commit to user
i
PEMANFAATAN TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus)
SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU
PADA PEMBUATAN MI KERING
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
BADRUS SOLEH
H1408502
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan merangkumnya dalam skripsi berjudul “Pemanfaatan Tepung
Suweg (Amorphopallus campanulatus) Sebagai Substitusi Tepung Terigu
Pada Pembuatan Mi Kering”. Penelitian dan penyususnan skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Kawiji, MS selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi arahan
selama menempuh kuliah di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.
5. R. Baskara Katri Anandito, S.TP, MP selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.
6. Edhi Nurhartadi, S.TP., M.P selaku Penguji yang telah sabar membimbing dan
juga memberikan saran.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian pada khususnya serta
seluruh staff pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta pada umumnya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama
commit to user
iv
8. Keluarga tercinta Bapak, Ibu yang tak pernah berhenti berdoa memberi
dukungan, baik secara material maupun spiritual hingga terselesainya
penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan Ihda, mbak Ii, Fitri, Wati dan Taufik. Makasih
atas semua bantuan dan dukungannya selama penelitian ini berlangsung.
Kalian adalah sahabat sejati bagiku, sahabat yang selalu ada saat aku susah
maupun senang.
10.Temen-teman transfer angkatan 2008-2010 yang selalu membantu dan
memberi dukungan selama penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman mahasiswa Jurusan THP semua angkatan 2004 - angkatan 2010
yang selalu membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini
berlangsung.
Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa ‘tidak ada yang
sempurna di dunia ini kecuali ciptaan-Nya’. Namun penulis tetap berharap skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RINGKASAN ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. LandasanTeori ... 4
1. Suweg ... 4
2. Tepung Suweg... 6
3. Mi ... 7
4. Mi Kering.. ... 8
5. Bahan-Bahan Pembutan Mi………… ... 9
a. Tepung Terigu ... 9
b. Soda Abu ... 9
c. Garam ... 10
d. Air ... 10
6. Proses Pembuatan Mi ... 10
commit to user
D. Metode Analisis Karakteristik Kimia,Fisik dan Sensori ... 20
commit to user
vii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
A. Kesimpulan ... 38
B. Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 40
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Suweg dalam 100 g Bahan ... 6
Tabel 2.2 Komposisi Tepung Suweg dan Tepung Terigu ... 7
Tabel 2.3 Syarat Mutu Mi Kering ... 8
Tabel 3.1 Formulasi Bahan Pemubuatan Mi Kering ... 18
Tabel 3.2 Metode Analisis Karakteristik Kimia dan Fisik Mi Kering ... 20
Tabel 3.3 Variasi konsentrasi Tepung Terigu dan Tepung Suweg Pada Pembuatan Mi Kering ... 21
Tabel 4.1 Kadar Air (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 22
Tabel 4.2 Kadar Abu (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 24
Tabel 4.3 Kadar Protein (%) Mi Keringdengan Berbagai Perlakuan ... 25
Tabel 4.4 Kadar Lemak (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 27
Tabel 4.5 Kadar Karbohidrat (%) Mi Keringdengan Berbagai Perlakuan ... 28
Tabel 4.6 Kadar Serat Kasar (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 30
Tabel 4.7 Karakteristik Fisik Mi kering ... 31
Tabel 4.8 Hasil Analisa Sensori terhadap Warna, Aroma, Rasa dan Keseluruhandengan Berbagai Perlakuan ... 33
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Suweg ... 16
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering ... 19
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Metode Analisis Penelitian... 42
Lampiran 2. Borang Penilaian Analisis Sensori Kesukaan... 46
Lampiran 3. Analisis Karakteristik Mi Kering ... 47
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ... 48
commit to user
1
PEMANFAATAN TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus)
SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PEMBUATAN MI KERING
BADRUS SOLEH H 1408502
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
RINGKASAN
Mi merupakan produk pangan yang populer di Indonesia. Bahan baku untuk pembuatan mi adalah adalah tepung terigu. Di Indonesia, tepung terigu harus di datangkan dari luar negeri. Sementara Indonesia kaya akan bahan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi dan salah satunya adalah umbi suweg . sehingga perlu dilakukan usaha pemanfaatan umbi suweg dalam bentuk tepung sebagai bahan yang bisa digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada tepung terigu dalam proses pembuatan mi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering. Penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi konsentrasi substitusi tepung terigu dan tepung suweg dalam pembuatan mi kering yaitu Fo tepung terigu (100%) : tepung suweg (0%), F1 tepung terigu (95%) : tepung suweg (5%), F2 tepung terigu (90%) : tepung suweg (10%), F3 tepung terigu (85%) : tepung suweg (15%), F4 tepung terigu (80%) : tepung suweg (20%). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan ANOVA, jika terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dilanjutkan dengan
DMRT dengan tingkat signifikasi α=5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung suweg maka kadar abu, karbohidrat dan serat kasar mi kering semakin tinggi tetapi kadar air, lemak dan protein semakin turun. Penambahan tepung suweg mempengaruhi karakteristik sensori mi yang di hasilkan.
Berdasarkan hasil analisis sensori mi kering yang di sukai panelis adalah mi kering dengan substitusi tepung suweg : tepung terigu (5%:95%) yang memiliki kadar air (wb) 9,60%, abu (wb) 1,73%, protein (wb) 10,63%, lemak (wb) 1,19%, karbohidrat (wb) 76,85% dan serat kasar (wb)2,23%.
commit to user
2
USING SUWEG FLOUR (AMORPHOPALLUS CAMPANULATUS) AS A
SUBSTITUTION FOR WHEAT FLOUR IN DRY NOODLE
BADRUS SOLEH H 1408502
Department Of Agricultural Product Technology Agriculture Faculty of Surakarta Sebelas Maret University
SUMMARY
Noodle is a popular food in Indonesia. The noodle made from wheat flour. In Indonesia, wheat flour should be imported from abroad, so using suweg flour is expected to be able to reduce the dependency on wheat flour as the raw material of noodle.
The aims of this research is to find out the effect by using suweg flour as substation of wheat flour on the chemical (water, ash, carbohydrate, protein, fat, and coarse fiber levels), physical and sensory characteristics (color, taste, aroma, and overall) of dry noodle. This study employed a Completely Random Design (CRD) with one treatment factor namely the concentration variation of wheat flour and suweg flour substitution on made a dry noodle, including: F0 wheat flour (100%), F1 wheat flour (95%): suweg flour (5%), F2 wheat flour (90%): suweg flour (10%), F3 wheat flour (85%): suweg flour (15%), and F4 wheat flour (80%): suweg flour (20%). The obtain data then analyzed using ANOVA, when there was significant difference between treatments, it was followed with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) test at significance level of 95% or α 5%. consumer is the one made of wheat flour 95%: suweg flour 5% substitution, because this noodle has water (9.60%), ash (1.73%), protein (10.63%), fat (1.19%), carbohydrate (76.85%) and coarse fiber (2.23%) levels.
commit to user
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mi merupakan salah satu produk pangan yang cukup populer dan disukai
oleh berbagai kalangan masyarakat. Mi sering dikonsumsi sebagai bahan pangan
alternatif pengganti nasi karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi.
Sifatnya yang praktis dan rasanya yang enak menjadi daya tarik mi. Harganya
yang relatif murah, menjadikan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan
masyarakat.
Mi merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan
diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dari bahan baku tepung terigu dengan atau
tanpa tambahan kuning telur (Beans et al., 1974). Menurut Astawan (1999), mi
terbagi menjadi beberapa jenis yaitu mi segar atau mi mentah, mi basah, mi
kering dan mi instan. Mi mentah adalah mi yang tidak mengalami proses
tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar sekitar 35%. Mi basah
adalah mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan
kadar airnya dapat mencapai 52%. Mi kering adalah mi mentah yang dikeringkan
hingga kadar airnya sekitar 10% dan mi instan adalah mi mentah yang dikukus
kemudian digoreng dan mengandung air 5-8%.
Kepopuleran mi merupakan peluang bila akan mendirikan industri mi,
baik skala kecil, menengah maupun besar. Bahan baku pada pembuatan mi adalah
tepung terigu. Menurut Astawan (1999), tepung terigu diperoleh dari
penggilingan biji gandum (Triticum vulgare). Keistimewaan tepung terigu
diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat
dibasahi dengan air. Di Indonesia, tepung terigu merupakan bahan yang harus
diimpor dari luar negeri. Jumlah impor terigu mengalami kenaikan setiap tahun.
Impor terigu pada tahun 2003 sebesar 344,2 ribu ton, tahun 2004 sebesar 307 ribu
ton, tahun 2005 sebesar 550 ribu ton, tahun 2006 sebesar 554 ribu ton dan pada
tahun 2007 meningkat menjadi 600 ribu ton (Anonima, 2008).
Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan
commit to user
4
Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan mengembangkan aneka tepung lokal untuk
mengurangi penggunaan terigu (Budijono, dkk., 2008). Salah satu pemanfaatan
tepung lokal yaitu memanfaatkan umbi suweg sebagai tepung suweg.
Umbi-umbian merupakan bahan pangan berkarbohidrat tinggi, tetapi di
Indonesia belum semua umbi-umbian dimanfaatkan dan dikembangkan. Suweg
merupakan tanaman yang dapat tumbuh di pekarangan atau tegalan tanpa dengan
pemeliharaan yang khusus. Suweg (Amorphopallus campanulatus) telah dikenal
oleh sebagian petani di Jawa, Sumatera dan Bagian Timur Indonesia. Umbi suweg
besarnya mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah dipadukan dengan
beragam bahan sebagai bahan baku makanan tradisional dan modern.
Suweg sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satunya
pada areal Gapoktan yang berada di sekitar hutan KPH (Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Perum Perhutani Kendal telah mengembangkan tanaman suweg pada
lahan yang luasnya 5 ha. Hasil umbi berkisar antara 30–200 ton/ha umbi segar.
Suweg dapat dipanen 1–2 tahun setelah tanam, tergantung pada macam bibit dan
jenis suweg (Matori, 2008).
Suweg merupakan sumber bahan pangan yang sangat potensial.
Komposisi utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Kandungan serat,
vitamin A dan B juga lumayan tinggi. Setiap 100 g suweg mengandung protein
1,0 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 15,7 g, kalsium 62 mg, besi 4,2 g, thiamine 0,07
mg dan asam askorbat 5 mg (Faridah, 2005).
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung
terigu terhadap karakteristik kimia (kadar air, abu, karbohidrat, protein, lemak
dan serat kasar)?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung
terigu terhadap karakteristik fisik dan sensori (warna, rasa, aroma dan
commit to user
5
3. Berapa rasio persentase penggunaan tepung terigu dan tepung suweg yang
dapat menghasilkan mi kering yang disukai konsumen?
C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung
terigu terhadap karakteristik kimia (kadar air, abu, karbohidrat, protein, lemak
dan serat kasar) mi kering.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung
terigu terhadap karakteristik fisik dan sensori (warna, rasa, aroma dan
keseluruhan) mi kering.
3. Mengetahui formulasi mi dari tepung terigu dengan substitusi tepung suweg
yang disukai konsumen.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering
dari tepung terigu yang disubstitusi dengan tepung suweg.
2. Memberikan alternatif pengganti tepung terigu dalam pembuatan mi kering.
3. Meningkatkan nilai ekonomis suweg dan diversifikasi pangan berbahan baku
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Suweg
Tanaman suweg (Amorphophallus campanulatus) telah lama dikenal
di Indonesia. Pada jaman penjajahan Jepang, umbi suweg berperan sebagai
sumber cadangan pangan bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi
masyarakat yang terkendala untuk menyediakan beras atau bahan pangan
karbohidrat lainnya. Umbi suweg termasuk umbi batang, merupakan
perubahan bentuk dari batang yang berfungsi sebagai penyimpan cadangan
makanan sumber karbohidrat (Pitojo, 2007).
Gambar. (a) umbi suweg Gambar. (b) Tanaman Suweg
Menurut Tjitrosoepomo (1988), pada taksonomi tumbuhan, tanaman
suweg diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Spesies : Amorphophallus campanulatus.
commit to user
7 Nama daerah : Suweg (Jawa)
Tanaman suweg umumnya ditanam di pekarangan dan tegalan.
Pertumbuhannya diawali dengan munculnya semacam kuncup bunga dari
dalam tanah pada awal musim hujan. Suweg dapat tumbuh baik hingga
elevasi 2.500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 1.000–1.500
mm/tahun. Suweg dapat tumbuh pada tanah dengan pH agak asam hingga
netral dan toleran penaungan hingga 60%. Kuncup bunga tersebut merupakan
tunas, kemudian tumbuh menjadi tanaman suweg. Pada musim kemarau daun
suweg menguning, dan lama-kelamaan mati (Lingga, 1986).
Tanaman suweg tumbuh subur di dataran rendah hingga ketinggian
800 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu idealnya adalah 25-35 oC dengan
curah hujan 1.000-1.500 mm/tahun. Tanaman ini lebih cocok ditanam pada
lahan yang agak ternaungi jadi perlu tanaman pelindung. Suweg berkembang
biak dengan pemisahan anakan atau memotong tunas anakan yang tersebar
dipermukaan umbi. Tanah yang cocok adalah campuran antara tanah humus,
lempung, dan pasir. Tanaman akan menghasilkan umbi siap panen ketika
memasuki usia 18 bulan (Risa, 2009).
Masa panen suweg sebaiknya dilakukan saat batang suweg sudah
membusuk dan memasuki masa istirahat, saat inilah kandungan pati di dalam
suweg maksimal. Berat umbi suweg bisa mencapai 5 kg (Sutomo, 2008).
Citarasa suweg netral sehingga mudah dipadupadankan dengan
beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern. Suweg
sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (Sutomo, 2008).
Menurut Faridah (2005), komposisi utama suweg adalah karbohidrat
sekitar 80-85%. Kandungan serat, vitamin A dan B juga tinggi. Kandungan
zat gizi pada umbi suweg dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Suweg dalam 100 g Bahan
Kandungan Jumlah (gr)
Air 4,74
Abu 4,60
commit to user
Proses pembuatan tepung suweg (Amorphophallus campanulatus)
dapat dilakukan dengan cara kering. Umbi yang telah dicabut kemudian
dibersihkan, dikupas dan dicuci dengan air bersih. Selanjutnya umbi suweg
diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 500C selama
18 jam. Kemudian dilakukan penggilingan dan diayak menggunakan ayakan
berukuran 80 mesh maka akan dihasilkan tepung suweg (Faridah, 2005).
Menurut Pitojo (2007), sifat fisika tepung suweg antara lain halus,
berwarna putih keabu-abuan atau kecoklat-coklatan. Warna tepung suweg
kurang putih dibandingkan dengan tepung terigu, tepung tapioka atau tepung
sukun. Tepung suweg berwarna kecoklatan yang disebabkan terjadinya reaksi
browning (pencoklatan) pada saat pengupasan umbi sehingga chips yang
dihasilkan tidak berwarna putih. Sifat kimia tepung suweg memiliki aroma
spesifik. Tepung suweg tidak seperti tepung terigu yang memiliki banyak
gluten. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai substitusi
dengan tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.
Perbandingan tepung suweg dan tepung terigu ditunjukkan pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Tepung Suweg dan Tepung Terigu
Komponen
commit to user
9 Sumber : (Faridah,2005)
3. Mi
Mi merupakan salah satu makanan yang paling populer di Asia Timur
dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi dibuat pertama kali di
daratan Cina kira-kira 2.000 tahun yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han.
Dari Cina mi berkembang dan menyebar di Jepang, Korea, Taiwan dan
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di benua Eropa, mi mulai
dikenal setelah Marcopolo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mi
selanjutnya di Eropa mi berubah menjadi seperti yang dikenal saat ini
(Suyanti, 2008).
Mi merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang
dengan diameter 0,070-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku tepung
terigu dengan atau tanpa tambahan telur (Bean et al., 1974). Sedangkan
menurut Miskelly dan Gore (1986) dalam Armiyanti (2004), mi adalah bahan
makanan berbentuk pilinan terbuat dari tepung terigu dan dapat dijual dalam
bentuk basah maupun segar, dikeringkan, dikukus, dan dikeringkan atau
dikukus dan digoreng.
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang cukup disukai orang. Mi
dibuat dari pasta yang dicetak memanjang berbentuk pita yang ramping atau
berbentuk benang. Pada umumnya mi dikonsumsi dengan ditambah sayuran,
daging telur, dan beberapa bumbu. Mi dibuat dengan bahan dasar tepung
terigu. Di Asia, dapat ditemukan berbagai macam bentuk mi yang
masing-masing diproses dengan cara berbeda, walaupun langkah-langkah proses
pembuatannya sama, dengan bahan dasar tepung terigu yang kualitasnya
bervariasi (Supriyanto, 1992).
4. Mi Kering
Menurut Astawan (1999), mi kering merupakan mi segar yang telah
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya
dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven.
Karena bersifat kering maka mi ini mempunyai daya simpan relatif panjang
dan mudah penanganannya. Bahan baku utama dalam pembuatan mi adalah
commit to user
10
komponen penting dalam pembentukan gluten, selain itu juga berfungsi
sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat
sehingga membentuk adonan yang baik. Garam berfungsi untuk memberi
rasa, memperkuat tekstur mi dan meningkatkan elastisitas serta mengurangi
kelengketan adonan. Syarat mutu mi kering dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Syarat Mutu Mi Kering
No Kriteria uji Satuan Mutu I Mutu II
5.2. Pewarna Yang diizinkan Yang diizinkan
6 Cemaran logam
8.1. Angka lempeng total Koloni/gr Maks 1,0x106 Maks 1,0x106
8.2. E. Coli APM/gr Maks 10 Maks 10
8.3. Kapang Koloni/gr Maks 1,0x104 Maks 1,0x104
Sumber: SNI 01-2979-1992
5. Bahan-bahan Pembuatan Mi
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mie adalah sebagai
berikut:
a. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil proses penggilingan biji terigu atau
gandum (Triticum vulgare), berupa endosperm yang terpisah dari
lembaganya (Mayer, 1973).
Keistimewaan terigu di antara serelia lainnya adalah kemampuannya
commit to user
11
elastisitas gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak
mudah diputus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 1999).
Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar
di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut:
1. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya
12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi
berkualitas tinggi. Contohnya tepung cakra kembar atau kereta kencana.
2. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%.
Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan
macam-macam kue serta biscuit contohnya : terigu segitiga biru.
3. Soft flour. Tepung ini mengandung protein sebesar 7-8.5%.
penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit
contohnya : terigu kunci kembar (Astawan, 1999).
b. Soda Abu
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium
karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat peningkatan
gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan
kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999).
c. Garam
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi
garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, membantu
reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas
dan fleksibilitas mi dan mengikat air (Astawan, 1999).
d. Air
Air berfungsi untuk melarutkan bahan-bahan dan membantu proses
gelatinisasi pati pada saat membentuk adonan. Air memberi peranan
penting, air terdiri dari molekul-molekul H2O yang terikat satu sama lain
dengan ikatan hidrogen lainnya sehingga dapat mencampur adonan.
Air yang ditambahkan dalam pembuatan mi berfungsi sebagai media
reaksi pada tepung terigu, yang akan membentuk sifat kenyal pada gluten.
Air yang digunakan memiliki pH 6-9, air yang digunakan air yang
commit to user
Proses pengolahan mi antara lain meliputi bahan campuran (tepung
terigu, garam, air, soda abu, pewarna makanan dan minyak goreng) dicampur,
kemudian adonan tersebut diuleni, selanjutnya adonan tersebut dibentuk
lembaran dengan ketebalan 1,5-2 mm. Lalu dibentuk mi dengan alat pencetak
dan selanjutnya direbus kurang lebih 3 menit, kemudian didinginkan dan
dikeringkan (Astawan, 1999).
Adapun langkah-langkah dalam pembuatan mi kering menurut Astawan
(1999) adalah sebagai berikut:
a. Proses Pencampuran
Pada proses pencampuran ini pertama tepung terigu ditaruh di atas
meja pencampuran, terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan
lubang di tengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan lain ke
dalam lubang tersebut. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk
rata dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu
menggumpal bila dikepal dengan tangan.
b. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni.
Pengulenan dapat dilakukan selama 15 menit. Adonan yang baik dapat
dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang ditambahkan umumnya
berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38 %
adonan menjadi basah dan lengket, jika penambahan air kurang dari 28%,
adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran.
Waktu pengadukan yang baik yaitu sekitar 15-25 menit,
pengadukan lebih dari 25 menit menyebabkan adonan menjadi rapuh,
keras, dan kering. Sedangkan bila pengadukan kurang dari 15 menit
adonan menjadi lunak.
commit to user
13
Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan mesin roll
press yang akan mengubah adonan menjadi lembaran-lembaran. Adonan
yang sudah kalis dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang
diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan
lembaran mi mencapai 1,5-2 mm lembaran yang sudah keluar dibedaki
dengan tepung tapioka agar tidak menyatu kembali.
Pembentukan lembaran adonan bertujuan untuk membentuk
lembaran adonan yang seragam ketebalannya dan untuk menghaluskan
serat-serat gluten serta membuat lembaran adonan ketika dilewatkan pada
roll press (Sunaryo,1985).
d. Pembentukan Mi
Proses pembuatan mi ini umumnya sudah dilakukan dengan
pencetak mi roll press yang digerakkan dengan tenaga listrik. Alat ini
mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran
mi dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mi.
e. Pengukusan
Pengukusan bertujuan agar terbentuk gel pati yang secara visual
dapat diamati dengan berubahnya substansi semi padat adonan menjadi
padat dan elastis. Selain itu terjadi perubahan warna adonan menjadi
transparan (Meyer, 1973).
f. Pengeringan
Pada pembuatan mi kering, mi yang sudah dikukus dimasukkan ke
dalam oven untuk mengeringkan mi secara sempurna (kadar air 11-12 %),
menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein.
Proses yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu
yang digunakan adalah 90-100 0C. Sedangkan menurut Suyanti (2008),
pengeringan mi dilakukan dengan suhu 60-70 0C.
g. Pendinginan
Proses pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap panas
dari produk dan membuat tekstur ini menjadi keras. Jika sisa uap panas
tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan
commit to user
14
B. Kerangka Berpikir
Mi kering merupakan salah satu makanan yang terbuat dari tepung terigu
dan sangat digemari masyarakat. Tepung terigu merupakan barang impor yang
mengalami kenaikan setiap tahun. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut
adalah memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal dalam memproduksi
makanan berbasis terigu.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan komoditas lokal diantaranya
umbi-umbian. Suweg memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, tetapi
pemanfaatan suweg belum dilakukan secara optimal. Suweg dapat diolah
menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu
pada pembuatan mi kering. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik
kimia, fisik dan sensori mi kering.
Mie kering
Tepung terigu
Barang Impor
Alternatif pengganti tepung terigu Belum dimanfaatkan
suweg Umbi-umbian
Indonesia kaya komoditas lokal
Tepung suweg
Substitusi tepung terigu pada mi kering
commit to user
15
C. Hipotesis
Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg pada pembuatan mi kering
akan mempengaruhi karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering yang
commit to user
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan
Hasil Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta, pada bulan Oktober 2010 sampai
Desember 2010.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk
pembuatan tepung suweg, bahan untuk pembuatan mi kering, bahan untuk
analisis kimia dan bahan untuk analisis sensori. Bahan pembuatan tepung
suweg adalah umbi suweg dari Jatipuro, air, Na metabisulfit 1.000 ppm.
Bahan pembuatan mi kering adalah tepung terigu merek “Cakra Kembar”,
tepung suweg, garam merek “Refina”, air, soda abu dan tepung tapioka.
Bahan untuk analisis kadar protein adalah aquades, H2SO4 (93-98%
bebas N), campuran Na2SO4-HgO (20:1), larutan NaOH-Na2S2O3, larutan
asam borat jenuh, indikator metil merah/metilen biru dan HCl 0,02 N. Bahan
untuk analisis kadar lemak adalah petroleum ether. Bahan untuk analisis kadar
serat kasar adalah larutan H2SO4, larutan NaOH, larutan K2SO4 10 %, alkohol
95 %, aquades.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk pembuatan
commit to user
17
kurs porselen, kompor gas, tanur pengabuan, penjepit cawan, oven, timbangan
analitik dan desikator. Alat untuk analisis kadar lemak adalah timbangan
analitik, tabung ekstraksi Soxhlet, kondensor, penangas air dan oven. Alat
untuk analisis kadar protein adalah timbangan analitik, gelas ukur, labu
Kjeldahl, pemanas Kjeldahl, alat destilasi lengkap dan erlenmeyer. Alat untuk
analisis kadar serat kasar adalah timbangan analitik, pemanas, erlenmeyer,
pendingin balik, spatula, oven, desikator dan pompa vakum. Sedangkan alat
untuk analisis fisik menggunakan metode Lloyd Instrument. Untuk analisis
sensori dengan membuat borang dan menggunakan perlengkapan penyajian.
C. Tahapan Penelitian
1. Pembuatan Tepung Suweg
Pembuatan tepung dari umbi suweg dilakukan dengan cara
membersihkan umbi yang sudah dicabut, dikupas dan dicuci dengan air
bersih, umbi diiris dengan ukuran 2 mm dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 50 0C selama 18 jam. Kemudian diblender dan diayak sampai diperoleh
ukuran 80 mesh (Faridah, 2005). Proses pembuatan tepung suweg ditunjukkan
pada Gambar 3.1.
Pengupasan
commit to user
18
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Suweg
2. Pembuatan Mi Kering
Langkah-langkah dalam pembuatan mi kering menurut Astawan
(1999) adalah sebagai berikut:
commit to user
19
Tepung terigu, tepung suweg, garam, dan soda abu dicampur
semuanya, tepung terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang
di tengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan campuran tersebut
diaduk hingga rata dan ditambah air sampai membentuk adonan yang
homogen yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan.
b. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya di uleni,
pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk selinder
pengulenan dilakukan sekitar 15 menit.
c. Pembentukan Lembaran
Adonan yang sudah kalis dimasukkan ke dalam mesin pembentuk
lembaran yang diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai
ketebalan lembaran mi 1,5-2 mm.
d. Pembentukan Mi
Proses pembuatan mi ini umumnya sudah dilakukan dengan alat
pencetak mi (roll press). Alat ini mempunyai roll, rol pertama berfungsi
sebagai penipis lembaran mi dan rol kedua berfungsi sebagai pencetak mi.
e. Pengukusan
Mi yang telah terbentuk dipanaskan (steaming) dengan cara
pemberian uap selama 12 menit. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi
pati.
f. Pengeringan
Mi yang telah dikukus kemudian dikeringkan secara sempurna
(kadar air 11-12%) agar menjadi produk yang kering dan renyah, serta
terbentuk lapisan protein. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan
cabinet dryer selama 2,5 jam. Untuk 1,5 jam pertama suhu yang
digunakan adalah 60 0C dan untuk 1 jam berikutnya dengan suhu 70 0C.
g. Pendinginan
Setelah dikeluarkan dari cabinet dryer mi didinginkan. Proses
pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa untuk uap dari produk
commit to user
20
Diagram alir proses pembuatan mi dapat ditunjukkan pada
Gambar 3.2. Adapun formulasi bahan yang digunakan dalam membuat mi
kering dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Formulasi Bahan Pembuatan Mi Kering
Bahan Jumlah
Tepung terigu cakra kembar 125 gr
Garam 1,25 gr
Air 37,5 ml
Soda Abu 1,25 gr
commit to user
21
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering
Tepung Terigu
terigu
Tepung
Suweg Garam Soda Abu Air
Pencampuran bahan
Pengukusan selama 12 menit Pengulenan bahan selama 10-20 menit
Pembuatan mi Pembentukan lembaran
Mi basah
Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 60oC selama 1,5 jam dan 1 jam berikutnya dengan suhu 700C
commit to user
22
D. Metode Analisis
Mi yang telah jadi kemudian dianalisis karakteristik kimia (kadar protein,
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar),
karakteristik fisik (elastisitas) dan karakteristik sensori (warna, aroma, rasa dan
keseluruhan). Metode masing-masing analisis karakteristik kimia, karakteristik
fisik dan karakteristik sensori pada mi dapat ditunjukkan pada Tabel. 3.2 sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Metode Analisis Karakteristik Kimia, Fisik dan Sensori
Analisa Sifat Kimia Mie
MacamUji Metode
Kadar Air Thermogravimetri (Apriyantono, dkk., 1989)
Kadar Abu Penetapan Total Abu (Apriyantono,dkk., 1989)
Kadar Lemak Soxhlet (Apriyantono,dkk., 1989)
Kadar Protein Kjeldhal (Apriyantono, dkk., 1989)
Kadar Karbohidrat by difference (Winarno, 2002)
Kadar Serat Kasar Asam dan Basa Pemanasan (Apriyantono, dkk.,
1989)
Analisis Sifat Fisik Mi
Sensori Uji Kesukaan (Kartika, dkk., 1988)
Elastisitas Lloyd Instrument
E. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan satu faktor yaitu variasi substitusi tepung terigu dengan tepung suweg.
Untuk masing-masing perlakuan dibuat tiga kali ulangan dan dilakukan dua kali
ulangan analisis. Variasi konsentrasi tepung terigu dan tepung suweg untuk
pembuatan mi kering pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel 3.3 data yang
diperoleh dari analisis dengan menggunakan ANOVA untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan perlakuan pada tingkat signifikansi = 0,05. Apabila hasil
yang diperoleh ada beda nyata, maka dilanjutkan menggunakan dengan uji
commit to user
Untuk rancangan penelitian pemanfaatan tepung suweg sebagai
substitusi tepung terigu pada mi kering terhadap karakteristik (kimia, fisik dan
sensori) ditunjukkan pada Gambar 3.3. sebagai berikut:
Fo F1 F2 F3 F4
Ket: F0 = 100% tepung terigu
commit to user
satu atom oksigen (O2) dengan rumus molekul H2O (Fardiaz, dkk.,1992). Air
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya
tahan bahan makanan tersebut (Winarno, 2002). Oleh karena itu, kadar air
suatu bahan makanan penting untuk diketahui. Hasil analisis kadar air mi
kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Kadar Air Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
1
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
berkisar antara 9,09-9,95%. Kadar air mi kering tertinggi adalah 9,95% yaitu
mi kering F0 atau kontrol (substitusi 0%) sedangkan kadar air terendah adalah
commit to user
25
kadar air mi kering dengan berbagai perlakuan F1, F2, F3, F4 memberikan
pengaruh berbeda nyata terhadap mi kering bila dibandingkan dengan F0.
Nilai kadar air mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi
substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar air tepung terigu lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar air tepung suweg. Kadar air tepung terigu adalah
7,80 (Faridah, 2005) sedangkan kadar air tepung suweg adalah 4,74%
(Faridah, 2005). Selain itu, peningkatan konsentrasi substitusi tepung terigu
dengan tepung suweg menyebabkan penurunan jumlah gluten adonan mi
karena tepung suweg tidak mempunyai kandungan gluten seperti yang ada
dalam tepung terigu. Gluten dapat terbentuk karena pencampuran tepung
terigu dengan air pada saat proses pencampuran bahan. Kandungan gluten
yang rendah akan mengakibatkan daya ikat air menjadi lemah sehingga
pelepasan molekul air pada saat proses pengeringan semakin mudah. Menurut
Astawan (1999), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten
pada saat dibasahi dengan air. Sehingga mi kering dengan konsentrasi
substitusi tepung suweg yang semakin tinggi memiliki kadar air yang semakin
rendah.
Kadar air untuk mi kering menurut karakteristik atau syarat mutu
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992, maksimal
adalah 10% (wb). Dengan demikian, kadar air mi, F1, F2, F3 dan F4 hasil
penelitian masih memenuhi karakteristik atau syarat mutu mi kering
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992 yaitu
9,00-9,95%.
2. Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral suatu
bahan (Sudarmadji dkk., 1989). Dalam tubuh, mineral-mineral ada yang
commit to user
26
dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur
(Winarno, 2002). Hasil analisis kadar abu mi kering yang disubstitusi dengan
tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2. Kadar Abu Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
Berdasarkan Tabel 4.2. ditunjukkan bahwa kadar abu mi kering adalah
berkisar antara 1,13-2,52%. Kadar abu terendah adalah 1,13% yaitu pada mi
kering F0 (substitusi 0%) sedangkan kadar abu tertinggi adalah 2,52% yaitu
pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%). Dari hasil analisis statistik
dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar abu menunjukkan berbeda nyata antara F0 dengan F1, sedangkan F1 tidak berbeda
nyata dengan F2 dan F3 akan tetapi berbeda nyata dengan F4.
Nilai kadar abu mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal
ini disebabkan karena kadar abu tepung suweg lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kadar abu tepung terigu yaitu sebesar 4,60% (Faridah, 2005)
sedangkan terigu sebesar 0,052 % (Faridah, 2005).
Besarnya kadar abu produk pangan bergantung pada besarnya
kandungan mineral bahan yang digunakan. Apabila kadar abu melebihi dari
standar mutu yang ada maka akan berpengaruh terhadap produk yang
dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka warna mi akan semakin gelap.
commit to user
27
kering hasil penelitian berkisar antara 1,13-2,52% berarti sesuai dengan syarat
mutu mi kering.
3. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena
selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat (Winarno, 2002).
Tabel 4.3. Kadar Protein Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
1
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
1)Formulasi
F0 = 100% tepung terigu
F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung umbi suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung umbi suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung umbi suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung umbi suweg
Berdasarkan Tabel 4.3.ditunjukkan bahwa kadar protein mi kering
berkisar antara 10,04-11,60%. Kadar protein terendah adalah 10,04% pada mi
kering F4 (substitusi dengan tepung suweg 20%) sedangkan kadar protein
tertinggi terdapat pada mi kering F0 atau kontrol (substitusi tepung suweg
0%) yaitu sebesar 11,60%.
Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bahwa semakin tinggi kadar
substitusi tepung suweg maka kadar proteinnya semakin menurun, hal ini
dikarenakan tepung suweg memiliki kandungan protein lebih rendah dari
tepung terigu. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kandungan gluten
seiring dengan penurunan proporsi tepung terigu. Menurut Fennema (1985),
commit to user
28
dicampur. Protein terigu terdiri dari fraksi gliadin dan glutenin yang mewakili
80-85% protein endosperm. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar
protein tepung terigu. Semakin tinggi gluten maka semakin tinggi pula protein
tepung terigu tersebut.
Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan mi adalah jenis hard
flour yaitu tepung terigu yang mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu ±
12-13%. Terigu jenis ini menghasilkan adonan yang mempunyai daya serap
tinggi, menghasilkan adonan yang kuat, kenyal, dan memiliki daya kembang
yang baik (Astawan, 1999). Sedangkan kadar protein tepung suweg sebesar
7,20 % (Faridah, 2005). Kadar protein tepung suweg lebih rendah jika
dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu mengakibatkan penurunan
kadar protein mie kering.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat
signifikansi α 5%, nilai kadar protein mie kering menunjukkan beda nyata
antar sampel mi kering. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi substitusi
tepung terigu dengan tepung suweg berpengaruh terhadap kadar protein mi
kering yang dihasilkan.
Menurut SNI 01-2979-1992 tentang syarat mutu mi kering,
menyatakan bahwa kadar protein mi kering minimal adalah 10% (wb) Kadar
protein mi kering hasil penelitian berkisar antara 10,04-11,60%, berarti mi
kering F0, F1, F2, F3 dan F4 sesuai dengan syarat mutu.
4. Kadar Lemak
Lemak atau minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang
merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida merupakan
senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam
lemak. Dalam bidang biologi, lemak atau minyak dikenal sebagai salah satu
bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul
(Sudarmadji, 1989).
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang
commit to user
29
dapat menghasilkan 9 kkal. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dapat digunakan untuk
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Winarno, 2002). Hasil
analisis kadar lemak mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kadar Lemak Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi
substitusi. Hal ini dikarenakan kadar lemak tepung suweg lebih rendah jika
dibandingkan dengan kadar lemak tepung terigu yaitu sebesar 0,28 %
(Faridah, 2005) sedangkan tepung terigu sebesar 0,90% (Faridah, 2005).
Sehingga semakin besar konsentrasi tepung suweg maka kadar lemak mi
kering yang dihasilkan semakin rendah.
Berdasarkan tabel hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada
tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar lemak menunjukkan berbeda nyata
antara F0, F1, F2 dan F3. Akan tetapi F3 dan F4 tidak berbeda nyata.
commit to user
30
5. Karbohidrat
Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan
pertolongan sinar matahari dan hijau daun (klorofil). Hasil fotosintesa ini
kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa
bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman
(Sudarmadji, 1989).
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia. Selain itu, beberapa golongan karbohidrat merupakan serat
yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat mempunyai peranan penting
dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna,
tekstur, dan lain-lain (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar karbohidrat mi
kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kadar Karbohidrat Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
Berdasarkan Tabel 4.5. ditunjukkan bahwa kadar karbohidrat mi
kering yang disubstitusi dengan tepung suweg berkisar antara 75,75-77,82%.
Kadar karbohidrat terendah adalah pada mi kering F0 (substitusi tepung
suweg 0%) yaitu sebesar 75,75% sedangkan kadar karbohidrat tertinggi
terdapat pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%) yaitu sebesar
77.82%. Kadar karbohidrat mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi
substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar karbohidrat tepung suweg lebih
Formulasi1) Kadar karbohidrat
commit to user
31
tinggi jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat tepung terigu yaitu 83,12%
(Faridah, 2005) sedangkan terigu sebesar 82,06% (Danik, 2009).
Dalam penelitian ini, kadar karbohidrat mi kering ditentukan dengan
metode by difference. Pada metode ini, kadar karbohidrat diketahui bukan
melalui analisis tetapi melalui perhitungan. Menurut Sugito dan Ari Haryati
(2006), kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar komponen gizi lain.
Semakin tinggi kadar komponen gizi lain maka kadar karbohidratnya akan
semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kadar komponen gizi
lain maka kadar karbohidratnya akan semakin tinggi. Komponen yang
mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat yang ditentukan dengan metode
by difference adalah air, abu, protein dan lemak.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat
signifikansi α 5%, kadar karbohidrat mi kering dengan berbagai perlakuan
F1, F2, F3, F4 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap mi kering bila
dibandingkan dengan F0. Sedangkan F3 tidak berbeda nyata dengan F2 dan
F4 akan tetapi berbeda nyata dengan F1.
6. Serat Kasar
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan
tersebut. Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ
pencernaan manusia ataupun binatang. Di dalam analisis penentuan serat
kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer
ataupun basa encer dengan kondisi tertentu (Sudarmadji dkk., 1989). Hasil
analisis kadar serat kasar mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Kadar Serat Kasar Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan
commit to user
32
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
Berdasarkan Tabel 4.6. ditunjukkan bahwa kadar serat kasar mi kering
berkisar antara 2,08-4,08%. Kadar serat kasar terendah adalah pada mi kering
F0 (substitusi tepung suweg 0%) yaitu sebesar 2,08% sedangkan kadar serat
kasar tertinggi terdapat pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%)
yaitu sebesar 4,08%.
Kadar serat kasar mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg
semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi
substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar tepung suweg lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kadar serat kasar tepung terigu yaitu 5,23%
(Faridah, 2005) sedangkan terigu sebesar 0,430% (Faridah, 2005).
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat
signifikansi α 5%, nilai kadar serat kasar mi kering menunjukkan beda nyata
antar sampel mi kering. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi substitusi
tepung terigu dengan tepung suweg berpengaruh terhadap kadar serat kasar mi
kering yang dihasilkan.
B. Karakteristik Fisik Mi Kering (Tensile Strength)
Tensile strength merupakan gaya maksimal yang diperlukan untuk
memutuskan mi. Semakin besar gaya yang dibutuhkan maka semakin elastis atau
mulur mi tersebut. Tensile strength mi kering dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Tensile Strength (N) Mi Kering
commit to user
33
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
1)
Formulasi
F0 = 100% tepung terigu
F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung umbi suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung umbi suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung umbi suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung umbi suweg
Berdasarkan Tabel 4.7. ditunjukkan bahwa tensile strength (N) mi kering
antara 0,14-0,31. Nilai tensile strength tertinggi terdapat pada F0 (100 % tepung
terigu) sedangkan Nilai tensile strength terendah terdapat pada F4 (80% tepung
terigu dan 20% tepung suweg).
Berdasarkan tabel hasil analisis statistik pada tingkat signifikansi α 5%,
nilai elastisitas menunjukkan berbeda nyata antara F0 dengan F1, F3 dan F4.
Akan tetapi F1 dan F2 tidak berbeda nyata. Penurunan nilai N (gaya) pada mi
kering dikarenakan adanya pengurangan gluten pada pembuatan mi kering.
Menurut Astawan (1999), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk
gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mi
menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
pemasakan. Jika penggunaan terigu tersebut dikurangi dan diganti dengan
penambahan tepung suweg maka mengakibatkan mi yang dihasilkan mudah putus
dan menurunkan elastisitas. Tepung suweg tidak memiliki kandungan gluten
sehingga tidak dapat memberikan pengaruh peningkatan elastisitas pada mi
kering.
C. Karakteristik Sensori Mi Kering
Analisis karakteristik sensori sangat penting dilakukan bagi setiap produk
karena sangat berkaitan dengan penerimaan kosumen. Untuk mengetahui
penerimaan dan tingkat kesukaan konsumen terhadap mi kering yang dibuat dari
tepung terigu dan disubstitusi dengan tepung suweg maka dilakukan uji kesukaan.
Analisis sensori terhadap mi kering yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih. Parameter yang dinilai dalam
pengujian ini meliputi kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa dan
commit to user
34
antara 1 sampai dengan 5. Nilai yang semakin tinggi menunjukkan kesukaan
panelis yang semakin tinggi pula. Hasil analisis sensori mi kering ditunjukkan
pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Analisis Organoleptik Mi Kering
Formulasi1) Warna Aroma Rasa Keseluruhan
F0
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%
1. Warna
Menurut Fennema (1985), warna adalah atribut kualitas yang paling
penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam
penentuan tingkat penerimaan suatu makanan.
Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari
penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari suatu bahan yang
dipengaruhi oleh sinar pantul. Warna bukan merupakan suatu zat, melainkan
sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi
yang jatuh ke indera penglihatan/mata. Warna merupakan salah satu profil
visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan
(Kartika dkk, 1988)
Warna mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas
pangan, karena mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas
commit to user
35
baik, namun jika warna kurang menarik maka produk tersebut kurang
diminati.
Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis
terhadap mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa
penilaian panelis terhadap mi kering yang dihasilkan adalah antara tidak suka
sampai suka. Berdasarkan parameter warna, mi kering F0 atau kontrol adalah
mi kering yang paling panelis dengan nilai 4,67 (suka). Mi kering F4
memiliki nilai 2,57 (tidak suka) yang menunjukkan bahwa mi kering tersebut
tidak disukai panelis.
Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan
panelis terhadap parameter warna mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8
ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna
menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar sampel mi kering kecuali pada
warna mi kering F3 dan F4 yang tidak berbeda nyata
Berdasarkan parameter warna, mi kering yang dapat diterima panelis
adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan
F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Umumnya, panelis menyukai mi
yang berwarna kuning. Nilai kesukaan panelis terhadap warna mi kering
semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi substitusi tepung
suweg. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi substitusi tepung
suweg warna mi kering yang dihasilkan semakin cokelat. Warna cokelat pada
mi disebabkan karena tepung suweg yang digunakan dalam penelitian ini
berwarna kecokelatan akibat dari adanya reaksi pencoklatan (browning).
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan
indera pembau. Di dalam industri pangan pengujian terhadap bau dianggap
penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap
produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut (Kartika, dkk., 1988).
commit to user
36
tersebut bersifat volatil (mudah menguap), sedikit larut air dan juga sedikit
larut lemak.
Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis
terhadap mi kering berkisar antara 3,13-4,07. Hal ini menunjukkan bahwa
penilaian panelis terhadap aroma mi kering yang dihasilkan adalah antara
agak netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mi yang
paling tinggi adalah 4,07 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0
sedangkan nilai terendah adalah 3,13 (netral) yang merupakan aroma mi
kering F4.
Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan
panelis terhadap parameter aroma mi kering yang dihasilkan. Berdasarkan
Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa mi kering F1 dan F2 memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata terhadap parameter aroma. Tetapi berpengaruh beda
nyata pada perlakuan F0, F1 dan F2. Sedangakan perlakuan substitusi F3
memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.
Berdasarkan parameter aroma, mi kering yang dapat diterima panelis
adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 3,70 (netral) dan
F0 atau kontrol dengan nilai 4,07 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap
aroma mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi
tepung suweg. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi substitusi tepung
suweg aroma khas suweg tersebut sangat terasa menyengat Menurut Pitojo
(2007), karakteristik kimia tepung suweg memiliki aroma spesifik. Namun
demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung terigu
atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.
3. Rasa
Telah diketahui adanya empat macam rasa dasar yaitu manis, asin,
asam dan pahit. Bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi
merupakan gabungan berbagai macam rasa secara terpadu sehingga
commit to user
37
merupakan hasil kerjasama beberapa indera antara lain indera penglihatan,
pembauan, pendengaran dan perabaan (Kartika, dkk., 1988).
Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis
terhadap rasa mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa
penilaian panelis terhadap rasa mi kering yang dihasilkan adalah tidak suka
sampai suka. Nilai kesukaan penelis terhadap rasa mi yang paling tinggi
adalah 4,67 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0 sedangkan nilai
terendah adalah 2,57 (tidak suka) yang merupakan rasa mi kering F4.
Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan
panelis terhadap parameter rasa mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8
ditunjukkan bahwa penggunaan tepung umbi suweg sebagai substitusi terigu
dalam pembuatan mi kering memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap
parameter rasa pada perlakuan F0, F1, F2, F3. Sedangkan perlakuan substitusi
F3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.
Berdasarkan parameter rasa, mi kering yang dapat diterima panelis
adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan
F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap
rasa mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi
tepung suweg hal ini diikuti dengan rasa khas umbi suweg semakin sangat
terasa.
4. Keseluruhan
Kesukaan secara keseluruhan merupakan salah satu aspek yang dinilai
pada pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sensori mi kering.
Penilaian terhadap kesukaan secara keseluruhan dimaksudkan untuk
mengetahui berapa pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung suweg
sehingga mi kering yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen.
Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan mungkin tidak
hanya dipengaruhi oleh satu faktor, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor sehingga menimbulkan penerimaan yang utuh. Pada parameter
commit to user
38
panelis terhadap salah satu parameter tersebut dapat meningkatkan nilai
kesukaan untuk parameter kesukaan.
Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap
keseluruhan mi kering adalah antara 3,00-4,40. Hal ini menunjukkan bahwa
penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang dihasilkan adalah
netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap keseluruhan mi yang
paling tinggi adalah 4,40 (suka) yang merupakan nilai keseluruhan mi kering
F0. Sedangakan mi kering F1 memiliki nilai terendah yaitu 4,07 (suka).
Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg memberikan pengaruh
terhadap nilai kesukaan parameter keseluruhan mi kering yang dihasilkan.
Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa keseluruhan mi kering berbeda
nyata antar sampel kecuali mi F2 dan F3.
Semakin meningkatnya konsentrasi substitusi menyebabkan
menurunnya penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang
dihasilkan. Penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering dipengaruhi oleh
warna, aroma dan rasa mi kering. Persentase substitusi yang disukai
konsumen dengan skor tertinggi yaitu pada F0 yang merupakan substitusi 0%.
Kesukaan konsumen terhadap mi 100% tepung terigu tidak dapat tergantikan,
tetapi dari rerata hasil statistik, konsumen masih dapat menerima substitusi
commit to user
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Semakin tinggi konsentrasi tepung suweg yang digunakan pada pembuatan mi
kering maka kadar abu, karbohidrat dan serat kasar mi kering semakin tinggi tetapi
kadar air, protein dan lemak, mi kering semakin turun.
2. Penambahan tepung suweg akan mempengaruhi warna, aroma dan rasa mi,
semakin besar substitusi maka warna mi semakin gelap.mi semakin beraroma dan
terasa khas dari umbi suweg. sedangkan untuk Tensile strength mi, semakin besar
substitusi tepung suweg maka mi mudah putus.
3. Berdasarkan hasil analisis kimia, fisik dan sensori mi yang dapat diterima oleh
konsumen adalah mi yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu 95% :tepung
suweg 5%, mi tersebut mempunyai kadar air (9,60%), abu (1,73%), protein
(10,63%), lemak (1,19%), karbohidrat (76,85%) dan serat kasar (2,23%).
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
disampaikan yaitu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan variasi
yang berbeda dari tepung suweg yang disubtusikan dengan bahan lain dan