• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI

MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi

Oleh

RINA MARLIANA 100436

(2)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(3)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI

MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Oleh

RINA MARLIANA

100436

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi

© Rina Marliana 2014

Universtas Pendidikan Indonesia

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(4)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI

MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Oleh

RINA MARLIANA 100436

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

Pembimbing I

Dr. Didik Priyandoko, S.Pd, M.Si. NIP. 196912012001121001

Pembimbing II

Dr. Hernawati, S.Pt, M.Si. NIP. 19700331197022001

Mengetahui,

(5)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(6)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pengaruh Ekstrak Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc. ) Terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi

Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster

ABSTRAK

Temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) mengandung curzerenon, alismol,

curcuminoid, terpenoid, curcumenone, dan curcumenol yang bekhasiat sebagai

antiproliferasi. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temu putih terhadap tahapan perkembangan dan abnormalitas embrio praimplantas serta pengaruh terhadap diameter embrio tahap blastokista mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan hewan uji mencit betina dara yang berusia 8 minggu sebanyak 24 ekor untuk 4 perlakuan dengan 6 pengulangan. Hewan uji diberi perlakuan ekstrak rimpang temu putih selama 3 mulai dari usia kebuntingan 0-3 hari secara gavage dengan dosis 0, 140, 280 dan 700 mg/kgBB/hari. Pada usia kebuntingan 3,5 hari mencit kemudian bagian uterus dan tuba fallopi diambil kemudian diflushing dengan larutan Phosfat Buffer Saline (PBS) untuk mendapatkan embrio praimplantasi yang terbentuk. Hasil Penelitian menunjukan bahwa embrio praimplantasi yang terhambat paling tinggi terjadi pada mencit dengan perlakuan dosis 280 mg/kgBB/hari (24.56%), sedangkan pada perlakuan dosis 140 dan 700 mg/kgBB/hari memiliki persentase yang sama pada embrio yang mengalami penghambatan perkembangan. Jumlah Embrio abnormal paling tinggi ditemukan pada perlakuan dosis 700 mg/Kg BB/hari (35.19%), sedangkan paling rendah ditemukan pada perlakuan dosis 140 mg/kgBB/hari (9.8%). Pemberian ekstrak rimpang tidak berpengaruh terhadap diameter blastokista mencit. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian ekstrak rimpang temu putih, tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol dan perlakuan dalam hal tahapan perkembangan dan abnormalitas embrio praimplantas serta diameter embrio tahap blastokista mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster, namun terjadi kecenderungan penurunan persentase tahapan perkembangan embrio dan bertambahnya embrio abnormal.

(7)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

EFFECT OF ZEDOARY RHIZOME (Curcuma zedoaria Rosc.) ON DEVELOPMENT PREIMPLANTATION EMBRYO OF

MICE (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

ABSTRACT

Zedoary (Curcuma zedoaria Rosc.) contains curzerenon, alismol, curcuminoid, terpenoids, curcumenone, and curcumenol which show has antiproliferation activity. The aim of this study was to investigates effect of zedoary rhizome extract on the development embryo, embryo abnormalities and diameter of blastocyst. This research is experimental that using mice as animals test. We use mice 8 weeks old and 26-30 gram of body weight. Mice were treated with an extract zedoary rhizome at doses of 0 mg/kg/day, 140 mg/ kg/day, 280 mg/kg/day or 700 mg/kg/day. Mice was treated by gavage with extract zedoary rhizome from 0 – 3 days of gestation when it was discovered vaginal. At the 3.5 days of gestation, mice were dissected by dislocated and then the uterus and oviduct was taken. Furthermore, uterus and oviduct was flushing using Phosfat Buffer Saline (PBS) as medium to collect the preimplantation embryo. The results of this study showed that Extract zedoary rhizome can inhibit preimplantation embryonic development, but statistically no significant different in reduction of embryo inhibition compared to the control group. The highest doses 700 mg/kg/day shown strongly inhibit embryo on blastocyst phase compare than doses 140 and 280 mg/kg/day. The percentage of abnormal embryos was highest in treatment with 700 mg / kg body weight /day (35.19%), while the lowest dose was found 9.8% at a dose of 140 mg/kg/day. Rhizome extract of the Curcuma zedoaria Rosc had no effect on mouse blastocyst diameter compared than control group.

Key word: Zedoary (Curcuma zedoaria Rosc), Embryo development, Embryo abnormalities and Diameter embryo.

(8)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 4

C. Batasan masalah ... 4

D. Tujuan ... 5

E. Manfaat ... 5

F. Asumsi ... 5

G. Hipotesis ... 6

BAB II TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) DAN PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER ... 7

A. Temu purih (Curcuma zedoaria Rosc.) ... 7

B. Kandungan temu putih dan khasiatnya ... 9

C. Penggunaan temu putih sebagai obat herbal ... 12

D. Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster ... 13

E. Fertilisasi pada mencit Swiss Webster ... 16

F. Perkembangan embrio praimplantasi ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis penelitian ... 26

B. Desain penelitian ... 26

C. Populasi dan sampel ... 28

D. Waktu dan lokasi penelitian ... 28

E. Alat dan Bahan ... 28

(9)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Tahap persiapan ... 29

a. Pemeliharaan mencit Swiss Webster ... 29

b. Pembuatan ekstrak rimpang temu putih ... 29

c. Pembuatan larutan dan hormon yang digunakan ... 30

2. Tahap penelitian ... 30

a. Aklimatisasi mencit Swiss Webster ... 30

b. Penentuan dosis ... 31

c. Pemberian Hormon FSH dan HCG ... 31

d. Pengawinan mencit Swiss Webster dan pemberian ekstrak rimpang temu putih ... 31

e. Pengamatan dan penghitungan jumlah embrio praimplantasi ... 32

f. Pengamatan abnormalitas embrio praimplantasi dan pengukuran diameter embrio ... 32

G. Analisis data ... 32

H. Alur penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Hasil ... 34

1. Pengaruh ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap tahapan perkembangan embrio praimplantasi ... 34

2. Abnormalitas pada embrio ... 40

3. Diameter embrio praimplantasi tahap blastokista ... 46

B. Pembahasan ... 46

1. Pengaruh ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap tahapan perkembangan embrio praimplantasi mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster ... 47

(10)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Pengaruh ekstrak rimpang temu putih terhadap diameter

blastokista ... 53

BAB V PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 61

(11)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Waktu dan tahapan embrio yang terjadi ... 24

3.1 Hasil Pengocokan mencit Swiss Webster dan jenis

perlakuan ... 27

3.2 Peta kandang mencit Swiss Webster ... 27

4.1 Tahapan perkembangan embrio praimplantasi mencit

Swiss Webster yang ditemukan pada kelompok perlakuan

dan kontrol ... 35

4.3 Rata-rata embrio yang mengalami perkembangan normal

dan terhambat serta embrio abnormal pada kelompok

perlakuan dan kontrol ... 38

4.4 Gambar embrio abnormal yang ditemukan pada kelompok

perlakuan dan kontrol ... 41

4.5 Rata-rata embrio abnormal pada kelompok kontrol dan

perlakuan ... 46

4.6 Diameter embrio tahap blastokista mencit Swiss Webster

(12)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Beberapa organ pada tanaman temu putih ... 9

2.2 Ilustrasi terjadinya apoptosis pada sel ... 11

2.3 Mencit Swiss Webster ... 15

2.4 Struktur sperma ... 16

2.5 Perkembangan embrio praimplantasi ... 18

4.1 Embrio praimplantasi mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster pada induk yang diberi perlakuan ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) ... 35

4.2 Persentase perkembangan embrio praimplantasi yang tidak terhambat ( tahap blastokista) pada kelompok perlakuan dan kontrol ... 39

4.3 Persentase embrio praimplantasi mencit Swiss Webster yang terganggu perkembangannya pada kelompok kontrol dan perlakuan ... 40

4.4 Persentase abnormalitas embrio mencit Swiss Webster pada kelompok perlakuan dan kontrol ... 44

(13)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Jumlah embrio praimplantasi yang ditemukan ... 61

2 Analisis statistik embrio yang perkembangannya tidak terhambat (tahap blastokista) ... 62

3 Analisis statistik embrio yang perkembangannya terganggu ... 64

4 Data embrio abnormal ... 67

5 Analisis statistik data abnormalitas embrio ... 69

6 Alat yang digunakan dalam penelitian ... 71

7 Bahan yang digunakan dalam penelitian ... 72

8 Berat badan mencit selama aklimatisasi dan perlakuan ... 73

9 Tabel Konversi dosis dan perhitungan dosis ekstrak temu putih yang digunakan ... 75

10 Gambar cara kerja ekstraksi rimpang temu putih ... 77

11 Gambar cara kerja pemberian perlakuan dan pembedahan mencit Swiss Webster ... 78

(14)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati

yang tinggi dan dikenal sebagai Negara dengan mega-diversity. Salah satu

keanekaragaman yang dimiliki Indonesia adalah keanekaragaman hayati

(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2011). Indonesia memiliki sekitar

25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan

90% dari jenis tanaman di Asia (Erdelen dalam Dewonto, 2007). Berdasarkan

invetarisasi PT Eisai, sebanyak 7.000 tanaman dapat digunakan sebagai obat

tradisional (Eisai dalam Dewonto, 2007).

Obat herbal merupakan salah satu bagian dari obat tradisional. Obat

tradisional mencakup juga obat yang dibuat dari bahan hewan, mineral atau

gabungan dari bahan hewan, mineral dan tumbuhan (Mangan, 2003). Obat herbal

hanya menggunakan tumbuhan dalam proses pembuatannya. Tumbuhan yang

digunakan bisa yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Pengobatan

dengan obat herbal memiliki sifat konstruktif atau memperbaiki bagian tubuh

yang terserang secara menyeluruh, namun memiliki reaksi yang lebih lama

(Redaksi Agromedia, 2008). Menurut WHO Negara-negara di Afrika, Asia dan

Amerika Latin menggunakan obat-obat herbal sebagai pelengkap pengobatan

primer yang mereka terapkan. Bahkan di Afrika 80% dari populasi penduduknya

menggunakan obat tradisional sebagai obat primernya (Sukmono, 2012).

Obat herbal memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan obat modern.

Kelebihan o bat herbal adalah tidak memiliki efek samping jika pengunaannya

benar, harganya relatif lebih murah, memiliki berbagai senyawa aktif, dan efektif

untuk penyakit yang sulit disembuhkan oleh obat kimia, seperti kanker, tumor,

darah tinggi, darah rendah, diabetes, hepatitis dan stroke. Kekurangan obat herbal

adalah efek farmakologisnya lemah, bahan bakunya belum standar, bersifat

higroskopis sehingga mudah rusak, umumnya belum sampai tahap uji klinis dan

(15)

2

berpendapat pengobatan tradisional tidak memiliki efek samping, namun apabila

penggunaan bahan, dosis, waktu dan metode yang tidak tepat maka akan terjadi

efek samping yang tidak diinginkan (Sukmono, 2012).

Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat herbal adalah tanaman

dari kelompk Zingeberaceae (Sirurugsa, 1999). Salah satu tanaman kelompok

Zingeberaceae yang dapat digunakan sebagai tanaman obat adalah temu putih.

Bagian tanaman yang paling sering digunakan sebagai obat herbal adalah bagian

rimpang. Rimpang temu putih memiliki kandungan monoterpen, sesquiterpen,

zedoaron, epicurminol, curzerene, curcumenol, curcumin, cinielo, camphene,

zingeberene, borneol, camphor, resin, curdione (Hariana, 2008; Mangan, 2003)

dan berbagai minyak atsiri serta flavonoid lainnya. Tanaman ini sering digunakan

sebagai antiasma, penurun kolestrol, penambah nafsu makan, pelancar peredaran

darah, pengobat luka, penawar racun, antidiabetes, antikanker (Mangan, 2003),

antimikroba (Bugno et al., 2007 ) dan antiinflamasi (Kaushik & Jalapure, 2011).

Kandungan epiquminol, zedoaron dan senyawa monoterpen yang terkandung

dalam minyak atsiri di rimpang temu putih berkhasiat sebagai antineoplastik

(antikanker). Selain itu kandungan curcumin terbukti dapat menyembuhkan

kanker ovarium (Mangan, 2008) dan kanker prostat (Otikawa, et al., 2008). Selain

itu, curcumin juga dapat menyebabkan apoptosis pada sel kanker (Kim & Lee,

2010). Kandungan zat alismol dan curzerenone dapat menyebabkan nekrosis pada

sel kanker (Rahman et al., 2013).

Embrio memiliki beberapa kesamaan dengan sel kanker, yaitu memiliki sel-sel

yang aktif membelah. Embrio berkembang dari mulai zigot, morula, blastokista,

gastrula, neurula dan organogenesis (Oppenheimer & Lefevre, 1989). Pada

mamalia embrio berkembang di dalam saluran reproduksi betina. Pada saat tahap

blastokista akhir embrio akan melakukan implantasi ke dalam dinding

endometrium uterus (Moore et al., 2013). Embrio praimplantasi sangat rentan

terhadap zat teratogen (Kola & Folb, 1986 dalam Priyandoko, 2001). Selama

tahapan perkembangan embrio, embrio sangat sensitif terhadap senyawa toksik.

Jika suatu teratogen atau senyawa toksik diberikan dan bekerja pada zigot,

blatokista atau pada embrio praimplantasi, maka embrio akan berkembang dengan

(16)

3

dikenal sebagai hukum all or none dalam perkembangan (Nagao et al., 1986

dalam Priyandoko, 2008).

Embrio yang mengalami stress selama tahap praimplantasi akan mengalami

perubahan pada jumlah sel, jumlah keturunan, kecepatan perkembangan, ekspresi

gen, dan kemampuan untuk bertahan. Stress pada tahap praimplantasi akan

menyebabkan gangguan pada metabolisme dan pertumbuhan (Rinaudo, 2012).

Embrio yang mengalami strees membutuhkan lebih banyak energi dan nutrisi

untuk memperbaiki molekul-molekul yang rusak sehingga proses metabolisme

akan berlangsung lebih baik (Leese et al. 2008, dalam Rinaudo, 2012).

Curcumin yang terbukti dapat menyebabkan apoptosis sel kanker (Kim & Lee,

2010) ternyata secara in vitro dapat menghambat proses pematangan oosit dan

fertilisasi. Selain itu, curcumin terbukti dapat menghambat perkembangan embrio

tikus secara in vitro. Perkembangan zigot hingga tahap blastokista terhambat

akibat pemberian curcumin. Curcumin juga dapat memicu terjadinya apoptosis

pada Inner Cell Mass (ICM) sehingga jumlah ICM pada blastokista berkurang,

sedangkan jumlah tropoblas pada blastokista tidak berkurang. Selain itu,

curcumin juga menurunkan jumlah implantasi embrio ke dalam endometrium

uterus (Chen & Chan, 2012) dan menurunkan jumah embrio yang berkembang

setelah implantasi (Chen et al., 2010). Pengaruh lain curcumin terhadap embrio

adalah pada jumlah nucleus blastokista. Pada embrio yang diberi ekstrak rimpang

temu putih pada saat tahap blastokista menunjukan penurunan jumlah nucleus

(Huang et al.,2013). Pada embrio Danio rerioa (Zebrafish) curcumin menujukan

adanya efek teratogenik bahkan dalam dosis yang sangat kecil (Wu et al., 2007).

Rimpang temu putih yang memiliki berbagai kandungan yang bersifat

antiproliferasi diduga akan menghambat perkembangan embrio praimplantasi

mencit Swiss Webster. Sejauh ini belum dilakukan penelitian pengaruh ekstrak

rimpang temu putih terhadap perkembangan embrio praimplantasi mencit Swiss

Webster. Berdasarkan latar belakang ini dilakukan penelitian yang berjudul

(17)

4

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pemberian ekstak rimpang temu putih berpengaruh terhadap perkembangan embrio praimplantasi pada mencit

Swiss Webster?”

Untuk memudahkan menjawab penelitian yang dilakukan maka diajukan

beberapa pertanyaan penelitian. Pertanyaan tersebut sebagai berikut:

1. Apakah ekstrak rimpang temu putih berpengaruh terhadap tahapan

perkembangan embrio praimplantasi mencit Swiss Webster?

2. Apakah ekstrak rimpang temu putih dapat menyebabkan terbentuknya

embrio abnormal?

3. Apakah ekstrak rimpang temu putih menyebabkan perubahan diameter

pada embrio praimplantasi tahap blastokista?

C. Batasan masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Hewan uji yang digunakan adalah mencit Swiss Webster betina dara yang

berusia 8 hingga 12 minggu, dengan berat mencit yang digunakan antara

26 hingga 30 gram.

2. Rimpang temu putih yang digunakan berusia 1 tahun dan berasal dari

Balai Penelitian Rempah dan Tanaman Obat-obatan (BALITRO)

Lembang.

3. Metode ekstraksi yang digunakan untuk memperoleh serbuk rimpang temu

putih adalah ekstraksi dengan menggunakan aquades.

4. Dosis rimpang temu putih yang digunakan untuk perlakuan adalah 0

mg/kgBB/hari (kontrol), 140 mg/kgBB/hari, 270 mg/kgBB/hari dan 700

mg/kgBB/hari dan dilakukan secara gavage.

5. Mencit Swiss Webster yang telah diberi perlakuan dengan ekstrak rimpang

temu putih dibedah pada usia kebuntingan 3,5.

6. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah jumlah dan

persentase embrio pada setiap tahapan, embrio abnormal dan ukuran

(18)

5

D. Tujuan

Adapun tujuan dilakukannnya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

ektrak rimpang temu putih terhadap perkembangan embrio praimplantasi,

terbentuknya embrio abnormal dan diameter blastokista mencit Swiss Webster.

E. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah kepada masyarakat

luas mengenai pengaruh ekstrak rimpang temu putih terhadap perkembangan

embrio praimplantasi sehingga masyarakat khususnya wanita yang memprogram

untuk hamil dapat lebih berhati-hati jika mengkonsumsi ekstrak temu putih atau

obat-obat tradisional lainnya yang menggunakan temu putih sebagai salah satu

bahan pembuatannya.

F. Asumsi

Adapun asumsi yang dijadikan dalam penelitian ini adalah :

1. Ekstrak rimpang temu putih dapat digunakan sebagai obat kanker

(Mangan, 2003; Hariana, 2008).

2. Rimpang temu putih memiliki kandungan curcumin, curdione (Hariana,

2008), curcumenol, epiquminol (Mangan, 2003), curcumenone (Hamdi et

al., 2014), curzerenon, alismol (Rahman et al., 2013).

3. Ekstrak air temu putih dapat menghambat kanker yang disebabkan sel

melanoma B16 (Soe dalam Hossain et al., 2014)

4. Pada wanita hamil, konsumsi rimpang temu putih dapat mengakibatkan

keguguran (Hariana, 2008; Natural Medicine Comprehensive, 2009).

5. Beberapa zat yang terkandung dalam rimpang temu putih dapat

menyebabkan apoptosis dan menghambat proliferasi pada sel kanker

(Hamdi et al., 2014; Rahman et al., 2013; Kim & Lee, 2010).

6. Pada umur kebuntingan 66-82 Jam, embrio mencit Swiss Webster berada

(19)

6

G. Hipotesis

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini adalah

ekstrak rimpang temu putih dapat menghambat perkembangan embrio

praimplantasi mencit Swiss Webster, menyebabkan terbentuknya embrio

(20)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental

research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu

terhadap variabel lain dengan kontrol yang ketat dalam kondisi yang

terkendalikan (Nazir, 2003).

B. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL),

dimana terdapat tiga kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol dengan

faktor lingkungan yang homogen (Nazir, 2003). Kelompok perlakuan dalam

penelitian ini terdiri dari 3 kelas. Masing-masing kelas diberi perlakuan dengan

pemberian ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 140 mg/kgBB/hari, 280

mg/kgBB/hari dan 700 mg/kgBB/hari. Kelompok kontrol hanya diberi aquades

setiap harinya. Banyaknya replikasi didapatkan dari rumus Frederer, (1983).

Perhitungan replikasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

(T-1) (n-1) ≥ 15

(4-1) (n-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15

3n ≥ 18 n ≥ 6

Keterangan:

T: Jumlah perlakuan

n: Jumlah replikasi

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah pengulangan untuk setiap

perlakuan adalah n ≥ 6. Mencit Swiss Webster yang digunakan dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan pemberian ekstrak rimpang temu putih. Pengacakan

(21)

27

Tabel 3.1 Hasil pengocokan mencit Swiss Webster dan jenis perlakuan

1 Z1 1

2 Z3 3

3 Z2 6

4 K5

5 K 6

6 Z1 5

7 Z2 4

8 Z1 6

9 Z1 3

10 Z3 2

11 Z2 2

12 K 1 13

Z2 5

14 Z3 1

15 Z2 3

16 K 4

17 Z3 5

18 Z2 1

19 Z1 4

20 K 3

21 Z1 2

22 K 2

23 Z3 6

24 Z3 4

Keterangan:

K: Kontrol

Z1: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 140 mg/kgBB/hari

Z2: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 280 mg/kgBB/hari

Z3: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 700 mg/kgBB/hari

1,2,3 dst : Nomor mencit Swiss Webster

Berdasarkan Tabel hasil pengocokan mencit Swiss Webster dan jenis

perlakuan maka diperoleh peta kandang yang dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Peta kandang mencit Swiss Webster

Dosis No. mencit Swiss Webster

K 4 5 12 16 20 22

Z1 1 6 8 9 19 21

Z2 3 7 11 13 18 15

Z3 2 10 14 17 23 24

Keterangan:

K: Kontrol

Z1: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 140 mg/kgBB/hari

Z2: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 280 mg/kgBB/hari

Z3: Diberi ekstrak rimpang temu putih dengan dosis 700 mg/kgBB/hari

1,2,3 dst: Nomor mencit Swiss Webster

Sebelum diberi perlakuan, mencit Swiss Webster diaklimatisasi selama 7 hari

di rumah hewan botani. Selama aklimatisasi, pemberian hormon dan selama

perlakuan, berat badan mencit Swiss Webster ditimbang pada pagi hari.

Masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 6 kali. Frekuensi pemberian ekstrak

rimpang temu putih dilakukan sebanyak 1 kali sehari pada pagi hari sejak

(22)

28

kebuntingan 3.5 hari mencit Swiss Webster dibedah dan diambil bagian organ

reproduksinya. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah embrio

pada setiap tahapan, jumlah embrio abnormal dan diameter blastokista pada

embrio praimplantasi mencit Swiss Webster.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mencit Swiss Webster betina

yang ada di rumah hewan jurusan Pendidikan Biologi di kebun botani UPI dan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit Swiss Webster betina

yang berusia 8 hingga 12 minggu dengan berat 26-30 gram yang diberi perlakuan

dengan ekstrak rimpang temu putih.

D. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Oktober 2014.

Pembuatan ekstrak rimpang temu putih dan pengamatan embrio praimplantasi

dilakukan di laboratorium Struktur Hewan FPMIPA UPI. Pemeliharaan dan

perlakuan dilakukan di rumah hewan kebun botani FPMIPA UPI.

E. Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdapat di Laboratorium

Struktur Hewan FPMIPA UPI dan rumah hewan botani FPMIPA UPI. Alat-alat

dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada penelitian ini meliputi tahapan persiapan dan

tahapan penelitian. Perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Pemeliharaan mencit Swiss Webster

Mencit Swiss Webster betina yang didapatkan dari peternakan Institut

Teknologi Bandung (ITB) dipelihara hingga berusia 8 minggu dan berat

badan mencit Swiss Webster antara 25-30 gram. Mencit Swiss Webster

(23)

29

bagian bawahnya telah diberi sekam. Mencit Swiss Webster yang

dipelihara diberi pakan standar dan air minum secara ad libitum. Wadah

dan tempat minum mencit Swiss Webster dibersihkan setiap minggu.

Selain itu, sekam diganti setiap minggu agar wadah tetap bersih.

b. Pembuatan ekstrak rimpang temu putih

Metode ekstrak aqueous rimpang temu putih berdasarkan Halim et al.

(2012). Rimpang temu putih yang didapatkan dari Balai Penelitian

Rempah dan Tanaman Obat (Balitro) dicuci bersih dengan menggunakan

air bersih. Kemudian rimpang diiris dengan pisau hingga tipis agar

rimpang mudah kering. Selanjutnya, rimpang dijemur di bawah sinar

matahari hingga benar-benar kering. Proses pengeringan ini berlangsung

selama satu minggu. Setelah kering rimpang diblender hingga berbentuk

serbuk. Serbuk kemudian disaring dengan menggunakan saringan

sehingga serbuk yang didapatkan lebih halus.

Serbuk rimpang rimpang temu putih kemudian dilarutkan ke dalam

aquades dengan perbandingan 1:16 (Halim et al., 2012). Larutan ini

kemudian disaring dengan menggunakan kain. Serbuk yang tertinggal di

kain kemudian dilarutkan kembali ke dalam aquades dengan perbandingan

yang sama seperti pada awal dilakukan. Proses ini dilakukan sebanyak tiga

kali. Air yang didapatkan dari proses penyaringan kemudian dikering

anginkan hingga hanya tersisa endapan. Endapan ini kemudian ditumbuk

dengan menggunakan alu dan lumpang. Hasil serbuk ini kemudian

disaring dengan menggunakan saringan biasa hingga didapatkan serbuk

yang halus. Ekstrak yang belum halus kembali ditumbuk hingga semua

ekstrak menjadi halus.

c. Pembuatan larutan dan hormon yang digunakan

Larutan yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu

larutan NaCl 0.96% dan Phosfat Buffer Saline (PBS). Larutan NaCl 0.96%

merupakam larutan fisiologis yang digunakan untk membersihkan uterus

(24)

30

flushing uterus dan tuba fallopi. Larutan NaCl 0.96% dibuat dengan cara

melarutkan 0.96 mg NaCl ke dalam Aquades 100 ml. Larutan PBS dibuat

dengan cara mencampurkan 55 mL Na2HPO4.2H2O, 45 mL KH2PO4 dan

400 mL aquades.

Hormon HCG (1000 IU) dan FSH (75 IU) yang digunakan diencerkan

dengan cara menambahkan larutan NaCl 0.96%. Konsentrasi larutan stok

HCG adalah 200 IU, sedangkan konsentasi larutan stok FSH adalah 50

IU. Selanjutnya larutan stok disimpan di dalam freezer. Hormon HCG dan

FSH konsentrasi 5 IU dibuat ketika akan menyuntik mencit Swiss Webster

(Luo et al., 2011).

2. Tahap Penelitian

a. Aklimatisasi mencit Swiss Webster

Mencit Swiss Webster diaklimatisasi selama 1 minggu di rumah

hewan kebun botani FPMIPA UPI. Mencit Swiss Webster dipelihara pada

suhu ruangan 25-270C dan kelembaban antara 76-92%. Proses aklimatisasi

dilakukan agar mencit Swiss Webster terbiasa dengan kondisi lingkungan

selama dilakukan percobaan. Mencit Swiss Webster berdasarkan

perlakuan yang diberikan dengan kepadatan 6 ekor tiap kandang. Selama

aklimatisasi mencit Swiss Webster diberi pakan standar dan minum secara

ad libitum.

b. Penentuan dosis

Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 140 mg/kgBB/hari,

280 mg/kgBB/hari dan 700 mg/kgBB/hari. Besar dosis ini berdasarkan

penelitian Yadav & Gain (2010) yang menyatakan aqueous extract

Curcuma longa sebagai antifertilitas. Perlakuan dilakukan kepada tikus

Winstar dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, 200 mg/kgBB/hari dan 500

mg/kgBB/hari. Menurut Yadav (2010), pemberian ekstrak rimpang

Curcuma longa menyebabkan perubahan biokimia pada uterus sehingga

dapat digunakan sebagai antiimplantasi. Selain itu, pemberian ekstrak

(25)

31

in vitro dapat menghambat metastatis sel kanker (Seo et al., 2005).

Menurut Murwanti et al. (2006), pemberian ekstrak rimpang temu putih

dengan dosis 250 mg/kgBB/hari hingga dosis 700 mg/kgBB/hari pada

mencit Swiss Webser dapat menghambat pertumbuhan tumor paru-paru.

c. Pemberian Hormon FSH dan HCG

Pemberian hormon ini bertujuan agar mencit Swiss Webster betina

yang digunakan mengalami ovulasi. Hormon FSH bertujuan untuk

merangsang pertumbuhan folikel dan oogenesis. Hormon HCG bertujuan

untuk proses ovulasi. Konsentrasi hormon FSH dan HCG yang digunakan

sebesar 5 IU. Hormon disuntikan secara intraperitoneal pada bagian

abdomen. Hormon yang digunakan pertama kali adalah hormon FSH.

Setelah 47 hingga 49 jam, mencit Swiss Webster disuntik dengan hormon

HCG (Luo et al., 2011).

d. Pengawinan mencit Swiss Webster dan pemberian ekstrak rimpang

temu putih

Mencit Swiss Webster yang telah diaklimatisasi dikawinkan dengan

mencit Swiss Webster jantan pada sore hari. Perbandingan mencit Swiss

Webster jantan dengan mencit Swiss Webster betina adalah 1:3. Proses

pengawainan ini dilakukan secara bertahap agar ketika proses pembedahan

dapat ditangani oleh satu orang. Setiap hari mencit yang dikawinkan

sebanyak 6 ekor. Pada pagi hari vagina mencit Swiss Webster betina

diperiksa untuk melihat sumbat vagina (vagina plug). Penentuan umur

kebuntingan 0 hari adalah ketika ditemukan sumbat vagina (vagina plug).

Pada mencit Swiss Webster yang tidak ditemukan sumbat vagina (vagina

plug) kembali dikawinkan dengan mencit Swiss Webster jantan,

sedangkan mencit Swiss Webster betina yang memiliki sumbat vagina

(vagina plug) diberi perlakuan dengan ekstrak rimpang temu putih.

(26)

32

e. Pengamatan dan penghitungan jumlah embrio praimplantasi

Mencit Swiss Webster betina dengan umur kebuntingan 3 hari

dibedah, kemudian bagian uterus dan tuba fallopi diisolasi. Uterus dan

tuba fallopi yang telah diambil ditempatkan di dalam cawan Petri

kemudian dibersihkan dari lemak dan darah yang menempel dengan

menggunakan larutan NaCl 0.96%. Selanjutnya, uterus diangkat dengan

menggunakan pinset kemudian diflushing dengan larutan PBS

menggunakan syringe ukuran 1 ml. Bagian kiri dan kanan uterus harus

dipastikan ter-flushing agar embrio yang ada di dalam dapat keluar

semuanya. Larutan PBS diperiksa dengan menggunakan mikroskop,

kemudian embrio yang ditemukan dihitung dan diamati.

f. Pengamatan abnormalitas embrio praimplantasi dan pengukuran

diameter embrio

Morfologi embrio yang ditemukan dilihat, dengan menggunakan

mikroskop. Morfologi embrio yang diamati meliputi ada atau tidaknya

zona pelusida, keadaan sel dan bentuk dari embrio. Selanjutnya, embrio

yang ditemukan dihitung ukurannya dengan menggunakan mikroskop

yang telah diberi alat untuk menghitung diameter sel pada bagian lensa

okulernya. Tahapan embrio yang dihitung ukurannya adalah embrio yang

berada pada tahap blastokista.

G. Analisis Data

Data yang telah diperleh diuji dengan menggunakan SPSS 16 for windows.

Tahapan pertama yang dilakukan uji normalitas menggunakan uji test of normality

(Kolmogorov-smirnov) dan uji homogenitas menggunakan test of homogenity of

variance Levene. Data yang terdistribusi normal dan homogen dianalisis secara

parametrik yaitu analisis varian (ANOVA). Data yang tidak homogen dan tidak

normal yang diuji dengan menggunakan Kurskal-Wallis. Data yang berbeda

signifikan kemudian diuji lebih lanjut dengan uji Duncan pada data yang diuji

parametrik, sedangkan data nonparametrik diuji dengan menggunakan

(27)

33

H. Alur Penelitian

Pemberian Hormon TAHAPAN PERSIAPAN

Pembuatan ekstak rimpang temu putih

Persiapan alat dan bahan

Persiapan kandang dan pemeliharaan mencit

Swiss Webster Aklimatisasi

TAHAPAN PERENCANAAN

Study Literatur Study Lapangan

Pembuatan Proposal

Pengawinan

Pemberian ekstrak rimpang temu putih (0 mg/kgBB/hari, 140 mg/kgBB/hari, 280 mg/kgBB/hari, 700 mg/kgBB/hari) dimulai ketika ditemukan sumbat vagina hingga

umur kebuntingan 3.5 hari

Menghitung dan mengamati jumlah embrio yang normal dan abnormal

PENYUSUNAN LAPORAN PENELITIAN (SKRIPSI) ANALISIS DATA

cek sumbat vagina

(28)

Marliana, Rina. 2014

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosc.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Perkembangan embrio pada mencit dimulai setelah ovum dibuahi oleh

sperma. Ovum yang telah dibuahi akan berkembang menjadi zigot. Selanjutnya,

zigot akan mengalami proses pembelahan dan berkembang menjadi morula dan

blastokista dan terbentuk rongga blastocoel. Selanjutnya, terjadi proses gastrulasi

dan neurulasi. Tahapan selanjutnya dalam perkembangan embrio adalah

pembentukan organ-organ atau organogenesis. Embrio akan mengalami

implantasi pada tahap blastokista ketika umur kebuntingan 4 hingga 5 hari (Rugh,

1968). Pada penelitian yang dilakukan, setiap mencit menghasilkan embrio

dengan jumlah yang beragam, namun rata- rata jumlah embrio yang didapatkan

adalah 9±2.64 buah. Embrio yang diamati dalam penelitian ini adalah embrio

yang belum mengalami implantasi dan masih berada pada saluran reproduksi

induknya. Berikut ini hasil yang didapatkan pada penelitian yang telah dilakukan

1. Pengaruh ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.)

terhadap tahapan perkembangan embrio praimplantasi

Koleksi embrio praimplantasi dilakukan dengan metode flushing. Bagian

saluran reproduksi, yaitu uterus dan tuba fallopi diambil kemudian dilakukan

flushing dengan menggunakan larutan Phosfat buffer saline (PBS). Selanjutnya

embrio yang terdapat di dalam PBS diperiksa dengan menggunakan mikrokop

cahaya. Koleksi embrio hasil flushing dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar

tersebut adalah embrio mencit yang berasal dari induk yang telah diberi perlakuan

dengan ektrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria).

Pada Gambar 4.1 terdapat beberapa tahapan embrio praimplantasi dari induk

yang diberi perlakuan dengan ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria

Rosc.) dosis 700 mg/kgBB/hari. Tahapan embrio praimplantasi yang ditemukan

adalah embrio tahap morula (a) dan embrio tahap blastokista (b). Embrio tahap

(29)

35

pelusida yang lebih luas. Pada embrio tahap blastokista, blastocoel yang terbentuk

lebih dari setengah diameter embrio.

Gambar 4.1 Embrio praimplantasi mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster pada induk yang diberi perlakuan ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.). A. Embrio praimplantasi tahap morula; B. Embrio praimplantasi tahap blastokista

(Sumber: dokumentasi pribadi, 2014)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan didapatkan 3 tahapan perkembangan

embrio praimplantasi. Embrio praimplantasi yang ditemukan dapat dilihat pada

Tabel 4.1. Embrio tahap blastokista yang ditemukan ada yang memilki rongga

blastocoel yang sudah lebar namun ada yang masih memiliki rongga blastocoel

berukuran kecil. Embrio tahap morula yang ditemukan ada yang sudah mampat

dan ada yang belum mampat. Embrio tahap pembelahan yang ditemukan adalah

embrio dengan jumlah blastomer 4 atau 8.

Pada mencit kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 140 mg/kgBB/hari

dan kelompok perlakuan dosis 280 mg/kgBB/hari hanya ditemukan 2 tahapan

embrio praimplantasi yaitu embrio tahap morula dan blastokista serta embrio yang

abnormal. Pada perlakuan 700 mg/kgBB/hari ditemukan 3 tahapan embrio

praimplantasi yaitu embrio tahap pembelahan, morula, dan blastokista serta

terdapat embrio yang abnormal. Persentase embrio yang ditemukan pada setiap

tahapan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Tahapan perkembangan embrio praimplantasi mencit Swiss Webster yang ditemukan pada kelompok perlakuan dan kontrol

Gambar embrio Keterangan

Embrio tahap pembelahan pada dosis 700 mg/kgBB/hari. Terdapat 4 buah blastomer dengan ukuran yang tidak sama besar.

A

(30)

36

Embrio tahap pembelahan pada dosis 700 mg/kgBB/hari. Terdapat 8 buah blastomer dengan ukuran yang tidak sama besar.

Embrio tahap morula tidak mampat pada dosis 280 mg/kgBB/hari. Pada morula tidak mampat sel-sel blastomer berdekatan dengan zona pelusida.

Embrio tahap morula mampat pada dosis 140mg/kgBB/hari. Pada morula mampat sel-sel blastomer berada lebih ke dalam, sehingga terlihat adanya ruang kosong antara embrio dengan zona pelusida.

Embrio tahap blastokista pada kontrol.Tahap blastokista ditandai dengan adanya blastocoel (bl).

Tabel 4.2 Persentase embrio praimplantasi dan embrio abnormal yang ditemukan pada kelompok kontrol dan perlakuan

Dosis

Tahapan embrio Pembelahan

(%)

Morula (%)

Blastokista (%)

Abnormal (%)

Kontrol 0 13.73 76.47 9.8

140 mg/kgBB/hari 0 18.52 62.96 18.52

280 mg/kgBB/hari 0 24.56 49.12 26.32

700 mg/kgBB/hari 3.7 18.52 42.59 35.19

[image:30.595.107.518.79.508.2]
(31)

37

Pada embrio tahap pembelahan hanya ditemukan pada perlakuan ekstrak temu

putih dosis 700 mg/kgBB/hari (Tabel 4.2), sedangkan untuk embrio tahap morula,

blastokista dan embrio abnormal ditemukan pada semua kelompok perlakuan dan

kontrol. Urutan embrio praimplantasi tahap morula dari yang paling kecil yaitu

kontrol, perlakuan dosis 140 dan 700 mg/kgBB/hari, dan terakhir dosis 280

mg/kgBB/hari. Pada kontrol (Tabel 4.2) embrio tahap morula sebesar 13.72%.

Pada perlakuan dosis 140 mg/kgBB/hari persentase embrio tahap morula adalah

18.52%. Pada dosis 280 mg/kgBB/hari persentase embrio tahap morula adalah

24.56%. Pada perlakuan dosis 700 mg/kgBB/hari persentase embrio praimplantasi

tahap morula adalah 18.52% . Embrio tahapan morula paling tinggi ditemukan

pada perlakuan dosis 280 mg/kgBB/hari.

Embrio praimplantasi tahap blastokista (Tabel 4.2) ditemukan pada kontrol

dan semua kelompok perlakuan. Urutan embrio praimplantasi tahap blastokista

dari yang paling tinggi adalah kontrol, dosis 140 mg/kgBB/hari, dosis 280

mg/kgBB/hari dan 700 mg/kgBB/hari. Pada kontrol persentase embrio tahap

blastokista adalah 76.47%. Pada perlakuan dosis 140 mg/kgBB/hari persentase

embrio tahap blastokista adalah 62.96%. Pada dosis 280 mg/kgBB/hari persentase

embrio tahap blastokista adalah 49.12%. Pada perlakuan dosis 700 mg/kgBB/hari

persentase embrio praimplantasi tahap blastokista adalah 42.59% .

Pada kontrol dan kelompok perlakuan (Tabel 4.2) ditemukan adanya embrio

abnormal. Pada kontrol embrio abnormal sebesar 9.80%. Pada perlakuan dosis

140 mg/kgBB/hari embrio abnormal sebesar 18.52%. Pada kelompok perlakuan

280 mg/kgBB/hari persentase embrio abnormal adalah 26.32%. Pada kelompok

perlakuan dosis 700 mg/Kb BB/ hari persentase jumlah embrio abnormal adalah

35.19%. Persentase Embrio abnormal paling tinggi ditemukan pada perlakuan

dosis 700 mg/kgBB/hari.

Pada saat umur kebuntingan mencit 66-82 jam, embrio mencit berada pada

tahap blastokista (Rugh, 1968). Embrio yang perkembangannya terganggu akan

terhambat perkembangannya atau embrio akan mengalami abnormalitas. Apabila

perkembangan embrio terhambat maka akan ditemukan embrio yang berada pada

tahap pembelahan, tahap morula atau pada saat embrio masih memiliki 1 sel atau

(32)

38

embrio yang tidak mengalami penghambatan perkembangan. Abnormalitas yang

dapat diamati pada penelitian ini adalah abnormalitas pada morfologi embrio saja.

Data rata-rata embrio dengan perkembangan normal dan terganggu dapat dilihat

[image:32.595.135.486.204.352.2]

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rata-rata embrio yang mengalami perkembangan nomal dan terhambat serta embrio abnormal pada kelompok perlakuan dan kontrol

Dosis Rata-rata jumlah embrio

Terhambat Tidak terhambat Abnormal

Kontrol 1.17±0.98 6.50±2.34 0.83±0.75

140

mg/kgBB/hari 1.67±1.51 5.50±3.51 1.83±1.51

280

mg/kgBB/hari 2.33±2.25 4.67±3.33 2.50±1.22

700

mg/kgBB/hari 2.00±2.19 3.83±3.32 3.17±3.19

Hasil uji statistik pada embrio praimplantasi yang tidak terhambat

perkembangannya (tahap blastokista) menunjukan data terdistribusi normal dan

homogen (p > α 0.05) sehingga data diuji dengan menggunakan uji parametrik.

Uji parametrik yang digunakan adalah uji One Way Anova. Hasil analisis data uji

One Way Anova pada embrio tahap blastokista didapatkan Fhitung (0.777) < F tabel

(3.10), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pada

embrio tahap blastokista antara kelompok perlakuan dan kontrol.

Berdasarkan uji statistik normalitas Kolmogorov-Smirnov dapat diketahui

bahwa data pada embrio abnormal terdistribusi normal (p > 0.05), sedangkan hasil

uji Homogenitas Levene dapat diketahui data tidak terdistribusi dengan homogen

(p < 0.05) sehingga data dianalisis dengan menggunakan uji nonparametrik.

Analisis yang dilakukan adalah uji Kruskall-Walis. Hasil signifikansi hitung pada embrio abnormal lebih besar dibandingkan α 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pada embrio abnormal kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol.

Data embrio yang terhambat perkembangannya diuji secara parametrik karena

nilai p pada uji normalitas dan homogenitas lebih besar dari 0.05. Selanjutnya,

data diuji secara parametrik dengan menggunakan One Way Anova. Hasil

(33)

39

(3.10). Hal ini menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata pada kelompok

perlakuan dengan kontrol.

Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada

kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, maka dilakukan

penghitungan persentase pada embrio dengan perkembangan normal (tahap

blastokista), embrio dengan perkembangan terhambat dan embrio abnormal.

Persentase embrio perkembangannya normal dapat dilihat pada Gambar 4.2,

sedangkan persentase embrio dengan perkembangan terhambat dan embrio

[image:33.595.149.489.290.527.2]

abnormal dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Persentase perkembangan embrio praimplantasi yang tidak terhambat (tahap blastokista) pada kelompok perlakuan dan kontrol

Kontrol (Gambar 4.2) memiliki persentase paling tinggi pada embrio

praimplantasi yang tidak terhambat (tahap blastokista) perkembangannya yaitu

sebesar 76.47 %. Pada perlakuan dosis 140 mg/kgBB/hari persentase embrio yang

tidak terhambat perkembangannya sebesar 62.96%. Pada dosis 280 mg/kgBB/hari

persentase embrio yang tidak terhambat perkembangannya adalah 49.12% . Dosis

yang paling sedikit embrio yang tidak terhambat perkembangannya adalah dosis

700 mg/kgBB/hari, yaitu sebesar 42.59%.

76,47

62,96

49,12

42,59

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Kontrol 140 280 700

P

er

sen

tase

(

%)

(34)

40

Gambar 4.3 Persentase embrio praimplantasi mencit Swiss Webster yang terganggu perkembangannya pada kelompok kontrol dan perlakuan

Pada kontrol (Gambar 4.3) jumlah embrio terhambat sebesar 13.73% dan

embrio abnormal sebesar 9.8%. Pada dosis 140 mg/kgBB/hari persentase embrio

yang terhambat perkembangannya dan embrio abnormal sama besar yaitu sebesar

18.52%, sedangkan pada dosis 280 mg/kgBB/hari persentase embrio yang

terhambat perkembangannya adalah 24.26% dan persentase embrio abnormal

adalah 26.32%. Pada dosis 700 mg/kgBB/hari (Gambar 4.3) persentase embrio

yang terhambat perkembangannya adalah sebesar 22.22%, sedangkan embrio

yang abnormal sebesar 35.19%.

2. Abnormalitas pada embrio

Abnormalitas pada embrio ada yang bisa diamati dan ada yang tidak bisa

diamati dengan menggunakan mikroskop. Apabila abnormalitas terjadi pada

tingkat gen maka tidak akan bisa diamati namun cepat atau lambat abnormalitas

ini akan diekspresikan dan akan muncul. Apabila abnormalitas terjadi pada

morfologi atau bentuk embrio maka abnormalitas ini dapat diamati dengan

menggunakan mikrsoskop. Pada penelitian yang dilakukan ditemukan beberapa

abnormalitas morfologi embrio praimplantasi baik pada kontrol maupun pada

13,73

18,52

24,56

22,22

9,8

20,75

26,32

35,19

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Kontrol 140 280 700

P

P

er

sen

tase (

%)

Dosis (mg/kgBB/hari)

[image:34.595.148.512.77.338.2]
(35)

41

kelompok perlakuan. Gambar embrio abnormal dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Abnormalitas embrio yang ditemukan yaitu adanya zona pelusida tanpa embrio,

embrio yang terdegenerasi (sel-sel blastomer pecah), morula tanpa zona pelusida,

morula terfragmentasi, morula dengan pelusida abnormal, blastokista tanpa zona

pelusida dan blastokista yang memiliki blastocoel lebih dari satu. Rata-rata

embrio abnormal dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.4 Gambar embrio abnormal yang ditemukan pada kelompok perlakuan dan kontrol

No Embrio

Abnormal Gambar Keterangan

1 Zona pelusida

tanpa embrio

Pada abnormalitas zona

pelusida tanpa embrio (dosis 700 mg/kbBB/hari) berbentuk bulat, bagian dalam tidak terdapat sel.

2

Embrio degenerasi (blastomer

pecah)

Pada embrio yang

terdegenerasi (dosis 700

mg/kgBB/hari) tidak

menunjukan adanya blastomer, hanya terlihat adanya

bulatan-bulatan yang kecil pada

embrio.

3 Morula tanpa

zona pelusida

Pada morula tanpa pelusida

(kontrol) terlihat seperti

kotoran pada medium PBS

namun terlihat adanya

blastomer.

4 Morula

fragmentasi

Pada morula terfragmentasi

(dosis 140 mg/kgBB/hari)

terlihat adanya blastomer,

[image:35.595.108.519.242.751.2]
(36)

42 5 Morula dengan zona pelusida abnormal

Pada embrio tahap morula

(dosis dosis 700

mg/kgBB/hari) terlihat normal, namun bagian zona pelusida yang biasanya berbentuk bulat terlihat berbentuk kubus.

6

Blastokista tanpa zona pelusida

Pada Blastokista tanpa zona pelusida (kontrol) memiliki bentuk dan blastocoel yang

normal, namun tidak

ditemukan adanya zona

pelusida yang melindungi

embrio.

7

Blastokista dengan 2 buah

blastocoel

Pada blastokista dengan 2

blastocoel (dosis 280 mg/kgBB/hari) terlihat adanya 2 rongga pada bagian atas blastokista.

8

Blastokista dengan 3 buah

blastocoel

Pada blastokista dengan

dengan 3 blastocoel (dosis 280 mg/kgBB/hari) terlihat adanya 3 rongga pada bagian atas blastokista.

9

Blastokista dengan 4 buah

blastocoel

Blastokista dengan dengan 3

blastocoel memiliki zona pelusida dan memiliki bentuk yang bulat namun blastocoel yang terbentuk lebih dari 1.

Keterangan: bl: blastocoel zp: zona pelusida

bl

bl

(37)
[image:37.595.109.515.119.398.2]

43

Tabel 4.5 Rata-rata embrio abnormal pada kelompok perlakuan dan kontrol

Keterangan: (a). Pelusida tanpa embrio (b). Embrio Degenerasi (c). Morula tanpa

pelusida (d). Morula terfragmentasi (e). Morula dengan bentuk

pelusida abnormal (f). Blastokista tanpa zona pelusida (g). Blastokista dengan 2 blastocoel (h). Blastokista dengan 3 Blastocoel (i). Blastokista dengan 4 blastocoel

Berdasarkan uji normalitas Kolomogorov Smirnov yang dilakukan didapatkan data nilai signifikansi yang kurang dari α 0.005 (p < 0.05) pada semua embrio abnormal. Selain itu, pada uji homogenitas Levene signifikansi yang didapat kurang dari α 0.005 (p < 0.05). Kesimpulan dari uji normalitas Kolomogorov

Smirnov dapat diketahui bahwa data tidak terdistribusi normal. Pada uji

homogenitas Levene pun didapatkan hasil bahwa semua data berbagai jenis

abnormalitas yang ditemukan tidak terdisribusi homogen. Pengujian hipotesis

dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik. Uji nonparametrik yang

digunakan adalah uji Kruskal-Wallis. Pada hasil analisis nonparametrik

menunjukan nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (p > 0.05) pada semua jenis

abnormalitas yang ditemukan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat

disimpulkan ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap jenis

abnormalitas yang ditemukan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Berdasarkan hal ini dilakukan penghitungan persentase yang

dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Dosis Jenis embrio abnormal

a b c d e f g h i

Kontrol 0.50 ± 0.55 0 0.33 ± 0.52

0 0

0.17 ± 0.41

0 0 0

140 mg/Kg BB/hari 0.33 ± 0.52 0.67 ± 0.82 0 0.17 ± 0.41

0 0

0.33 ± 0.82 0 0.13 ± 0.41 280 mg/Kg BB/hari 0.17 ± 0.41 1.33 ± 1.03 0.67 ± 1.21

0 0 0

0.33 ± 0.52 0.17 ± 0.41 0 700 mg/Kg BB/hari 0.50 ± 1.22 1.83 ± 2.64 0.67 ± 1.21

0 0.17±

(38)

44

Gambar 4.4 Persentase abnormalitas embrio mencit Swiss Webster pada kelompok perlakuan dan kontrol

Pada kontrol (Gambar 4.4) hanya ditemukan 3 jenis abnormalitas yaitu zona

pelusida tanpa embrio (50%), morula tanpa zona pelusida (33.33%) dan

blastokista tanpa pelusida (16.67%). Pada dosis 140 mg/kgBB/hari ditemukan 5

macam abnormalitas, yaitu zona pelusida tanpa embrio (20%), degenerasi atau

sel-sel blatomer pecah (40%), morula terfragmentasi (10%), blastokista tanpa

zona pelusida (20%) dan blastokista dengan 4 blastocoel (10%). Pada dosis 280

mg/kgBB/hari (Gambar 4.4) ditemukan 5 jenis abnormalitas pada embrio, yaitu

zona pelusida tanpa embrio (6.67%), embrio degenerasi (53.33%), morula tanpa

zona pelusida (26.67%), blastokista dengan 2 blastocoel (13.33%) dan blastokista

dengan 3 blastocoel (6.67%). Pada dosis 700 mg/KbBB/hari ditemukan 4 jenis

abnormalitas yaitu zona pelusida tanpa embrio (15.79%), embrio degenerasi

(57.89%) morula tanpa zona pelusida (21.05%) dan morula dengan zona pelusida

abnormal (5.26%).

Abnormalitas embrio yang ditemukan pada semua kelompok perlakuan dan

kontrol adalah zona pelusida tanpa embrio. Abnomalitas embrio degenerasi dan

morula tanpa zona pelusida hanya ditemukan pada 3 kelompok perlakuan.

Embrio degenerasi terdapat pada semua kelompok mencit yang diberi perlakuan

dengan ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) namun tidak ditemukan

50 20 6,7 15,8 0 40 53,3 57,9 33,3 0 26,7 21,1 0 10

0 0

0 0 0

5,3 16,7

0 0 0

0

20

13,3

0

0 0

6,7

0 0

10

0 0

0 10 20 30 40 50 60 70

Kontrol 140 280 700

Pe rsent a se (% ) Dosis (mg/kgBB/hari)

[image:38.595.132.506.82.336.2]
(39)

45

dari kontrol. Embrio tahap morula yang tidak memliki zona pelusida ditemukan

pada kontrol dan mencit Swiss Webster yang diberi perlakuan ekstrak temu putih

(Curcuma zedoaria) dengan dosis 280 mg/kgBB/hari dan 700 mg/kgBB/hari.

Morula tanpa zona pelusida tidak ditemukan pada perlakuan ekstrak temu putih

(Curcuma zedoaria) dosis 140 mg/kgBB/hari. Embrio tahap blastokista yang

memiliki 2 blastocoel ditemukan pada perlakuan ekstrak temu putih (Curcuma

zedoaria) dosis 140 mg/kgBB/hari dan 280 mg/kgBB/hari. Blastokista yang

memiliki 3 dan 4 blasocoel masing-masing ditemukan pada 1 kelompok

perlakuan. Blastokista dengan 3 blastocoel ditemukan pada perlakuan dengan

dosis 280 mg/kgBB/hari, sedangkan blastokista dengan 3 blastocoel ditemukan

pada perlakuan dengan dosis 700 mg/kgBB/hari. Blastokista tanpa pelusida hanya

ditemukan pada kontrol. Morula terfragmentasi hanya ditemukan pada dosis 140

mg/kgBB/hari.

Jenis abnormalitas yang paling banyak ditemukan pada kelompok perlakuan

adalah embrio degenerasi, dimana embrio degenerasi paling tinggi terdapat pada

perlakuan dosis 700 mg/kgBB/hari (57.9%). Pada kelompok kontrol abnormalitas

yang paling tinggi adalah zona pelusida tanpa embrio (50%).

3. Diameter embrio praimplantasi tahap blastokista

Berdasarkan hasil penghitungan diameter embrio tahap blastokista pada

kelompok kontrol dan perlakuan didapapatkan data yang terdapat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.6 Diameter embrio tahap blastokista mencit Swiss Webster pada kelompok perlakuan dan kontrol

Dosis Rata-rata diameter embrio tahap blastokista

Vertikal (mm) Horizontal (mm)

Kontrol 0.09±0.008 0.09±0.005

140 mg/kgBB/hari 0.09±0.005 0.09±0.007

280 mg/kgBB/hari 0.09±0.007 0.08±0.006

700 mg/kgBB/hari 0.08±0.006 0.08±0.007

Pada kontrol dan dosis 140 mg/kgBB/hari embrio praimplantasi yang

ditemukan umumnya berbentuk ideal yaitu seperti bola. Pada kontrol diameter

[image:39.595.108.517.563.674.2]
(40)

46

dosis 140 mg/kgBB/hari 0.09 ±0.005 mm, sedangkan diameter horizontal

0.09±0.007. Pada dosis 280 mg/kgBB/hari embrio yang ditemukan berbentuk

lonjong dengan diameter verikal 0.09±0.007 mm dan diameter horizontal

0.08±0.006 mm. Pada dosis 700 mg/kgBB/hari tidak embrio memiliki bentuk

yang seperti bola namun memiliki ukuran diameter yang lebih kecil yaitu

0.08±0.006 mm pada diameter vertikal dan 0.08±0.007 pada diameter horizontal.

Berdasarkan uji statistik normalitas Kolomogirov-Smirnov data tidak

terdistribusi normal (p < 0.05), namun berdasarkan uji homogenitas Levene data

yang didapat terdistribusi homogen (p > 0.05), sehingga digunakan uji

nonparametrik untuk menguji hipotesis yang diajukan. Uji non parametrik yang

digunakan adalah Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan

ternyata tidak ada perbedaan pada diameter vertikal maupun horizontal pada

kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol (p < 0.05).

B. Pembahasan

Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukan tidak adanya pengaruh

ekstrak rimpang temu putih terhadap jumlah embrio pada setiap tahapan,

terbentuknya embrio abnormal dan diameter blastokista mencit Swiss Webster

pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak adanya

pengaruh pemberian ekstrak rimpang temu putih diduga terjadi oleh beberapa

faktor. Pertama, pada umumnya percobaan antiproliferasi dilakukan secara in

vitro, sedangkan pada penelitian yang dilakukan, pemberian ektrak rimpang temu

putih dilakukan secara in vivo dengan menggunakan metode gavage (Huang,

2013). Kedua, zat-zat aktif pada rimpang temu putih yang diberikan secara oral

akan masuk ke dalam sistem pencernaan dan akan diserap oleh sel-sel epitel pada

usus yang selanjutnya akan melalui metabolisme pada hati sehingga konsentrasi

zat aktif pada tubuh akan menurun dan konsentrasi zat aktif yang sampai pada

saluran reproduksi tidak diketahui secara pasti (Huang et al., 2013; Christopher et

al., 2002). Penyebab lainnya yaitu beberapa zat aktif larut dalam lemak sehingga

seharusnya hewan uji diberikan pakan yang kaya akan lemak (Huang et al., 2013).

Berdasarkan uji statistik tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada

(41)

47

blastokista antara kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol,

sehingga dilakukan perbandingan persentase antara kelompok perlakuan dengan

kelompok kontrol. Berikut ini pembahasan lebih lanjut mengenai pengaruh

ekstrak rimpang temu putih terhadap perkembangan embrio praimplantasi,

terbentuknya embrio abnormal dan diameter blastokista mencit Swiss Webster

berdasarkan perbandingan persentase yang dilakukan.

1. Pengaruh ektrak rimpang temu putih terhadap tahapan perkembangan

embrio praimplantasi mencit Swiss Webster

Berdasarkan uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan

dalam hal perkembangan embrio yang terhambat dan tidak terhambat serta

terbentuknya embrio abnormal, namun berdasarkan perbandingan persentase

menunjukan adanya perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

setiap tahapan embrio praimplantasi. Pada embrio yang terhambat embrio berada

pada tahap pembelahan dan tahap morula. Pada embrio tahap pembelahan hanya

ditemukan pada perlakuan dosis 700 mg/kgBB/hari, sedangkan embrio tahap

morula ditemukan pada semua kelompok perlakuan dan kontrol namun persentase

paling tinggi terdapat pada dosis 280 mg/kgBB/hari. Embrio tahap pembelahan

dan tahap morula seharusnya tidak ditemukan pada saat umur kebuntingan lebih

dari 66 jam. Embrio seharusnya berada pada tahap pembelahan ketika usia

kebuntingan 21-64 jam, sedangkan tahap morula seharusnya ditemukan pada saat

umur kebuntingan 50-70 jam (Rugh,1986). Adanya embrio pada tahap

pembelahan dan morula menunjukan adanya penghambatan perkembangan.

Penghambatan perkembangan dapat disebabkan oleh pemberian ekstrak rimpang

temu putih.

Pada kontrol ditemukan 13.73% embrio yang perkembangannya terhambat.

Hal ini bisa diakibatkan beberapa hal, kemungkinan pertama lamanya waktu

penetrasi sperma terhadap embrio berbeda-beda (Rugh, 1986). Kemungkinan

lainnya adalah waktu kopulasi pada mencit berbeda-beda, ada yang melakukan

kopulasi pada petang hari, tengah malam atau menjelang pagi. Pada perlakuan

dosis 280 mg/kgBB/hari jumlah embrio yang terhambat sebanyak 24.56%,

(42)

48

22.22%. Pada dosis 700 mg/kgBB/hari, walaupun persentase embrio yang

terhambat lebih kecil dibandingkan dengan dosis 280 mg/kgBB/hari, tetapi pada

dosis 700 mg/kgBB/hari masih ditemukan embrio yang seharusnya berada pada

tahap awal perkembangan embrio, yaitu tahap pembelahan 4 sel dan 8 sel,

sedangkan pada dosis 280 mg/kgBB/hari semua embrio yang terhambat berada

pada tahap morula. Terhambatnya perkembangan embrio kemungkinan karena

rimpang temu putih mengandung curcumin. Menurut Chen & Chan (2012),

pemberian curcumin dengan konsentrasi 40µM secara in vitro pada embrio

praimplantasi dapat menghambat perkembangan embrio mulai tahap zigot hingga

blastokista.

Embrio pada tahap blastokista ditemukan pada semua kelompok perlakuan

dan kontrol. Persentase embrio tahap blastokista paling tinggi pada kontol

(76.47%), sedangkan persentase paling rendah terdapat pada kelompok perlakuan

dosis 700 mg/kgBB/hari (42.59). Menurut Rugh (1968), pada usia kebuntingan

lebih dari 66 jam embrio mencit berada pada tahap blastokista, sedangkan

menurut Dye (1993), tahap blastokista pada mencit terjadi pada umur kebuntingan

74 jam. Pada saat melakukan pembedahan, umur kebuntingan pada mencit ±78

jam sehingga pada kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan ekstrak rimpang

persentase embrio yang berkembang dengan normal lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok perlakuan.

Persentase embrio abnormal meningkat seiring dengan meningkatnya dosis

ekstrak rimpang temu putih yang diberikan. Persentase paling tinggi ditemukan

pada kelompok perlakuan 700 mg/kgBB/hari (35.19%). Tingginya persentase ini

diduga karena semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin tinggi

konsentrasi zat aktif yang terkandung di dalamnya. Pada ektrak rimpang temu

putih terdapat beberapa kandungan zat aktif yang dapat menyebabkan

penghambatan proliferasi, apoptosis dan menyebabkan nekrosis (Hamdi et al.,

2014; Rahman et al., 2013, Chen et al. 2010; Chen & Chan, 2012; Murwati, et al.,

2006).

Menurut

Gambar

Gambar
Tabel 3.1 Hasil pengocokan mencit Swiss Webster dan jenis perlakuan
Gambar 4.1 Embrio praimplantasi mencit ( Mus musculus L.) Swiss Webster  pada induk yang diberi perlakuan ekstrak rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.)
Tabel 4.2 Persentase embrio praimplantasi dan embrio abnormal yang ditemukan    pada kelompok kontrol dan perlakuan  Tahapan embrio
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini adalah bilateral dan progresif, dengan TIO dalam batas normal.Banyak ahli mempunyai dugaan bahwa faktor pembuluh darah lokal mempunyai peranan penting pada

KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Yulek F, Dirik EB, Macula and Retinal Nerve Fiber Layer in Migraine Patients: Analysis By Spectral Domain Optic Coherence Tomography, 2013, available at :. Yanoff M, Duker

KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Unit pengolah adalah unit kerja pada pencipta Arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengolah Arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan Arsip

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara

Penetapan Kepsesmen Paraf Draft Kepsesmen Usulan Kepmen PPN tembusan Usulan Kepmen PPN Koordinasi Penyiapan Keputusan Menteri tembusan. substansi

Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar: Jakarta: CV.