Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Pengeluaran Pemerintah dan Ekspor pada Kondisi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi di Indonesia
Oleh: Riskiansyah R*
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pertumbuhan ekonomi, investasi pengeluaran
pemerintah dan ekspor pada kondisi sebelum dan sesudah krisis ekonomi di Indonesia. Metode
penelitian dilakukan dengan pemantauan laporan tahunan dari pertumbuhan ekonomi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan eskpor yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF).
Metode pengambilan sampel penelitian yaitu dengan purposive sampling. Sampel penelitian
sebanyak 34 laporan tahunan yang terdiri dari 17 laporan sebelum dan 17 laporan sesudah krisis
ekonomi. Periode sebelum krisis ekonomi yaitu dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1996,
sedangkan periode sesudah krisis ekonomi yaitu dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2013.
Hipotesis penelitian yaitu terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan eskpor pada kondisi sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Uji hipotesis dilakukan
dengan menggunakan uji-t dan uji non parametrik Wilcoxon Signed-rank Test dengan signifikasi
α=5%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan ekspor antara sebelum dan sesudah krisis terdapat perbedaan.
Kata kunci: Pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah ekspor dan krisis ekonomi
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur dalam menentukan kesejahteraan masyarakat
di suatu negara. Dalam menghitung pertumbuhan ekonomi biasa menggunakan produk domestik
bruto (PDB). PDB sendiri berdasarkan pendekatan pengeluaran dipengaruhi oleh konsumsi
masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto. Menurut Sukirno (2000),
pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi bertambah dan kemakmuran meningkat. Sehingga
pertumbuhan ekonomi menjadi menjadi salah satu syarat dalam membangun perekonomian di
negara ini. Perekonomian yang baik merupakan dasar utama dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat, dimana peningkatan standar hidup ini tidak hanya yang berkaitan dengan pendapatan
saja tetapi juga terhadap permintaan barang dan jasa. Hal ini kemudian akan menjadi siklus ekonomi,
yaitu berupa jual beli antar masyarakat yang akan memberikan penghidupan yang lebih baik pada
Selain pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor memegang
peranan penting dalam membangun perekonomian di suatu negara. Investasi atau penanaman
modal adalah pembelian barang modal dan pelengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekonomian (Adrian Sutawijaya &
Zulfahmi, 2010). Investasi sendiri terbagi menjadi investasi swasta dan investasi publik. Investasi
swasta adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dalam negeri sedangkan investasi publik
adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu juga terdapat investasi yang dilakukan
oleh pihak asing, baik dari pemerintah asing maupun dari swasta asing.
Dalam perekonomian saat ini bahwa penggunaan sumber daya tidak hanya untuk investasi
dan konsumsi tetapi juga untuk penggunaan publik. Besarnya penggunaan publik yang dilihat dari
penyediaan fasilitas publik mempunyai hubungan terhadap besarnya pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran pemerintah menggambarkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemerintah.
Pengeluaran pemerintah dapat dikategorikan sebagai pengeluaran rutin, seperti belanja pembelian
alat tulis kantor, pemeliharaan gedung, dan lain-lain. Kategori lain yaitu sebagai pengeluaran
pembangunan, seperti pembelian gedung dan bangunan.
Ekspor juga memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di suatu
negara. Ekspor akan memberikan penghasilan devisa yang kemudian akan digunakan untuk
membiayai impor bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam proses produksi yang akan
membentuk nilai tambah pada produk domestik Bruto (PDB). Ekspor terbagi menjadi dua, yaitu
ekspor minyak dan gas (migas) dan ekspor non minyak dan gas (non migas). Perkembangan ekspor
di Indonesia ke berbagai negara tujuan bersifat fluktuatif, tergantung pada kondisi perekomian
internasional.
Berdasarkan data IMF dari tahun 1980-1996, pertumbuhan ekonomi indonesia pada tahun 1996,
memiliki nilai yang cukup tinggi tetapi pada tahun 1997 mengalami penurunan karena saat itu
Indonesia dilanda krisis ekonomi, hingga pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi memiliki nilai
negatif. Dengan adanya perbedaan ini telah memotivasi penulis untuk menguji penelitian yang
berkaitan dengan investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor sebagai pertumbuhan ekonomi
dengan membedakan antara periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan Ekonomi
Terdapat dua aliran mengenai petumbuhan ekonomi apabila ditinjau dari produksi yaitu
menurut teori neo klasik dan teori modern. Menurut teori neo klasik, faktor-faktor produksi yang
dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan output adalah jumlah tenaga kerja dan modal.
Kapital atau modal dapat berbentuk finance atau barang modal. Menurut teori neo klasik, peranan
teknologi terhadap pertumbuhan output tidak begitu jelas, meskipun tahun 1950-an dan 1960-an telah
ada pembahasan mengenai dampak positif teknologi. Teori neo klasik lebih memperhatikan efek
positif akumulasi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut teori modern,
teknologi, bahan baku dan material. Selain itu faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum, serta peraturan, stabilitas politik dan
lain sebagainya (Tambunan, 2001). Menurut Tambunan (2001) pertumbuhan ekonomi adalah
penambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang berarti penambahan Pendapatan Nasional (PN).
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dari perekonomian
secara komprehensif dan terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu, sehingga
menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin lama semakin besar (Todaro, 2000).
Pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai kenaikan kapasitas jangka panjang untuk menyediakan
ekonomi pada penduduk. Pertumbuhan ekonomi menurut Suparmoko (1998) merupakan salah satu
tujuan penting dari kebijakan ekonomi makro yang berkaitan ukuran fisik berupa peningkatan
produksi barang dan jasa. Berdasarkan pengertian di atas, pertumbuhan ekonomi memiliki tiga
aspek penting yaitu pertumbuhan sebagai proses dan bukan suatu deskripsi di waktu tertentu,
berkaitan dengan tingkat pendapatan nasional, dan mengandung aspek perspektif waktu jangka
panjang.
Perbedaan sudut pandang tentang pertumbuhan ekonomi telah berlangsung lama sejak akhir
tahun 1940-an, diawali dengan teori Keynes dan teori Harrold dan Domar. Pada awal perdebatan
(teori neo klasik), hanya dua faktor produksi yang sangat penting bagi pembentukan dan
pertumbuhan output (Y), yakni barang modal (K) dan manusia atau tenaga kerja (L). Selanjutnya
fungsi produksi ini dikembangkan dengan menambah dua faktor produksi lain, yakni input atau
material (M) dan energi (E). Model pertumbuhan ekonomi ini didasarkan pada teori pertumbuhan neo
klasik yang memiliki kelemahan. Model tersebut tidak mampu menjelaskan alasan pertumbuhan
ekonomi. Dalam model pertumbuhan ini, teknologi dan ilmu pengetahuan dianggap konstan atau
tetap sehingga produktivitas tenaga kerja dan modal tidak dapat ditingkatkan. Adanya kelemahan
model pertumbuhan neo klasik memunculkan model pertumbuhan ekonomi modern atau endogenous
growth model. Model ini sangat relevan untuk menganalisis laju serta pola pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, terutama dampak dari progres teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta
peningkatan kualitas sumber daya manusia terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
dalam negeri semakin tampak jelas. Model pertumbuhan Harrold-Domar merupakan hubungan
jangka pendek antara peningkatan investasi (pembentukan kapital) dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengetahui maju tidaknya suatu perekonomian diperlukan suatu alat pengukur yang
tepat. Alat pengukur pertumbuhan perekonomian ada beberapa macam. Menurut Suparmoko (1998)
ukuran pertumbuhan ekonomi terdiri:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Menurut Tambunan (2000),
penggunaan PDB terdiri dari empat (4) komponen, yakni konsumsi rumah tangga (C), investasi
domestik bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan stok) dari sektor swasta dan
pemerintah (Ib), konsumsi / pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor, yaitu ekspor barang dan
jasa (X) minus impor barang dan jasa (M).
2. Produk Domestik Bruto Per Kapita atau Pendapatan Per Kapita adalah jumlah PDB nasional
3. Pendapatan Per Jam Kerja sebenarnya paling baik dipakai sebagai alat untuk mengukur maju
tidaknya suatu perekonomian. Suatu negara dikatakan lebih maju apabila tingkat pendapatan atau
upah per jam kerja lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain pada jenis pekerjaan yang sama.
4. Harapan Hidup Waktu Lahir juga dapat dipakai untuk melihat kemajuan dan kesejahteraan suatu
perekonomian. Tingkat pendapatan per kapita yang tinggi akan memperoleh kualitas hidup yang
baik, seperti: makan, perumahan, sandang, rekreasi dan kesehatan.
Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi yaitu yang pertama faktor Internal, yaitu
lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional lebih disebabkan kondisi politik, sosial, dan
keamanan di dalam negeri. Pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lambat karena proses perbaikan
ekonomi nasional tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik
sosial, serta kepastian hukum (Tambunan,2001:43-44). Yang kedua faktor Eksternal, yaitu bahwa
kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau perekonomian dunia merupakan faktor
eksternal yang sangat penting untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan ekspor dan investasi asing dalam negeri.
2.2. Pengeluaran Pemerintah
Di Indonesia sendiri pengeluaran pemerintah dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk
pengeluaran pembiayaan, diantaranya ada pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Berikut ini akan diterangkan pengertian dari dua pengeluaran pemerintah tersebut.
Pengeluaran Rutin adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
pemeliharaan dan penyelenggaran roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja
barang, berbagai macam subsidi (subsidi Daerah dan subsidi Harga Barang), Angsuran dan Bunga
Utang Pemerintah serta jumlah pengeluaran yang lainnya. Anggaran Belanja Rutin memegang
peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintah serta upaya
peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan tercapainya sasaran dan tujuan
setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain di upayakan melalui
pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan kordinasi pelaksanaan pembelian barang dan
jasa kebutuhan departemen/non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara
bertahap.
Pengeluaran Pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifat menambah modal
masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran pembangunan ditujukan
untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan
dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai
dengan prioritas yang telah direncanakan.
Ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu:
a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa
b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
Pemerintah mampu mempengaruhi tingkat pendapatan keseimbangan menurut dua cara
terpisah. Pertama, pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Kedua, pajak dan transfer
mempengaruhi hubungan antara output dan pendapatan, dan pendapatan dispossible (pendapatan
bersih yang siap untuk dikonsumsi dan ditabung) yang didapat oleh sektor swasta.
Pembayaran transfer adalah pembayaran pemerintah kepada individu yang tidak dipakai
untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya. Pengeluaran pemerintah berupa
pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat. Perubahan dari
pengeluaran pemerintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan
kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat keadaan resesi, pajak harus dikurangi atau pengeluaran
di tingkatkan untuk menaikan output. Jika sedang berada dalam masa makmur (booming) pajak
seharusnya dinaikkan atau pengeluaran pemerintah dikurangi.
2.3. Investasi
Dalam kamus ekonomi yang disusun oleh Winardi (1992), dikemukakan bahwa dalam teori ekonomi,
investasi berarti pembelian alat-alat produksi (termasuk didalamnya benda-benda untuk dijual),
dengan modal berupa uang. Sedangkan secara makro, investasi berarti jumlah yangdibelanjakan
sektor bisnis untuk menambah stok modal dalam periode tertentu (Nanga, 2005).
Menurut Halim (2005:1), investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana
pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang datang. Winardi
(1979) membedakan investasi yaitu investasi negara (investasi pihak pemerintah), investasi swasta
(investasi pihak swasta), di samping itu ada pula investasi asing oleh pihak pemerintah asing maupun
swasta asing. Dalam investasi tercakup dua tujuan utama yaitu untuk mengganti bagian dari
penyediaan modal yang rusak (depresiasi) dan tambahan penyediaan modal yang ada (investasi
netto).
Jadi, investasi dsimpulkan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman
modal atau perusahaan untuk membeli barang barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan
modal.
Istilah investasi dapat berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Investasi sejumlah dana
pada aspek real (tanah, emas, mesin, atau bangunan) merupakan investasi yang umum dilakukan.
Secara umum, ada dua jenis bentuk aset yang dapat diinvestasikan, yaitu real investment, yaitu
menginvestasikan sejumlah dana tertentu pada aset berwujud, seperti tanah, emas, bangunan,
mesin, dan lain-lain; dan financial investment, yaitu menginvestasikan sejumlah dana tertentu pada
aset finansial, seperti dalam bentuk deposito, saham, obligasi, dan lain-lain.
Tujuan umum dari investasi adalah meningkatkan kesejahteraan investor dalam bentuk
finansial. Ada beberapa alasan investasi dilakukan oleh investor, yaitu untuk mengurangi tekanan
inflasi, dan dorongan menghemat pajak, serta mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa
2.4. Eskpor
Menurut teori klasik, neoklasik, maupun teori modern menyatakan perdagangan internasional
dapat menjadi gerak pertumbuhan ekonomi (Mila, 2006 dalam Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani
Tarioko, 2011). Pertumbuhan ekonomi mampu mengindikasikan perkembangan ekonomi dengan
meningkatnya pendapatan nasional dan kesejahteraan ekonomi. Perdagangan internasional salah
satunya dapat diwujudkan dalam kegiatan ekspor. Ekspor adalah upaya melakukan penjualan
komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan pembayaran
dalam valuta asing (Amir, 2000 dalam Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani Tarioko, 2011). Menurut
Aliman dan Purnomo, 2001 dalam Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani Tarioko, 2011)), terdapat
beberapa alasan ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi antara lain:
1. Ekspor dapat memperluas pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
2. Ekspor merupakan sarana untuk mengadopsi ide atau pengetahuan baru, teknologi baru, dan
keahlian baru serta keahlian-keahlian lainnya sehingga memungkinkan penggunaan kapasitas
lebih besar dan lebih efisien.
3. Ekspor dapat mendorong mengalirnya modal dari negara-negara maju ke negara-negara sedang
berkembang.
4. Ekspor merupakan salah satu cara yang lebih efektif untuk menghilangkan perilaku monopoli,
karena produsen dalam negeri dituntut untuk lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan
produsen lain luar negeri.
5. Ekspansi ekspor akan menghasilkan devisa dan kesempatan untuk mengimpor barang-barang
modal. Pada tahun 1990-an, perkembangan ekspor Indonesia dengan tingkat pertumbuhan
rata-rata 42% per tahun. Tahun 1997 mengalami kenaikan karena kondisi perekonomian mengalami
krisis moneter, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengakibatkan harga-harga barang
dalam negeri turun, sehingga akan lebih menguntungkan bila dilakukan ekspor. Tahun 2002-2006
ekspor Indonesia mengalami peningkatan.
2.5. Penelitian Terdahulu
Adrian Sutawijaya dan Zulfahmi (2010) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Ekspor dan
Investasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006”. Penelitian ini menggunakan sampel
pada negara Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2006. Variabel dalam penelitian ini ada
empat, yaitu investasi swasta, investasi pemerintah, ekspor migas dan ekspor non migas. Metode
analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini, yaitu
investasi swasta, investasi pemerintah, ekspor migas dan ekspor non migas bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Penelitian lain yaitu yang dilakukan oleh Darma Rika Swamarinda dan Susi Indriani (2011)
dengan judul “Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia”. Sampel penelitian ini adalah negara Indonesia periode tahun 1997-2007.
Variabel penelitian ini adalah Pengeluaran konsumsi dan Pengeluaran Investasi Pemerintah. Metode
adalah pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah memiliki hubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Penelitian berikutnya, yaitu dilakukan oleh Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani Tarioko (2011)
dengan judul “Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi, Investasi Domestik dan Ekspor antara Sebelum
dan Sesudah Krisis.” Sampel penelitian adalah negara Indonesia perode tahun 1981-2010. Variabel
penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi, Investasi Domestik dan Ekspor. Uji hipotesis
menggunakan uji-t dengan signifikasi α=5%. Hasil penelitian menunjukkan investasi domestik dan
ekspor antara kondisi sebelum dan sesudah berbeda, sedangkan pada pertumbuhan ekonomi tidak
berbeda baik pada kondisi sebelum maupun sesudah krisis.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu secara berturut-turut terdiri dari
pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor.
3.2. Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Pertumbuhan ekonomi
Menurut Tambunan (2001) pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik
Bruto (PDB) yang berarti penambahan Pendapatan Nasional (PN). Dalam menghitung laju
pertumbuhan ekonomi ada tiga metode yaitu:
∆PDB (t) = [PDB (t) – PDB (t-I) / PDB (t-I)] × 100 %
Keterangan :
∆PDB (t) = Laju pertumbuhan ekonomi tahun (t) tertentu.
t-I = Tahun sebelumnya.
Adapun untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun menggunakan
rumus :
= − 1 0 × 100%
atau dengan compounding factor
tn = t0 (1 + r )n-1
keterangan :
r = laju Pertumbuhan PDB rata-rata pertahun
n = Jumlah tahun
m = Tahun terakhir periode
t0 = Tahun awal periode
(1 + r)n-1 = Menggambarkan compounding factor
Investasi atau penanaman modal adalah pembelian barang modal dan perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
perekonomian (Adrian Sutawijaya & Zulfahmi, 2010). Investasi dihitung dengan cara dibandingkan
dengan PDB tahun tertentu.
3.2.3 Pengeluaran Pemerintah
Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk
pengeluaran pembiayaan, diantaranya ada pengeluaran rutin, yaitu adalah pengeluaran yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemeliharaan dan penyelenggaran roda pemerintahan sehari-hari;
dan pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat
dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran pemerintah dihitung dengan cara
dibandingkan dengan PDB tahun tertentu.
3.2.4 Ekspor
Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau
negara asing, dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2000 dalam Tri Siwi
Nugrahani dan Dian Hiftiani Tarioko, 2011). Ekspor dihitung dengan cara dibandingkan dengan PDB
tahun tertentu.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah
laporan tahunan negara Indonesia.
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi tersebut. Sampel yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan negara Indonesia dari tahun 1980
sampai dengan tahun 2013. Periode penelitian dibagi menjadi dua, yaitu periode sebelum krisis
ekonomi yaitu tahun 1980 sampai dengan tahun 1996 (17 laporan) dan periode setelah krisis
ekonomi yaitu tahun 1997 sampai dengan tahun 2013 (17 laporan).
3.4. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu sumber
data penelitian yang diperoleh oleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara berupa
bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang
tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002).
data sekunder tersebut, yaitu laporan tahunan negara Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan
tahun 2013 yang berasal dari International Monetary Fund (IMF).
Metode pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu menggunakan meode pemantauan dan
dokumentasi. Dalam pengumpulan data, data penelitian diambil dari situs International Monetary
Fund (IMF), http://elibrary-data.imf.org
Dalam penelitian ini dilakukan analisis dengan melakukan perbandingan secara vertikal yaitu
Dalam penelitian ini juga digunakan beberapa metode untuk membandingkan pertumbuhan
ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas suatu
data-data penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
modus range, kurtosis, skewness dan lain-lain.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal
atau tidak. Angka statistik yang semakin kecil nilainya, menunjukkan distribusi data semakin normal.
Salah satu penyebab yang menjadikan data tidak berdistribusi normal adalah karena terdapat
beberapa item data yang bersifat outliers, yaitu kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda jauh dari obserasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim
baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Ghozali, 2005). Untuk menguji
normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk dengan menggunakan taraf
signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah data dinyatakan berdistribusi normal apabila
signifikansinya lebih besar dari 5% atau 0,05. Apabila data dinyatakan berdistribusi normal, maka
akan digunakan alat uji t-test. Sedangkan apabila data dinyatakan berdistribusi tidak normal, maka
digunakan alat uji non parametrik Wilcoxon Signed-Rank Test.
3. Uji Regresi Parsial (Uji t)
Uji t digunakan apabila hasil uji Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk menyatakan bahwa
data berdistribusi normal. Pada hipotesis tersebut digunakan paired sample t-test. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan
hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti
bahwa tidak ada perbedaan variabel penelitian ini yang berdistribusi normal antara sebelum
dan sesudah krisis ekonomi.
2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti
terdapat perbedaan variabel penelitian ini yang berdistribusi normal antara sebelum dan
sesudah krisis ekonomi.
4. Uji Non Parametrik
Uji non parametrik merupakan uji data dengan kriteria tidak berditribusi normal. Uji ini
dilakukan apabila data-data yang diperoleh merupakan data yang tidak normal. Dalam uji non
parametrik, digunakan alat analisis Wilcoxon Signed-Rank Test untuk menguji perbedaan signifikansi
atas tiap-tiap variabel penelitian ini sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau
1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti
bahwa tidak ada perbedaan variabel penelitian ini yang tidak berdistribusi normal antara
sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti
terdapat perbedaan variabel penelitian ini yang tidak berdistribusi normal antara sebelum dan
sesudah krisis ekonomi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan negara Indonesia.
Penulis memilih menggunakan laporan tahunan negara Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi negara Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi, yang tentu saja berkaitan dengan
variabel-variabel di dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang
digunakan yaitu metode purposive judgment sampling, yaitu dimana peneliti secara sengaja memilih
sampel sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dari penelitian. Berdasarkan metode pengambilan
sampel ini, didapatkan 34 laporan tahunan negara Indonesia yang kemudian dibagi menjadi dua
periode, yaitu periode sebelum krisis ekonomi, yaitu sebanyak 17 laporan tahunan dari tahun 1980
sampai dengan 1996 dan periode setelah krisis ekonomi, yaitu sebanyak 17 laporan tahunan dari
tahun 1997 sampai dengan 2013.
Sumber data penelitian ini adalah laporan tahunan negara Indonesia dari tahun 1980 sampai
dengan tahun 2013 yang berasal dari situs International Monetary Fund (IMF), serta data dan
informasi lain yang terkait dalam penghitungan dan analisis.
4.2. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas suatu
data-data penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
modus range, kurtosis, dan skewness. Penelitian ini menggunakan variabel pertumbuhan
ekonomi(PDB), investasi(I), pengeluaran pemerintah(G) dan ekspor(X).
Tabel 4.1
Analisis Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PDB 34 -13,12 9,08 5,52 3,86
I 34 11,38 47,71 32,23 8,59
G 34 19,49 52,97 28,76 6,37
X 34 5,69 11,54 8,72 1,42
Berdasarkan hasil output SPSS statistik deskriptif yang ditampilkan pada tabel 4.1, terdapat 4
variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi(PDB), investasi(I), pengeluaran pemerintah(G) dan ekspor(X).
Pada variabel pertumbuhan ekonomi (PDB), menunjukkan bahwa persentase PDB terkecil (Minimum)
adalah -13,12 dan persentase PDB terbesar (Maksimum) adalah 9,08. Persentase PDB terkecil
minus 13,12 terjadi pada tahun 1998 dikarenakan tahun ini adalah tahun penyesuaian kondisi krisis
ekonomi. Rata-rata persentase PDB dari 34 laporan tahunan negara Indonesia adalah 5,52 dengan
standar deviasi 3,86.
Hasil SPSS variabel investasi (I), menunjukkan bahwa persentase I terkecil (Minimum)
adalah 11,37 dan persentase I terbesar (Maksimum) adalah 47,71. Rata-rata persentase I dari 34
laporan tahunan negara Indonesia adalah 32,23 dengan standar deviasi 8,59.
Hasil SPSS variabel pengeluaran pemerintah (G), menunjukkan bahwa persentase G terkecil
(Minimum) adalah 19,49 dan persentase G terbesar (Maksimum) adalah 52,97. Rata-rata persentase
G dari 34 laporan tahunan negara Indonesia adalah 28,76 dengan standar deviasi 6,37.
Hasil SPSS variabel ekspor (X), menunjukkan bahwa persentase X terkecil (Minimum) adalah
5,69 dan persentase X terbesar (Maksimum) adalah 11,54. Rata-rata persentase X dari 34 laporan
tahunan negara Indonesia adalah 8,72 dengan standar deviasi 1,42.
Apabila pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah ditinjau berdasarkan
periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi dapat dilihat pada tabel 4.2, sebagai berikut:
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif Variabel Sebelum dan Sesudah Krisis
Variabel Kondisi N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PDB Sebelum
Sesudah 17 17 1,10 -13,13 9,08 6,48 7,04 4,01 2,13 4,62
I Sebelum
Sesudah 17 17 29,49 11,37 47,71 35,57 38,23 26,24 5,80 6,51
G Sebelum
Sesudah 17 17 19,49 23,74 34,18 52,97 25,80 31,72 3,06 7,47
X Sebelum
Sesudah 17 17 7,57 5,69 11,54 9,59 9,47 7,97 1,29 1,12
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan n sebesar 17 pada sebelum krisis ekonomi yaitu
tahun 1980-1996 dan sesudah krisis ekonomi yaitu tahun 1997-2013. Pada statistik PDB,
menunjukkan bahwa sebelum krisis secara berturut-turut persentase minimum, maksimum, rata-rata,
dan standar deviasi adalah 1,10; 9,08; 7,04; dan 2,13. Sedangkan sesudah krisis secara
berturut-turut persentase minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi adalah -13,13; 6,48; 4,01; dan
4,62.
Pada statistik I, menunjukkan bahwa sebelum krisis secara berturut-turut persentase
Sedangkan sesudah krisis secara berturut-turut persentase minimum, maksimum, rata-rata, dan
standar deviasi adalah 11,37; 35,57; 26,24; dan 6,51.
Pada statistik G, menunjukkan bahwa sebelum krisis secara berturut-turut persentase
minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi adalah 19,49; 34,18; 25,80; dan 3,06.
Sedangkan sesudah krisis secara berturut-turut persentase minimum, maksimum, rata-rata, dan
standar deviasi adalah 23,74; 52,97; 31,72; dan 7,47.
Pada statistik X, menunjukkan bahwa sebelum krisis secara berturut-turut persentase
minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi adalah 7,57; 11,54; 9,47; dan 1,29. Sedangkan
sesudah krisis secara berturut-turut persentase minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi
adalah 5,69; 9,59; 7,97; dan 1,12.
4.3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal
atau tidak. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi apakah data memiliki
distribusi normal atau tidak, salah satunya melalui uji Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk. Data
dikatakan memiliki distribusi normal apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 atau 5%.
Apabila dari hasil Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk didapat nilai signifikansi kurang dari 0,05
atau 5% maka data dikatakan memiliki distribusi tidak normal. Apabila data memiliki distribusi normal,
maka akan digunakan uji t. Sedangkan apabila data memiliki distribusi tidak normal, digunakan alat
uji non parametrik. Berikut ini adalah hasil uji normalitas:
Tabel 4.3
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PDB 0,248 34 0,000 0,645 34 0,000
I 0,076 34 0,200 0,984 34 0,899
G 0,182 34 0,006 0,830 34 0,000
X 0,128 34 0,175 0,973 34 0,543
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Dari hasil output tabel 4.3 diketahui bahwa pengujian normalitas untuk variabel PDB dan G
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov secara berturut-turut memiliki signifikansi 0,000 dan
0,006 atau dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk memiliki signifikansi yang sama yaitu 0,000. Dari
hasil kedua pengujian tersebut menunjukkan angka signifikansi variabel tersebut kurang dari 0,05
atau 5%. Hal ini menunjukan bahwa untuk variabel PDB dan G adalah tidak berdistribusi normal,
sehingga digunakan uji non parametrik, yaitu analisis Wilcoxon Signed-Rank Test.
Pengujian normalitas untuk variabel I dan X dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
secara berturut-turut memiliki signifikansi 0,200 dan 0,175 atau dengan menggunakan uji
menunjukkan angka signifikansi variabel tersebut lebih dari 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukan bahwa
untuk variabel PDB dan G adalah berdistribusi normal, sehingga digunakan alat analisis uji t.
4.4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis terdiri dari 4 tahap, yaitu uji hipotesis 1, uji hipotesis 2, uji hipotesis 3, dan
uji hipotesis 4. Pengujian hipotesis pertama dan ketiga digunakan uji non parametrik, yaitu analisis
Wilcoxon Signed-Rank Test. Sedangkan pengujian hipotesis kedua dan ketiga digunakan analisis uji
t, yaitu paired sample t-test. Hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis 1
Hipotesis pertama bertujuan untuk menguji perbedaan PDB sebelum dan sesudah krisis
ekonomi. Hasil pengujian PDB terlihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.4
Hasil Pengujian PDB Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
PDB sebelum-Sesudah
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,001
keterangan H1 diterima
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Dari hasil output dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test diatas diketahui bahwa
Asymp. Sig (2-tailed) menunjukkan nilai 0,001. Dimana nilai 0,001 lebih kecil dari batas nilai
signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pengujian pertama diterima
dimana berarti ada perbedaan signifikan PDB antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
2. Hipotesis 2
Hipotesis kedua bertujuan untuk menguji perbedaan I sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
Hasil pengujian I terlihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.5
Hasil Pengujian I Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
I sebelum-Sesudah
Sig. (2-tailed) 0,000
keterangan H2 diterima
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Dari hasil output dengan menggunakan paired sample t-test diatas diketahui bahwa Sig
0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pengujian kedua diterima dimana berarti ada
perbedaan signifikan I antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
3. Hipotesis 3
Hipotesis ketiga bertujuan untuk menguji perbedaan G sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
Hasil pengujian G terlihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.6
Hasil Pengujian G Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
G sebelum-Sesudah
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,011
keterangan H3 diterima
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Dari hasil output dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test diatas diketahui bahwa
Asymp. Sig (2-tailed) menunjukkan nilai 0,011. Dimana nilai 0,011 lebih kecil dari batas nilai
signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pengujian ketiga diterima
dimana berarti ada perbedaan signifikan G antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
4. Hipotesis 4
Hipotesis keempat bertujuan untuk menguji perbedaan X sebelum dan sesudah krisis
ekonomi. Hasil pengujian X terlihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.7
Hasil Pengujian X Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
X sebelum-Sesudah
Sig. (2-tailed) 0,016
keterangan H4 diterima
Sumber: Data sekunder, diolah (2014)
Dari hasil output dengan menggunakan paired sample t-test diatas diketahui bahwa Sig
(2-tailed) menunjukkan nilai 0,016. Dimana nilai 0,016 lebih kecil dari batas nilai signifikansi, yaitu
0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pengujian keempat diterima dimana berarti
ada perbedaan signifikan X antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
4.5 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan
sesudah krisis ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Wilcoxon Signed Rank Test dengan signifikansi
0,011 (<0,05). Hal ini berarti hipotesis 1 diterima. Sejak tahun 1980 sampai krisis ekonomi terjadi
yang diawali merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, ekonomi di
Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Sebelum krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi
berturut-turut sebesar 7,04 dan 2,13, sedangkan setelah krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi
berturut-turut sebesar 4,01 dan 4,62.
Pada tahun awal Juli 1997, krisis moneter telah melanda Indonesia. Hal ini disebabkan
karena kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut,
monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif, dan kurangnya
transparansi dan kurangnya data yang menyebabkan masuknya dana luar negeri dalam jumlah besar
melalui sistem perbankan yang lemah, serta utang luar negeri swasta jangka pendek yang
membebani perekonomian. Akibat dari konsekuensi dari krisis moneter, menyebabkan nilai tukar
rupiah terhadap US dollar merosot sangat tajam. Dari krisis moneter kemudian berubah menjadi krisis
ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan
meningkatnya pengangguran. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 1997 sebesar
4,70% jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu tahun 1996 sebesar 7,64%. Kemudian pada tahun
1998 pertumbuhan ekonomi semakin menurun menjadi -13,13%, dikarenakan tidak hanya terjadi
krisis ekonomi, tetapi juga krisis kepercayaan yang ditandai dengan banyaknya kerusuhan di
beberapa daerah. Semenjak tahun 2001 sampai tahun 2013 pertumbuhan ekonomi mulai membaik.
Penelitian ini Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Siwi
Nugrahani dan Dian Hiftiani Tarioko (2011) dimana dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan pertumbuhan ekonomi baik pada kondisi sebelum krisis ekonomi dan sesudah
krisis ekonomi.
4.5.2 Perbedaan Investasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan investasi sebelum dan sesudah
krisis ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan paired sample t-test dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Hal
ini berarti hipotesis 2 diterima. Sebelum krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi berturut-turut
sebesar 38,23 dan 5,80, sedangkan setelah krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi
berturut-turut sebesar 26,24 dan 6,51. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan investasi antara
sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, investasi mempunyai persentase pada PDB
yang tinggi. Tingginya persentase investasi ini tidak menunjukkan kegiatan ekonomi yang baik,
karena peningkatan persentase investasi ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kegiatan ekonomi menjadi overloaded di tahun 1996. Maraknya investasi mendorong permintaan
kredit perbankan yang ternyata tidak diimbangi dengan pertambahan dana bank yang kemudian
menyebabkan naiknya tingkat suku bunga. Setelah krisis ekonomi mulai dilakukan program stabilisasi
perekonomian dan restrukturisasi perbankan dengan tujuan menyehatkan sistem perbankan
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani
Tarioko (2011) dimana dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan
investasi baik pada kondisi sebelum krisis ekonomi dan sesudah krisis ekonomi serta mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Adrian Sutawijaya dan Zulfahmi (2010) yang menyatakan terdapat
pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.5.3 Perbedaan Pengeluaran Pemerintah Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan investasi sebelum dan sesudah
krisis ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Wilcoxon Signed Rank Test dengan signifikansi 0,011
(<0,05). Hal ini berarti hipotesis 3 diterima. Sebelum krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi
berturut-turut sebesar 25,80 dan 3,06, sedangkan setelah krisis ekonomi rata-rata dan standar
deviasi berturut-turut sebesar 31,71 dan 7,47. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
pengeluaran pemerintah antara sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Peningkatan pengeluaran
pemerintah pada masa krisis ekonomi ditujukan untuk memperbaiki kondisi perekonomian. Dimana
saat itu sedang terjadi krisis ekonomi, pemerintah berusaha meningkatkan pengeluarannya untuk
juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran yang dilakukan khususnya yang
berhubungan dengan kewajiban kontijensi, yaitu dalam upaya menyehatkan perbankan. Melandanya
krisis ekonomi di Indonesia yang menyebabkan banyak perusahaan yang bangkrut dan kemudian
menyebabkan banyaknya pengangguran, pemerintah memiliki peran penting didalam memberikan
bantuan kepada perusahaan untuk kembali menciptakan lapangan pekerjaan.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Darma Rika Swamarinda dan Susi
Indriani (2011) dimana dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.
4.5.4 Perbedaan Ekspor Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ekpor sebelum dan sesudah krisis
ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan paired sample t-test dengan signifikansi 0,016 (<0,05). Hal ini
berarti hipotesis 4 diterima. Sebelum krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi berturut-turut
sebesar 9,47 dan 1,29, sedangkan setelah krisis ekonomi rata-rata dan standar deviasi berturut-turut
sebesar 7,97 dan 1,12. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan ekspor antara sebelum dan
sesudah krisis ekonomi.
Pada tahun 1980-1986 penerimaan ekspor memiliki persentase yang tinggi pada PDB,
dimana sangat mengandalkan ekspor migas. Dari tahun 1987 sampai dengan krisis ekonomi terus
mengalami penurunan karena Indonesia hanya berorientasi pada ekspor non migas saja. Puncaknya
pada tahun 1998, persentase ekspor pada PDB hanya sebesar 5,69%. Namun mulai tahun 1999
ekspor menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya. Secara sektoral, kenaikan ekspor non
migas tersebut berasal dari kenaikan ekspor di sektor pertanian dan industri, diikuti oleh sektor
pertambangan. Tahun 2003 kenaikan ekspor lebih didorong oleh peningkatan harga, baik harga
komoditi ekspor non migas maupun harga minyak dan gas di pasar internasional. Sejak tahun 2003
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tri Siwi Nugrahani dan Dian Hiftiani
Tarioko (2011) dimana dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan ekspor
baik pada kondisi sebelum krisis ekonomi dan sesudah krisis ekonomi serta mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Adrian Sutawijaya dan Zulfahmi (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh
ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka berikut adalah kesimpulan
yang dapat diberikan:
1. Terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang
ditunjukkan oleh uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 lebih
kecil dari batas nilai signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%.
2. Terdapat perbedaan investasi sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang ditunjukkan oleh uji
paired sample t-test dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari batas nilai
signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%.
3. Terdapat perbedaan pengeluaran pemerintah sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang
ditunjukkan oleh uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 lebih
kecil dari batas nilai signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%.
4. Terdapat perbedaan ekspor sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang ditunjukkan oleh uji
paired sample t-test dengan nilai signifikansi sebesar 0,016 lebih kecil dari batas nilai
signifikansi, yaitu 0,05 atau 5%.
5.2 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya menggunakan empat variabel
pengujian, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan ekspor untuk melihat
perbedaan kondisi perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Serta jangka
waktu periode pengujian dari tahun 1980 sampai dengan 2013 dirasa masih kurang bagi penulis
untuk menunjukkan perbedaan kondisi perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah krisis
ekonomi.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil dan simpulan yang diperoleh, maka saran serta rekomendasi bagi
pemerintah Indonesia
1. Memiliki inisiatif menggalakkan faktor-faktor yang ikut mendorong terjadinya pertumbuhan
ekonomi.
2. Mendorong peningkatan investasi dalam rangka memberikan optimalisasi potensi dalam
perusahaan, seperti transfer teknologi dan ilmu pengetahuan, untuk mengurangi
pengangguran dan kemudian akan meningkatkan pendapatn masyarakat
3. Menggunakan pengeluaran pemerintah kepada kegiatan yang produktif dan dalam
rangka menyediakan sarana publik yang bertujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.
4. Mendorong kegiatan ekspor, seperti diversifikasi ekspor dan memperluas pasar tujuan
ekspor, dalam rangka penambahan perolehan devisa yang akan digunakan dalam proses
pembangunan ekonomi dan memberikan keseimbangan atau surplus pada neraca
perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, I. (2007). “Analisis multivariate dengan Program SPSS.” Semarang : Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul. (2005). “Analisis Investasi.” Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, M. (2002). “Metedologi Penelitian Bisnis.” Edisi Pertama.
Yogyakarta : BPFE.
Nanga, M. (2005). “Makro Ekonomi, Teori, Masalah dan Kebijakan.” Edisi kedua. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nugrahani, Tri Siwi dan Dian Hiftiani Tarioko. (2011). “Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi, Investasi
Domestik dan Ekspor Antara Sebelum dan Sesudah Krisis.” Akmenika UPY, Vol. 8.
Sukirno. (1998). Pengantar teori makroekonomi. (2nd ed). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suparmoko, M. (2000). “Pengantar Ekonomika Makro.” Edisi 4. Yogyakarta: BPFE UGM.
Sutawijaya, Adrian dan Zulfahmi. (2010). “Pengaruh Ekspor dan Investasi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006.” Jurnal Organisasi Manajemen, Vol 6, No. 1, pp.
14-27.
Swaramarinda, Darma Rika dan Susi Indriani. (2011). “Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan
Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.” Econo Sains. Vol. 9, No 2.
Tambunan, Tulus. (2001). “Transformasi Ekonomi Indonesia.” Edisi 1. Jakarta: Salemba.
_____________. (2006). “Iklim Investasi di Indonesia.” Kadin-Indonesia-Jetro. Jakarta:
www.kadin-indonesia.or.id.
Tarmidi, Lepi T. (1999). Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran.” Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Todaro, P. (2000). “Pembangunan Ekonomi Dunia ke Tiga.” Edisi 7. Jakarta: Erlangga.
Winardi. (1992). “Kamus Ekonomi.” Bandung: Alumni.
_______. (1979). “Pengantar Ilmu Ekonomi, (Teori Pertumbuhan Ekonomi).” Edisi V. Bandung:
Tarsito.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo.No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.