• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNAS ID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNAS ID"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP PERDAGANGAN INDONESIA (ANALISIS PERJANJIAN

BILATERAL INDONESIA-AUSTRALIA)

Oleh:

RIZKAL 14/371850/PHK/8223

Magister Ilmu Hukum – Fakultas Hukum

Universitas Gajah Mada

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perjanjian internasional dapat dikatakan sebagai sumber hukum yang terpenting dalam hukum internasional. Perjanjian internasional menjadi instrument utama pelaksanaan hubungan internasional antar negera, perjanjian internasional juga berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kerja sama internasional, peran perjanjian internasional dewasa ini dapat dikatakan telah menggantikan hukum kebiasaan internasional.1 Suatu kelebihan yang dimiliki

oleh perjanjian internasional dibandingkan dengan hukum kebiasaan adalah karena perjanjian internasioan bersifat tertulis, hal ini memudahkan dalam hal pembuktikan apabila terjadinya sengketa antara para pihak yang melangsungkan atau yang terlibat dalam perjanjian internasional, sedangkan kebiasaan internasioanl bersifat tidak tertulis sehingga terkadang cukup sulit untuk menemukan atau membuktikannya.2

Meskipun pada awalnya, sebelum tahun 1969 perjanjian internasional masih diatur oleh hukum kebiasaan internasional, namun setelah ditetapkannya konferensi internasional di Wina pada tahun 1969 guna untuk membahas dan mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional tersebut dalam sebuah peraturan internasional, maka lahirlah sebuah aturan mengenai perjanjian internasioanl yang dimuat dalam konvensi Wina (Vienna Convention on the Law of Treaties)3 yang ditandatangani pada tanggal 23 Mei tahun 1969. Konvensi

1_____________________Sebagaimana dikutip oleh Sefriani, Dixon mendefinisikan hukum kebiasaan internasional sebagai suatu hukum yang berkembang dari praktik-praktik atau kebiasaan negara-negara. Hukum kebiasaan internasional merupakan sumber hukum tertua dalam hukum internasional, dan pada awal perkembangan hukum internasional, hukum kebiasaan internasional menjadi primadona sumber-seumber hukum internasional. Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 41.

2_____________________Ibid, hlm. 28.

(3)

Wina ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan telah menjadi sebuah sumber hukum internasional positif dalam ranah hukum perjanjian internasional.4

Pada dasarnya perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional.5 Dalam Pasal 2 ayat (1) butir a konvensi Wina 1969 perjanjian

internasional didefinisikan sebagai berikut; Treaty means an international agreement conclude between states in written from and governed international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation. (perjanjian artinya persetujuan internasional yang dibuat antara negara-negara dalam bentuk yang tertulis, dan diatur dalam hukum internasional, baik yang berupa satu instrument tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan tanpa memandang apaun nama yang diberikan padanya).6

Peraturan mengenai perjanjian internasional di Indonesia baru dibentuk pada tahun 2000 yang termuat dalam peraturan perundang-undangan nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional (yang selanjutnya disebut UU perjanjian internasional). Sebelum adanya UU perjanjian internasional tersebut, dalam hal pelaksanaan perjanjian internasional Indonesia merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 11 Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945), Surat Presiden Nomor 2826 Tahun 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-Perjanjian Dengan Negara Lain, serta Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

subyek perjanjian internasional, dalam Konvensi Wina 1969 yang menjadi subyek perjanjian internasional adalah negara dengan negara (antar negara), sedangkan dalam Konvensi Wina 1986 subyek perjanjian internasional yang dapat mengadakan perjanjian internasional adalah negara dengan organisasi internasional maupun antar organisasi internasional.

4_____________________Boer Mauna¸Hukum Internasional (pengertian, peranan dan fungsi dalam era dinamika global), edisi ke 2, PT. Alumni, Bandung, 2005, hlm. 83.

5_____________________Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional yang menyebutkan bahwa sumber-sumber hukum internasional terdiri dari:

a. Perjanjian internasional (internasional Conventions) baik yang bersifat umum maupun khusus.

b. Kebiasaan internasional (internasional custom)

c. Prinsip-prinsip umum hukum (general principles of law) yang diakui oleh negera-negara beradab

d. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teaching the most highly qualified publicist) merupakan sumber tambahan hukum internasional).

(4)

Namun setelah diberlakukannya UU perjanjian internasional maka dalam hal pelaksanaan perjanjian internasional mengikuti ketentuan yang terdapat dalam UU perjanjian internasional.

Dalam UU perjanjian internasional mendefinisikan pengertian perjanjian internasional sebagai perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban dibidang hukum publik.7

Dewasa ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan masyarakat internasional antar negara. Melalui sebuah perjanjian internasional tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, meneyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat internasional antar negara. Pada zaman sekarang ini, seluruh lapisan masyarakat nasional maupun internasional saling ketergantungan satu sama lainnya. Oleh karena itu tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain serta tidak ada satu negara pun juga yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasionalnya.

Pembuatan perjanjian internasional merupakan salah satu perbuatan hukum yang bersifat mengikat dan melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat dalam permbuatannya. Salah satu contoh perjanjian internasional yang dibuat oleh Indonesia adalah perjanjian di bidang perdagaangan internasional antara Indonesia dengan Australia. Perjanjian yang telah diadakan oleh Indonesia dengan Asutralia tidak hanya dalam bidang kerjasama perdagangan, selain itu pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia juga telah banyak melakukan perjanjian internasional di bidang lainnya, baik perjanjian internasional dibidang hubungan negera, diplomatik, perjanjian mengenai keamananan, dan perjanjian-perjanjian lainnya.

Dalam penulisan ini penulis tertarik untuk megakaji mengenai hubungan perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Australia, perjanjian internasional yang diadakan antara Indonesia dengan Australia merupakan perjanjian perdagangan bilateral dalam bidang perdagangan internasional yang

(5)

mencakup beberapa hal di antaranya mengenai impor, ekspor, produksi (barang/jasa) dan mengenai ketenagakerjaan.

Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antar negara. Kegiatan bisnis dapat terjadi melalui hubungan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchice), hak atas kekayaan intelektual, atau kegiatan-kegiatan bisnis lainnya yang terkait dengan perdagangan internasional, seperti perpajakan, asuransi, perbankan, dan lain sebagainya. Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukann suatu instrument hukum dalam bentuk perundang-undangan, baik nasional maupun internasional seperti hukum perdagangan internasional.

Secara umum perdangangan internasional diartikan sebagai salah satu kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, modal tenaga kerja, teknologi (pabrik) dan merek dagang.8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara pemerintah Indonesia untuk menyatakan terikat terhadap peraturan perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO)? 2. Bagaimana pengaruh perjanjian perdagangan antara Indonesia-Australia

terhadap perdagangan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

(6)

1. Untuk mengetahui cara pemerintah indonesia dalam hal menyatakan terikat terhadap peraturan perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO).

2. Untuk mengetahui dampak atau pengaruh apa saja yang timbul terhadap perdagangan Indonesia atas perjanjian perdagangan yang diadakan antara Indonesia dengan Australia.

BAB II PEMBAHASAN A. Terikatnya Indonesia Dalam WTO

(7)

perjanjian tersebut dibuat sesuai dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, Indonesia telah menjadi pihak pada perjanjian-perjanjian multilateral dalam rangka partisipasinya untuk menunjang dan mengokohkan keserasian dalam kehidupan dan hubungan antar bangsa.

Kegiatan dan partisipasi Indonesia tersebut dirumuskan dalam berbagai instrument hukum, mulai dari yang paling resmi sampai pada yang paling sederhana. Dalam praktek pembuatan perjanjian (treaty- making practice) maka dibedakan antara perjanjian-perjanjian yang sangat penting yang biasanya disebut traktat atau konvensi, sedangkan untuk perjanjian yang biasa atau yang mengatur pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian umum disebut persetujuan (agreement). Nama yang digunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional akan ditentukan oleh materi yang diatur dalam perjanjian-perjanjian internasional itu sendiri.9

Dalam Konvensi Winan 1969 mengatur mengenai pembuatan perjanjian internasional baik perjanjian bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui beberapa tahap di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Perundingan (negotiation)

Persoalan siapakah yang dapat mewakili suatu negara dalam suatu perundingan internasional merupakan persoalan intern suatu negara yang bersangkutan, dan untuk menghindari agar tidak terjadinya suatu tindakan dari orang yang tidak berwenang untuk mewakili suatu negara dalam sebuah konferensi internasional, maka dibutuhkan adanya surat kuasa penuh (full powers)10yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mewakili

9_____________________ Boer Mauna, Op, cit, hlm. 162.

(8)

suatu negara dalam hal perundingan untuk mengadakan suatu perjajian internasional. Berdasarkan ketentuan ini, seseorang yang dianggap mempunyai wewenang untuk mewakili suatu perjanjian internasional serta berwenang untuk mensahkan dan mengikat negara atas suatu naskah perjanjian internasional adalah seseorang yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers) dan/atau surat kepercayaan (credentials)11, kecuali dari semua peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh (full powers) tidak diperlukan. Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh (full powers) tidak berlaku bagi kepala negara (Presiden), Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri dan Kepala perwakilan diplomatik, yang karena jabatannya dianggap berwenang untuk mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk mengikat negaranya pada perjanjian internasional yang diadakan.12

Indonesia dalam prakteknya memisahkan antara full powers dan

credentials, untuk menghadiri suatu konferensi. Delegasi RI selalu dilengkapi dengan credentials yang ditujukan kepada ketua konferensi yang berisikan nama-nama dari anggota delegasi dan yang biasanya ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri. Credentials hanya memberikan wewenang kepala delegasi untuk menghadiri konferensi dan bukan untuk menandatangani seuatu perjanjian. Full powers yang juga ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri baru dikeluarkan bila suatu perjanjian akan ditandatangani. Pemisahan kedua dokumen ini kiranya dianggap wajar

diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional. Lihat Pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

11_____________________Bahwasanya full powers bukan merupakan satu-satunya dokumen yang dimiliki oleh suatu delegasi ke suatu konferensi bilateral maupun multilateral. Suatu delegasi yang menghadiri suatu konferensi internasional dalam kerangka suatu organisasi internasional biasanya dilengkapi dengan credentials atau surat kepercayaan. Menurut Pasal 27 Rules of Procedure of the General Assembly, surat-surat kepercayaan delegasi suatu negara ke Sidang Majelis Umum PBB harus diserahkanke Sekretaris Jenderal seminggu sebelum siding dimulai. Oleh karena itu, yang diperlukan oleh PBB dan Badan-badan subside lainnya adalah surat-surat kepercayaan (credentials) dan bukan surat kuasa (full powers). Lihat Boer Mauna, Op. cit, hlm. 101.

(9)

untuk membedakan tahap pembuatan dan persetujuan terhadap suatu perjanjian.

Bagi indonesia suatu persetujuan yang dibuat bersamadalam suatu perundingan tidak berarti harus langsung ditandatangani di akhir konferensi tetapi ditandatangai kemudian agar sebelumnya dapat dipelajari oleh instansi-instansi yang bersangkutan dan full powers baru dikeluarkan untuk utusan yang akan menandatangani perjanjian tersebut.13

Perundingan dalam pembuatan perjanjian internasional bilateral dilakukan dengan berembung saling berbiacara “pour-parlers”. Sedangkan dalam pembuatan perjanjian internasional multilateral perundingan dilakukan dalam konferensi diplomatik yaitu perundingan yang resmi. Di samping perundingan resmi tersebut, dapat pula dilakukan perundingan tidak resmi di luar konferensi, serta perundingan tersebut diharapkan ditutup dengan penetapan keputusan yang diperjanjikan. Penetapan keputusan itu diharapkan ditutup dengan penetapan keputusan yang diperjanjikan. Dalam perjanjian internasional bilateral penetapan keputusan dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak yang berjanji. Sementara dalam perjanjian multilateral penetapan keputusan dilakukan berdasarkan persetujuan dua pertiga (2/3) suara dari negara yang hadir dan member suara atau berdasarkan cara lain yang ditetapkan oleh suara mayoritas tersebut.14

b. Penandatanganan (signature)

Penandatanganan merupakan tindakan terakhir yang dilakukan oleh seorang wakil yang diberikan kuasa penuh (full powers) dari suatu negara dalam perundingan dengan mana dinyatakan persetujuan negaranya atas kesimpulan dari suatu perjanjian yang dibentuk. Menurut O’Connel

13_____________________Boer Mauna, Op. cit, hlm. 102.

(10)

sebagaiman telah dikutip oleh Budiono Kusuhohamidjojo, meyebutkan bahwa penandatanganan merupakan suatu persetujuan resmi terhadap isi dari suatu perjanjian.15

Dalam pasal 7 ayat 2a Konvensi Wina 196916 menyatakan bahwa yang

berhak menandatangani suatu perjanjian sebagai wakil negara adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan Menteri Luar Negeri, yang semuanya memiliki hak penuh yang berhubungan dengan penyimpulan suatu perjanjian.

Keputusan hasil perundingan pada umumnya ditandatangani oleh kepala perutusan negara yang beruding. Penandatanganan itu pada umumnya dilakukan ditempat dan waktu yang sama dalam kehadiran pihak lawan yang berjanji. Penandanganan tersebut dimaksudkan sebagai otentikasi naskah keputusan hasil perundingan. Di samping itu, untuk perjanjian internasional yang tidak memerlukan ratifikasi dan bila tidak ditentukan lain dalam perjanjian internasional tersebut, penandatanganan keputusan hasil perundingan berakibat mengikatnya perjanjian internasional tersebut bagi negara yang menandatanginya. Untuk perjanjian internasional yang memerlukan ratifikasi penandatanganan tersebut tidak berakibat terikatnya negara penandatanganan.17

Persetujuan suatu negara untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional (consent to be bound by a treaty), dapat diberikan dengan berbagai macam cara dan tergantung persetujuan antara negara-negara peserta pada waktu perjanjian diadakan. Persetujuan untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dapat dilakukan dengan

15_____________________Budiono Kusumohamidjojo, Suatu Studi Terhadap Aspek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969 tetang Hukum Perjanjian Internasional, Binacipta, Bandung, 1986, hlm. 5.

16_____________________Bunyi Pasal 7 ayat 2a Konvensi Wina 1969 adalah; In virtue of their functions and without having to produce full powers, the following are considered as representing their State:

(a) Heads of State, Heads of Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all acts relating to the conclusion of a treaty.

(11)

penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta (accession) atau menerima suatu perjanjian (acceptance).

Suatu negara dapat melakukan penandatangan tanpa harus melakukan ratifikasi apabila hal tersebut memang menjadi maksud para peserta, maksud demikian dapat tercantum dalam perjanjian itu sendiri atau para peserta dengan cara lain telah bersepakat bahwa perjanjian itu akan berlaku setalah ditandatangani tanpa harus menunggu ratifikasi. Suatu perjanjian juga akan segera berlaku setelah ditandatangani tanpa ratifikasi, yang dinyatakan dengan cara menetapkan bahwa perjanjian tersebut akan berlaku sejak waktu ditandatangani, pada waktu diumumkan atau mulai tanggal yang ditentukan pada perjanjian tersebut.18 Ada saatnya suatu

negara mengikatkan dirinya terhadap perjanjian internasional dengan syarat bahwa persetujuan tersebut harus disahkan atau dikuatkan oleh badan yang berwenang di negaranya19.

c. Pengesahan (ratification)

Kesepakatan untuk mengikatkan diri (consent to be baound) pada perjanjian merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh negara-negara setelah menyelesaikan suatu perundungan untuk membentuk suatu perjanjian internasional. Tindakan mengikatkan diri inilah yang melahirkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara-negara perunding setelah menerima baik suatu naskah perjanjian, di antaranya adalah kewajiban untuk tidak melaksanakan sesuatu yang bertentangan dengan esensi atau maksud dan tujuan perjanjian yang dimaksud.

Adapun mengikatknya suatu perjanjian internasional tergantung pada tahap pembentukan perjanjian tersebut. Untuk perjanjian yang tidak

18_____________________Mochtar Kusumaatmadja, Op, cit, hlm. 91.

19_____________________Parktik di Indonesia, badan negara yang berwenang untuk dimintai persetujuan dalam beberapa hal terkait perjanjian internasional adalam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD-NRI) yaitu:

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengahruskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(12)

memerlukan ratifikasi maka penandatangan akan menimbulkan akibat hukum yaitu terikatnya negara penandatanganan pada perjanjian tersebut. Namun, bila perjanjian mensyaratkan ratifikasi maka negara akan terikat secara hukum hanya setelah ia meratifikasi. Penandatnagan tidak menimbulkan konsekuensi hukum, penandatanganan hanya berarti bahwa negera tersebut menyetujui naskah atau teks perjanjian, serta negara yang sudah menandatangai hanya terikat secara moral saja.20

Ratifikasi merupakan perbuatan negara yang dalam taraf internasional menetapkan persetujuannya untuk terikat pada suatu perjanjian internasional yang sudah ditandatangani perutusannya. Pelaksanaan ratifikasi itu tergantung pada hukum nasional negara yang bersangkutan. Dasar pembenaran adanya ratifikasi adalah bahwa negara berhak untuk meninjau kembali hasil perundingan perutusannya sebelum menerima kewajiabn yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang bersangkutan dan bahwa negera tersebut mungkin memerlukan penyesuaian hukum nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan.21

Dalam pasal 2 huruf c Konvensi Wina 196922, mendefinisikan ratifikasi

sebagai tindakan internasional dari suatu negara dengan mana dinyatakan kesepakatan untuk mengikatkan diri pada perjanjian.

Pasal 11 Konvensi Wina 1969 menyebutkan bahwa; “The consent of a State to be bound by a treaty may be expressed by signature, exchange of instruments constituting a treaty, ratification, acceptance, approval or accession, or by any other means if so agreed”. (persetujuan dari negara untuk terikat oleh perjanjian dapat dinyatakan oleh tanda tangan, pertukaran instrument perjanjian, ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi, atau dengan cara lain jika demikian disepakati).

Aturan mengenai terikatnya suatu negara terhadap perjanjian internasioal sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Konvensi Wina 1969, hal ini sama

20_____________________Sefriani, Op. cit, hlm. 33.

21_____________________F. Sugeng Istanto¸Op. cit, hlm. 94.

(13)

seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasioal di Indonesia, sebagimana yang termaktub dalam Pasal 3 undang-undang tentang perjanjian internasional:

Praktik pembuatan perjanjian internasional di Indonesia bukanlah sebuah hal yang baru, begitu banyak perjanjian internasional yang telah ditandatangani serta telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, baik perjanjian yang bilateral maupun multilateral, serta pemerintah Indonesia juga telah banyak melakukan perjanjian internasional dalam segala bidang atau sektor, salah satu perjanjian internasional yang telah dilakukan oleh Indonesia yaitu dalam sektor perdagangan internasional.

Mengenai perjanjian pedagangan berskala internasional telah diatur oleh peraturan internasional yaitu dalam regulasi World Trade Organization (WTO)

atau Organisasi Perdagangan Dunia. WTO merupakan pelanjut dari Internasional Trade Organization (ITO) atau Organisasi Perdagangan Internasional, di mana dahulunya ITO disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam konferensi Dagang dan Karyawan yang dilaksanakan di Havana pada Maret 1948, namun kemudian ditutup oleh Senat AS yang melahirkan WTO.

WTO didirikan pada tanggal 1 Januari 1995 yang dibentuk untuk menggatikan

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)24atau Perjanjian Umum tentang

23_____________________Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.

(14)

Tarif-tarif dan Perdagangan. Dengan terbentuknya WTO mulai 1 Januari 1995, maka polemik mengenai apakah GATT sebagai organisasi internasional atau bukan, telah berkahir. GATT 1947 kini diintegrasikan ke dalam salah satu perjanjian yang merupakan ANNEX perjanjian WTO, yakni Multilateral Agreement on Trade In Goods.

Dengan disetujuinya hasil perundingan Uruguay Round dan dibentuknya WTO sebagai lembaga penerus GATT, struktur dan sistem pengambilan keputusan yang berlaku dalam GATT juga turut disesuaikan dengan ketentuan dalam perjanjian batu tersebut. WTO merupakan suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen. Sebagai suatu organisasi yang permanen, peranan WTO akan lebih kuat daripada GATT, hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan.25

WTO memiliki status sebagai sebuah organ khusus PBB seperti halnya dengan IMF (International Monetary Fund) dan IRDB (Interntional Bank For Reconstructuries and Development). WTO memiliki fungsi mendukung pelaksanaan adminitrasi dan menyelenggarakan persetujuan yang telah dicapai untuk mewujudkan sasaran yang diharapkan. Persetujuan-persetujuan tersebut merupakan forum perundingan bagi negara anggota mengenai persetujuan-persetujuan yang telah dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam pertemuan singkat menteri, mengadminitrasi pelaksaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan, mengadminitrasikan mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan.

WTO didirikan dengan anggotanya dengan maksud dan tujuan bersama sebagaimana dicantumkan dalam mukadimahnya sebagai berikut: “Bahwa hubungan-hubungan perdagangan dan kegiatan ekonomi negara-negara anggota harus dilaksanakan dengan maksud untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja sepenuhnya, peningkata penghasilan negara, memperluas produksi dan perdagangan barang dan jasa, dengan penggunaan optimal sumber-sumber daya manusia sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Juga mengusahakan perlindungan lingkungan hidup dan meningkatkan cara-cara

Intelektual), CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2000, hlm. 104.

(15)

pelaksanaanya dengan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara yang berada pada tingkat pembangunan ekonomi yang berbeda. Dalam mengejar tujuan-tujuan ini diakui adanya suatu kebutuhan akan langkah-langkah positif untuk menjaga agar negara berkembang, teristimewa yang paling terbelakang, mendapat bagian dari pertumbuhan perdagangan internasional sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonominya”.26

Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam pertemuan Double WTO, tidak terlepas dari rangkaian kebijaksanaan di sektor perdagangan. Berbagai persetujuan hasil putaran Uruguay yang disepakati di Marrakech (Marocco) yang berakhir pada tahun 1994, merupakan kesepakatan untuk memperbaiki situasi hubungan perdagangan internasional melalui upaya mempertahankan akses pasar barang dan jasa, menyempurnakan berbagai peraturan perdagangan, memperluasa cakupan dari ketentuan dan disiplin GATT, dan memperbaiki kelembagaan atau institusi perdagangan multilateral antara bangsa-bangsa. Dengan demikian, indonesia telah terikat untuk mematuhi segala kaidah-kaidah yang disepakati dalam persetujuan perdagangan internasional, termasuk melakukan perubahan baik terhadap instrument hukum mamupun kebijaksanaan pembangunan di bidang perdagangan.

Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota organisasi perdagangan internasional, indonesia telah terikat dalam untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang disepakati dalam perundingan GATT-WTO. Ketentuan-ketentuan tersebut sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sector perdagangan termasuk pada kegiatan industry kecil. Pengaruh tersebut tidak dapat dihindari terutama dalam pembangunan ekonomi nasional, karena Indonesia telah menganut sistem perdagangan bebas semenjak ditandatanganinya persetujuan Perunduingan Uruguay (Uruguay Round) pada tanggal 15 April 1994.27

Masuknya indonesia sebagai anggota perdagangan dunia yaitu melalui diratifikasikannya perjanjian perdagangan dunia dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade

26_____________________Lihat mukaddimah dari Agreement Establishing The World Trade Organization Tahun 1994.

(16)

Organization/WTO (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik yang bersifat eksternal maupun internal. Konsekuensi ekstrernal bagi Indonesia yaitu Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO. Sementara untuk konsekuensi internal, Indonesia harus merelakan harmonisasi perturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO.

Sebagai tindak lanjut dari dukungan tersbut, pemerintah Indonesia telah menentukan arah kenijaksanaan di bidang hukum yang mendukung kegiatan ekonomi sebagaimana dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 dalam Tap MPR No.IV/ MPR/ 1999. Hal ini telah dinyatakan dalam butir 7, bahwa Indonesia harus mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam mengahdapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.

Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagagan internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional (AFTA, APEC, dan CAFTA) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama sector usaha industry kecil dan menengah baik secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu, kebijaksanaan pembangunan di bidang ekonomi yang didukung oleh kemajuan di bidang hukum diharapkan dapat terciptanya kerangka landasan guna menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan.28

B. Pengaruh Sektor Perdagangan Indonesia Terkait Perjanjian Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Australia

Pada prinsipnya terdapat sejumlah prinsip yang dapat digunakan dalam perjanjian-perjanjian internasional dalam bidang perdagangan internasional untuk mencapai tujuan tertentu, tujuh di antaranya memiliki arti yang sangat penting yaitu sebagai berikut:

(17)

1. Prinsip minimum standard, prinsip ini banyak dipakai dalam berbagai perjanjian dengan maksud untuk memberikan jaminan keamaan bagi para pedagang asing baik bagi jiwanya sendiri maupun bagi harta kekayaannya. Dalam perkembangan prinsip ini telah menjadi bagian dari hukum kebiasaan internasional sehingga berlaku bagi segenap orang asing. Prinsip ini memberikan sumbangan yang besar terhadap pengaturan perbuatan melanggar hukum yang bersifat internasional. Misalnya negara dapat dituntut karena tidak memberikan perlindungan terhadap keselamatan diri pribadi dan harta orang asing, tidak memberinya akses ke pengadilan atau mengenakan pajak yang berlebihan.

2. Standard of identical treatment, prinsip ini adalah prinsip yang sering digunakan oleh para raja (pemimpin) pada zaman dahulu dalam hal saling memberikan jaminan bahwa mereka akan memberikan perlakuan serupa kepada semua pedagang-pedagangnya. Perlakuan demikian dapat diterapkan secara sempit atau luas dalam hubungan ekonomi di antara negara. Misalnya, dalam suatu perjanjian pedagangan dua pemimpin kerajaan sama-sama memberikan jaminan bahwa para pedagang mereka yang berniaga di wilayah kerajaan lain akan dibebaskan dari kewajiban militer atau mungkin pula masing-masing negara menjamin kebebasan berniaga dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi.

3. Standard of national treatment, standar ini memberikan persamaan perlakuan di dalam satu negara, sehingga perlakuan terhadap orang asing adalah sama seperti perlakuan terhadap warga negara sendiri. Misalnya, pajak penjualan yang sama akan dikenakan bagi produk serupa yang dijual orang asing dan yang diperdagangkan warga negara sendiri.

(18)

ekonomi negara peserta. Ini menjadi sebab utama mengapa prinsip ini dapat berkelanjutan sepanjang sejarahnya dan sangat banyak digunakan. Prinsip ini juga memberikan kesamaan landasan bagi negara maju dan negara berkembang, negara industry maupun negara agraris, dan dalam batas-batas tertentu antara sistem ekonomi bebas dan ekonomi terpimpin. Misalnya, jika dalam perjanjian dagang multilateral, negara A menggunakan tarif 5% atas produk impor dari negara B, maka tingkat tariff tersebut harus diberikan juga kepada produk-produk serupa yang berasal dari negara ketiga yang menjadi peserta dalam perjanjian lainnya. 5. Standard on the open door, prinsip ini mirip dengan prinsip most favoured

nation treatment namun sebagai negara pembanding bukan hanya negara ketiga, akan tetapi setiap negara peserta yang mendapatkan keuntungan dari padanya.

Menurut Schwanzerberger prinsip merupakan produk zaman kolonialisme untuk menghindari keadaan di mana negara-negara besar yang saling bersaing menetapkan aturan-aturan yang mengecualikan pihak lain diwilayah-wilayah jajahannya (nominally sovereign state) yang juga merupakan peserta perjanjian.

6. Standard of preferential treatment, prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip yang bermaksud memberikan hak sama bagi semua pihak. Dalam sistem hubugan internasional yang luas, kedua sistem ini tidak dapat diberlakukan secara simultan tetapi dapat diharmonisasikan. Misalnya, di antara negara-negara dalam kawasan tertentu (seperi ASEAN) diberlakukan tariff yang lebih rendah atas produk masing-masing negara yang diimpor ke negara lain di kawasan tersebut, jika dibandingkann dengan tarif atas produk impor dari negara di luar kawasan.

(19)

jika negara mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran, atau pasar dalam negerinya terganggu akibat membanjirnya suatu produk tertentu dari negara lain, maka negara tersebut dapat membatasi impor barang yang dianggap dapat menimbulkan kerugian tersebut. Pembatasan atas produk tertentu tersebut berlaku bagi impor dari setiap negara peserta perjanjian.29

Perjanjian internasional merupakan kesepakatan dari dua entesitas hukum yang bebas untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri, artinya tidak adanya pemaksaan kehendak kepada setiap negara untuk mengikat diri terhadap perjanjian internasional atau tidak.

Pada dasarnya perjanjian yang banyak ditandatagani adalah perjanjian persahabatan (friendship) antar negara, perjanjian perdagangan (Commerce), dan perjanjian navigasi (navigation) atau FCN30). Perjanjian perjanjian bilateral

semacam ini dibentuk sebagai kerangka yang menjadi landasan perkembangan hubungan-hubungan ekonomi yang menguntungkan bagi kedua negara yang terlibat dalam suatu perjanjian tersebut.

Terdapat tiga pendorong utama yang menjadi alasan bagi suatu negara untuk melakukan perdagangan internasional dan selanjutnya membentuk kerjasama perdagangan bebas, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Adanya keuntungan dari pertukaran antar negara yang menjadi pihak dalam perjanjian perdagangan internasional baik yang terlibat dalam hal produksi maupun dalam hal konsumsi.

2. Fokus untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keunggulan negara komparatif dan kompetitif suatu negara.

29_____________________Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO (Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum), PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 54-56. 30_____________________Perjanjian FCN merupakan suatu kesepakatan komprehensif antara

(20)

3. Espektasi adanya transfer tekonologi dengan masuknya produk dari negara yang berteknologi modern atau lebih maju dari salah satu negara yang terlibat dalam perjanjian perdagangan internasional tersebut.31

Pada saat sekarang ini, Indonesia telah memasuki dan melakukan negosiasi dengan berbagai negara guna membahas mengenai perdagangan bebas secara bilateral. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk memberikan dampak positif atau perkembangan dalam sektor perdagangan di Indonesia. Terdapat beberapa perjanjian perdagangan bebas bilateral berskala internasional yang telah dilakukan oleh Indonesia, yaitu; perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan Australia, selain perjanjian perdagangan dengan Australia, Indonesia juga telah banyak melakukan kerjasama dalam hal perdagangan dengan negara lain secara bilateral, sebut saja kerjasama Indonesia dengan Cina serta Indonesia dengan India. Perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia dengan Australia serta perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Cina dan India, mencakup beberapa hal di antaranya yaitu dalam hal import, eksport, produksi (barang/jasa), dan dalam hal ketenagakerjaan.

Perjanjian kerjasama perdagangan bilateral yang dilakukan Indonesia dengan Australia telah berlangsung sangat lama, namun pada saat ini dapat dikatakan bahwa kerjasama perdanganan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia (di bawah kepemimpian Presiden Joko Widodo) dengan pemerintah Australia merupakan kelanjutan dari perjanjian kerjasama perdagangan yang telah dibuat pada masa kepemimpinan Presiden sebelumnya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Presiden RI dua periode (dari tahun 2004-2009 dan 2009-2013).

Hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Australia dalam bidang perdagangan dapat bertahan sampai sekarang ini, karena kedua negara tersebut saling membutuhkan satu sama lain dalam hal kerjasama perdagangan guna untuk meningkatkan ekonomi negara masing-masing. Australia merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dan menempati urutan ke Sembilan sebagai negara

(21)

utama tujuan ekspor, sedangkan Indonesia menenpati posisi ke tiga sebagai negara tujuan ekspor Australia setelah Thailand dan Singapura. Sementara di bidang impor Indonesia merupakan negara asal impor ke empat setelah Thailand, Singapura, dan Malaysia, indonesia menempati urutan ke sebelas sebagai tujuan utama ekspor produk-produk dari Australia dengan produk unggulan seperti mineral, dan bahan bakar, daging dan susu.32

Pada tahun 2015 ini, hubungan diplomatik antara kedua negara Indonesia dengan Australia sempat memanas, hal ini didasari oleh tindakan pemerintah Indonesia yang menghukum mati nara pidana kasus Narkotika yang merupakan warga Negara Australia.33 Meskipun hubungan diplomatik kedua negara tersebut

telah berakhir (putus), namun hal tersebut tidak berdampak (berpengaruh) terhadap perjanjian perdagangan atau hubungan bisnis antara Indonesia dengan Australia. Salah satu kerjasama ekonomi yang masih berlangsung antara Indonesia dengan Australia sampai saat ini adalah dalam hal impor sapi, di mana Australia masih merupakan pemasok sapi terbesar ke negera Indonesia.34

Tidak berpengaruhnya hubungan kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan Australia, meskipun kedua negara telah memutuskan hubungan diplomatiknya. Hal ini didasari oleh asas-asas yang lahir dari pelaksanaan perjanjian internasional, yaitu adanya asas pacta sun servanda35 dan asas itikad

32_____________________Diakses pada tanggal 27 November 2015 Pukul 13:45 WIB melalui: http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/169-maret-2012/1367-perdagangan-indonesia-australia.htm l

33_____________________Diakses pada tanggal 5 Desember 2015 pukul 10:45 WIB melalui:

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-04-30/hubungan-dagang-australia-indonesia-belum-terdampak-isu-eksekusi-mati/1442186

34_____________________Diakses pada tanggal 5 Desember 2015 pukul 10:37 WIB melalui:

http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/11/20/090530994/kerja-sama-ekonomi-ri-australia-tetap-jalan-terus

(22)

baik36, di mana kedua asas tersebut bersifat mengikat dan harus dilaksanakan

sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian internasional tersebut.

Dalam hal ini, meskipun hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Asutralia telah berkahir, bukan berarti kedua negera tersebut dapat memutuskan hubungan atau perjanjian kerjasama dalam sektor lainnya, termasuk juga dalam sektor perdagangan. Karena pada prinsipnya setiap kesepakatan yang telah disepakati oleh Indonesia dengan Australia dalam perjanjian kerjasama perdagangan harus dilaksanakan sampai dengan berkahirnya masa perjanjian kerjasama seperti yang telah disepakati, hal ini berdasarkan ketentuan asas pacta sunt servanda, di mana setiap perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak bersifat mengikat atas para pihak ibarat undang-undang. Maka oleh karena itu kedua kedua negara (Indonesia dan Australia) tidak dapat memutuskan semua perjanjian kerjasama yang telah disepakari secara semena-mena, karena dalam hal menjalankan sebuah perjanjian kedua para pihak dalam perjanjian harus menjalankan isi kesepakatan tersebut secara itikad baik, dalam artian para pihak dalam perjanjian harus menjalankan apa yang telah diperjanjikan dan tidak mangkir dari kewajibannya.

Setiap perjanjian perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia akan memberikan dampak positif dan juga dampak negatif terhadap sektor perdagangan dan perekonomian negara Indonesia sendiri, begitu juga dalam hal perjanjian perdagangan internasional antara Indonesia dengan Australia juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap masing-masing negara. Salah satu dampak yang paling utama dalam perjanjian perdagangan internasional antara dua negara, Indonesia dengan Australia adalah terciptanya hubungan persahabatan yang lebih erat antara kedua negara serta dapat terjalinnya kerjasama antar negara dalam berbagai bidang.

Di samping terciptanya hubungan persahabatan antar negara, dampak yang ditimbulkan dari perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Australia adalah

(23)

dalam hal mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia melalui kegiatan ekspor impr yang dilakukan oleh Australia kepada Indonesia dan juga sebaliknya dari Indonesia ke Australia, di mana tarif impor ekspor tersebut akan masuk dalam pendapatan negara serta dapat meningkatkan devisi negara. Selama ini Indonesia merupakan negara yang paling setia dalam hal penerimaan barang impor dari Australia, terdapat beberapa barang impor dari Australia yang menyerbu pasar dagang Indonesia di antaranya adalah sapi, garam, gandum, buah-sayur dan susu. Indonesia juga telah banyak melakukan ekspor barang ke Australia di antaranya adalah bauksit, buah manggis, antena televisi, emas dan kayu.37

Selain kegiatan impor ekspor, hal lain yang berpengaruh terhadap sektor perdagangan di Indonesia adalah dalam terdorongnya kegiatan ekonomi dalam negeri, dalam artian di mana para pelaku usaha akan banyak atau meningkatkan produksi barang-barangnya dengan kualitas bagus baik untuk di ekspor dan juga untuk bersaing dengan produk impor yang masuk dalam pasar dagang Indonesia, maka oleh karena itu, dalam meningkatkan produksi dalam suatu usaha akan terbuka pula kesempatan kerja serta secara tidak langsung telah mengurangi kouta pengangguran yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukan agar produk asli Indonesia yang tidak di ekspor tidak kalah saing dan tetap menjadi primadona di negara sendiri.

Tidak semua perjanjian perdagangan internasional membawa pengaruh atau dampak baik terhadap negara yang terlibat dalam perjanjian internasional tersebut, dalam perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Australia juga terdapat dampak negatif yang timbul dari perdagangan Internasional yaitu dalam hal manufaktur dan industri. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya dalam hal teknologi Indonesia masih kalah saing dengan negara-negera maju termasuk Australia, maka oleh karena itu dengan minimnya manufaktur dan industri di Indonesia sangat berpengaruh tidak baik dalam hal pasar dagang di Indonesia sendiri. Hal ini dapat berdampak pada produksi industri lokal di Indonesia, di mana dengan maraknya produk impor yang masuk di pasar dagang Indonesia membuat produk dalam

37_____________________Diakses pada tanggal 8 Desember 2015 pukul 15:20 melalui:

(24)

negeri terancam, dalam artian apabila masyarakat telah banyak menyukai produk impor dan juga akan ketergantungan terhadap produk tersebut, akan membuat berkurangnya produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri. Dengan berkurangnya nilai produksi dalam negeri akan berdampak pula pada masalah lapangan kerja (ketenagakerjaan) yaitu akan bertambahnya pengangguran di Indonesia.

(25)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dari paparan yang telah penulis uraikan di atas, maka kesimpulan yang dapat penulis tarik untuk menjawab dua rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Indonesia merupakan salah satu negara yang terikat dalam organisasi perdagangan internasional (World Trade Organization), terikatnya Indonesia dalam WTO yaitu melalui diratifikasikannya perjanjian perdagangan dunia oleh pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization/ WTO (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

2. Adanya pengaruh atau dampak positif dan negatif terhadap sektor perdagangan Indonesia dari perjanjian perdagangan internasional antara Indonesia dengan Australia, di antara pengaruh positifnya yaitu hubungan persahabatan antar negara menajdi lebih baik, mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui impor ekspor, terdorongnya kegiatan ekonomi dalam negeri yang berdampak pada terbukanya lapangan kerja sehingga menurunnya jumlah pengangguran.

Referensi

Dokumen terkait

ASEAN dalam hal ini sebagai organisasi tempat para pihak bernaung secara internasional memiliki perangkat yuridis berupa traktat internasional yaitu The 1997 ASEAN

Untuk mengetahui pengaruh model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi sifat-sifat

Dengan demikian keberhasilan dan kelancaran ibu dalam menyusui memerlukan kondisi kesetaraaan antara laki-laki dan perempuan, laki-laki dalam hal ini suami memiliki peran

Artikel ini menggunakan Jaringan syaraf bobot tiga (JSBT) dengan sudut pandang pendekatan Pengenalan Pola Biomimetik (PPB) dan ekstrasi ciri Zernike aspect moment invariants

Frekuensi Kunjungan Posyandu dan Riwayat Kenaikan Berat Badan sebagai Faktor Risiko kejadian Stunting pada anak Usia 3 - 5 tahun Media Gizi Indonesia 2015;10

13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian

1. Yakni mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan dalam kegiatan belajar

Kegiatan pengabdian masyarakat berupa pelatihan daring dengan tema Mendesain Aktivitas Pembelajaran Daring yang Menarik” telah memberikan kontribusi yang cukup