• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014 Chapter III V"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian studi analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya melalui pengujian hipotesa (Bungin, 2008). Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan explanatory bertujuan untuk menjelaskan “Determinan yang memengaruhi pemanfaatan ulang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang”.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Sidikalang. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena pemanfaatan rumah sakit belum optimal, juga karena sebelumnya penelitian tentang determinan yang memengaruhi pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang belum pernah dilakukan.

3.2.2. Waktu Penelitian

(2)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien rawat inap di RSUD Sidikalang. Data jumlah pasien rawat inap rata-rata per bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang adalah 656 orang.

3.3.2. Sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut :

2

Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2

n = 99,8 digenapkan menjadi 100 orang.

Menghindari sampel yang drop out maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dengan rumus ni = n / (1-f)

(3)

f = perkiraan proporsi drop out (10%)

Perhitungan : ni = 100/(1-0,1) = 111,1 = dibulatkan menjadi 111 orang

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode sistematic random

sampling (pencuplikan sistematis). Metode ini harus menyiapkan daftar komplit

sebuah populasi (sampling frame), kemudian sampel dipilih dengan cara interval. Jika populasi sebesar N, sampel yang diinginkan sebesar n, maka interval yang digunakan untuk memilih secara sistematis adalah k = N/n. Kemudian peneliti memilih dengan cara random subjek pertama diantara populasi, misalnya populasi nomor 1, maka selanjutnya peneliti memilih subjek nomor 1+k, 1+2k, 1+3k, dan seterusnya hingga peneliti mendapatkan n subjek (Murti, 2006).

Dalam penelitian ini, sampel yang dibutuhkan adalah 111 orang (n) dari jumlah populasi 656 orang (N), maka interval pemilihan sampel (k) yaitu:

n N k =

111 656 =

= 5,91 dibulatkan menjadi 6.

Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut : a. Sudah menjalani rawat inap minimal 3 x 24 jam.

b. Telah mencapai umur ≥ 17 tahun

c. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

(4)

3.4.Metode Pengumpulan Data

Jenis, sumber dan metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian melalui wawancara berpedoman kepada kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebagai acuan pewawancara untuk melakukan wawancara kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang mendukung data primer yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang yaitu tentang gambaran umum rumah sakit meliputi data sumber daya manusia, fasilitas pelayanan, data BOR dan data lainnya yang dianggap dapat mendukung penelitian ini.

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas

(5)

a. Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,361 (valid) (Arikunto, 2010).

Hasil uji validitas variabel bebas sebagai berikut :

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product

Moment diketahui bahwa pertanyaan tentang (a) sumber daya manusia 8 pertanyaan,

(b) akses geografis dan (c) akses sosial masing-masing sebanyak 5 pertanyaan, (d) pengetahuan tentang pelayanan sebanyak 9 pertanyaan, (e) persepsi tentang pelayanan sebanyak 8 pertanyaan, (f) diagnosa klinis sebanyak 5 pertanyaan, (h) sikap petugas medis sebanyak 10 pertanyaan, (i) ketersediaan obat sebanyak 5 pertanyaan, dan (j) fasilitas umum sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,361, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel bebas valid (Lampiran 2).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,600, maka alat ukur tersebut

reliabel (Arikunto, 2010).

(6)

dan (j) fasilitas umum setelah diuji secara statistik diketahui seluruh pertanyaan mempunyai nilai r-alpha cronbach >0,600, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel bebas reliabel (Lampiran 2).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Adapun defenisi operasional dari variabel bebas penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor sosiocultural, yaitu teknologi adalah : penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk mendukung pemanfaatan rumah sakit.

2. Faktor organizational adalah faktor yang terdapat pada rumah sakit sendiri sebagai suatu organisasi yang memberikan pelayanan, meliputi:

(a) Ketersediaan sumber daya manusia merupakan ketersediaan dokter spesialis dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit.

(b) Akses geografis, yaitu merupakan faktor-faktor yang memudahkan atau menghambat pasien dalam pemanfaatan rumah sakit

(c) Akses sosial, yaitu merupakan faktor keberadaan rumah sakit secara sosial dan dapat terjangkau dalam pemanfaatan rumah sakit

(7)

(a) Pengetahuan tentang pelayanan, yaitu pengetahuan responden secara formal di bangku sekolah, maupun non formal yang diperoleh melalui pengalaman, membaca buku, dan dari orang lain tentang penyakit.

(b) Persepsi tentang penyakit, yaitu pandangan atau penilaian responden tentang suatu penyakit.

(c) Persepsi tentang pelayanan adalah pandangan atau penilaian responden tentang pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan RSUD Sidikalang. (d) Keyakinan atas hasil diagnosa klinis adalah merupakan pendirian responden

yang meyakini bahwa hasil diagnosa memberikan manfaat bagi responden. 4. Faktor Provider adalah faktor yang terdapat dalam diri petugas kesehatan selaku

penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk menguatkan pasien dalam memanfaatkan RSUD Sidikalang, meliputi:

(a) Sikap petugas kesehatan adalah penilaian responden terhadap sikap petugas medis (dokter, perawat) dalam menjelaskan dan memotivasi pemanfaatan RSUD Sidikalang.

(b) Ketersediaan obat adalah penilaian responden terhadap ketersediaan obat di instalasi farmasi yang dibutuhkan sesuai dengan resep obat yang telah diberikan petugas kesehatan.

(8)

3.5.2. Variabel Terikat

Pemanfaatan ulang adalah tindakan atau aktivitas yang dilakukan responden dalam mendapatkan kembali pelayanan dan pengobatan pada RSUD Sidikalang.

3.6.Metode Pengukuran

Metode pengukuran variable bebas dan terikat disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat

Variabel Perta

Nilai Total Nilai Kategori

Skal a Ukur Faktor Sosiocultural

(9)

Tida Definisi kategori jawaban responden tentang pemanfaatan RSUD Sidikalang adalah sebagai berikut:

a.Memanfaatkan ulang, jika responden mendapatkan rawat inap dalam waktu 1 tahun terakhir di RSUD Sidikalang dihitung sejak dilakukan wawancara, diberikan skor 2.

(10)

3.7.Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini mencakup : 1. Analisa Univariat

Analisis univariat, yaitu analisis variabel bebas dan terikat dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu faktor sosiocultural meliputi teknologi, faktor organizational meliputi ketersediaan sumber daya manusia, akses geografis dan akses sosial, faktor consumer meliputi: persepsi tentang penyakit, pengetahuan tentang pelayanan, persepsi tentang pelayanan dan keyakinan atas hasil diagnosa klinis dan faktor provider meliputi: sikap petugas kesehatan (dokter, perawat, administrasi), ketersediaan obat dan sarana umum dengan pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dimaksudkan untuk menganalisis hubungan atau keadaan variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji chi-square. Variabel bebas yaitu faktor sosiocultural meliputi teknologi, faktor

organizational meliputi ketersediaan sumber daya, faktor consumer meliputi:

(11)

umum dengan pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang. Berdasarkan hasil uji bivariat ini dipilih variabel yang masuk kedalam analisis multivariat dengan syarat hasil uji mempunyai nilai p<0,25.

3. Analisis multivariat

Dilakukan untuk menganalisis hubungan variabel bebas yaitu faktor

sosiocultural, faktor organizational, faktor consumer dan provider secara serentak

(12)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang terletak di Kabupaten Dairi dan beribukota di Sidikalang. Kabupaten Dairi terletak pada dataran tinggi bagian barat Sumatara Utara di antara 980-98038 Bujur Timur 2015-3010 Lintang Utara dengan Luas wilayah 1.927,80 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Karo

Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Barat Sebelah Timur : Kabupaten Samosir Sebelah Barat : Provinsi NAD

Penduduk yang mendiami Kabupaten Dairi dapat disebut sudah heterogen yang terdiri dari Batak Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, Jawa, Minangkabau, Nias dan lain-lain. Jumlah penduduk berdasarkan hasil pendaftaran penduduk tercatat sebesar 267.629 orang.

(13)

4.1.1 Visi dan Misi

Visi dan Misi RSUD Sidikalang adalah sebagai berikut 1. Visi

Menjadi Rumah Sakit Pemerintah yang terdepan di Sumatera Utara 2. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka dirumuskan misi RSUD Sidikalang, yaitu :

a. Mewujudkan pelayanan ke sehatan yang bermutu, efisien, efektif dan terjangkau. b. Tersedianya sumber daya (sarana dan prasarana) untuk peningkatan dan

pengembangan pelayanan kesehatan.

c. Terwujudnya sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi pada pelanggan di semua unit pelayanan.

d. Meningkatkan kesejahteraan pihak- pihak yang terkait. 3. Motto

” M A L U M ”

M = Melayani dengan sepenuh hati A = Atas dorongan hati nurani L = Lewat ilmu yang digapai

(14)

4.1.2 Produk Layanan

Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang memiliki berbagai macam produk layanan yang terdiri dari;

1. Pelayanan gawat darurat 2. Pelayanan rawat jalan

a. Poli umum

b. Poli spesialis penyakit dalam

c. Poli spesialis kebidanan dan kandungan d. Poli spesialis bedah

e. Poli spesialis anak f. Poli spesialis THT g. Poli gigi

h. Klinik DOTS 3. Pelayanan rawat inap a. Kelas VIP

b. Kelas I c. Kelas II d. Kelas III

e. Ruang neonati dan perinatologi f. Ruang Kebidanan

g. Ruang ICU

(15)

6. Pelayanan radiologi

7. Pelayanan laboratorium patologi klinik 8. Pelayanan transfusi darah

9. Pelayanan farmasi 10. Pelayanan gizi

11. Pelayanan rekam medis

12. Pelayanan administrasi manajemen 13. Pelayanan keluarga miskin

14. Pelayanan sistem informasi rumah sakit 15. Pelayanan fisioterapi

16. Pelayanan EKG & Endoskopi 17. Pelayanan ambulance

18. Pelayanan laundry

19. Pelayanan pemulasaraan jenazah

20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

4.2Analisis Univariat 4.2.1 Identitas Responden

Identitas responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang

berumur terendah adalah 22 tahun dan tertinggi 66 tahun, dengan usia terbanyak ≥ 40 tahun, yaitu sebanyak 67 orang (60,4%). Jenis kelamin responden paling banyak

(16)

banyak SLTA, yaitu sebanyak 69 orang (62,2%). Berdasarkan pekerjaan lebih banyak wiraswasta/pedagang, yaitu sebanyak 41 orang (36,9%) dengan tingkat penghasilan lebih banyak pada kelompok ≤UMK Dairi (Rp.1.506.000), yaitu sebanyak 67 orang (60,4%) serta status pasien lebih banyak BPJS, yaitu sebanyak 87 orang (78,4%). Distribusi identitas responden disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Identitas Responden

No Identitas Jumlah Persentase (%)

1 Umur

PNS/ Pegawai Pensiunan 22 19,8

Karyawan swasta 5 4,5

Wiraswasta/Pedagang 41 36,9

Ibu rumah tangga 35 31,5

BPJS (Pasien Asuransi Kesehatan) 87 78,4

(17)

4.2.2 Faktor Sosiokultural

Faktor sosiokultural dalam penelitian ini adalah pelayanan teknologi medis yang tersedia di RSUD Sidikalang. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa peralatan yang tersedia sudah sesuai dengan standar minimal rumah sakit kelas C yaitu adanya instalasi radiologi, ICU, laboratorium, instalasi bedah, instalasi gawat darurat (IGD) dan rawat jalan (poli). Berdasarkan observasi di lapangan peralatan pelayanan teknologi medis ini sudah lengkap dapat dioperasikan dengan baik. Hasil observasi teknologi disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Teknologi

No Uraian Observasi

Ada Tidak ada

1 Instalasi Radiologi √

2 ICU √

3 Laboratorium √

4 Instalasi Bedah √

6 IGD (Instalasi Gawat Darurat) √

7 Rawat Jalan (Poli) √

4.2.3 Faktor Organisasional

Faktor organisasional dalam penelitian ini meliputi; ketersediaan sumber daya manusia, akses geografis dan akses sosial dengan hasil penelitian sebagai berikut: a. Ketersediaan Sumber Daya Manusia

(18)

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 74 orang (66,7%) menyatakan dokter spesialis tidak tersedia hal ini terjadi karena kebanyakan pasien tidak mengetahui beberapa dokter spesialis sebenarnya sudah tersedia di rumah sakit ini, akan tetapi dokter spesialis yang tersedia yaitu hanya 9 orang saja dirasakan masih kurang memadai untuk melayani kebutuhan pasien, di sisi lain ketersediaan dokter spesialis untuk beberapa jenis tertentu belum lengkap seperti dokter spesialis tulang (ortopedi), spesialis saraf, spesialis mata belum tersedia di rumah sakit ini, sementara beberapa pasien membutuhkan dokter spesialis tersebut tetapi tidak mendapatkan pelayanan dokter spesialis yang mereka butuhkan sehingga pasien datang untuk meminta agar rumah sakit memberikan rujukan ke rumah sakit lain yang lebih lengkap.

Sebanyak 77 orang (69,4%) menyatakan petugas obat tidak tersedia, hal ini terjadi karena responden yang diwawancarai adalah pasien rawat inap, kebanyakan pasien rawat inap tidak mengetahui petugas obat tersedia di rumah sakit karena memang pasien rawat inap kebutuhan obatnya langsung diberikan oleh perawat. Sebagian keluarga pasien menyatakan petugas obat sering tidak ditemukan ditempat ketika keluarga pasien membutuhkan obat dari instalasi farmasi rumah sakit, sering yang ditemukan adalah petugas lain yang kebetulan berkunjung ke instalasi farmasi, pasien atau keluarga pasien sering harus menunggu lama atau disarankan kembali lagi ketika petugas obat sudah datang.

(19)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Sumber Daya Manusia Hasil pengukuran ketersediaan sumber daya manusia kemudian dikategorikan, ketersediaan sumber daya manusia pada kategori tidak baik sebanyak 74 orang (66,7%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan Sumber Daya Manusia

Distribusi berdasarkan akses geografis disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Geografis

No Pertanyaan Ya Tidak Total 5 Biaya yang dikeluarkan menuju rumah sakit

(20)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan lokasi rumah sakit mudah dijangkau karena letak lokasi rumah sakit berada di pusat kota Sidikalang, transportasi umum menuju RSUD Sidikalang tersedia, pasien yang berasal dari luar kota Sidikalang juga menyatakan tidak kesusahan untuk mendapatkan transportasi menuju rumah sakit ini. Sarana jalan mendukung untuk ditempuh karena pada umumnya perhatian pemerintah terhadap penyediaan dan pemeliharaan jalan di kota Sidikalang sudah cukup, akses jalan dari beberapa daerah yang jauh dari Sidikalang juga sudah cukup baik sehingga pasien menyatakan waktu tempuh menuju rumah sakit umumnya dirasakan cepat, biaya yang dikeluarkan menuju rumah sakit juga terjangkau. Akses geografis dirasakan bukan menjadi hambatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD Sidikalang.

Hasil pengukuran akses geografis kemudian dikategorikan, akses geografis pada kategori baik sebanyak 75 orang (67,6%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Geografis

No Kategori n %

1 Baik 75 67,6

2 Tidak baik 36 32,4

(21)

c. Akses Sosial

Distribusi responden berdasarkan akses sosial disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Sosial

No Pertanyaan Ya Tidak Total

n % n % n % 1 Pembebanan biaya rumah sakit secara ekonomi

terjangkau 111 100,0 0 0,0 111 100,0

2 Cara pembayaran (pihak III dan pribadi)

dibedakan dalam pelayanan 0 0,0 111 100,0 111 100,0 3 menerapkan nilai sosial dan etika (tidak ada

diskriminasi) dalam memberikan pelayanan 111 100,0 0 0,0 111 100,0 4 mengutamakan masalah kegawatan daripada

masalah administrasi 111 100,0 0 0,0 111 100,0 5 Rumah sakit menjalankan fungsi pelayanan

publik (umum) 102 91,9 9 8,1 111 100,0

(22)

sebagai wadah pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Hasil pengukuran akses sosial kemudian dikategorikan, akses sosial pada kategori baik sebanyak 102 orang (91,9%). Akses sosial dirasakan pasien bukan menjadi faktor yang menghambat untuk mendapatkan pelayanan di RSUD Sidikalang. Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Sosial

No Kategori N %

1 Baik 102 91,9

2 Tidak baik 9 8,1

Jumlah 111 100,0

4.2.4 Faktor Konsumen

Faktor konsumen dalam penelitian ini meliputi; pengetahuan tentang pelayanan, persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan, diagnosa klinis dengan hasil penelitian sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang Pelayanan

Distribusi berdasarkan akses sosial disajikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Pelayanan

No Pertanyaan Tahu

Tidak

Tahu Total N % n % n % 1 Mengetahui RSUD Sidikalang menyediakan

pelayanan rawat inap 111 100,0 0 0,0 111 100,0 2 Mengetahui RSUD Sidikalang menyediakan

(23)

satunya rumah sakit milik pemerintah di Kabupaten Dairi

4 Mengetahui RSUD Sidikalang merupakan pusat

rujukan di wilayah di Kabupaten Dairi 53 47,7 58 52,3 111 100,0 5 Mengetahui RSUD Sidikalang merupakan

rumah sakit kelas C 41 36,9 70 63,1 111 100,0 6 Mengetahui RSUD Sidikalang mempunyai

pelayanan instalasi laboratorium 111 100,0 0 0,0 111 100,0 7 Mengetahui RSUD Sidikalang mempunyai

pelayanan instalasi bedah 111 100,0 0 0,0 111 100,0 8 Mengetahui RSUD Sidikalang mempunyai

pelayanan radiologi 111 100,0 0 0,0 111 100,0 9 Mengetahui RSUD Sidikalang menerima pasien

BPJS 46 41,4 65 58,6 111 100,0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pada umumnya pasien mengetahui bahwa RSUD Sidikalang menyediakan pelayanan rawat inap dan rawat jalan, pasien mengatakan mengetahui tersedia rawat inap dan rawat jalan karena RSUD Sidikalang merupakan rumah sakit terbesar di Sidikalang, sebagian pasien mengetahui dari kerabat mereka yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan dari RSUD Sidikalang. Sebagian pasien ada yang menyatakan tidak mengetahui bahwa RSUD Sidikalang sebagai satu-satunya rumah sakit milik pemerintah di sebanyak 58 orang (52,3%), menyatakan tidak mengetahui RSUD Sidikalang merupakan pusat rujukan di wilayah di Kabupaten Dairi, sebanyak 70 orang (63,1%), menyatakan tidak mengetahui RSUD Sidikalang merupakan rumah sakit kelas C.

(24)

yang sudah pernah sebelumnya mendapatkan pelayanan di laboratorium RSUD Sidikalang. Sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan mengetahui RSUD Sidikalang mempunyai pelayanan instalasi bedah, sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan mengetahui mengetahui RSUD Sidikalang mempunyai pelayanan radiologi, dan sebanyak 65 orang (85,6%), menyatakan tidak mengetahui RSUD Sidikalang menerima pasien BPJS. Hal ini terjadi karena menurut pasien BPJS baru ada jadi sosialisasi BPJS juga masih kurang, promosi RSUD Sidikalang yang menginformasikan penerimaan pasien BPJS juga masih kurang.

Hasil pengukuran pengetahuan tentang pelayanan kemudian dikategorikan, pengetahuan tentang pelayanan pada kategori tidak baik sebanyak 58 orang (52,3%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Pelayanan

No Kategori n %

1 Baik 53 47,7

2 Tidak baik 58 52,3

Jumlah 111 100,0

b. Persepsi tentang Penyakit

(25)

yang didapatkan dari apotik di sekitar lingkungan rumah mereka, akan tetapi ketika pasien merasakan kondisi tubuh semakin tidak baik dan penyakit dirasakan tidak kunjung sembuh barulah pasien mencari pertolongan ke rumah sakit sehingga pada umumnya juga pasien datang ke rumah sakit akibat dari rasa sakit yang dirasakan perlu diperiksa oleh petugas kesehatan, merasa yakin bahwa keluhan yang dirasakan dapat sembuh, sebanyak 58 orang (52,3%), menyatakan rasa sakit yang dikeluhkan belum mengganggu aktivitas sehari-hari, sebanyak 57 orang (51,4%), menyatakan keluhan yang dirasakan dapat ditangani dengan terapi pengobatan. Distribusi berdasarkan akses sosial disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Penyakit

No Pertanyaan Ya Tidak Total

N % n % n % 1 Adanya rasa sakit yang dirasakan serius 111 100,0 0 0,0 111 100,0 2 Rasa sakit yang dirasakan perlu diperiksa oleh

petugas kesehatan 111 100,0 0 0,0 111 100,0 3 Merasa yakin bahwa keluhan yang dirasakan

dapat sembuh 59 53,2 52 46,8 111 100,0

4 Rasa sakit yang dikeluhkan mengganggu

aktivitas sehari-hari 53 47,7 58 52,3 111 100,0 5 Keluhan yang dirasakan dapat ditangani dengan

terapi pengobatan 57 51,4 54 48,6 111 100,0 Hasil pengukuran persepsi tentang penyakit kemudian dikategorikan, persepsi tentang penyakit pada kategori tidak baik sebanyak 57 orang (51,4%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Penyakit

(26)

1 Baik 54 48,6

2 Tidak baik 57 51,4

Jumlah 111 100,0

b. Persepsi tentang Pelayanan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan dokter menanyakan keluhan pasien dalam memberikan pelayanan, sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan dokter menanyakan riwayat penyakit yang diderita, sebanyak 111 orang (100,0%), menyatakan jadwal dokter tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan, hal ini memang sudah sangat sering terjadi di RSUD Sidikalang. Pasien menyatakan jadwal visit dokter tidak pasti, pasien sering harus menunggu cukup lama sampai bertemu dengan dokter, minimnya jumlah dokter yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pasien yang cukup banyak mengakibatkan dokter harus membagi waktu yang sedikit. sebanyak 59 orang (53,2%), menyatakan perawat tidak terampil dalam memberikan pelayanan, sebanyak 63 orang (56,8%), menyatakan petugas informasi memberikan informasi sulit dipahami.

Sebanyak 61 orang (55,0%) menyatakan dokter tidak memiliki waktu untuk berkonsultasi, sebanyak 111 orang (100,0%) menyatakan proses administrasi mendapatkan perawatan cepat dan mudah, dan sebanyak 62 orang (55,9%) menyatakan proses administrasi selesai perawatan lambat. Distribusi berdasarkan persepsi tentang pelayanan disajikan pada Tabel 4.13.

(27)

No Pertanyaan Ya Tidak Total

N % n % n %

1 Dokter menanyakan keluhan pasien 111 100,0 0 0,0 111 100,0 2 Dokter menanyakan riwayat penyakit yang

diderita 111 100,0 0 0,0 111 100,0

3 Jadwal dokter tepat waktu dalam memberikan

pelayanan. 0 0,0 111 100,0 111 100,0

4 Perawat terampil dalam memberikan pelayanan 48 43,2 63 56,8 111 100,0 5 Petugas informasi memberikan informasi

dengan mudah dipahami 52 46,8 59 53,2 111 100,0 6 Dokter memiliki waktu untuk berkonsultasi 50 45,0 61 55,0 111 100,0 7 Proses administrasi mendapatkan perawatan

cepat dan mudah 111 100,0 0 0,0 111 100,0 8 Proses administrasi selesai perawatan cepat dan

mudah 49 44,1 62 55,9 111 100,0

Hasil pengukuran persepsi tentang pelayanan kemudian dikategorikan, persepsi tentang pelayanan pada kategori tidak baik sebanyak 59 orang (53,2%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Pelayanan

(28)

Sebanyak 74 orang (66,7%), menyatakan penjelasan petugas kesehatan atas diagnosa klinis belum meyakinkan, dan sebanyak 73 orang (65,8%), menyatakan bahwa diagnosa klinis petugas kesehatan belum tepat untuk mengatasi keluhan. Distribusi berdasarkan diagnosa klinis disajikan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosa Klinis

No Pertanyaan Ya Tidak Total

N % n % n % 1 Petugas kesehatan terampil melakukan diagnosa

penyakit yang diderita 111 100,0 0 0,0 111 100,0 2 Petugas kesehatan memberikan waktu untuk

menjelaskan hasil diagnosa klinis 111 100,0 0 0,0 111 100,0 3 Merasa yakin atas hasil diagnosa klinis oleh

petugas kesehatan 40 36,0 71 64,0 111 100,0 4 Hasil penjelasan petugas kesehatan atas

diagnosa klinis telah meyakinkan 37 33,3 74 66,7 111 100,0 5 Hasil diagnosa klinis petugas kesehatan sudah

tepat untuk mengatasi keluhan 38 34,2 73 65,8 111 100,0 Hasil pengukuran diagnosa klinis kemudian dikategorikan, diagnosa klinis pada kategori tidak baik sebanyak 71 orang (64,0%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Diagnosa Klinis

No Kategori n %

1 Baik 40 36,0

2 Tidak baik 71 64,0

Jumlah 111 100,0

(29)

Faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan dalam penelitian ini meliputi; sikap petugas medis, ketersediaan obat dan fasilitas umum dengan hasil penelitian sebagai berikut:

a. Sikap Petugas Medis

Hasil penelitian tentang sikap petugas medis diketahui sebanyak 111 orang (100,0%) responden menyatakan setuju bahwa perawat menjelaskan prosedur untuk mendapatkan pelayanan, pasien menyatakan ketika perawat dibutuhkan untuk memberikan informasi perawat umumnya memberikan informasi sesuai yang sebanyak 96 orang (86,5%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter dan perawat menyapa dengan ramah, pe dan sebanyak 98 orang (88,3%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter, dan perawat merespon keluhan pasien.

Sebanyak 100 orang (90,1%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter memeriksa pasien dengan teliti dokter, sebanyak 97 orang (87,4%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter memberikan informasi dengan jelas atas hasil pemeriksaan, sebanyak 111 orang (100,0%) responden menyatakan setuju bahwa dokter memberikan penjelasan tentang persetujuan keluarga atas tindakan yang diberikan, sebanyak 111 orang (100,0%) responden menyatakan setuju bahwa dokter memberikan penjelasan penggunaan obat yang diberikan dan sebanyak 99 orang (89,2%) responden menyatakan tidak setuju bahwa dokter memberikan informasi dengan jelas tentang perkembangan hasil terapi.

(30)

sebanyak 103 orang (92,8%) responden menyatakan tidaks etuju bahwa dokter memberikan informasi dengan jelas terjadinya penyakit pada pasien. Distribusi berdasarkan sikap petugas medis disajikan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas Medis

No Pernyataan Setuju

Tidak

Setuju Total N % n % n % 1 Perawat menjelaskan prosedur untuk

mendapatkan pelayanan 111 100,0 0 0,0 111 100,0 2 Dokter, dan perawat menyapa dengan ramah 15 13,5 96 86,5 111 100,0 3 Dokter, dan perawat merespon keluhan pasien 13 11,7 98 88,3 111 100,0 4 Dokter memeriksa pasien dengan teliti 11 9,9 100 90,1 111 100,0 5 Dokter memberikan informasi dengan jelas atas

hasil pemeriksaan 14 12,6 97 87,4 111 100,0 6 Dokter memberikan penjelasan tentang

persetujuan keluarga atas tindakan yang diberikan

111 100,0 0 0,0 111 100,0 7 Dokter memberikan penjelasan penggunaan

obat yang diberikan 111 100,0 0 0,0 111 100,0 8 Dokter memberikan informasi dengan jelas

tentang perkembangan hasil terapi 12 10,8 99 89,2 111 100,0 9 Dokter memberikan penjelasan berapa lama

waktu terapi yang dilakukan 10 9,0 101 91,0 111 100,0 10 Dokter memberikan informasi dengan jelas

terjadinya penyakit pada pasien 8 7,2 103 92,8 111 100,0 Hasil pengukuran sikap petugas medis kemudian dikategorikan. Sikap petugas medis pada kategori tidak baik sebanyak 77 orang (69,4%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Petugas Medis

No Kategori n %

1 Baik 34 30,6

(31)

Jumlah 111 100,0

b. Ketersediaan Obat

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60 orang (54,1%) responden menyatakan bahwa pernah membeli obat di luar apotik rumah sakit, pasien menyatakan alasan membeli obat memang terkadang obat yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, akan tetapi sebagian pasien juga membeli obat ke luar karena permintaan pasien sendiri yang lebih memilih menggunakan obat merk paten dari pada obat generik yang tersedia di rumah sakit. sebanyak 81 orang (73,0%) responden menyatakan bahwa perawat tidak memberikan informasi obat pengganti jika obat yang diresepkan habis, sebanyak 86 orang (77,5%) responden menyatakan bahwa pilihan obat lain yang sama dengan obat yang diresepkan tidak tersedia jika obat yang diresepkan habis, sebanyak 61 orang (55,0%) responden menyatakan perawat menjelaskan tentang tata cara penggunaan obat yang diresepkan, dan sebanyak 63 orang (56,8%) responden menyatakan perawat memberikan informasi yang jelas tentang fungsi obat yang diresepkan. Distribusi berdasarkan ketersediaan obat disajikan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Obat

No Pernyataan Ya Tidak Total

n % n % n % 1 Membeli obat di apotik luar 60 54,1 51 45,9 111 100,0 2 Perawat menjelaskan tata cara penggunaan obat

yang diresepkan dokter 30 27,0 81 73,0 111 100,0 3 Pilihan obat lain yang sama dengan obat yang

diresepkan tersedia jika obat yang diresepkan habis

(32)

4 Perawat memberikan informasi yang jelas tentang

fungsi obat yang diresepkan 50 45,0 61 55,0 111 100,0 5 Perawat memberikan informasi yang jelas tentang

fungsi obat yang diresepkan 48 43,2 63 56,8 111 100,0 Hasil pengukuran ketersediaan obat kemudian dikategorikan, ketersediaan obat pada kategori tidak baik sebanyak 61 orang (55,0%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan Obat

No Kategori n %

1 Baik 50 45,0

2 Tidak baik 61 55,0

Jumlah 111 100,0

c. Fasilitas Umum

(33)

taman tidak tertata dengan rapi, taman sering dijadikan juga sebagai tempat parkir. dan sebanyak 77 orang (69,4%) responden menyatakan bahwa tersedia petugas informasi rumah sakit. Distribusi berdasarkan fasilitas umum disajikan pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Umum

No Pernyataan Setuju

Tidak

Setuju Total n % n % n % 1 Fasilitas parkir kenderaan tersedia sesuai

kebutuhan 111 100,0 0 0,0 111 100,0

2 Kamar mandi/WC bersih dan rapi 0 0,0 111 100,0 111 100,0 3 Petugas keamanan ramah dalam berkomunikasi 75 67,6 36 32,4 111 100,0 4 Penataan taman tertata dengan rapi 51 45,9 60 54,1 111 100,0 5 Tersedia petugas informasi rumah sakit 77 69,4 34 30,6 111 100,0 Hasil pengukuran fasilitas umum kemudian dikategorikan, fasilitas umum pada kategori tidak baik sebanyak 60 orang (54,1%). Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Umum

No Kategori n %

1 Baik 51 45,9

2 Tidak baik 60 54,1

Jumlah 111 100,0

4.2.4 Pemanfaatan Ulang RSUD Sidikalang

(34)

Sidikalang belum optimal. Dari wawancara dengan pasien yang memanfaatkan baru 1 kali menyatakan karena pasien kurang mengetahui kelengkapan sarana yang dimiliki rumah sakit. Pasien tidak pernah mendapatkan informasi tentang promosi rumah sakit. Ketika pasien sakit biasanya berkonsultasi ke klinik dokter saja. Pasien memanfaatkan rumah sakit hanya ketika dirasakan penyakit semakin berat dan harus mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Sebagian pasien hanya datang karena dalam kondisi darurat saja, misalnya kondisi kecelakaan, bagi sebagian jenis penyakit tertentu pasien harus dirujuk karena rumah sakit kurang memadai terkait fasilitas dan ketersediaan dokter spesialisnya seperti spesialis tulang. Distribusi pemanfaatan ulang disajikan pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Ulang

No Pertanyaan Jawaban Jumlah Persen (%)

1 Pernah mendapatkan pelayanan rawat inap di RSUD Sidikalang selama 1 tahun terakhir

a.Ya 111 100,0

b.Tidak 0 0,0

Jumlah 111 100,0

2 Jika Ya, dalam 1 tahun, berapa kali memanfaatkan RSUD Sidikalang

a.Tidak (1 kali) 61 51,0 b.Ya (2 kali) 33 29,7 c.> 2 kali 17 15,3

Jumlah 111 100,0

Hasil pengukuran pemanfaatan kemudian dikategorikan, pemanfaatan ulang (2 kali dan lebih dari 2 kali) sebanyak 50 orang (45,0%) dan sebanyak 61 orang (55,0%) tidak memanfaatkan ulang. Distribusi berdasarkan kategori disajikan pada Tabel 4.24.

(35)

Kategori Pemanfaatan n %

a. Memanfaatkan ulang 50 45,0

b. Tidak memanfaatkan ulang 61 55,0

Jumlah 111 100,0

4.3 Analisis Bivariat

Hubungan masing-masing variabel bebas, yaitu variabel faktor organisasional, konsumen dan faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan ulang dilakukan uji bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Hasil uji masing-masing variabel disajikan sebagai berikut :

4.3.1 Hubungan Ketersediaan Sumber Daya Manusia dengan Pemanfaatan Ulang

Berdasarkan persepsi tentang penyakit diketahui bahwa dari 74 orang responden yang menyatakan ketersediaan sumber daya manusia tidak baik ada sebanyak 52 orang (70,3%) tidak memanfaatkan ulang dan sebanyak 22 orang (29,7%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan ketersediaan sumber daya manusia tidak baik lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan sumber daya manusia dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Hubungan Ketersediaan Sumber Daya Manusia

(36)

Ketersediaan

4.3.2 Hubungan Akses Geografis dengan Pemanfaatan Ulang

Berdasarkan akses geografis diketahui bahwa dari 75 orang responden yang menyatakan akses geografis baik ada sebanyak 39 orang (52,0%) memanfaatkan ulang dan sebanyak 36 orang (48,0%) tidak memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan akses geografis baik lebih banyak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=0,034<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara akses geofrafis dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.26.

Tabel 4.26 Hubungan Akses Geografis dengan Pemanfaatan Ulang

Akses Geografis

4.3.3 Hubungan Akses Sosial dengan Pemanfaatan Ulang

(37)

dan sebanyak 36 orang (48,0%) tidak memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan akses sosial baik lebih banyak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=0,033<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara akses sosial dengan pemanfaatan ualng. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.27.

Tabel 4.27 Hubungan Akses Sosial dengan Pemanfaatan Ulang

Akses Sosial

4.3.4 Hubungan Pengetahuan tentang Pelayanan dengan Pemanfaatan Ulang Berdasarkan pengetahuan tentang pelayanan diketahui bahwa dari 58 orang responden yang memiliki pengetahuan tentang pelayanan tidak baik ada sebanyak 44 orang (75,9%) tidak memanfaatkan ulang dan sebanyak 14 orang (24,1%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang memilki pengetahuan tidak baik tentang pelayanan lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang pelayanan dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.28.

(38)

Pengetahuan

4.3.5 Hubungan Persepsi tentang Penyakit dengan Pemanfaatan Ulang

Berdasarkan persepsi tentang penyakit diketahui bahwa dari 57 orang responden yang memiliki persepsi tentang penyakit tidak baik ada sebanyak 39 orang (68,4%) tidak memanfaatkan ulang dan sebanyak 18 orang (31,6%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang memiliki persepsi tentang penyakit tidak baik lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=0,003<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang penyakit dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.29.

Tabel 4.29 Hubungan Persepsi tentang Penyakit dengan Pemanfaatan Ulang

Persepsi tentang

(39)

Berdasarkan persepsi tentang pelayanan diketahui bahwa dari 59 orang

responden yang memiliki persepsi tidak baik tentang pelayanan ada sebanyak 52 orang (88,1%) tidak memanfaatkan ulang dan sebanyak 7 orang (11,9%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang memiliki persepsi tentang pelayanan tidak baik lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang pelayanan dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.30.

Tabel 4.30 Hubungan Persepsi tentang Pelayanan dengan Pemanfaatan Ulang

Persepsi

4.3.7 Hubungan Diagnosa Klinis dengan Pemanfaatan Ulang

(40)

Tabel 4.31 Hubungan Diagnosa Klinis dengan Pemanfaatan Ulang

4.3.8 Hubungan Sikap Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan Ulang

Berdasarkan sikap petugas kesehatan diketahui bahwa dari 77 orang responden yang menyatakan sikap petugas kesehatan tidak baik ada sebanyak 55 orang (71,4%) tidak memanfaatkan ualng dan sebanyak 22 orang (28,6%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan sikap petugas kesehatan tidak baik lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap petugas kesehatan dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.32.

Tabel 4.32 Hubungan Sikap Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan Ulang

Sikap Petugas

(41)

Berdasarkan ketersediaan obat diketahui bahwa dari 61 orang responden yang menyatakan ketersediaan obat tidak baik ada sebanyak 52 orang (85,2%) tidak memanfaatkan ualng dan sebanyak 9 orang (14,8%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan ketersediaan obat tidak baik lebih banyak memanfaatkan ualng. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai

p=<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan obat

dengan pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.33. Tabel 4.33 Hubungan Ketersediaan Obat dengan Pemanfaatan Ulang

Ketersediaan

4.3.10 Hubungan Fasilitas Umum dengan Pemanfaatan Ulang

Berdasarkan fasilitas umum diketahui bahwa dari 60 orang responden yang menyatakan fasilitas umum tidak baik ada sebanyak 44 orang (73,3%) tidak memanfaatkan ulang dan sebanyak 16 orang (26,7%) memanfaatkan ulang. Ada kecenderungan responden yang menyatakan fasilitas umum tidak baik lebih banyak tidak memanfaatkan ulang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai

p<0,001<p=0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara fasilitas umum dengan

pemanfaatan ulang. Hasil uji secara statistik disajikan pada Tabel 4.34.

(42)

Fasilitas Umum

4.4 Analisis Multivariat

4.4.1 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Langkah ini bertujuan untuk menguji model secara keseluruhan melalui uji Nagelkerke R square. Berdasarkan koefisien Nagelkerke R square diperoleh bahwa variabel faktor organisasional, faktor konsumen dan faktor provider mampu menjelaskan sebesar 89,3% keragaman total dari pemanfaatan ulang dan sisanya sebesar 10,7% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Hasil pengujian overall model

fit disajikan pada Tabel 4.35.

Tabel 4.35 Model Summary

Step -2 Log

4.4.2 Pengujian Hipotesis

Analisis multivariat model regresi logistik berganda harus memenuhi persyaratan hasil pengujian. Persyaratan yang dimaksud, yaitu indikator variabel independen yang disertakan kedalam uji multivariat harus memiliki nilai uji statistik

(43)

Berdasarkan hasil uji bivariat dengan metode chi-square seluruh variabel bebas memiliki nilai p<0,25, karena nilai p<0,25, sehingga seluruh indikator variabel bebas faktor organisasional (ketersediaan sumber daya manusia, akses geografis, akses sosial), faktor konsumen, yaitu (pengetahuan tentang pelayanan, persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan, diagnosa klinis) dan faktor provider, yaitu (sikap petugas medis, ketersediaan obat, serta fasilitas umum) disertakan dalam uji regresi logistik.

Hasil uji regresi logistik menggunakan metode Forward Stepwise untuk mengetahui determinan yang memengaruhi pemanfaatan ulang Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Hasil pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.Ketersediaan sumber daya manusia mempunyai nilai Exp (B) sebesar 11,723, artinya responden yang menyatakan ketersediaan sumber daya manusia kategori tidak baik mempunyai peluang 12 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang menyatakan sumber daya manusia baik.

b.Pengetahuan tentang pelayanan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 8,005, artinya responden yang memiliki pengetahuan tidak baik tentang pelayanan mempunyai peluang 8 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.

(44)

d.Persepsi tentang pelayanan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 14,884, artinya responden yang memiliki persepsi tidak baik tentang pelayanan mempunyai peluang 15 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi baik tentang pelayanan.

e.Diagnosa klinis mempunyai nilai Exp (B) sebesar 22,260, artinya responden dengan diagnosa klinis yang tidak baik mempunyai peluang 22 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan diagnosa klinis baik.

f. Ketersediaan obat mempunyai nilai Exp (B) sebesar 13,014, artinya dengan ketersediaan obat yang tidak baik responden mempunyai peluang 13 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan ketersediaan obat yang baik.

g.Fasilitas umum mempunyai nilai Exp (B) sebesar 8,055, artinya dengan fasilitas umum yang tidak baik responden mempunyai peluang 8 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan fasilitas umum baik.

h.Variabel diagnosa klinis mempunyai nilai Exp (B) paling besar, yaitu 22,260 dengan koefisien (B) 3,103.

Hasil uji regresi logistik berganda disajikan pada Tabel 4.36. Tabel 4.36 Hasil Uji Regresi Logistik Berganda

No Variabel B SE Wald df Sig. Exp.B

95% CI For

Exp.B Lower Upper

1 Ketersediaan SDM 2,462 1,236 3,969 1 0,046 11,723 1,041 132,061

2 Pengetahuan tentang pelayanan 2,080 1,044 3,968 1 0,046 8,005 1,034 61,966 3 Persepsi tentang penyakit 2,725 1,217 5,012 1 0,025 15,252 1,404 165,710 4 Persepsi tentang pelayanan 2,700 1,134 5,667 1 0,017 14,884 1,611 137,499

5 Diagnosa klinis 3,103 1,150 7,280 1 0,007 22,260 2,337 212,023

6 Ketersediaan Obat 2,566 1,156 4,930 1 0,026 13,014 1,351 125,370

7 Fasilitas Umum 2,086 1,050 3,952 1 0,047 8,055 1,030 63,015

(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Faktor Organisasional, Konsumen dan Penyedia Jasa Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Ulang RSUD Sidikalang

Faktor organisasional (ketersediaan sumber daya manusia, akses geografis, akses sosial), fasktor konsumen (pengetahuan tentang pelayanan, persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan, diagnosa klinis), dan faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan (sikap petugas kesehatan, ketersediaan obat, fasilitas umum). Pembahasan masing-masing indikator sebagai berikut:

5.1.1 Pengaruh Ketersediaan Sumber Daya Manusia terhadap Pemanfaatan Ulang

(46)

masuk dokter tidak pasti, sehingga waktu visite dokter juga tidak menentu. Sebagian pasien juga merasakan tenaga petugas kesehatan seperti perawat sebenarnya masih dirasakan kurang karena terkadang ketika diperlukan pasien masih harus menunggu karena perawat yang bertugas saat itu sedang melayani pasien lain. Masyarakat yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tentunya kecewa ketika harus pulang tanpa sempat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai yang pasien harapkan apalagi jika pasien yang datang dari luar wilayah Sidikalang hal ini menjadi penghambat pemanfaatan rumah sakit.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan ketersediaan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor determinan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang rumah sakit dengan nilai probabilitas p=0,046<p=0,05; dan nilai

Exp (B) sebesar 11,723, artinya responden yang menyatakan ketersediaan sumber

daya manusia tidak baik mempunyai peluang 12 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang menyatakan sumber daya manusia baik.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Pasaribu (2003) menyimpulkan bahwa salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan tempat tidur di RSU Sipirok adalah ketersediaan sumber daya manusia, sehingga berpengaruh terhadap pemanfaatan tempat tidur. Hal senada juga ditemukan pada hasil penelitian Simanjuntak (2011) menyimpulkan faktor organisasi (ketersediaan sumber daya manusia) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan ulang Puskesmas Bandar Huluan Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

(47)

hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia. Salah satu upaya untuk mengatasi agar petugas kesehatan berada ditempat adalah ketegasan pemerintah daerah, yaitu menegaskan kepada petugas kesehatan rumah sakit pada setiap jam kerja harus ada ditempat dalam menjalankan amanat dan tugas yang diemban. Sebenarnya di RSUD Sidikalang sudah banyak dibuat kebijakan yang mengatur petugas kesehatan agar berada ditempat pada jam kerja, namun kebijakan ini belum sepenuhnya bisa mengatasi kebiasaan beberapa petugas kesehatan yang meninggalkan tempat pada jam kerja, pihak manajerial rumah sakit akan memberikan teguran langsung jika mendapati petugas tidak berada ditempat pada jam kerja atau mangkir tanpa pemberitahuan, dan jika masih saja petugas kesehatan tidak sadar akan tanggungjawab mereka akan diberikan sanksi berupa penahanan gaji.

5.1.2 Pengaruh Akses Geografis terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian tentang akses geografis 67,6 pada kategori baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden tidak mempermasalahkan akses geografis. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebagian besar responden menyatakan akses menuju rumah sakit tidak sulit dan biaya yang dikeluarkan menuju rumah sakit masih terjangkau. Berdasarkan hasil wawancara diketahui pasien yang memanfaatkan RSUD Sidikalang (>1 kali) sebanyak 45,0% memiliki alasan bahwa ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan untuk memanfaatkan rumah sakit ini.

(48)

pemanfaatan rumah sakit karena akses geografis tidak termasuk dalam model regresi, walaupun secara uji bivariat akses geografis berhubungan dengan pemanfaatan. Salah satu penyebab akses geografis ini secara multivariat keluar dari model adalah sebagian besar responden menyatakan akses geografis bukan merupakan hambatan dalam pemanfaatan rumah sakit.

Berbeda dengan hasil penelitian Sinaga (2006) yang menyimpulkan bahwa pasien yang memiliki hambatan jarak sebanyak 55,60% orang dan hambatan waktu sebanyak 60,50% orang tidak melakukan kunjungan ulang di Poliklinik Gigi Rumah Sakit Umum dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Hal senada juga ditemukan pada hasil penelitian Hapsari (2006) yang menyimpulkan akses lokasi (p=0,033) mempunyai hubungan yang bermakna dan berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan ulang poliklinik umum Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum, Semarang dan akses lokasi paling berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan ulang.

(49)

5.1.4. Pengaruh Akses Sosial terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian tentang akses sosial 91,9% pada kategori baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden tidak mempermasalahkan akses sosial. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan responden menyatakan pembebanan biaya rumah sakit secara ekonomi terjangkau, biaya pelayanan tidak menjadi penghambat bagi pasien karena RSUD Sidikalang merupakan rumah sakit yang sudah menerima pasien BPJS. Bagi sebagian pasien BPJS biaya pelayanan kesehatan sebagian sudah ditanggung sehingga biaya pelayanan tidak menjadi masalah bagi pasien. RSUD Sidikalang menerapkan nilai sosial dan etika, pasien tidak dibedakan atau diskriminasi dalam mendapatkan pelayanan, pasien yang dibayarkan pihak ketiga maupun pasien yang melakukan pembayaran secara pribadi diperlakukan sama. Rumah sakit menjalankan fungsi sebagai wadah pelayanan kesehatan dan dalam memberikan pelayanan responden menyatakan bahwa rumah sakit mendahulukan masalah kegawatan pasien daripada masalah administrasi.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui pasien yang memanfaatkan ulang RSUD Sidikalang (>1 kali) sebanyak 45,0% memiliki alasan bahwa berdasarkan akses sosial rumah sakit menjalankan fungsi pelayanan publik (umum) dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini memberikan gambaran bahwa berdasarkan akses sosial pemanfaatan rumah sakit ini tidak menjadi hambatan dalam pelayanan kesehatan.

(50)

rumah sakit, karena akses sosial tidak termasuk dalam model regresi, walaupun secara uji bivariat akses sosial berhubungan dengan pemanfaatan ulang. Salah satu penyebab akses sosial ini secara multivariat keluar dari model adalah sebagian besar responden menyatakan akses sosial bukan merupakan hambatan dalam pemanfaatan rumah sakit.

Berbeda dengan hasil penelitian Eryando (2006) menyimpulkan bahwa aksesibilitas sosial berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan maternal dalam pengkajian aksesibilitas kesehatan maternal di Kabupaten Tangerang, Banten.

5.1.3 Pengaruh Pengetahuan tentang Pelayanan terhadap Pemanfaatan Ulang Hasil penelitian pengetahuan tentang pelayanan 52,3% pada kategori tidak baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui sepenuhnya keberadaan dan fungsi RSU Sidikalang dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa RSU Sidikalang merupakan milik pemerintah kabupaten Dairi, tidak mengetahui RSU Sidikalang merupakan rumah sakit rujukan dengan kelas C dan tidak sepenuhnya mengetahui rumah sakit ini menerima pasien BPJS. Kebanyakan pasien tidak mengetahui teknologi di rumah sakit ini sudah tergolong lengkap untuk rumah sakit kelas C. pasien masih menganggap teknologi dan dokter belum cukup sesuai kebutuhan mereka sehingga pasien lebih berminat mendapatkan pelayanan kesehatan ke kota Medan daripada di RSUD Sidikalang.

(51)

tentang pelayanan apa saja yang tersedia dan rumah sakit ini milik pemerintah atau tidak, alasan mereka karena belum pernah mendapat informasi dari rumah sakit ini dan begitu juga pada pasien rujukan dari luar daerah tidak mengetahui pelayanan apa saja yang tersedia dan kelas dari rumah sakit. Hal ini memberikan gambaran berdasarkan pengetahuan tentang pelayanan RSUD Sidikalang minim informasi atau kurang promosi kepada masyarakat disekitarnya untuk mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan RSUD Sidikalang sebagai rumah sakit rujukan, kurang promosi mengenai kelengkapan teknologi.

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan pengetahuan tentang pelayanan merupakan salah satu faktor determinan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang rumah sakit dengan nilai probabilitas

p=0,046<p=0,05; dan nilai Exp (B) sebesar 8,005, artinya responden yang yang

memiliki pengetahuan tidak baik tentang pelayanan mempunyai peluang 8 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.

(52)

menyimpulkan bahwa beberapa penyebab rendahnya pemanfaatan tempat tidur pada rumah sakit pemerintah dan swasta di Indonesia disebabkan oleh sistim kesehatan yang belum baik, tingginya biaya perawatan dan meningkatnya pemanfaatan rawat jalan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Green dalam (Notoatmodjo, 2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor dalam predisposisi individu (predisposing

factor) yang menentukan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah

kepercayaan tentang kesehatan (health belief). Kepercayaan tentang kesehatan terkait dengan aspek pengetahuan pelayanan kesehatan.

5.1.4 Pengaruh Persepsi tentang Penyakit terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian persepsi tentang penyakit 51,4% pada kategori tidak baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa responden belum sepenuhnya menyadari tentang penyakit yang diderita. Pasien memiliki persepsi bahwa jika penyakit yang diderita belum mengganggu aktivitas sehari-hari maka penyakit tersebut dipersepsikan tidak ada masalah, namun ketika penyakit yang diderita sudah parah baru memanfaatkan pelayanan rumah sakit.

(53)

bermakna. Hal ini terkait dengan karakteristik responden sebagian besar dengan tingkat pendidikan SD-SLTP-SLTA, yaitu sebanyak 88,3%, pekerjaan sebagian besar ibu rumah tangga dan wiraswasta/pedagang serta penghasilan sebagian besar ≤UMK Dairi (Rp.1.506.000), yaitu sebanyak 60,4% dengan sumber biaya 78,4% adalah BPJS.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pasien yang memanfaatkan RSUD Sisikalang sebanyak 45,0% memiliki persepsi baik tentang penyakit dengan alasan penyakit yang diderita telah mengganggu aktivitas sehari-hari. Sedangkan pasien yang tidak memanfaatkan sebanyak 55% memiliki alasan yang beragam, yaitu baru pertama kali memanfaatkan rumah sakit dan gejala penyakit yang diderita belum mengganggu aktivitas.

Pengertian penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosiokultural. Penyakit dikenal dengan kata disease dan illness. Disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, sedangkan illness merupakan reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman. Menurut Suchman (dalam Notoatmodjo, 2003) pada tahap asumsi peranan sakit (the assumption of the sick

role), individu berusaha mengobati sendiri dengan caranya sendiri, mulai mencari

informasi dari tetangga atau anggota keluarga yang lain, minta pengakuan dari orang lain bahwa dia sakit, bahkan minta dibebaskan sementara dari tugasnya sehari-hari.

(54)

konsep sehat-sakit yang tidak sejalan atau bertentangan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan.

Hal ini didukung oleh pernyataan Smet (2004) bahwa ada beberapa alasan seseorang menunda bantuan medis. Umumnya tidak adanya rasa sakit merupakan faktor utama dalam penundaan bantuan medis. Faktor ini sangat penting karena rasa sakit bukan merupakan gejala yang utama dari banyak penyakit serius. Hal ini penting karena gejala penyakit kronis tidak begitu kelihatan dan mengganggu pada permulaan kehidupan individu. Jadi apabila gejalanya menjadi serius, seseorang baru mencari pengobatan.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan variabel persepsi tentang penyakit merupakan salah satu faktor determinan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang rumah sakit dengan nilai probabilitas p=0,025<p=0,05; dan nilai

Exp (B) sebesar 15,252, artinya responden yang memiliki persepsi tidak baik tentang

penyakit mempunyai peluang 15 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi yang baik tentang penyakit.

(55)

Tarutung. Demikian juga hasil penelitian Purba (2009) menyimpulkan bahwa persepsi tentang penyakit berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kabanjahe.

5.1.7 Pengaruh Persepsi tentang Pelayanan terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian persepsi tentang pelayanan diketahui bahwa sebanyak 53,2% pada kategori tidak baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar pasien memiliki persespi pelayanan yang diterima belum baik. Petugas kesehatan (dokter, perawat) harus mampu menanggapi keluhan-keluhan pasien dan memberikan penjelasan atas gejala penyakit yang dirasakannya sewaktu berkonsultasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien yang memanfaatkan RSUD Sisikalang sebanyak 45,0%, menyatakan bahwa mengeluhkan petugas kesehatan (dokter, perawat) karena belum tepat waktu dalam memberikan pelayanan, belum jelas memberikan informasi dan perawat tidak terampil dalam memberikan pelayanan serta dokter belum sepenuhnya memiliki waktu dalam berkonsultasi. Berdasarkan hasil wawancara dapat diambil suatu makna bahwa sebagian pasien yang memanfaatkan RSUD Sidikalang memiliki persepsi bahwa jadwal petugas kesehatan (dokter, perawat) yang tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu hambatan dalam pemanfaatan rumah sakit.

(56)

waktu pelayanan dokter kurang baik sebesar 59,1%, persepsi ketersediaan waktu konsultasi dokter kurang baik sebesar 52,7%.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan variabel persepsi tentang pelayanan merupakan salah satu faktor determinan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang dengan nilai probabilitas p=0,017<p=0,05; dan nilai Exp (B) sebesar 14,884, artinya responden yang memiliki persepsi tentang pelayanan tidak baik mempunyai peluang 15 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi baik tentang pelayanan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Matondang (2011) menyimpulkan bahwa persepsi tentang pelayanan kesehatan, berpengaruh terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung. Hal senada juga terungkap dalam hasil penelitian Surbakti (2012) menyimpulkan bahwa responden yang memiliki persepsi baik tentang mutu pelayanan dokter, berpeluang 12-13 kali memanfaatkan ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi tidak baik.

(57)

Sidikalang agar berupaya memperbaiki persepsi responden tentang pelayanan khususnya ketepatan jadwal petugas kesehatan (dokter, dan perawat) dan pembenahan pelayanan petugas administrasi dalam memberikan pelayanan diupayakan untuk ditingkatkan.

5.1.8 Pengaruh Diagnosa Klinis terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian diagnosa klinis sebanyak 64,0% pada kategori tidak baik. Diagnosa klinis merupakan penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan ketersediaan tenaga SDM (petugas kesehatan) dan alat teknologi seperti; hasil analisa laboratorium, radiologi, dan klinik. Waktu konsultasi dengan dokter sangat singkat sehingga dokter jarang sekali menjelaskan kondisi sebenarnya dari hasil periksa laboratorium maupun hasil foto radiologi sehingga pasien sering tidak paham kondisi fisiknya. Selama mendapatkan pelayanan pasien seharusnya mendapat informasi yang akurat dan lengkap atas hasil diagnosa klinis.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diambil suatu makna bahwa pasien yang tidak memanfaatkan ulang RSUD Sidikalang, yaitu sebesar 55%, sebagian besar memiliki alasan bahwa; (a) belum sepenuhnya merasa yakin atas hasil diagnosa klinis, (b) penjelasan petugas kesehatan atas diagnosa klinis belum meyakinkan, (c) ketepatan jadwal petugas kesehatan dan (c) hasil diagnosa klinis petugas kesehatan belum sepenuhnya dapat mengatasi keluhan. Sedangkan pasien yang memanfaatkan ulang, yaitu sebesar 45% memiliki alasan bahwa komunikasi atas penyampaian hasil diagnosa klinis petugas kesehatan sudah meyakinkan untuk menjalani terapi.

(58)

setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Hal ini sejalan dengan pendapat Konsil Kedokteran Indonesia (2006), keputusan pergi berobat ke dokter memerlukan proses dalam diri pasien. Ia perlu merumuskan alasan yang jelas bagi dirinya, mengapa merasa perlu pergi ke dokter. Selanjutnya, pertemuan pasien dengan dokter akan memengaruhi keputusannya, apakah ia akan meneruskan niatnya berobat ke dokter atau memilih cara lain. Aspek yang cukup dominan memengaruhi keputusan pasien dalam berobat ke dokter adalah komunikasi.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan variabel diagnosa klinis merupakan salah satu faktor determinan dan berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang dengan nilai p=0,007<p=0,05; dan nilai Exp (B) sebesar 22,260, artinya responden dengan diagnosa klinis yang tidak baik mempunyai peluang 22 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan diagnosa klinis baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purba (2009) menyimpulkan bahwa dignosa klinis berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kabanjahe. Hal senada juga ditemukan pada penelitian Tobing (2013) menyimpulkan bahwa responden mempunyai peluang 19 kali memanfaatkan ulang klinik VCT RSUP H.Adam Malik Medan dengan hasil diagnosa klinis yang baik dibandingkan dengan hasil diagnosa klinis yang tidak baik.

(59)

khususnya ketika mengkomunikasikan penjelasan hasil diagnosa klinis untuk meyakinkan pasien menjalani terapi.

5.1.9 Pengaruh Sikap Petugas Kesehatan terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian menunjukkan sikap petugas kesehatan (dokter, perawat) sebanyak 69,4% pada kategori tidak baik. Hal ini memberikan gambaran bahwa petugas kesehatan belum bersikap baik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang memanfaatkan ulang dan memanfaatkan awal masih ada mengeluhkan sikap petugas kesehatan seperti; dokter, dan perawat, belum sepenuhnya menyapa dengan ramah, dan belum sepenuhnya merespon keluhan pasien, dokter belum memberikan informasi dengan jelas tentang penyakit dan kondisi fisik sebenarnya pada pasien serta dokter belum memberikan informasi dengan jelas atas hasil pemeriksaan.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan sikap petugas kesehatan bukan merupakan faktor determinan yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatan ulang rumah sakit, karena sikap petugas kesehatan tidak termasuk dalam model regresi, walaupun secara uji bivariat sikap petugas kesehtan berhubungan dengan pemanfaatan. Salah satu penyebab sikap petugas kesehatan ini secara multivariat keluar dari model adalah sebagian besar responden menyatakan sikap petugas kesehatan tidak baik dalam pemanfaatan rumah sakit.

(60)

hasil penelitian Hapsari (2006) menyimpulkan bahwa persepsi pasien tentang sikap petugas yang melayani pasien tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang di RSPWC Semarang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang mengungkapkan bahwa struktur sikap seseorang terdiri dari komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun ketiga komponen tersebut tidak selalu saling berinteraksi untuk membentuk sikap yang utuh (total attitude). Jika individu hanya mempunyai satu atau dua komponen saja, maka sikap untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan belum tentu terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa sikap petugas kesehatan dalam melayani pasien masih perlu ditingkatkan.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori Green dalam Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa faktor predisposisi yang terwujud dalam sikap merupakan salah satu faktor yang mendukung seseorang dalam memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan tersebut adalah faktor sosial psikologis, yaitu sikap tentang pelayanan kesehatan.

5.1.10 Pengaruh Ketersediaan Obat terhadap Pemanfaatan Ulang

(61)

ditanggung, ada beberapa jenis obat yang harus mereka beli sendiri dan tidak tersedia di bagian farmasi rumah sakit. Pasien dengan biaya sendiri juga sering meminta resep saja dan membeli obat diluar karena lebih tertarik dengan obat merk paten. Sebanyak 81 orang responden menyatakan perawat tidak memberikan informasi obat pengganti jika obat yang diresepkan habis, hal ini terjadi karena faktor ketidaktahuan perawat tentang informasi jenis obat yang sama fungsinya dan sebagian perawat memang tidak berani memberikan obat diluar dari apa yang sudah diresepkan dokter. Pilihan obat lain yang sama dengan obat yang diresepkan tidak tersedia jika obat yang diresepkan habis, sehingga pasien atau keluarga pasien kecewa dan harus mencari obat tersebut keluar ketika obat yang diresepkan tidak tersedia. Apabila dikaitkan dengan karakteristik responden, yaitu usia, lebih banyak >40 tahun, yaitu sebesar 60,4%, jenis kelamin perempuan 56,8% dengan tingkat pendidikan lebih banyak SD-SLTP-SLTA, yaitu 88,3% serta pekerjaan 68,4% ibu rumah tangga dan wiraswasta/pedagang yang lebih kritis dalam hal tuntutan pelayanan.

(62)

adalah milik pemerintah sehingga dana yang tersedia sangat terbatas, keterbatasan dana ini mengakibatkan obat yang disediakan pemerintah adalah obat yang paling umum dibutuhkan pasien, untuk obat-obat jenis khusus tidak semua disediakan di RSUD Sidikalang.

Hasil uji statistik secara multivariat menunjukkan variabel ketersediaan obat merupakan faktor determinan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang dengan nilai probabilitas p=0,026<p=0,05 dan nilai Exp (B) sebesar 13,014, artinya dengan ketersediaan obat yang tidak baik responden mempunyai peluang 13 kali tidak memanfaatkan ulang dibandingkan dengan ketersediaan obat yang baik.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Tobing (2013) menyimpulkan bahwa responden mempunyai peluang 12 kali memanfaatkan ulang klinik VCT RSUP H.Adam Malik Medan dengan ketersediaan obat yang baik dibandingkan dengan ketersediaan obat yang tidak baik. Hasil senada juga ditemukan dalam penelitian Tampubolon (2011) menyimpulkan bahwa ketersediaan obat berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit dengan probabilitas (p=0,003<0,05).

5.1.11 Pengaruh Fasilitas Umum terhadap Pemanfaatan Ulang

Gambar

Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat
Tabel 4.1 Distribusi Identitas Responden
Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Teknologi
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Geografis Ya Tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

karena dianggap mikroorganisme yang melekat pada media dimensi bergerigi sudah beradaptasi pada limbah dengan konsentrasi yang besar sedangkan pada (gambar IV.4)

hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup NOC :  Cardiac Pump effectiveness  Circulation Status  Vital Sign Status Kriteria Hasil: o Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan

Dalam proses belajar mengajar seorang guru dituntut kemampuan profe- sionalnya dalam merancang pembelajaran dengan model dan memilih media yang menarik, tepat dan

IREO Padang adalah perusahaan swata di Sumatera Barat yang mengolah minyak IREO Padang adalah perusahaan swata di Sumatera Barat yang mengolah minyak sawit mentah (CPO) menjadi

Ruang lingkup dari praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah pada pelaksanaan dari teori- teori yang dipelajari pada perkuliahan Ilmu Ukur Tanah dan pengarahan dari instruktur

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarbesarnya atas bimbingan, bantuan, dukungan dan dorongan semangat yang telah diberikan

E T Staf Kepega waian Kasub Bag Kepe gawa ian Wa sek Pan sek KPN Persyarat an/ Perleng kapan Waktu Output T 1 Menyusun daftar nominatif rencana kenaikan pangkat periode April

• Dalam hal apapun unsur yang terpenting dalam aktivitas ekonomi adalah Uang .uang merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan menggunakan uang kita