• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PERILAK (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PERILAK (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM, PERILAKU SANITASI IBU, DAN SARANA SANITASI LINGKUNGAN TERKAIT KEJADIAN DIARE

PADA ANAK BALITA DI KECAMATAN JETIS KOTA YOGYAKARTA

Ade Rahmat Firdaus,1 Susi Iravati,2 Agus Suwarni3 ABSTRAK

Latar Belakang : Morbiditas dan Mortalitas akibat diare pada anak Balita hingga saat ini masih tinggi sehingga menjadi permasalahan di negara berkembang termasuk di Indonesia, sarana sanitasi lingkungan yang tidak sehat serta perilaku yang tidak higienis merupakan salah satu penyebab masih tingginya kejadian diare. Di Kota Yogyakarta Tahun 2009 diketahui bahwa Kecamatan Jetis merupakan salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta yang memilki angka kejadian diare cukup tinggi yaitu mencapai 791 kasus dimana 285 kasus (36 %) diantaranya terjadi pada usia Balita.

Tujuan : Untuk membuktikan bahwa kualitas bakteriologis air minum, perilaku sanitasi ibu (higiene perorangan, kebiasaan dalam memberi makan anak Balita, pengelolaan air minum) serta sarana sanitasi lingkungan (sarana pembuangan tinja, sarana pembuangan air limbah/SPAL, sarana pembuangan sampah) merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan rancangan studi kasus kontrol dengan responden sebanyak 60 kasus dan 60 kontrol. Kelompok kasus adalah ibu yang memiliki anak Balita yang berdasarkan diagnosis medis dari Puskesmas Jetis menderita diare pada Desember 2011 sampai dengan Februari 2012 sedangkan kontrol adalah ibu yang memiliki anak Balita yang tidak menderita diare selama tiga bulan terakhir. Analisis data dilakukan secara univariat, analisis bivariat dengan uji statistik chi square dan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik pada α=0,05.

Hasil : Berdasarkan analisis multivariat menunjukkan 5 variabel mempunyai pengaruh signifikan dengan kejadian diare pada anak Balita yaitu 1) kualitas bakteriologis air minum p=0,039 OR=10,734; 2) higiene perorangan p=0,002 OR=4,349; 3) kebiasaan memberi makan anak Balita p=0,001 OR=6,155 ; 4) pengelolaan air minum P=0,002 OR=5,171; 5) sarana pembuangan tinja p=0,004 OR=4,013.

Kesimpulan : Kualitas bakteriologis air minum, perilaku sanitasi ibu (higiene perorangan, kebiasaan dalam memberi makan anak balita, dan pengelolaan air minum), serta sarana sanitasi lingkungan berupa sarana pembuangan tinja merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Sarana sanitasi lingkungan berupa sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan sarana pembuangan sampah bukan merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

Kata Kunci : Kualitas bakteriologis,air minum, diare, anak Balita.

1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Mulawarman, Samarinda 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta

3 Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Yogyakarta.

(2)

BACTERIOLOGICAL QUALITY OF DRINKING WATER, SANITATION BEHAVIOR OF MOTHERS, AND ENVIRONMENTAL SANITATION FACILITIES ASSOCIATED WITH DIARRHEA INCIDENCE

IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS AT SUB-DISTRICT OF JETIS YOGYAKARTA CITY

Ade Rahmat Firdaus,1 Susi Iravati,2 Agus Suwarni3

ABSTRACT

Background: Morbidity and Mortality due to diarrhea in children under five is still high and become a problem in developing countries such as Indonesia,, unsanitary environmental sanitation facilities and unhygienic behavior are causes of higher diarrhea incidence rate. In Yogyakarta City, in 2009 it is found that sub-district of Jetis is one of sub-sub-district in Yogyakarta City which had sufficiently high diarrhea incidence rate, reaching 791 cases, where 285 of the cases (36%) occurred in children under five.

Objectives: To investigate that bacteriological quality of drinking water, sanitation behavior of mothers (personal hygiene, habit to feed children of under five, drinking water management) and environmental sanitation facilities (facilities of feces disposal, household water waste disposal /SPAL and trash disposal) are risk factors of diarrhea incidence in children under five at sub-district of Jetis, Yogyakarta City.

Methods: This research was an observational analytic using case-control study design with the respondents were 60 cases and 60 control. Groups of cases were mothers having children under five and suffering from diarrhea who defined by medical diagnosis from Public health center of Jetis, in December 2011 to February 2012 while the control were mothers having children under five in last 3 months did not suffer from diarrhea. Data were analyzed by univariate analysis, bivariate analysis with chi square test and multivariate analysis using logistic regression at α=0,05.

Results: Results of multivariate analysis showed 5 variables had significant effect on diarrhea incidence in children under five, namely: 1) Bacteriological quality of drinking water p=0.039 and OR=10,734; 2) Personal hygiene p=0.002 and OR=4,349; 3) Mothers habit to feed children under five p=0.001 and OR=6,155; 4) Drinking water management p=0,002 and OR=5,171; 5) Facilities of feces disposal p=0,004 and OR=4,013.

Conclusion: Bacteriological quality of drinking water, sanitation behavior of mothers (personal hygiene, mothers habit to feed children of under five, drinking water management), and environmental sanitation facilities such as feces disposal were risk factors of diarrhea incidence in children under five at subdistrict of Jetis, Yogyakarta City. Water waste disposal (SPAL) and trash disposal facilities were not risk factors of diarrhea incidence in children under five at subdistrict of Jetis, Yogyakarta City.

(3)

PENDAHULUAN

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi. Survei morbiditas yang pernah dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidensi yang menibgkat. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatality Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)1.

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDG’s) khususnya sasaran ke 4 adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian anak anak Balita di Indonesia.1

Salah satu penyebab diare adalah kebiasaan atau perilaku masyarakat yang tidak higienis seperti kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak memperhatikan aspek kesehatan. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 47 % masyarakat masih berperilaku buang air besar (BAB) di sungai, kolam, kebun dan tempat terbuka. Perilaku ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas air minum secara biologis.2

(4)

bagi kesehatan. Demikian halnya dengan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang merupakan limbah cair rumah tangga yang banyak mengandung bahan organik sehingga memungkinkan berkembangbiaknya organisme penyebab penyakit dan dapat mencemari sumber air bersih.3

Kondisi tempat sampah yang tidak sehat khususnya sampah yang berasal dari dapur yang mudah membusuk merupakan makanan bagi vektor penyakit seperti tikus dan lalat. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit saluran pencernaan seperti typhus abdominalis, diare dan dysentri.4

Kecamatan Jetis merupakan salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta yang memilki kejadian diare cukup tinggi selama Tahun 2009 yaitu mencapai 791 kasus dimana 285 kasus (36%) terjadi pada usia Balita. 5 Selama tahun 2011 kasus diare di Kecamatan Jetis tercatat mencapai 607 kasus dan 134 kasus (22%) diantaranya terjadi pada usia Balita. 6

Tujuan penelitian ini untuk membuktikan kualitas bakteriologis air minum, perilaku sanitasi ibu (higiene perorangan,kebiasaan dalam memberi makan anak Balita, pengelolaan air minum) dan sarana sanitasi lingkungan (sarana pembuangan tinja, saluran pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah) sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

CARA PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan kasus kontrol.7 Kasus adalah ibu yang memiliki anak balita berusia 12-<60 bulan dan menderita diare yang datang berkujung ke Puskesmas Jetis dari Desember 2011-Februari 2012, dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan jetis. Kontrol adalah ibu yang mempunyai anak Balita berusia 12-<60 bulan yang selama 3 bulan terakhir tidak menderita diare dan bertempat tinggal dekat dengan kasus.

(5)

kuesioner, lembar observasi serta pengukuran kualitas bakteriologis terhadap air minum yang dikonsumsi. Indikator yang digunakan untuk menilai kualitas bakteriologis adalah keberadaan E.coli. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, bivariat (chi square dan Odds Ratio) pada taraf kepercayaan 95% dan multivariat berupa regresi logistik.8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Ibu Anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta (n=120)

Karakteristik

Ibu Anak Balita Keterangan

Kelompok

Kasus Kontrol

n % n %

Usia a. ≤30 Tahun 36 60,0 24 40,0

b. 31-40 Tahun 20 33,3 34 56,7

c. > 41 Tahun 4 6,7 2 3,3

Pekerjaan a. PNS/TNI-Polri/BUMN,

Pensiunan 0 0,0 5 8,3

b. Swasta 10 16,7 14 23,3

c. Tani 0 0,0 1 1,7

d. Ibu Rumah Tangga 50 83,3 40 66,7

Tingkat Pendidikan

a. Dasar 26 43,3 21 35,0

b. Menengah 31 51,7 32 53,3

c. Tinggi 3 5,0 7 11,7

Karakteristik Ibu di Kecamatan Jetis menurut umur pada kelompok kasus mayoritas ibu berumur <30 tahun (60%); sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas berumur 31-40 tahun (56,7%). Berdasarkan karakteristik pekerjaannya, baik pada kelompok kasus maupun kontrol masyoritas sebagai ibu rumah tangga yaitu 83,3% pada kelompok kasus, dan 66,7% pada kelompok kontrol.

Berdasarkan karakteristik pendidikannya, pada kelompok kasus maupun kontrol, mayoritas berpendidikan menengah, pada kelompok kasus 51,7% sedangkan pada kelompok kontrol 53,3%.

Tabel 2. Karakteristik anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta

(6)

Anak anak Balita n Kasus % nKontrol%

Jenis Kelamin a. Laki-laki 34 56,7 33 55,0

b. Perempuan 26 43,3 27 45,0

Umur a. 12-24 bulan 20 33,3 19 31,7

b. 25-36 bulan 13 21,7 14 23,3

c. 37-48 bulan 11 18,3 11 18,3

d. 49-59 bulan 16 26,7 16 26,7

Aktivitas Rutin a. PAUD 20 33,3 31 51,7

b. Rumah 40 66,7 29 48,3

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa karakteristik anak Balita di Kecamatan Jetis pada kelompok kasus mayoritas adalah laki-laki (56,7%), demikian juga pada kelompok kontrol mayoritas juga laki-laki (55,0%).sedangkan karakteristik berdasarkan umur, pada kelompok kasus mayoritas berumur 12-24 Bulan (33,3%), demikian juga pada kelompok kontrol mayoritas berumur 12-24 Bulan (31,7%).

Berdasarkan karakteristik aktivitas rutinnya, pada kelompok kasus mayoritas beraktivitas di rumah (66,7%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas mengikuti kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (51,7%).

Tabel 3 . Hasil Analisis Univariat pada Subyek Penelitian di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta (N=120).

N o

Variabel Keterangan Kasus Kontrol

n % n % 1. Kualitas bakteriologis

air minum

a. Tidak memenuhi syarat 10 16,7 1 1,7

(7)

2. Perilaku sanitasi ibu a. Higiene

perorangan

a. Praktik Buruk 41 68,3 24 40,0

b. Praktik Baik 19 31,7 36 60,0

b.Kebiasaan memberi makan anak Balita

a. Kebiasaan Buruk 52 86,7 37 74,2

b. Kebiasaan Baik 8 13,3 23 25,8

c. Pengelolaan Air Minum

a. Praktik Buruk 50 83,4 34 56,7

b. Praktik Baik 10 27,6 26 43,3

4. SSarana sanitasi lingkungan a. Sarana

pembuangan tinja

a. Tidak memenuhi syarat

46 76,7 31 51,7

b. Memenuhi syarat 14 23,3 29 48,3

b. SPAL a. Tidak memenuhi

syarat

48 80,0 36 60,0

b. Memenuhi syarat 12 20,0 24 40,0

c. Sarana pembuangan sampah

a. Tidak memenuhi syarat

48 80,0 32 53,3

b. Memenuhi syarat 12 20,0 28 46,7

5. Kejadian diare 60 50,0 60 50,0

Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui bahwa pada faktor risiko kualitas bakteriologis air minum, dari 120 responden, sebanyak 10 responden (16,7%) pada kelompok kasus dan 1 responden (1,7%) pada kelompok kontrol selanjutnya diketahui faktor risiko yang berasal dari perilaku sanitasi ibu, 41 responden (68,3%) pada kelompok kasus dan 24 responden (40%) pada kelompok kontrol memiliki praktik higiene perorangan yang buruk, sedangkan 52 responden (86,7%) pada kelompok kasus dan 37 responden (74,2%) pada kelompok kontrol memiliki kebiasaan memberi makan anak Balita sambil bermain di luar rumah dan pada faktor risiko pengelolaan air minum anak Balita, sebanyak 50 responden (83,4%) pada kelompok kasus dan 34 responden (56,7%) pada kelompok kontrol memiliki kebiasaan pengelolaan air minum yang buruk.

(8)

kelompok kontrol tidak memiliki sarana pembuangan air limbah (SPAL) yang memenuhi syarat dan sebanyak 48 orang (80%) pada kelompok kasus dan 32 responden (53,3%) pada kelompok kontrol juga tidak memiliki sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat.

Tabel 4. Hasil analisis Bivariat variabel bebas dengan kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta

No Variabel Keterangan Kasus Kontrol OR

95% CI p

n % n %

1. Kualitas bakteriologis air minum

a. Tidak

Memenuhi Syarat 10 90,9 1 9,1 11,800 1,460<OR<95,389

0,004

b. Memenuhi

Syarat 50 45,9 59 54,1

2. Perilaku sanitasi ibu

a. Higiene a. Praktik Buruk 41 68,3 24 40,0 3,237

1,529<OR<6,853

0,002 b. Praktik Baik 19 31,7 36 60,0

b. Kebiasa an memberi makan anak Balita a. Kebiasaan Buruk

52 86,7 37 74,2 4,041

1,629<OR<10,020 0,002

b. Kebiasaan Baik 8 13,3 23 25,8

c. Pengelol aan Air Minum (X2.3)

a. Praktik Buruk 50 83,4 34 56,7 3,824

1,635<OR<8,942

0,001 b. Praktik Baik 10 27,6 26 43,3

3 SSarana sanitasi lingkungan a. Sarana

pembuangan tinja

a. Tidak

Memenuhi Syarat 46 76,7 31 51,7 3,074

1,404<OR<6,731 0,004

b. Memenuhi Syarat

(9)

b. SPAL a. Tidak

Memenuhi Syarat 48 80,0 36 60,0 2,667

1,178<OR<6,034 0,017

b. Memenuhi

Syarat 12 20,0 24 40,0

c. Sarana pembuangan sampah

a. Tidak

Memenuhi Syarat

48 80,0 32 53,3 3,500

1,556<OR<7,874 0,002

b. Memenuhi

Syarat 12 20,0 28 46,7

Berdasarkan hasil analisis data yang disajikan pada tabel di atas pada variabel kualitas bakteriologis air minum diperoleh OR sebesar= 11,800 dengan

p-value= 0,004; karena p < 0,05; maka disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan kualitas bakteriologis terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Hasil OR sebesar 11,800 menunjukkan bahwa anak Balita dengan kualitas bakteriologis air minum yang tidak memenuhi syarat mempunyai kemungkinan 11,800 kali lebih besar mengalami kejadian diare, dibandingkan dengan anak Balita yang mengkonsumsi air minum dengan kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat.

Pada variabel higiene perorangan diperoleh OR sebesar= 3,237 dengan

p-value= 0,004; karena p < 0,05; maka disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan higiene perorangan terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Hasil OR sebesar 3,237 menunjukkan bahwa perilaku sanitasi ibu dengan kebiasaan higiene perorangan yang buruk mempunyai kemungkinan 3,237 kali lebih besar anak Balitanya mengalami kejadian diare, dibandingkan dengan anak Balita yang ibu nya mempunyai kebiasaan higiene perorangan yang baik.

(10)

Pada variabel pengelolaan air minum diperoleh OR sebesar= 3,824 dengan

p-value= 0,001; karena p<0,05; maka disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan pengelolaan air minum terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Hasil OR sebesar 3,824 menunjukkan bahwa pengelolaan air minum pada praktik buruk mempunyai kemungkinan 3,237 kali lebih besar anak Balita nya mengalami kejadian diare, dibandingkan dengan pengelolaan air minum yang baik.

Pada variabel sarana sapembuangan tinja diperoleh OR sebesar= 3,074; dengan p-value= 0,004; karena p < 0,05; maka disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan sarana sanitasi lingkungan berupa sarana pembuangan tinja (jamban) terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Hasil OR sebesar 3,074 menunjukkan bahwa sarana sanitasi lingkungan berupa jamban yang tidak memenuhi syarat mempunyai kemungkinan 3,237 kali lebih besar anak Balitanya mengalami kejadian diare, dibandingkan dengan sarana sanitasi lingkungan berupa jamban yang memenuhi syarat.

Pada variabel SPAL diperoleh OR = 2,667 dengan p-value= 0,017 karena p < 0,05; maka disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan sarana sanitasi lingkungan berupa SPAL terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Hasil OR sebesar 2,667 menunjukkan bahwa sarana sanitasi lingkungan berupa SPAL yang tidak memenuhi syarat mempunyai kemungkinan 2,667 kali lebih besar anak Balita nya mengalami kejadian diare, dibandingkan dengan sarana sanitasi lingkungan berupa SPAL yang memenuhi syarat.

(11)

kejadian diare, dibandingkan dengan sarana sanitasi lingkungan berupa sampah yang memenuhi syarat.

Analisis multivariate menggunakan analisis regresi logistik (Backward Method) yaitu metode analisis regresi logistik dengan menghilangkan satu demi satu variabel bebas yang tidak mempunyai pengaruh yang bermakna.

Tabel 5. Hasil analisis regresi logistic faktor risiko terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta (Tahap akhir)

No Variabel Bebas B SE Wald Df p Exp(B)

1. Kualitas

Bakteriologis Air Minum

2,373 1,148 4,271 1 0,039*) 10,734

2. Higiene Perorangan 1,470 0,485 9,192 1 0,002*) 4,349 3. Kebiasaan dalam

Memberi Makan Anak Balita

1,817 0,565 10,351 1 0,001*) 6,155

4. Pengelolaan Air

Minum 1,643 0,530 9,595 1 0,002

*) 5,171

5. Sarana Pembuangan Tinja (Jamban)

1,389 0,487 8,129 1 0,004*) 4,013

Constant

-12,996 2,917 19,849 -- --

(12)

kebiasaan dalam memberi makan anak Balita, pengelolaan air minum dan sarana pembuangan tinja atau jamban berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap kejadian diare pada anak anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

Berdasarkan analisis multivariat memperlihatkan bahwa kualitas bakteriologis air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan jetis kota Yogyakarta yang terbukti dengan koefisien (B) sebesar 2,373 dengan p<0,05. Adapun OR atau Exp (B) yang dihasilkan sebesar 10,374 artinya responden yang memiliki kualitas bakteriologis air minum yang tidak memenuhi syaarat kesehatan mempunyai kemungkinan 10,374 kali lebih besar balita nya mengalami kejadian diare dibandingkan dengan responden yang memiliki air minum yang memenuhi syarat kesehatan dari aspek bakteriologis. Nilai exp (B) yang terbesar ini juga menunjukkan bahwa kualitas bakteriologis air minum merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan jetis Kota Yogyakarta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Giyantini (2000) bahwa tingkat kualitas total coliform (101-1000/ml) bakteri berhubungan dengan terjadinya diare pada anak Balita 9. Hasil penelitian Wibowo (2003) juga menunjukkan bahwa menggunakan air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak Balita sebesar 2,47 kali lebih besar daripada keluarga yang memililki sumber air minum yang memenuhi syarat kesehatan 10.

Hasil penelitian ini berbeda dengan Zakianis (2003) bahwa tidak ada hubungan antara coliform yang >0/100 ml sampal air dengan terjadinya diare pada anak Balita (p=0,883, OR = 1,044) 11 dan hasil penelitian Strauss,et.al (2001)juga menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara indikator bakteri dengan penyakit gastrointestinal OR =1,52 ( 65 % CI ; 0,33-6,92) 12.

(13)

air minum yang dikonsumsi. Pada kelompok kasus diketahui sebanyak 10 sampel (16,7%) dan kelompok kontrol 1 sampel (1,7%) terbukti mengandung bakteri

E.coli.

E.coli merupakan sub group dari fecal coliform yang keberadaanya merupakan indikasi adanya pencemaran yang bersumber dari feses. Keberadaan

E.coli pada air minum responden dapat berasal dari sumber air bersih yang digunakan maupun pada saat pengolahan dan penyimpanan. Pada saat penyimpanan dapat dimungkinkan terjadinya kontaminasi yang disebabkan karena pencucian alat penyimpanan air minum yang tidak baik, yaitu tidak membiarkan alat tersebut kering sempurna atau mencucinya dengan air mentah yang tercemar (Dewanti,2010)13

Pada analisis multivariat terbukti bahwa terdapat pengaruh signifikan higiene perorangan ibu terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta yang dibuktikan dengan koefisien (B) 1,470 dengan p<0,05. Adapun OR atau Exp (B) yang dihasilkan sebesar 4,349. Hal ini berarti bahwa ibu yang melakukan higiene perorangan buruk mempunyai kemungkinan 4,349 kali lebih besar anak Balita nya mengalami kejadian diare disbanding ibu yang melakukan hygiene perorangan yang baik.

Hasil yang sama juga diketahui dari penelitian Muhajirin (2007) di Kabupaten Cilacap bahwa praktek personal higiene yang buruk pada ibu Balita berisiko 2,98 kali untuk terjadi diare pada Balita dari pada perilaku hygiene yang baik pada ibu Balita14. Higiene perorangan mencakup praktek kesehatan seperti mandi, keramas, menggosok gigi, dan memcuci pakaian. Memelihara personal hygiene yang baik membantu mencegah infeksi dengan membuang kuman atau bakteri yang hidup di permukaan kulit. (Depkes RI, 1993)15

(14)

kuman tidak mati atau cara menyabuntangan tidak merata sampai kesela-sela jari sehingga masih ada kuman yang tertinggal dan dapat menyebabkan diare16.

Pada analisis multivariat (regresi logistik tahap akhir) diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan kebiasaan memberi makan anak Balita terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta; yang dibuktikan dengan koefisien (B) 1,817 dengan p<0,05. Adapun OR yang dihasilkan sebesar 6,155 yang berarti bahwa ibu yang melakukan kebiasaan buruk dalam memberi makan anak Balita memiliki risiko sebesar 6,155 kali lebih besar tekena diare dibandingkan dengan ibu yang memiliki kebiasaan baik dalam memberi makan anak Balita nya.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sinthamurniwaty (2006)yang menunjukkan bahwa kebiasaan memberi makan anak di luar rumah merupakan faktor protektif. Hal ini mungkin disebabkan oleh perhatian ibu dalam penyajian makanan, sehingga walaupun anak makan sambil bermain di luar rumah tetapi makanan selalu ditutup sehingga tidak terkontaminasi E.coli16.

Kegiatan memberi makan anak sambil bermain diluar rumah akan memberikan kesenangan tersendiri bagi Balita karena dapat dilakukan sambil melakukan aktivitas kesenangan. Akan tetapi kegiatan ini juga memberikan risiko makanan terpapar oleh debu dan vektor seperti lalat yang dimungkinkan telah hinggap pada feses manusia atau binatang, selain itu udara lingkungan yang kotor juga dapat berbahaya bagi makanan yang dikonsumsi oleh anak Balita.

Pada analisis multivariat diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan pengelolaan air minum terhadap kejadian diare pada anak anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta yang dibuktikan dengan koefisien (B) 1,643 dan OR sebesar 5,171.

Pengelolaan air minum yang buruk berupa tidak melakukan perebusan air minum hingga mendidih selama minimal 3 menit akan menyebabkan bakteri

(15)

sangat resisten terhadap desinfektan dan menyebabkan diare,mual dan kram pada perut (EPA,2006).17

Berdasarkan hasil uji regresi logistik pada analisis multivariat diperoleh OR = 4,013 dengan p=0,004 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan sarana pembuangan tinja (jamban) dengan kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan jetis Kota Yogyakarta.

Tinja manusia merupakan sumber infeksi yang berbahaya bagi kesehatan, dan sebagai salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, perkembangbiakan vektor penyakit dan kontaminasi bakteri tinja terhadap makanan maupun minuman secara tidak langsung. Pembuangan tinja yang memperhatikan aspek kesehatan mutlak diperlukan, karena jika dibuang secara sembarangan akan mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada air, tanah dan dapat menjadi tempat perkembangbiakan lalat sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit yang salah satunya adalah diare (Chandra,2006).18

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muhajirin (2007) yang menyatakan bahwa anak Balita yang keluarganya mempunyai kualitas jamban yang buruk berisiko 3,05 kali lebih besar untuk terjadi diare dibandingkan dengan anak Balita yang keluarganya memiliki jamban yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sinthamurniawaty (2006) yang menunjukkan bahwa Balita yang keluarganya tidak memiliki jamban keluarga berisiko 2,09 kali lebih besar untuk menderita diare dibandingkan dengan anak Balita yang keluarganya memiliki jamban keluarga16.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Handayani (2007) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jamban dengan kejadian diare, hal ini dapat dimungkinkan karena dalam penelitian tersebut sebagian besar Balita pada kelompok kasus memiliki ibu dengan pendidikan yang tinggi sehingga mampu menjaga dan memelihara kondisi sanitasi lingkungan nya termasuk jamban keluarga.19

(16)

lingkungan berupa SPAL terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

Secara teori dapat dijelaskan bahwa transmisi penyakit diare yang disebabkan oleh SPAL yang tidak memenuhi syarat kesehatan sangat tergantung kepada keberadaan vektor penyakit seperti lalat yang dapat membawa agen penyakit bila hinggap pada bahan makanan atau minuman sehingga berpotensi menularkan diare (Depkes RI,2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Muhajirin (2007) dimana kualitas pembuangan limbah pada rumah tangga merupakan faktor protektif untuk terjadinya diare pada anak Balita, hal ini disebabkan karena walaupun kualitas pembuangan air limbah terbuka, tetapi karena kondisi tektur tanah daerah penelitian sebagian besar adalah cadas (51,7%), maka tidak mempengaruhi kualitas air bersih, karena air limbah yang dibuang tidak dapat diserap tanah secara keseluruhan, tetapi menguap ke udara karena terik matahari. Hal ini mengakibatkan bahwa kulitas pembuangan air limbah yang terbuka tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian diare pada anak Balita.

Hasil penelitian ini berbeda dengan Nainggolan (2006) yang menunjukkan terdapat hubungan antara kondisi pembuangan limbah rumah tangga dengan kejadian diare pada Balita dengan p=0,000 dan OR=8,637 20. Menurut Sugiharto (2008) air limbah rumah tangga merupakan air buangan yang tidak mengandung kotoran/tinja manusia yang dapat berasal dari buangan air kamar mandi, aktivitas dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen dalam jumlah kecil serta dapat membahayakan kesehatan manusia 21.

Pada analisis multivariat dengan regresi logistik diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan (p>0,05) sarana sanitasi lingkungan berupa sarana pembuangan sampah terhadap kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

(17)

sampah responden belum tentu mengandung bakteri/mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare seperti E.coli, dan sangat tergantung keberadaan vektor penyakit. Selain itu frekuensi dalam membuang sampah yang ada pada tempat penyimpanan juga menentukan sebab sampah yang ada sebaiknya dikumpulkan setiap hari dan dan di buang ke tempat pembuangan (Depkes RI,2008). 2

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Muhajirin (2007) jenis tempat sampah yang ada pada rumah responden merupakan faktor protektif terhadap kejadian diare pada anak Balita (OR = 0,312; 95% CI : 0,144-0,676). Hal ini disebabkan karena walaupun jenis tempat sampah tidak memenuhi syarat, tetapi karena di daerah penelitian tempat sampah berupa jugangan (tanah di lubangi) dan letaknya jauh dari rumah dan sumur. Sampah yang sudah menumpuk biasanya dibakar dan ditimbun, serta ada kalanya dijadikan kompos atau pupuk hijau oleh masyarakat setempat sehingga jenis tempat sampah yang tidak memenuhi syarat disini tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian diare pada Balita.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesmipulan sebagai berikut :

1. Kualitas bakteriologis air minum merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta yang merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh.

2. Perilaku sanitasi ibu (higiene perorangan, kebiasaan dalam memberi makan anak Balita dan pengelolaan air minum) merupakan faktor risiko kejadian diare pada anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

(18)

Dari kesimpulan tersebut di atas, serta berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disarankan sebagai berikut:

1. Untuk masyarakat.

a. Memastikan memasak air hingga mendidih dengan sempurna minimal selama 3 menit.

b. Membudayakan perilaku CTPS (cuci tangan pakai sabun) terutama setelah buang air besar, menangani feces anak, dan sebelum menyuapi anak.

c. Mengupayakan tidak memberi makan anak Balita sambil bermain di luar rumah.

d. Menjaga kebersihan lingkungan terutama kebersihan jamban keluarga.

2. Untuk Pengelola Program (Puskesmas)

a. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air bersih yang dimiliki warga, khususnya dari aspek bakteriologis.

b. Meningkatkan kegiatan penyuluhan yang di dalamnya mem berikan sosialisasi mengenai faktor risiko kejadian diare pada anak Balita, hal ini dapat dilakukan salah satu nya melalui kegiatan Posyandu dan PAUD yang ada di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

3. Untuk penelitian selanjutnya.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI, (2011) Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela dan informasi kesehatan, Triwulan II 2011, Hal 1-2.

2. Depkes RI, (2008) Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Depkes RI. Jakarta

3. Depkes RI, (1995) Pelatihan Penyehatan Air Bagi Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas. Dirjen P2m&PLP, Depkes RI.Jakarta

4. Notoatmodjo, S. (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-Prinsip Dasar.

PT.Rineka Cipta, Jakarta.

5. Dinkes Kota Yogyakarta, (2010) Profil Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun

2009. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Yogyakarta.

6. Puskesmas Jetis. ( 2011 ) Profil Kesehatan Puskesmas Jetis Tahun 2010. Puskesmas Jetis, Yogyakarta.

7. Murti,B. (2003) Desain Dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Bidang Keseharan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

8. Riyanto.(2009) Penerapan Analisis Multivariate dalam Penelitian

Kesehatan.Niftra Medika Press. Bandung

9. Giyantini,T. (2009) Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Diare pada Balita di Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur. Tesis. Program studi epidemiologi (FETP) Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

10. Wibowo. (2003) Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman, Tesis, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta

11. Zakianis (2003) Kualitas Bakteriologis Air Bersih Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Diare pada Bayi di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

12. Strauss,B.,King, W.,Ley.A.&Hoey,J.R.(2001) A Prospective Study of Rural Drinking Water Quality and Acute Gastrointestinal Illness. BMC Public Helath. Available from : http//:www.biomedcentral.com

13. Dewanti,RH, (2010) E.coli pada Alat Makan. Available from : <http//:www.libfkmui.wordpress.com/2010/09/22/e-coli-pada-alat-makan>

http://libfkmui.wordpress.com/2010/09/22/e-coli-pada-alat-makan/>[Accesed September 2011]

(20)

Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

15. Depkes RI, (1993) Materi Program P2 Diare Pada Pendidikan P2ML Terpadu bagi Dokter Puskesmas. Dirjen P2M&PLP, Depkes RI : Jakarta.

16. Sinthamurniwaty. (2006) Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare pada Balita.

Tesis. Universitas Diponegoro:Semarang.

17. Environmental Protection Agency (EPA) United States.(2006) Emergency Disinfection of Drinking Water. Available from : <http//: www.EPA.Gov/ safewater >[ Accesed September 2011]

18. Chandra,B.(2006) Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

19. Handayani, L. (2007) Hubungan Higiene Pribadi Ibu dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tempel I Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

20. Nainggolan, Y. (2006) Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga dengan kejadian Diare Akut pada Balita di Desa Rambung Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, Tesis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Ibu Anak Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta (n=120)
Tabel 3 . Hasil Analisis Univariat pada Subyek Penelitian di Kecamatan JetisKota  Yogyakarta (N=120).
Tabel 4.  Hasil analisis Bivariat  variabel bebas  dengan  kejadian  diarepada anak   Balita di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa berdasarkan uji regresi logistik tahap

Referensi

Dokumen terkait

Balok tersusun dengan dimensi 130 mm x 150 mm x 1000 mm dengan ukuran paku 2 inch dan variasi jarak paku 3 cm, 6 cm, dan 9 cm, dengan sistem kampuh mendatar dan kampuh tegak

Hadis di atas, pada intinya agar umat Islam tidak apriori terhadap umat Yahudi dan Nasrani, akan tetapi harus melihatnya secara objektif, karena

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dan kategori

Objek yang akan diteliti/dievaluasi oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan SIMKES di enam puskesmas dan SIMKES di Dinas Kesehatan dalam mendukung

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kehidupan dan

Pada dasarnya masing-masing penilaiannya tidak menunjukkan nilai yang ekstrim sehingga memberikan gambaran bahwa peternak secara umum setuju bahwa keberhasilan usaha

1. tersusunnya Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah yang memuat pokok- pokok pikiran, Iingkup atau objek yang akan diatur, serta jangkauan dan arah 'pengaturan, sehingga

 Gastritis menempati urutan keempat ( 9,3 % ), hal ini berhubungan dengan pola makan (keteraturan makan, jenis makanan, dan frekuensi makan) yang terjadi di masyarakat sering