• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah di Kampung Nelayan Seberang Lingkungan XII Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah di Kampung Nelayan Seberang Lingkungan XII Kelurahan I Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon Masyarakat Nelayan

2.1.1 Pengertian Respon

Kata respon berasal dari Bahasa Inggris yaitu response, yang berarti jawaban, balasan, reaksi, tanggapan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa defenisi respon adalah tanggapan, reaksi dan jawaban. Respon merupakan tingkah laku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku balik, yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsa-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal (Adi, 1994 : 105).

Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga konsep respon manusia lebih banyak dikemukakan oleh bidang-bidang ilmu sosial yang melihat respon pada tindakan dan perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Simon dan Wijaya membagi respon seseorang atau kelompok terhadap program pembangunan mencakup tiga hal, yaitu :

1. Persepsi, berupa tindakan penilaian (dalam benak sesorang) terhadap baik buruknya objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari adanya objek tersebut.

2. Sikap, berupa ucapan secara lisan atau pendapat untuk menerima atau menolak objek yang dipersiapkan.

(2)

Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca indera, kemudian stimulus diantar keotak dimana ia dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Persepsi merupakan aktivitas intergrated, maka seluruh yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan, berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut dikemukakan bahwa persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena pengalamannya tidak sama, kemampuan berpikirnya juga tidak sama karena hasil persepsi antara individu satu dengan lainnya tidak sama. Keadaan tersebut memberi gambaran bahwa persepsi memang bersifat individual.

Persepsi didefenisikan sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Salah satu defenisi menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang kompleks dimana orang memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan kedalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis (Savverin dan Tankard, 2008: 83-84).

(3)

Sikap merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi kelompok. Dengan demikian pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri (Sunarjo, 1997 : 104).

Sikap sebagai suatu tingkatan afeksi yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi tidak tidak menyenangkan. Dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap, dapat menimbulkan berbagai macam tingkatan afeksi pada seseorang. Thurstone melihat sikap hanya sebagai tingkatan afeksi saja, belum mengkaitkan sikap dengan perilaku (Walgito, 2003 : 125).

Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009 : 31-32), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fiksi dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.

(4)

sejak tahap sosialisasi, persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi sehingga pengembangan atau perluasannya. Berdasarkan cara keterlibatannya, pasrtisipasi diklasifikasikan menjadi 2 (dua) :

1) Partisipasi langsung, yakni partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajaukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapan.

2) Partisipasi tidak langsung, yakni pastisipasi yang terjadi apabila individu mendelagasikan hak partisipasinya.

(5)

2.1.2 Masyarakat Nelayan

2.1.2.1 Pengertian Masyarakat

Dalam bahasa Inggris kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian yaitu society dan community. Community menurut Arthur Hilman (1951) adalah :

“a defisition of community must be inclusive enough to take account of the

variety of both physical and social form which communuty take.”

Dengan perkataan masyarakat sebagai community cukup memperhitungkan dua variasi dari suatu yang berhubungan dengan kehidupan bersama (antar manusia) dan lingkungan alam. Jadi ciri-ciri dari community ini oleh Hasan Shadily (1983) disebut sebagai paguyuban yang memperhatikan rasa sentimen yang sama seperti pada Gemeninshaft. Anggota-anggotanya mencari kepuasan berdasarkan adat kebiasaan dan sentimen (faktor primer), kemudian diikuti atau diperkuat oleh lokalitas (faktor sekunder).

Beberapa defenisi masyarakat dari pakar sosiologi :

a) Emile Durkheim mendefenisikan masyarakat sebagai kerjasama obyektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya;

b) M. J. Herskovits mendefenisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu;

c) Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.

(6)

dalam waktu yang relatif lama, memiliki norma-norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama, dan ditempat tersebut anggota-anggotanya melakukan regenerasi (beranak pinak) (Setiadi, 2011 : 36).

Menurut Abdulsyani (1987) bahwa masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang ; Pertama, memandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah atau tempat dengan batas-batas terntentu, maka ia menujukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun atau kota-kota kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah atau wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Disamping itu dilengkapi pula oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang timbul atas akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia.Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka didalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan dan tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil contoh tentang masyarakat Pegawai Negeri, masyarakat Ekonomi, masyarakat Mahasiswa, dan lain sebagainya.

(7)

2.1.2.2 Pengertian Nelayan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian utamanya dari usaha menangkap ikan dilaut.Nelayan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan.Nelayan buruh (penggarap) adalah seseorang yang menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya merupakan atau membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Nelayan juragan (pemilik) adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan /atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan.Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana (tradisional). Dengan keterbatasan perahu maupun alat tangkapnya, maka jangkauan wilayah penangkapannya pun menjadi terbatas biasanya hanya berjarak 6 mil laut dari garis pantai. Nelayan tradisioanl ini biasanya adalah nelayan yang turun-temurun yang melakukan penangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Masalah aktual yang perlu diperhatikan adalah bahwa potensi untuk berkembangnya jumlah penduduk miskin dikawasan pesisir cukup terbuka. Hal ini disebabkan dua hal penting berikut :

(8)

khususnya di daerah-daerah perairan yang sudah dalam kondisi tangkap lebih.

b) Membengkaknya biaya-biaya opensi penangkapan karena meningkatnya harga bahan bakar minyak (bensin dan solar) sehingga nelayan mengurangi kuantitas operasi penangkapan.

Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan, status sosial dan kepercayaan. Charles dalam Widodo 2016 membagi kelompok nelayan dalam 4 (empat) kelompok :

a) Nelayan Subsistem (Subsistence Fisher), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

b) Nelayan Asli (Nature/Indigenous/Oboriginal Fisher), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama namun memiliki jika hak untuk melakukan aktivitas secara komersial maupun dalam skala yang kecil.

c) Nelayan Rekreasi (Recreatinal/Sport Fisher), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga.

(9)

Menurut tipe ekologinya, Sitorus dkk (1998) mengklasifikasikan masyarakat agraris menjadi masyarakat nelayan (dipantai), masyarakat petani sawah (di dataran rendah), dan msyarakat petani peladang atau petani lahan kering (di dataran tinggi). Disisi lain, Hanson (1984) menyatakan bahwa masyarakat pesisir seringkali memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mengakses pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan sarana produksi usahanya, sehingga terkadang kondisi sosial ekonominya relatif masih rendah (Amanah, 2014 : 34).

Dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai standar. Kemiskinan prasarana tidak langsung memiliki andil dalam munculnya kemiskinan keluarga, kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada garis kemiskinan (near poor) bisa merosot kedalam kelompok keluarga miskin (https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April 2017 pukul 20.00 WIB).

(10)

prestasi, apresiatif terhadap keahlian, kekayaan dan kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial yang tinggi, sistem pembagian kerja berbasis seks (laut menjadi ranah laki-laki dan darat adalah ranah kaum perempuan) dan berperilaku konsumtif (Kusnadi, 2009 dalam https//gracilliaraystra.wordpress.com diakses pada 07 April 2017 pukul 20.00 WIB).

Masyarakat nelayan yag dimaksudkan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah nelayan yaitu mereka yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah dan Non peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

2.2 BPJS Ketenagakerjaan

(11)

melakukan percepatan pembangunan kesejahteraan bagi rakyat dan pada gilirannya akan menjadi solusi bagi bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera, mandiri dan berdikari (Soendoro, 2009 : 128).

BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan dikelola oleh PT Askes yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan termasuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja yang dulunya ditangani oleh PT Jamsostek. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan yang dikelola oleh PT JAMSOSTEK menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiunan dan Jaminan Kematian.

(12)

tentang Sistem Jaminan Sosial (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 224).

Pada bagian lain dari sudut pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kewenangan untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional sebagai bagian dari fungsi pelayanan sosial negara bukan saja menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, tetapi dapat juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Karena itu undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut sebagai sub sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan pasal 18 ayat (2) dan (5) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tingkat daerah dapat dibentuk dnegan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan SJSN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu diselenggarakan berdasarkan asas, tujuan, dan prinsip sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

(13)

2.2.1 Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut, BPJS bertugas untuk : 1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.

4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial. 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial.

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran temasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

2.2.2 Wewenang BPJS

(14)

2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.

4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standart tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.

5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.

6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya.

7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 192).

(15)

2.3 Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah

2.3.1 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai :

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu :

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diindentifikasikan melalui anggaran.

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.

(16)

serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996:295).

2.3.2 BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah

Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi : Pemberi Kerja ; Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja diluar hubungan kerja yang bukan menerima upah, contohnya Tukang Ojek, Supir Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, Nelayan, dan lain-lain. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, hari tua, dan meninggal.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Keja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sebagai berikut :

1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekeja kurang dari tiga (3) bulan wajib ikut diikutsertakan dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari tiga (3) bulan wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja. 2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah

(17)

hari dalam satu minggu adalah upah sebulan dibagi dua puluh lima, sedangkan yang bekerja lima hari dalam satu minggu adalah upah sebulan dibagi dua puluh satu.

3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari tiga bulan penetapan upah sebulan adalah datu dikalikan jumlah hari kerja dalam satu bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari tiga bulan, upah sebulan dihitung dari upah rata-rata tiga bulan terakhir. Jika pekerjaan tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata-rata dua belas bulan terakhir.

4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam perjanjian kerja.

Kepesertaan

UU No 24 Tahun 2011 pasal 14, Peserta adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Hubungan Industrial, 2016 : 195).

1. Dapat mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta.

2. Dapat mendaftar sendiri langsung ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan atau mendaftar melalui wadah/kelompok/Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang telah melakukan Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan (Tim Visi Yustisia, 2016:133)

(18)

1. Mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan)

2. Mengisi Formulir F1 BPU untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru. 3. Menghubungi :Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan terdekat, wadah,

mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Pembayaran iuran dapat dilakukan oleh peserta sendiri atau melalui Wadah/ Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) selama bulanan/3 bulan/6 bulan/1 tahun sekaligus.

Jenis Program dan Manfaat :

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari :

a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. b. Biaya perawatan medis, sesuai kebutuhan medisnya (unlimited). c. Biaya rehabilitasi.

d. Penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), 6 bulan pertama 100% upah, 6 bulan kedua 75% upah seterusnya 50% upah. e. Santunan cacat tetap sebagian.

f. Santunan cacat total tetap.

g. Santunan kematian (sesuai label), biaya pemakam (Rp 3.000.000,-) santunan berkala bagi yang meninggal dunia (Rp 200.000,- x 24bln / sekaligus Rp 4.800.000,-), beasiswa anak peserta (Rp 12.000.000,-), cacat total tetap, 70% x 80 bulan upah.

(19)

pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Suatu kasus dinyatakan sebagai kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian seperti terjatuh, terpukul, tertabrak, dan lain-lain.

2. Jaminan Kematian (JK), terdiri dari : a. Biaya pemakaman sebesar Rp 3.000.000.

b. Santunan berkala, Rp 200.000,-/bulan selama 24 bulan sekaligus Rp 4.800.000,-, beasiswa bagi anak peserta dengan masa iuran 5 tahun sebesar Rp 12.000.000,- dan hanya berlaku untuk 1 (satu) orang anak.

Peserta yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, dimaksudkan untuk meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

3. Jaminan Hari Tua (JHT) terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.

Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada tenaga kerja apabila sudah mencapai usia pensiun 56 tahun, mengalami cacat total tetap untuk selama-lamanya, meninggal dunia, mengundurkan diri dan terkena PHK, meninggalkan Negara Republik Indonesia untuk selama-lamanya (pindah kewarganegaraan untuk WNI dan kembali kenegara asal untuk WNA).

Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut :

(20)

Iuran Bukan Penerima Upah

Iuran didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan peserta, dipilih salah satu dari tabel iuran yang tersedia sesuai penghasilan sebulan. Iuran sepenuhnya ditanggung oleh peserta.

Jaminan Kecelakaan Kerja : 1% Jaminan Hari Tua (minimal) : 2%

Jaminan Kematian : Rp 6.800,-

2.4 Kesejahteraan Sosial

2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 angka 1, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan Material, Spritual dan Sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam kajian ini, kata Kesejahteraan Sosial memiliki beberapa makna, diantaranya sebagai sebuah kondisi sejahtera (well being), pelayanan sosial (social service), tunjangan sosial (social assistence/social aid) dan proses atau usaha terencana. Sebagai sebuah kondisi sejahtera (well being) kesejahteraan sosial merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan secara seimbang dan bermatabat. Beberapa para ahli mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai sebuah kondisi, diantaranya adalah Skidmore dan Midgley. Menurut Skidmore, “kesejahteraan sosial dalam

(21)

mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional dan ekonominya”. Midgley, et.all

(2000:xi) mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai “a condition or state of

human well-being”.

Kondisi sejahtera terjadi apabila kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasarnya seperti makanan yang bergizi, air bersih, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dan pendapatan dapat dipenuhi. Selain itu manakala manusia mendapatkan perlindungan dari berbagai risiko utama yang mengancam kehidupannya seperti risiko sakit, risiko kecelakaan, risiko di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), risiko kerugian akibat bencana, risiko pada saat lanjut usia, dan risiko kematian. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah pelayanan sosial yang ditujukan kepada warga negara khususnya warga miskin berupa penyediaian pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan jaminan sosial. pelayanan sosial bertujuan untuk membantu individu dan kelompok agar dapat mengembangkan kapasitas diri dna meningkatkan peran-peran sosialnya (Pujileksono, 2016 : 22-23).

2.4.2 Tujuan Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan Sosial mempunyai tujuan yaitu :

(22)

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan (Fahrudin, 2012:10).

2.4.3 Nilai dan Prinsip dalam Praktik Kesejahteraan Sosial

Dalam kaitan dengan nilai dan prinsip-prinsip dasar ini, Zastrow (2010) melihat ada tiga komponen dasar yang harus dipertimbangkan dan dielaborasi dalam mengembangkan profesi praktik dibidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Ketiga komponen dasar tersebut adalah :

1. Pengetahuan (knowledge)

Menurut pendapat Kahn (1969) pengetahuan adalah pemahaman teoritis ataupun praktis yang terkait dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan (science); belajar; dan seni yang melibatkan penelitian maupun praktik serta pengembangan keterampilan. Untuk melihat apakah suatu knowledge statement itu benar atau salah, cara pembuktiannya adalah berdasarkan kajian terhadap dunia empirik, melalui cara pangkajian yang ilmiah. Sehingga pernyataan itu menjadi benar, setelah dibuktikan dari berbagai data yang ada.

2. Keterampilan (skill)

Keterampilan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu profesi pemberi bantuan (helping profession), serta menjadi prasyarat bila profesi tersebut ingin berkembang. Secara defenitif, keterampilan didefenisikan sebagai kemampuan, keahlian ataupun kemahiran yang diperoleh dari praktik dan pengetahuan.

(23)

Pincus dan Minahan (1973:38) menyatakan nilai adalah keyakinan, prefensi ataupun asumsi mengenai apa yang diinginkan atau dianggap baik oleh manusia . nilai yang dianut oleh seseorang dapat menentukan sikap dan tindakan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Nilai-nilai dasar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial sendiri pada awalnya banyak dipengaruhi oleh nilai yang berkembang pada profesi yang memberikan bantuan terhadap masyarakat lainnya.

2.5 Kerangka Pemikiran

Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yang luas wilayahnya 70% merupakan wilayah lautan. Di wilayah lautan ini terkandung potensi ekonomi yang sangat besar dan beragam, antara lain sumber daya ikan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja, pada saat krisis ekonomi peranan sektor perikanan semakin signifikan, terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan pengusaha, padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan dan petani ikan (Mulyadi, 2005 : 15).

(24)

Program Luar Hubungan Kerja (Sektor Informal)

Masyarakat Nelayan Kampung Nelayan Seberang : 1. Peserta BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima

upah lembur, jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Kegiatan sektor informal umumnya cenderung tidak stabil dan pekerjanya rentan terperangkap dalam pengangguran dan kemiskinan. Hadirnya pekerja sektor informal tidak bisa dihindari karena hal itu berkaitan dengan kinerja ekonomi yang belum mampu menciptakan kesempatan kerja formal secara memadai.

Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejateraan pekerja sektor informal khususnya nelayan dan keluarganya melalui program bukan penerima upah atau pekerja yang bekerja diluar hubungan kerja. Peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor itu sangat dimungkinkan karena BPJS ketenagakerjaan memuat layanan jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiunan.

Masyarakat Kampung nelayan seberang merupakan salah satu pekerja sektor informal yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah. Peneliti ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat Kampung Nelayan Seberang, mereka yang terdaftar sebagai peserta dan mereka yang tidak terdaftar sebagai peserta terhadap pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

(25)

Respon Masyarakat Kampung Nelayan Seberang

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.6.1 Defenisi Konsep

(26)

memang merujuk ke gejala nyata ke alam empiris. Konsep adalah sarana merujuk kedua empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna (mutlak) dunia empiris bahkan konsep bukanlah dunia empiris itu sendiri (Suyanto & Sutinah, 2008:49).

Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Respon merupakan suatu tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melihat proses pemahaman, penilaian, suka atau tidak suka serta partisipasi terhadap objek permasalahan.

2. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan, penangkap ikan dilaut.

3. BPJS Ketenagakerjaan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

4. Program Bukan Penerima Upah adalah suatu Program BPJS Ketenagakerjaan untuk mendukung upaya menjamin kesejahteraan pekerja berkeadilan dibidang sektor informal.

2.6.2 Defenisi Operasional

(27)

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini melalui indikator sebagai berikut :

1) Persepsi masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi :

a. Pengetahuan masyarakat nelayan tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

b. Pemahaman masyarakat nelayan tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

2) Sikap masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi :

a. Penilaian adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki masyarakat tentang BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

b. Penolakan dan penerimaan masyarakat nelayan adalah hubungan dengan rasa senang atau tidak senangnya masyarakat terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

c. Pengharapan adalah masyarakat nelayan tentang harapan akan program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah serta manfaat BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

3) Partisipasi masyarakat nelayan terhadap BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah, meliputi :

a. Keikutsertaan masyarakat nelayan dalam program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah.

Referensi

Dokumen terkait