BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan sumber daya manusia,
melalui pendidikan ini diharapkan dapat menciptakan generasi-generasi bangsa
yang berkualitas untuk mencerdaskan bangsa. Peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia terus ditingkatkatkan yang disesuaikan dengan adanya perkembangan
zaman. Maka dari itu. guru dituntut untuk menerapkan model pembelajaran yang
menarik dan dapat mengembangkankan minat dan kemampuan peserta didiknya.
Dalam pembelajaran tematik yang mengacu pada Kurikulum 2013 siswa kelas IV
sekolah dasar pada semester dua wajib menempuh pembelajaran pada tema “Makananku Sehat dan Bergizi”. Tujuan pembelajaran dari tema tersebut adalah untuk membekali pengetahuan siswa tentang pentingnya mengkonsumsi makanan
yang sehat dan bergizi bagi tubuh manusia. Dalam tema tersebut materi ajarnya
meliputi sumber daya alam, grafik atau diagram dan kandungan gizi dan kalori
yang terdapat pada makanan atau minuman. Dengan materi ajar yang sedemikian
rupa, siswa diharapkan dapat meraih hasil belajar yang memuaskan. Adapun nilai
yang harus dicapai siswa sesuai KKM adalah 70.
Pada dasarnya hal yang dapat menunjang keterampilan siswa dan tujuan
pembelajaran yakni dengan siswa aktif fisik maupun mental ketika pembelajaran
di kelas. Aktif fisik yakni kondisi umum jasmani yang menandai tingkat
kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat
dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan aktif
mental yaitu kesiapan untuk mengikuti pembelajaran, kecenderungan untuk
beraksi atau merespon pada saat proses pembelajaran, dan keingintahuan yang
tinggi terhadap pengetahuan baru. Menurut teori perkembangan berpikir Bruner,
belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan. Proses belajar dianggap
lebih penting dibanding sekedar hasil belajar. Salah satu indikator penting dalam
Menurut Hamzah (2012, hlm. 77), salah satu kegiatan yang harus dilakukan
guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif di antaranya memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar secara aktif dan mengaplikasikan
pembelajaran mereka dengan metode/model yang beragam. Untuk membuat
peserta didik aktif dalam pembelajaran diperlukan suatu metode dan strategi yang
tepat dalam penyampaian materi.
Hasil studi pendahuluan mengidentifikasi adanya permasalahan yang mucul
pada siswa kelas IV di salah satu SD LGN 1 di Kecamatan Sukajadi dari jumlah
siswa 24 orang masih terlihat siswa yang kurang aktif dan tidak percaya diri
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini siswa kurang aktif ketika guru
mengadakan diskusi tanya jawab, terlihat siswa tidak merespon, tidak
mengemukakan pendapat dan tidak memperhatikan penjelasan guru ketika proses
pembelajaran berlangsung. Berdasarkan temuan diatas ditemukan masalah yaitu
guru menggunakan metode yang kurang tepat, kurangnya keaktifan siswa pada
saat proses pembelajaran, dan kurangnya hasil belajar. Berdasarkan daftar nilai
siswa pada pembelajaran sebelumnya sekitar 40% berada dibawah KKM.
Jika di refleksi, beberapa masalah di atas ada keterkaitan antara siswa
kurang aktif di kelas karena guru tidak menggunakan media yang pada akhirnya
keadaan ini berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang dari KKM. Apabila
dilihat dari sebab utamanya, ini bersumber dari metode atau media
pembelajarannya. Apabila hal ini tidak segera diperbaiki guru, dampak
negatifnya akan membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan siswa sulit
mencapai nilai KKM. Sebaiknya metode pembelajarannya diganti dengan model
yang memungkinkan siswa aktif belajar dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan kajian literatur, ditemukan beberapa model pembelajaran yang
memungkinkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil balajar siswa, diantaranya
adalah Contextual Teaching and Learning (CTL), Cooperative Learning, dan
Demonstrasi. Pertama, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
model pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya
belajar yang diorientasikan pada pengalaman dan kemampuan aplikatif yang lebih
bersikap praktis, tidak diartikan pemberian pengalaman teoritik konseptual tidak
penting. Sebab dikuasainya pengetahuan teoritik secara baik oleh siswa akan
memfasilitasi terhadap kemampuan aplikatif lebih baik pula. Dengan demikian
halnya bagi guru, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran melalui CTL
yang baik didasarkan pada penguasaan konsep apa, mengapa dan bagaimana CTL
itu. Melalui pemahaman konsep yang benar dan mendalam terhadap CTL itu
sendiri, akan membekali kemampuan guru untuk menerapkannya secara lebih
luas, tegas dan penuh keyakinan karena memang telah didasari oleh kemampuan
konsep teori yang kuat.
Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu:
1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang
berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya
sendiri
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
pada siswa karena pembelalajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri
bukan menghafalkan
3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang
materi yang dipelajari
4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dan bertanya
kepada guru
5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk
memecahkan masalah yang ada
6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran
Menurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL), yaitu:
1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa
tidak mengalami sendiri
2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa
3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh kerja sama dengan yang
lainnya
Kedua, Cooperative Learning mengandung pengertian bekerja sama dalam
mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiatan kooperatif secara
individu mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran
yang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka
dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et al., 1994;
Hamid Hasan 1996). Slavin (1984) mengatakan bahwa cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada
kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun
kelompok.
Adapun kelebihan dari pembelajaran kooperatif ini ialah sebagai berikut:
1. Tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain
2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan
kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain
3. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan
4. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam
belajar
5. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata
6. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir.
Adapun kelemahan dari pembelajaran kooperatif yaitu:
2. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang
3. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kemampuan secara individual.
Ketiga, demonstrasi adalah salah satu strategi mengajar dimana guru
memperlihatkan suatu benda asli, benda tiruan, atau suatu proses dari materi yang
diajarkan kepada seluruh siswa (Roestiyah, 2008 dalam Huda). Hal ini juga berarti
bahwa strategi demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan suatu proses, situasi, atau benda tertentu
yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenranya maupun bentuk tiruan yang
dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain di depan seluruh siswa. Dengan
stratego demonstrasi, siswa dapat mengamati dengan seksama apa yang terjadi,
bagaimana prosesnya, bahan apa saja yang diperlukan, serta bagaimana hasilnya.
Dalam menggunakan metode ini, sebaiknya guru mendesain tempat dan situasi
yang sesungguhnya serta mendorong siswa untuk berani mencoba melakukan hal
yang sama.
Adapun kelebihan strategi demonstrasi ini antara lain: 1) membuat
pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret; 2) memusatkan perhatian siswa;
3) lebih mengarahkan proses belajar siswa pada materi yang sedang dipelajari; 4)
lebih melekatkan pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran dalam diri
siswa; 5) membuat siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari; 6)
membuat proses pengajaran lebih baik; 7) merangsang siswa untuk aktif
mengamati dan menyesuaikan antara teori dengan kenyataan; 8) membantu siswa
memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda; 9)
memudahkan berbagai jenis penjelasan; 10) memperbaiki kesalahan yang terjadi
dari hasil ceramah melalui pengamatan dan contoh konkret menghadirkan objek
sebenarnya.
Kelemahan dari strategi demonstrasi ini antara lain: 1) mengharuskan
keterampilan guru secara khusus; 2) tidak tersedianya fasilitas pendukung; 3)
memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping waktu yang
yang akan dipertunjukkan; 5) tidak semua benda dapat di demonstrasikan; dan 6)
sukar dimengerti bila di demonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi
atau benda yang di demonstrasikan.
Berdasarkan tiga alternatif kajian literatur model pembelajaran yang telah
diuraikan, peneliti memilih untuk menggunakan model cooperative learning
khususnya cooperative learning tipe talking stick, dikarenakan model cooperative
learning tipe talking stick ini bermanfaat untuk menguji kesiapan siswa, melatih
keterampilan mereka dalam berbicara dan siap menjawab pertanyaan terkait
materi pelajaran.
Berdasarkan hasil identifikasi kondisi di atas, penelitian ini bertujuan untuk
meneliti tentang penerapan model cooperative learning tipe talking stick untuk
meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IV SD di SD tersebut. Penerapan
model talking stick ini diharapkan mampu meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa dan membuat suasana menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka rumusan umum masalah penelitian ini adalah “bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe talking stick untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
kelas IV SDN LGN 1?”
Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka secara khusus
dibuat tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan
model cooperative learning tipe talking stick untuk meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa kelas IV SDN LGN 1?
2. Bagaimanakah proses pembelajaran dengan menerapkan model cooperative
learning tipe talking stick untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas IV
SDN LGN 1?
3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN LGN 1 setelah
menerapkan model cooperative learning tipe talking stick pada proses
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model
cooperative learning tipe talking stick untuk meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa kelas IV SDN LGN 1.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hal berikut:
1. Rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model cooperative
leraning tipe talking stick untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
belajar siswa kelas IV SDN LGN 1.
2. Proses pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe
talking stick untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV
SDN LGN 1.
3. Peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN LGN 1 setelah menerapkan
model cooperative learning tipe talking stick pada proses pembelajarannya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Sebagai upaya untuk meningkatkan semangat dan antusiasme belajar
siswa dalam pembelajaran, menumbuhkembangkan rasa percaya diri, kerja
sama antar siswa, serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
2. Bagi Guru
a) Guru Kelas
Dapat mengetahui cara merancang dan dapat melaksanakan pembelajaran
dengan penerapan model cooperative learning tipe talking stick sehingga
dapat bermanfaat dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Selain itu,
guru termotivasi untuk melakukan pembelajaran yang menjadikan siswa
lebih aktif dan kreatif serta pemahaman yang tinggi terhadap
konsep-konsep pelajaran
b) Guru sebagai peneliti
Menambah pengetahuan atau wawasan dalam penerapan model
cooperative learning tipe talking stick sebagai bahan latihan dan
tujuan pembelajaran yaitu melatih siswa dalam berpikir aktif dan bekerja
sama satu sama lain.
3. Bagi Sekolah
Turut memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah, baik kualitas proses pembelajaran maupun kualitas hasil belajar