolahan wakaf tanah.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian yang berjudul: Tinjuan Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, di Kota Medan adalah benar merupakan hasil karya dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain, oleh karena itu, keaslian dan kebenaran

ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri serta telah sesuai dengan

asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu terbuka,

rasional, objektif, dan kejujuran. Yang dimana hal ini merupakan implikasi etis

(10)

karya tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka

untuk kritik-kritik yang sifatnya konstruktif, selain itu semua informasi dalam

skripsi ini bersal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan

ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber

penulis dengan benar dan lengkap.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf secara bahasa berasal dari kata kerja waqafa-yaqifu-waqfan

yang berarti berhenti, berdiri, dan mencegah atau menahan.11Sedangkan wakaf dalam bahasa arab berarti Al-Habsu yang berasal dari kata kerja

habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan atau memenjarakan, kemudian berkembang

menjadi habbasa yang berarti mewakafkan harta karena allah.12

Menurut Imam Nawawi dari kalangan Mahzab Syafi’i, mendefinisikan

wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya yang bukan untuk

dirinya, sementara benda itu tetap ada dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan

dan mendekatkan diri kepada allah.13

Menurut Alauddin Al-Ashfaqy yang berasal dari mahzab hanafi,

mendefinisikan wakaf dengan penahanan harta dengan memberikan legalitas

11

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997, hal.1576

12

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.25

13

(11)

hukum milik pada si wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meskipun

tidak terperinci.14

Sementara Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf,

menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan

dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk Menurut mazhab Maliki wakaf adalah penahanan benda

wakafdaripenggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan

hasilnyauntuk

tujuankebaikan.Dengankatalainwakaftidakmelepaskanhartayangdiwakafkan dari

kepemilikan si wakif namun wakaf tersebut mencegah wakif

melakukantindakan

yangdapatmelepaskankepemilikannyaterhadaphartatersebut.misalnyamenjual

harta wakaftersebut.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Wakaf

pada Pasal 1 menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

badan

hukumyangmemisahkansebagiandarihartakekayaannyayangberupatanahmilikda

n melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatanatau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaranIslam.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (

KHI)Perbuatanhukumseseorangataukelompokorangataubadanhukumyang memisahkan

sebagian dari benda miliknya dan melembagakannyauntuk selama-lamanya guna

kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnyasesuaidengan ajaranIslam.

14

(12)

dimanfaatkanselamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannyaguna kepentingan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurutsyariah.

Berdasarkan uraian-uraian pengertian wakaf yang telah dipaparkan di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa padadasarnyamengandungmakna

yangsamayaitueksistensibendawakafituharuslahbersifattetap,artinyabiarpun

faedahataumanfaatbendaitudiambil,zatbendaitumasihtetapadaselamanya,

sedangkan hak kepemilikannya berakhir, tidak boleh di jual, diwariskan,

dihibahkan.

2. Macam-macam Wakaf

Wakaf itu sendiri pada dasarnya dibagi ke dalam dua macam yaitu:

a. Wakaf ahli, wakaf keluarga atau wakaf khusus

Adapun yang dimaksud dengan wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan

kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik kelaurga wakif

ataupun bukan. Beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama

islam, setelah berlangsungnya wakaf ahli ini selama puluhan tahun

menimbulkan masalah,terutama wakaf ahli ini berupa tanah pertanian, namun

kemudian terjadi penyalahgunaan, yang misalnya:15

1) Menjadikan wakaf ahli sebagai alat untuk menghindari pembagian

ataupun pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak

menerima setelah wakif meninggal dunia;

15

(13)

2) Wakaf ahli dijadikan alat untuk mengelakan tuntutan kreditur terhadap

hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang yang sebelum ia mewakafkan

tanahnya.

Mengahdapi hal tersebut dibeberapa negara yang bidang perwakafannya telah

mempunyai sejarah lama, lembaga wakaf ahli atau diadakan peninjauan

kembali yang hasilnya dipertimbangkan lebih baik lembaga wakaf ahli ini

dihapuskan.16Sedangkan untuk sementara waktu wakaf ahli ini dapat diambil menjadi jalan keluar untuk mempertemukan ketentuan-ketentuan hukum adat

di beberapa daerah di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan hukum islam

yaitu mengenai macamm-macam harta yang menurut hukum adat

dipertahankan menjadi harta kelurga secara kolektif, tidak diwariskan kepada

anak keturunan secara individual seperti tanah pusaka di minangkabau, tanah

dati di ambon, barang-barang kelakeran di sulawesi dan lain sebagainya.17 b. Wakaf khairi atau wakaf umum

Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang sejak semula

ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikuhususkan untuk orang-orang

tertentu seperti mewakafkan tanah untuk mendirikan mesjid, mewakafakan

sebidang kebun yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membina pengajian

dan sebagainya. Wakaf umum inilah yang perlu digalakan atau dianjurkan

untuk dilakukan kaum muslimin, karena wakaf ini dapat dijadikan modal

modal untuk menegakan agama Allah, membina sarana keagamaan,

membangun sekolah, menolong yatim piatu, fakir miskin, orang terlantar.

16

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, dan Syirkah , Al-Ma’arif, Bandung,1987, hal.14

17

(14)

Wakaf umum inilah yang pahalanya terus menerus mengalir dan diperoleh

wakif sekalipun sudah meninggal dunia.

3. Pihak-pihak yang terkait dalam wakaf

Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perwkafan harta benda, dibagi ke

dalam 4 (empat) kelompok yaitu:

a. Wakif

Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah islam disebut juga

dengan wakif, sedangkan wakif menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Pasal 1angka 2 adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Sedangkan

dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa, wakif

meliputi:

1) Perseorangan

2) Badan hukum

3) Organisasi

Sementara itu untuk mewakafkan tanah yang dimiliki, tidak semua orang

dapat melakukanya atau dapat dianggap sah wakaf yang telah diberikan itu

karena untuk menjadi seorang wakif harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:18

1) Orang berwakaf tersebut haruslah merdeka dan pemilik penuh dari harta

benda yang diwakafkan. Tidak sah wakafnya seseorang budak sahaya atau

tidak sah seseorang mewakafkan harta benda milik orang lain;

18

(15)

2) Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna, tidak sah wakaf yang

diberikan oleh orang yang hilang ingatanya dan tidak sah pula wakaf

diberikan oleh orang yang lemah akalnya yang disebabkan karena sakit

ataupun karena lanjut usia.

3) Orang yang berwakaf itu harus cukup umur atau belum baligh,karena cukup

umur ataupun baligh itu lazim dipandang sebagai indikasi sempurnanya akal

seseorang itu.

4) Orang yang berwakaf haruslah berpikir jernih dan tenang, tidak tertekan

karena bodoh, bangkrut, atau lalai meskipun wakaf tersebut dilakukan

melalui seorang wali.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 5 Ayat

1 dikatakan bahwa syarat seorang wakif perseorangan adalah:

1) Dewasa

2) Berakal sehat

3) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

4) Pemilik sah harta benda wakaf

Wakif badan hukum atau organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila

telah memenuhi ketentuan badan hukum ataupun organisasi untuk mewakafkan

harta benda miliknya sesuai dengan anggaran dasar badan hukum ataupun

organisasi tersebut.

b. Nazhir

Pengawasan atau perwalian harta wakaf pada dasarnya menjadi hak

(16)

orang lain baik perseorangan maupun badan hukum atau oragnisasi. Hal ini

dilakukan agar guna lebih menjamin agar perwakafan dapat terselenggara dengan

baik, dalam hal ini negara dapat juga berwenang campur tangan dengan

mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur seluk beluk perwakafan.19

2) Beragama islam

Pengertian nazhir dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1

angka 4 adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk

dikelolah dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Sebagaimana wakif

seseorang nazhir juga harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

1) Warga negara Indonesia

3) Sudah dewasa

4) Amanah

5) Sehat jasmani dan rohani

6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

Sedangkan untuk nazhir yang berbentuk badan hukum ataupun organisasi

haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1) Pengurus badan hukum yang bersangkutan haruslah memenuhi

persyaratan-persyaratan seseorang untuk menjadi nazhir

2) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku

3) Badan hukum tersebut haruslah bergerak di bidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan, dan/atau keagamaan islam.

19

(17)

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dikatakan bahwa nazhir

memilik tugas-tugas sebagai berikut:

1) melakukan administrasi harta benda wakaf;

2) mengelolah dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan fungsi, tujuan

serta peruntukannya;

3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf

4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan wakaf Indonesia

c. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

Pasal 1 Angka 6 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat yang berwenang yang

ditetapkan oleh menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.

Sebagaimana yang diketahui bahwa mewakafkan tanah hak milik,

merupakan suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan melalui sebuah ikrar

atau pernyataan. Untuk itu diperlukan seseorang pejabat khusus yang secara

resmi ditunjuk.

PPAIW sendir diangkat dan diberhentikan oleh menteri agama

sebagaimana yang tercantuk dalam Peraturan Pemerintah Nomr 28 Tahun 1977

Pasal 9 Ayat 2. Apabila dibaca secara seksama mengenai isi pasal tersebut maka

ruang lingkupnya masih sangat umum dan tidak dijelaskan secara spesifik

mengenai PPAIW itu sendiri. Penegasan mengenai hal ini lebih lanjut Menteri

Agama mengaturnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978

yang secara tegas ada dalam tiga pasal yaitu Pasal 5 sampai dengan Pasal 7.

(18)

PPAIW. Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA kecamatan dan

dalam hal suatu kecamatan tidak ada KUA-nya maka Kepala Kanwil Departemen

Agama menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di kecamatan tersebut.

Pasal 6 Peraturan Menteri Agama itu menyebutkan bahwa PPAIW wajib

menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 19

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf,

wakif ataupun kuasanya harus menyerahkan surat dan/atau tanda bukti

kepemilikan atas harta benda yang diwakafkannya tersebut kepada PPAIW. Hal

ini dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf dan

kebenaran adanya hak wakif atas harta benda wakaf dimaksud. PPAIW atas

nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar ditandatangani, dengan

melampirkan salinan akta ikrar wakaf beserta surat-surat dan/atau bukti-bukti

kepemilikan dan dokumen terkait lainnya. Instansi yang berwenang di bidang

wakaf tanah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional, akan menerbitkan

bukti pendaftaran harta benda wakaf dan bukti pendaftaran tersebut akan

disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

d. Badan wakaf

Pengertian badan wakaf menurut Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 41 Tahun

2004 yaitu : “Badan wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk

mengembangkan perwakafan di Indonesia.” Badan tersebut merupakan lembaga

independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan

(19)

benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas

perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang

perwakafan.

Badan wakaf Indonesia ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 48 UU

Nomor 41 Tahun 2004, berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Propinsi dan atau kabupaten/kota

sesuai dengan kebutuhan. Anggota badan wakaf Indonesia harus memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 UU Nomor 41 Tahun 2004

yang meliputi :

1) WNI

2) Beragama Islam

3) Dewasa

4) Amanah

5) Mampu secara jasmani dan rohani

6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

7) Memiliki pengetahuan, kemampuan dan/atau pengalaman di bidang

perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya dari ekonomi syariah

8) Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan

nasional

9) Serta persyaratan lain untuk menjadi anggota badan wakaf Indonesia di

(20)

4. Syarat dan unsur dalam wakaf

Mengenai bagaimana keutamaan dalam harta wakaf dapatlah dijelaskan

bahwa :20

a. Ada orang yang berwakaf (wakif), menurut ketentuan Pasal 215 Ayat (2)

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Jo Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 28 Tahun 1977 ” Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dari pada bersedakah dan berdema biasa, lagi pula lebih besar manfaatnya, sebab harta itu kekal dan masih terus-menerus selama harta itu tetap menghasilkan atau tetap digunakan sebagai layaknya dengan cara produktif. ”

Oleh karena wakaf itu sendiri bertujuan untuk kepentingan orang banyak

dan masyarakat, bentuk wakaf itu amat besar manfaatnya dan amat diperlukan

untuk kelangsungan usaha-usaha amal islam sebagai sumber yang tidak akan

habis untuk pembiayaan yang semakin lama semakin meningkat.

Wakaf sebagai harta yang kekal yang selalu menjadi sumber kekayaan

dalam membiayai amal-amal kemasyarakatan dalam ajaran islam, maka sudah

sepantasnya wakaf itu menjadi perhatian bagi umat islam, terutama bagi umat

islam di Indonesia yang saat ini sedang dalam periode pergeseran kepada

masyarakat modern yang lebih majuyang susunan harta itu harus dijalankan

dengan organisasi yang modern pula.

Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf, mengatakan bahwa wakaf dilaksanakan dengan memenuhi

unsur-unsur wakaf, sebagai berikut:

20

(21)

Tentang Perwakafan Tanah Milik dinyatakan bahwa wakif adalah

orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.

b. Nazhir; Nazhir adalah orang yang ahli memiliki seperti syarat bagi orang

yang berwkaf

c. Harta benda wakaf; barang atau benda yang diwakafkan haruslah memenuhi

syarat-syarat diantaranya pertama harus tetap zatnya dan benda tersebut dapat

dimanfaatkan dalam kurun waktu yang lama, tidak habis dalam sekali pakai,

kedua harta benda yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya dan pasti

batas-batasnya, ketiga benda tersebut haruslah benar-benar kepemilikan si wakif,

keempat harta yang diwakafkan itu bisa berupa benda bergerak seperti buku,

saham, surat-surat berharga, dan lainya, dan juga benda tidak bergerak seperti

tanah.

d. Ikrar Wakaf; ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk

mewakafkan tanah atau benda miliknya sebagaimana bunyi Pasal 1 Ayat (3)

PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Pernyataan atau

ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis,

dengan redaksi ”aku mewakafkan” atau ”aku menahan” ataupun kalimat

semakna lainya. Ikrar ini sangatlah penting karena pernyataan ikrar

membawa implikasi gugurnya hak si wakif, dan harta wakaf menjadi milik

Allah Swt atau milik umum.21

e. Peruntukan harta benda wakaf; untuk menghindari penyalahgunaan wakaf,

maka wakif perlu menegaskan peruntukan wakafnya, apakah harta yang

21

(22)

diwakafkan itu untuk menolong keluarganya sendiri sebagai wakaf keluarga

atau untuk fakir miskin, dan lain-lain asalkan untuk kepentingan umum, yang

jelas tujuannya adalah untuk kebaikan, mencari keridhaan Allah Swt dan

mendekatkan diri kepada-Nya.22

f. Jangka waktu wakaf; harta benda yang diwakafkan haruslah bersifat kekal

dan tanpa dibatasi oleh jangka waktu, sehingga harta benda wakaf tersebut

dapat dimanfaatkan selama-lamanya.

Sedangkan untuk sahnya suatu wakaf menurut ketentuan hukum islam

haruslah memenuhi tiga syarat, yang diantaranya:

a. wakaf haruslah kekal dan terus menerus artinya tidak boleh dibatasi dengan

jangka waktu, oleh sebab itu tidaklah sah suatu wakaf apabila jangka waktu

ditentukan oleh orang mewakafkan hartanya;

b. wakaf tidak boleh dicabut. Apabila terjadi suatu wakaf dan wakaf itu telah

sah, maka pada saat itu juga wakaf itu tidak boleh dicabut. Wakaf yang

dinyatakab dalam perantara wasiat, maka pelaksanaan wakaf itu dilakukan

setelah wakif meninggal dunia dan wakaf tersebut tidak seorangpun yang

boleh mencabutnya;

c. wakaf tidak boleh dipindahtangankan. Dengan terjadinya wakaf, maka sejak

saat itu harta itu telah menjadi milik Allah Swt, pemilikan itu tidak boleh

dipindahtangakan kepada siapapun, baik orang, badan hukum, maupun

negara;

d. setiap wakaf haruslah sesuai dengan tujuan wakaf pada umumnya.

22

(23)

5. Tujuan dan fungsi wakaf

Pada dasarnya jika dilihat dari pada syari’at islam sendiri, maka akan

ditemukan bahwa tujuan dari pada syari’at islam itu sendiri adalah demi

kemaslahatan umat. Allah Swt sendiri sebagai maha pencipta memberikan

manusia kemampuan dan karakter yang beraneka ragam, dari sinilah dapat dilihat

akan timbul suatu kondisi dan lingkungan yang berbeda-beda diantara

individu-individu, seperti misalnya ada yang miskin, ada yang kaya, lemah, kuat, cerdas,

ataupun bodoh, dimana dibalik semua itu tersimpan hikmah, dimana Allah Swt,

memberikan kesempatan kepada yang kaya untuk menyantuni yang miskin, yang

kuat melindungi yang lemah, dan yang pintar membimbing yang bodoh. Dimana

yang demikianlah merupakan wahana bagi manusia untuk melakukan kebajikan

sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga interaksi antar

manusia terus terjalin.23

Wakaf sendiri sebagai salah satu wujud sikap yang kaya membantu yang

lemah, memiliki fungsi sosial, artinya bahwa penggunaan hak milik oleh

seseorang harus memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada

masyarakat, dalam ajaran kepemilikan terhadap harta benda seseorang , agama

islam mengajarkan bahwa didalamnya melekat hak fakir miskin yang harus

23

(24)

diberikan oleh pemiliknya secara ikhlas kepada yang memerlukannya sesuai

aturan yang telah ditentukan yakni, infak, sedekah, wasiat, hibah dan wakaf.24 Kepemilikan harta benda sendiri yang tidak menyertakan kemanfaatan

kepada orang lain merupakan sikap yang tidak disukai oleh Allah Swt, dimana

agama islam selalu menganjurkan agar selalu memelihara keseimbangan sebagai

makhluk pribadi dan makhluk sosial dalam tata kehidupan masyarakat.25Selain itu manfaat wakaf sendiri menurut konsep syari’at islam adalah bahwa wakaf itu

sendiri merupakan sedekah jariyah, dimana menurut konsep islam terminologi

jariyah adalah mengalir, maksudnya bahwa sedekah atau wakaf yang

dikeluarkan, sepanjang benda wakaf itu dimanfaatkan untuk kepentingan

kebaikan maka selama itu pula si wakif mendapat pahala secara terus menerus

meskipun telah meninggal dunia.26

Sementara untuk tujuan wakaf menurut ketentuan Pasal 4

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf untuk memanfaatkan harta benda

wakaf sesuai dengan fungsinya, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf

ditambahkan dalam ketentuan Pasal 22, bahwa harta benda wakaf hanya dapat Fungsi wakaf sendiri menurut ketentuan perundang-undangan di

Indonesia yaitu menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, menyatakan bahwa fungsi wakaf

adalah mengkekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yaitu

melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan

umum lainya sesuai dengan ajaran islam.

24

Ibid.,hlm.83 25

Ibid.,hlm.84 26

(25)

diperuntukan bagi sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan kesehatan dan

pendidikan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa,

kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau kesejahteraan umum lainya

yang tidak bertentangan dengan Syari’ah dan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana yang dimaksud dalam Ketentuan Pasal 2 Undang-Undann

Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Wakaf , bahwa peruntukan harta benda wakaf

dilakukan oleh wakif pada saat pelaksanaan ikrar wakaf. Sedangkan dalam hal

wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, nadzhir dapat

menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan

dan fungsi wakaf.

Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf, adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda

wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kepentingan umum, dan

pelaksanaannya agar fungsi sesuai dengan tujuan wakaf, maka objek wakaf

hendaknya didayagunakan dengan sebaik-baiknya dalam dalam pengelolahanya.

Untuk itu diperlukan nadzir yang profesional dibidangnya dengan

mengedepankan prinsip dan ajaran islam.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai

tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini dilakukan agar terhindar dari

suatu kesan dan penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara

(26)

dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai

berikut ;

1. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah deskriptif

analistis. yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa

semua permasalahan yang ada sehubungan dengan Tinjauan Yuridis

Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah di Kota Medan, yang

dihubungkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan pendekatan hukum normatif dan empiris.

Dimana metode pendekatan normatif dalam penelitian ini yaitu dengan

meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku

serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum, dan sistematika hukum serta

mengkaji ketentuan perundang-undangan, dan bahan-bahan hukum

lainya.27

Pendekatan empiris yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang

dilakukan dengan cara mendekati masalah yang di teliti dengan sifat hukum

yang nyata atau sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan Penelitian hukum normatif ini sering kali disebut dengan penelitian

doktrinal yaitu penelitian yang objek kajianya adalah dokumen peraturan

perundang-undangan dan bahan kepustakaan

27

(27)

dihubungkan pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan.

Penelitian hukum empiris ini disebut juga sebagai penelitian non doktrinal,

yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori

mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam

masyarakat, atau penelitian hukum empiris ini disebut juga sebagai socio

legal research.28

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

cara-cara sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Merupakan data-data yang diperoleh penulis dari buku-buku, serta

bentuk-bentuk karya tulis lainya seperti jurnal-jurnal yang berkaitan

dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan ( Field Research)

Merupakan data-data yang diperoleh langsung untuk mengetahui

pengelolahan dan pelaksanaan wakaf tanah di kota medan, pendaftaran

wakaf tanah di kota medan, serta bagaimana upaya penyelesaian

hambatan dan perselisihan wakaf tanah di kota medan. Penelitian

lapangan ini sendiri dilakukan pada sebuah mesjid yang didirikan di atas

tanah wakaf yang terletak di Jalan Sunggal, Kota Medan, dimana dalam

penelitian ini untuk memanfaatkan data yang ada maka dilakukan dengan

menggunakan metode sebagai berikut :

28

(28)

1) Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan data menganalisis

bahan-bahan tertulis yang digunakan dalam pristiwa hukum seperti

Akta Ikrar wakaf.

2) Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan teknik dan pedoman

wawancara, dimana yang menjadi narasumber dalam wawancara ini

adalah Nadzir masjid di Jalan Sunggal, Kota Medan, serta PPAIW

kota Medan

4. Sumber Data

Secara umum, maka di dalam penelitian hukum biasanya sumber data

dibedakan atas :

a. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, seperti misalnya

melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini penulis dapat

memperoleh data primer dari Masjid di Jalan Cemara Asri.

b. Data Sekunder

Data yang tidak diperoleh dari sumber yang pertama, melainkan data

yang diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku

harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.29

29

Ibid, hal.52

Di dalam penulisan

(29)

1) Bahan hukum primer

Adalah bahan hukum yang mengikat. Yaitu dokumen peraturan

mengikat yang telah di tetapkan oleh pemerintah antara lain,

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, serta

Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Wakaf Tanah.

2) Bahan hukum sekunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan

hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil kajian terhadap eksekusi

jaminan fidusia yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah,

literatur, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.

3) Bahan hukum tersier

Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan. Yaitu

kamus, surat kabar, majalah, internet serta bahan lainya yang

berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

Setelah data primer dan data sekunder diperoleh selanjutnya dilakukan

analisis data yang didapat dengan mengungkapkan kenyataan-kenyataan

dalam bentuk kalimat, terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian

tersebut, penulis menggunakan metode analisis secara kualitatif yaitu suatu

(30)

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya

yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun

serta mempermudah untuk memahami isi dari skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab

dibagi atas beberapa sub bab, urutan bab didalam skripsi ini disusun secara

sistematis dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainya. Uraian

singkat atas bab dan sub-sub bab adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah yang menjadi dasar

dari penulisan. Lalu berdasarkan latar belakang masalah tersebut,

dibuatlah suatu perumusan masalah dan tujuan serta manfaat dari

penulisan skripsi ini. Pada bab ini juga menerangkan tentang

tinjauan pustaka, keaslian penulisan, metode penelitian yang

digunakan serta sistematika dari penulisan skripsi.

BAB II : PERKEMBANGAN PENGATURAN PELAKSANAAN

WAKAF

Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar hukum pelaksanaan

wakaf, harta benda dalam wakaf, perubahan peruntukan harta

(31)

BAB III : PELAKSANAAN DAN PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KOTA MEDAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian pendaftaran tanah

wakaf, tata cara perwakafan dan pendaftaran tanah wakaf,,

penarikan kembali tanah wakaf.

BAB IV : PENYELESAIAN PERSELISIHAN WAKAF TANAH DI KOTA MEDAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai penyelesaian perselisihan

wakaf, hambatan penyelesaian perselisihan wakaf, serta solusi

penyelesaian hambatan dan perselisihan wakaf tanah di kota

medan.

BAB V : PENUTUP

Pada bab kelima ini akan diuraikan tentang kesimpulan terhadap

penulisan skripsi ini dan saran-saran terhadap pelaksanaan dan

Referensi

Dokumen terkait

Jarman berharap bahwa Permen ESDM nomor 27 tahun 2014 ini merupakan langkah awal komitmen pemerintah untuk mendorong energi baru terbarukan dan meningkatkan

BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa

… strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat

Media elektronika telah melahirkan kembali kehidupan masyarakat yang berdasar atas budaya kelisanan, sekalipun berbeda dengan pengertian yang sebelumnya, dalam hal

Hasil penelitian adalah perlindungan yang dilakukan Polisi terhadap saksi tindak pidana Narkotika baik saksi yang berasal dari masyarakat maupun saksi yang berprofesi

(3) Daya Pembeda soal menunjukkan 33 butir soal atau 66% memiliki daya pembeda jelek, 11 butir soal atau 22% memiliki daya pembeda cukup, 3 butir soal atau 6% memiliki daya

Harga saham mencerminkan nilai dari suatu perusahaan. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para

Sehubungan dengan bentuk penyajian kesenian Angguk Sripanglaras, penulis mengharap kesenian ini untuk selalu dijaga kelestariannya dan juga dikembangkan, salah satunya