7 BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Latar Belakang
2.1.1 Definisi Penyakit Sosial
Penyakit sosial adalah perilaku menyimpang dari anggota masyarakat yang dapat
menimbulkan keresahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat.
Penyakit sosial di masyarakat saat ini sudah semakin marak di kalangan
masyarakat dan sangat meresahkan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Penyakit sosial timbul karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau
sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal
dengan penyimpangan sosial.
2.1.2 Jenis-Jenis Penyakit Sosial
Berikut ini adalah contoh dari perilaku masyarakat yang tergolong penyakit sosial
karena melanggar norma masyarakat, norma-norma hukum dan agama antara lain:
1. Perjudian
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai
atau yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya sebuah resiko dan harapan
tertentu pada peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian yang
belum pasti hasilnya. Jenis judi bermacam-macam dari yang sembunyi-sembunyi
sampai terbuka. Contoh : togel, main kartu, sabung ayam dikalangan masyarakat.
2. Penyalahgunaan Narkoba/Napza
Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) merupakan zat atau obat-obatan
yang berpengaruh terhadap susunan syaraf atau otak.Terkadang dipakai dokter
pemakaiannya disalahgunakan akan menimbulkan ketagihan dan merusak
menimbulkan ketidakmampuan dan fungsi sosial, pekerjaan, dam sekolah.
Penggunaan narkoba akan berdampak negatif terhadap fisik dan mentals
seseorang, bahkan Napza menimbulkan segudang masalah seperti pelacuran
(PSK), kriminal bahkan paling berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS.
3. Alkoholisme/Mabuk-Mabukan
Alkoholisme adalah orang yang kecanduan minum minuman keras yanag
mengandung alkohol dalam dosis yang tinggi. Konsumsi alkohol yang berlebihan
akan berdamapak negatif bagi kesehatan karena mengganggu sistem syaraf.
Akibatnya dia tidak dapat mengendalikan diri baik secara psikologis, fisik
maupun sosial. Alkoholisme dapat mengakibatkan kejahatan beruntun seperti
perkelahian, penodongan, pemerkosaan, dan lain-lain. Di Indonesia pesta miras
sering dilakukan dan sering mengorbankan korban jiwa yang tidak sedikit.
Berbeda dengan orang luar negeri yang meminum minuman yang mengandung
alkohol pada saat musim dingin untuk menghangatkan tubuhnya, dan tentunya
dengan takaran tertentu.
4. Pelacuran
Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan
badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu
seks dengan imbalan bayaran uang. Pelacuran atau sekarang dikenal dengan
istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS,
selain itu dapat juga menimbulkan :
a) Penyakit kelamin,
b) Merusak kehidupan keluarga,
c) Merusak moral, hukum, susila,dan agama,
d) Adanya eksploitasi manusia oleh manusia lainnya, bahkan sekarang
dikenal dengan istilah “Trafficking” yaitu penjualan manusia oleh
manusia.
5. Korupsi
Korupsi berasal dari bahas latin “Corruptio” atau “Corrumpere” yang berarti
buruk, busuk, rusak, menggoyangkan atau memutar balikan. Korupsi merupakan
perilaku penyelewengan dari tugas tertentu yang sengaja dilakukan untuk
memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya baik uang maupun harta
kekayaan.Bentuk-bentuk korupsi antara lain: penyogokan, penggelapan, pemutar
balikkan fakta, penipuan ataupun penggunaan uang negara secara tidak
semestinya. Korupsi merugikan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun
negara. Di Indonesia saat ini korupsi marak terjadi, dan dilakukan oleh pejabat
baik pejabat pusat maupun daerah. Dan ini sangat merugikan masyarakat dan
negara.
Selain itu beberapa perilaku penyakit sosial lainnya adalah mencuri,
menipu, pembunuhan, pemerasan, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain.
2.1.3 Faktor Penyebab Penyakit Sosial
Beberapa penyebab penyakit sosial antara lain :
1. Faktor ekonomi
Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dapat mendorong orang melakukan
kegiatan apa saja, asal bisa memperoleh sesuatu yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya. Tidak jarang orang mengkhalalkan segala cara
untuk mendapatkan uang atau sesuatu, yang dapat memenuhi kebutuhan
ekonominya. Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan kegiatan tanpa
menghiraukan norma-norma dan aturan masyarakat. Akibatnya terjadilah penyakit
sosial dari orang yang bersangkutan.
2. Pengaruh lingkungan
Penyakit sosial bisa juga terjadi karena pengaruh lingkungan. Orang yang hidup di
lingkungan penjudi, akan cenderung ikut berjudi; orang yag berada di lngkungan
peminum (pemabuk), akan cenderung ikut mabuk-mabukan; orang yang hidup di
lingkungan preman, akan cenderung berperilaku seperti preman. Contoh-contoh
seseorang yang berada di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, apabila kehidupan
lingkungan tidak sesuai dengan norma-norma sosial, maka orang yang berada di
lingkungan tersebut cenderung juga berperilaku menyimpang. Akibatnya
terjadilah penyakit-penyakit sosial yang dilakukan oleh orang-orang yang berada
di lingkungan tersebut.
3. Kurangnya pemahaman dasar tentang agama
Masalah kesehatan / ketenangan jiwa adalah masalah erat kaitannya dengan
masalah supra logis, yaitu keimanan dan kepercayaan yang merupakan awal
beragamanya seseorang. Keimanan dan kepercayaan ini menjadi integral dari
kepribadian, asal bukan pengakuan di lisan semata, sebab
penyelewengan-penyelewengan yang datangnya dari orang-orang yang mengaku ber Tuhan itu
karena kurang tertanamnya jiwa agama (mental religius) dalam kepribadiannya.
Terkadang dalam diri seseorang yang tak takut akan dosa mereka sering
melakukan dosa. Karena jika seseorang tidak mendapat pendidikan agama yang
baik mereka akan jauh dari Tuhan dan pasti tingkah laku mereka akan
sembarangan.
4. Pengaruh perkembangan teknologi modern
Kemajuan iptek di bidang telekomunikasi dan informasi menjadikan media massa
seperti TV, Film, CD/DVD, majalah , koran, buku, internet dan lain-lain akrab
dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang apa yang di sajikan dalam
tayangan film, sinetron, majalah, internet dan lain-lain tidak sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat bahkan kini penyimpangan sosial juga
terjadi akibat jejaring sosial facebook seperti terjadinya penculikan, pemerkosaan
dan penipuan.
5. Hubungan keluarga yang tidak harmonis
Ketidakharmonisan keluarga yang di akibatkan oleh keadaan keluarga yang
berantakan dapat mendorong individu melakukan perilaku menyimpang.Keluarga
merupakan tempat di mana anak atau orang pertama kali melakukan interaksi
pembentukan watak (perangai) seseorang. Oleh karena itulah keadaan keluarga
akan sangat mempengaruhi perilaku orang yang menjadi anggota keluarga
tersebut. Dalam keluarga yang brocken home biasanya hubugan antaranggota
keluarga menjadi tidak harmonis. Keadaan keluarga tidak bisa memberikan
ketenteraman dan kebahagiaan pada anggota keluarga. Masing-masing anggota
keluarga tidak bisa saling melakukan kendali atas perilakunya. Akibatnya setiap
anggota keluarga cenderung berperilaku semaunya, dan mencari kebahagiaan di
luar keluarga. Ia tidak menyadari lagi, apakah perilakunya itu melanggar
norma-norma kemasyarakatan atau tidak, yan penting mereka merasa bahagia. Hal inilah
yang mendorong terjadinya penyakit sosial dari masing-masing anggota keluarga.
6. Pengaruh teman
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman adalah untuk memberikan
sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Karena teman
adalah seseorang yang sangat butuhkan, namun teman juga bisa menjerumuskan
seseorang pada hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan merusak diri serta masa
depan seseorang. Untuk itu kita harus hati-hati dalam berteman. Karena teman
bisa memberikan efek negatif pada kepribadian seseorang.
2.2 Data
Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang dapat
dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar penarikkan
kesimpulan. Data dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan antara lain
berdasarkan aspek sifat, dimensi waktu, cara memperoleh dan pengukurannya
(Muhidin, 2009).
2.2.1 Data Menurut Cara Memperolehnya
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti,
baik dari objek individual (responden) maupun dari suatu instansi yang mengolah
hasil perhitungan suara dari masyarakat yang melaksanakan pemilihan kepala
desa atau lainnya, data jumlah mahasiswa yang diperoleh dari lembaga
pendidikan yang bersangkutan, dan lainnya.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk
mendapatkan informasi (keterangan) dari objek yang diteliti, biasanya data
tersebut diperoleh dari tangan kedua baik dari objek secara individual (responden)
maupun dari suatu badan (instansi) yang dengan sengaja melakukan pengumpulan
data dari instansi-instansi atau badan lainnya untuk keperluan penelitian dari para
pengguna. Badan yang biasa mengumpulkan data tersebut antara lain BPS (Badan
Pusat Statistik), misal data mengenai laju inflasi, statistik penduduk, statistik
pertanian, statistik ekonomi, data tingkat kemajuan pembangunan suatu daerah
yang diperoleh dari BAPPEDA setempat, dan sebagainya.
2.3 Variabel
Variabel adalah suatu sebutan yang dapat diberi angka (kuantitatif) atau nilai mutu
(kualitatif). Variabel merupakan pengelompokkan secara logis dari dua atau lebih
atributdari objek yang diteliti. Misalnya: tidak sekolah, tidak tamat SD, tidak
tamat SMP, dan sebagainya. Maka variabelnya adalah tingkat pendidikan dari
objek penelitian itu.Variabel tingkat pendidikan merangkum semua atribut tadi.
Variabel merupakan suatu istilah yang berasal dari kata vary dan able yang
berarti “berubah” dan “dapat”. Jadi, kata variabel berarti dapat berubah-ubah.Nilai
itu berupa nilai kuantitatif maupun kualitatif. Dilihat dari segi nilainya, variabel
dibedakan atas 2, yaitu variabel diskrit dan variabel kontiniu.Variabel diskritnya
nilai kuantitatifnya selalu berupa bilangan bulat, sedangkan variabel kontiniu nilai
kuantitatifnya bisa berupa pecahan.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono,
2007).
Menurut hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya, variabel terbagi
atas beberapa yaitu :
1. Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang menjadi sebab
terjadinya atau terpengaruhnya variabel tak bebas.
2. Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu variabel yang nilainya
dipengaruhi oleh variabel bebas.
3. Variabel moderator yaitu variabel yang memperkuat atau memperlemah
hubungan antara suatu variabel bebas dengan tak bebas.
4. Variabel intervening, seperti halnya variabel moderator, tetapi nilainya tidak
dapat diukur, seperti kecewa, marah, gembira, senang, sedih, dan lain
sebagainya.
5. Variabel control, yaitu variabel yang dapat dikendalikan oleh peneliti.
2.4 Matriks
Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut
elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga berbentuk
persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom
dan baris serta dibatasi tanda “[ ]” atau “( )” (Anton, 1987).
Matriks A yang berukuran dari n baris dan p kolom (��) adalah:
� =�
�11 �12 … �1�
�21 �22 … �2�
⋮ ��1
⋮ ��2
⋮ …
⋮ ���
� (2.1)
2.4.1 Nilai Eigen (Eigen Value)
Misalkan A adalah matriks persegi berukuran �� dan I adalah matriks identitas
berukuran �×�. Skalar �1, �2, … , �� yang memenuhi persamaan: |A - �I| = 0
disebut nilai eigen atau akar karakteristik. Dan suatu matriks A berukuran ��
dan � adalah nilai eigen dari matriks A jika terdapat suatu vektor x tak nol
sedemikian sehingga Ax = �x, maka x disebut vektor eigen atau vektor
karakteristik dari matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen �. Untuk mencari
nilai eigen matriks A yang berukuran �× �, dapat ditulis kembali sebagai suatu
persamaan homogen |A - �I| = 0. Dengan I adalah matriks identitas yang berordo
sama dengan matriks A.
2.5 Pengujian Data
2.5.1 Sampel dan Uji Kecukupan Sampel
Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan
prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Untuk
menentukan jumlah sampel dari suatu populasi dapat menggunakan rumus Slovin,
sebagai berikut:
n = �
1+��2 (2.2)
keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Batas toleransi kesalahan
2.5.2 Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil
sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel harus dilakukan
sedemikian rupa, sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Ada dua macam teknik
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang
sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Ada
beberapa jenis probability sampling yang banyak digunakan, antara lain:
1) Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dari anggota
populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan)
dalam anggota populasi tersebut. Untuk itu dapat menggunakan dua cara:
a. Cara undian, yaitu dilakukan dengan memberi nomor-nomor pada
seluruh anggota populasi, kemudian secara acak dipilih nomor-nomor
sesuai dengan banyaknya jumlah sampel yang dibutuhkan.
b. Cara tabel bilangan random adalah suatu tabel yang terdiri dari
bilangan-bilangan yang disajikan dengan sangat tidak berurutan.
2) Sampel Acak Stratifikasi (Stratified Random Sampling)
3) Area Sampel (Cluster Sampling)
4) Sampel Sistematis (Systematic/ Quasi Random Sampling)
5) Sampel Bertahap (Multistage Sampling)
2. Non Probability Sampling
Dalam non probability sampling, setiap unsur dalam populasi tidak memiliki
kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan
probabilitas anggota populasi tertentu untuk terpilih tidak diketahui. Beberapa
jenis non probability sampling yang sering dijumpai:
1) Quota Sampling
2) Accidental Sampling
3) Purposive Sampling (Judgmental Sampling)
4) Snowball Sampling
Validitas merupakan alat ukur untuk melihat atau mengetahui apakah kuesioner
dapat digunakan untuk mengukur keadaan responden sebenarnya (Azuar Juliandi
2013). Untuk menguji validitas keadaan responden digunakan rumus korelasi
product moment pearsons, yaitu :
r = �(∑ ��)− (∑ � ∑ �)
�[� ∑ �2−(∑ �)2][� ∑ �2−(∑ �)2]
(2.3)
keterangan:
r = Koefisien Korelasi
n = Jumlah sampel
X = Variabel bebas (Skor Pertanyaan)
Y = Variabel Terikat (Skor Total)
Jika nilai �ℎ����� ≥ ������ maka kuesioner dinyatakan valid dan jika nilai
�ℎ����� < ������ maka kuesioner dinyatakan tidak valid .
2.5.4 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan dan sejauh mana hasil pengukuran konsisten bila
dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang
sama. Untuk mengukur reliabilitas alat ukur digunakan teknik Cronbach Alpha.
Rumus yang digunakan adalah :
�= ��−�
1� �1−
∑ ��2
��2 � (2.4)
keterangan:
= reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,60.
2.6 Transformasi Data Ordinal menjadi Interval
Mentransformasi data ordinal menjadi data interval gunanya untuk memenuhi
sebagian dari syarat analisis parametrik yang mana data setidaknya berskala
interval. Pada penelitian ini variabel yang digunakan berskala ordinal. Oleh
karena itu, untuk pemenuhan asumsi pada analisis diskriminan bahwa variabel
independen harus berskala interval, maka terlebih dahulu data ordinal
ditransformasikan menjadi data interval menggunakan Method of Successive
Interval (MSI). Langkah-langkah transformasi data ordinal ke data interval
adalah:
1. Pertama perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebar,
2. Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, dan 4
yang disebut sebagai frekuensi,
3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut
proporsi,
�� = ∑ ���
� (2.5)
keterangan:
�� = proporsi pada skor i �� = frekuensi pada skor i ∑ �� = jumlah total frekuensi
4. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi
secara berurutan perkolom skor.
5. Gunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi
6. Menghitung nilai densitas dari nilai Z yang diperoleh dengan cara
memasukkan nilai Z tersebut kedalam fungsi densitas normal baku sebagai
berikut:
�(�) = 1 √2�exp
�−12�2�
(2.6)
keterangan:
� = 3,141593 exp = 2,718282
7. Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:
����������= (������� ������� �����)−(������� ������� �����)
(���� ����� ����� �����)−(���� ����� ����� �����) (2.7)
Menghitung skor (nilai transformasi) untuk setiap kategori dengan rumus:
����� =����������+ [1 + |�������������|] (2.8)
������������� artinya adalah nilai scale value absolut (tanpa memperhatikan tanda positif atau negatif) paling kecil.
2.7 Analisis Korelasi
Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui
derajat hubungan linear antara satu variabel dengan variabel yang lain. Dalam
ilmu statistika, istilah korelasi diartikan sebagai hubungan linier antara dua
variabel atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate
correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel disebut
multivariate correlation.
Formula untuk menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan teknik
koefisien korelasi Product Moment Correlation dari Karl Pearson. Penggunaan
skala pengukuran interval. Untuk menghitung koefisien korelasi product moment
pearsons antara dua variabel dapat digunakan rumus:
��� =�{� ∑ �� ∑ ��−2−(∑ �)(2∑ �}{� ∑ �)(∑ �2−)(∑ �)2} (2.9)
keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y
X = Variabel bebas
Y = Variabel terikat
Nilai r selalu terletak antara -1 dan 1, sehingga nilai r tersebut dapat ditulis :
-1≤ r ≤+1. Untuk r = +1, berarti ada korelasi positif sempurna antara X dan Y,
sebaliknya jika r = -1, berarti korelasi negatif sempurna antara X dan Y,
sedangkan r = 0, berarti tidak ada korelasi antara X dan Y. Jika kenaikan didalam
suatu variabel diikuti dengan kenaikan didalam variabel lain, maka dapat
dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Tetapi
jika kenaikan didalam suatu variabel diikuti oleh penurunan didalam variabel lain,
maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut mempunyai korelasi yang negatif.
Dan jika tidak ada perubahan pada variabel walaupun variabel lainnya berubah
maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut tidak mempunyai hubungan.
Interpretasi harga r akan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi
R Interpretasi
0 Tidak ada korelasi
0,01 – 0,20 Sangat rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Agak Rendah
0,61 – 0,80 Cukup
0,81 – 0,99 Tinggi
1 Sangat tinggi (korelasi sempurna)
Hubungan antara variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:
1. Korelasi Positif
Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus). Artinya variabel
yang satu meningkat, maka akan diikuti peningkatan variabel lainnya.
2. Korelasi Negatif
Terjadinya korelasi negatif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding terbalik). Artinya
apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti penurunan variabel
lainnya.
3. Korelasi Nihil
Korelasi nihil artinya tidak adanya korelasi antara variabel.
2.8 Analisis Diskriminan
2.8.1 Pengertian Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data dimana variabel tak
bebas merupakan kategorik (non-metrik, nominal atau ordinal, bersifat kualitatif)
sedangkan variabel bebas sebagai prediktor merupakan metrik (interval atau rasio,
bersifat kuantitatif). (J. Supranto 2004).
Tujuan analisis diskriminan adalah membuat suatu fungsi diskriminan dari
variabel independen yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kelompok
variabel dependen artinya mampu membedakan suatu objek masuk kelompok
yang mana. (Yasril & Heru subaris 2009). Dengan kata lain, analisis dikriminan
digunakan untuk mengklasifikasikan individu kedalam salah satu dari dua
kelompok atau lebih.
Teknik analisis diskriminan dibedakan menjadi 2 yaitu analisis
menjadi 2. Diperlukan satu fungsi diskriminan. Kalau variabel tak bebas
dikelompokkan menjadi lebih dari 2 kelompok disebut analisis diskriminan
berganda (multiple discriminant analysis) diperlukan fungsi diskriminan sebanyak
(k - 1) kalau memang ada k kategori. (J. Supranto 2004).
Model analisis diskriminan berkenaan dengan kombinasi linier yang
disebut juga fungsi diskriminan bentuknya sebagai berikut :
��= �0+ �1��1+�2��2 +�3��3+⋯+����� (2.10)
keterangan:
�� = Nilai (skor) diskriminan dari responden (objek) ke-i. i = 1,2, ..., n. D merupakan variabel dependen.
�0 = Intersep
�� = koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel independen ke-j. ��� = Variabel independen ke-j dari responden ke-i.
2.8.2 Tujuan Analisis Diskriminan
1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau kombinasi linier dari prediktor atau
variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kategori
variabel tak bebas atau criterion atau kelompok, artinya mampu
membedakan suatu objek masuk kelompok kategori yang mana.
2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori/kelompok,
dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor.
3. Menentukan prediktor/variabel bebas yang mana yang memberikan
sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok.
4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus kedalam suatu
kelompok/kategori didasarkan pada nilai variabel bebas.
2.8.3 Asumsi Analisis Diskriminan
Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis diskriminan adalah:
1. Variabel independen seharusnya berdistribusi normal multivariat
(Multivariate Normality), jika data tidak berdistribusi normal, akan
menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan.
2. Matriks varians kovarians grup dari semua variabel independen seharusnya
sama.
3. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen, jika
ada data ekstrim yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya
ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan
4. Tidak ada korelasi yang kuat antar-variabel independen , jika dua variabel
independen mempunyai korelasi yang kuat,dikatakan terjadi
multikolinieritas, untuk mengetahui adanya multikolinieritas dapat
dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel independen (r) yaitu jika
nilai r > 0.6 menunjukkan adanya multikolinieritas.
2.8.4 Langkah-langkah Analisis Diskriminan
1. Pemilihan variabel dependen dan independen
Variabel dependen merupakan variabel kategorik sedangkan variabel independen
merupakan variabel numerik. Analisis diskriminan dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Analisis diskriminan dua kategori/kelompok, dimana variabel dependen
dikelompokkan menjadi 2 (dikotomi), diperlukan satu fungsi diskriminan.
b) Analisis diskriminan berganda (Multiple Discriminant Analysis/MDA),
dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi 1. lebih dari 2 kelompok
(multikotomi), diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k-1) kalau ada k
kategori.
2. Melakukan uji equality
Untuk memenuhi asumsi bahwa semua variabel independen harus equal dilihat
variabel equal. Untuk melihat bahwa variabel tersebut equal, juga dilihat dari
group covariance adalah relative sama
3. Pembentukan fungsi diskriminan
a) Pembentukan Fungsi Linier ( teoritis)
Fungsi diskriminan merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal
yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok.
Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok
dan sejauh mungkin antar kelompok. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk
sebanyak lebih dari satu fungsi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan
pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar, demikian
berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Misalnya ada kelompok/kategori sebanyak G,
dimana masing-masing kelompok terdapat sebanyak n objek (elemen atau
responden) sebagai sampel maka:
�̅� = 1
�� � ��� �
�=1
(2.11)
keterangan:
�̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i �� = banyaknya elemen objek ke-i
��� = menyatakan variabel x ke-j dalam kelompok ke-i
Kemudian dengan mendefinisikan vektor rata-rata keseluruhan.
� = 1 � � �̅�
�
�=1
(2.12)
keterangan:
� = vektor rata-rata keseluruhan � = banyaknya kelompok
Maka didapat:
�= �(�̅�− �)(�̅� − � �
�=1
)′ (2.14)
keterangan:
� = metrik jumlah kuadrat dan jumlah cross products antar kelompok �̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i
� = vektor rata-rata keseluruhan (�̅� − �)′ = transpos dari (�̅�− �)
Sehingga:
� = �(�� −1)�� �
�=1
(2.14)
keterangan:
� = matriks sampel dalam grup
�� = matriks varians kovarians kelompok ke-i
Matriks varians kovarians untuk sebuah sampel ukuran n yang terdiri atas p buah
variabel �1, �2, �3, … , �� disusun dalam sebuah matriks yang disebut dengan
matriks varians-kovarians (S) dengan bentuk sebagai berikut:
�=
⎝ ⎜ ⎜ ⎛
�11 �12 �13 … �1�
�21 �22 �23 … �2�
�31
.. . ��1
�32
.. . ��2
�33
.. . ��3
… .. . …
�3�
.. . ���⎠ ⎟ ⎟ ⎞ (2.15) Dimana
��� = 1
� −1����� − �̅������ − �̅�� �
�=1
Matriks varians-kovarians gabungannya dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
������� = (�1− 1)�1+(�2− 1)�2+(�3− 1)�3+⋯+(��− 1)��
�1+�2+�3+⋯+��−� (2.17)
Atau
������� = �
(�1+�2+⋯+��−�)
(2.18)
Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa Fisher’s
Sample Linear Discriminant Function (persamaan linier) yaitu:
�=�′� (2.19)
keterangan:
a = Vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan
a’= tranpose a
Y = Variabel terikat (skor diskriminan)
X = Variabel bebas (Vektor variabel acak yang dimasukkan ke dalam fungsi
diskriminan).
Agar dapat mendiskriminasi kelompok secara maksimal, fungsi diskriminan Y
harus diestimasi untuk memaksimumkan variabel antar kelompok. Koefisien �
dihitung dengan membuat � maksimum, yaitu:
��′���
��′��� (2.20)
Biarkan �̂1+�̂2+⋯+�̂� > 0 menunjukkan � ≤min(� −1,�) eigenvalue dari
matriks �−1B dan �̂1,⋯,�̂� menjadi eigen vektor. Untuk menyelesaikan � ≤
min(� −1,�) eigenvalue dari matriks �−1B, dengan menggunakan rumus:
Nilai � maksimum merupakan nilai eigen value terbesar dari matriks �−1B dan ��
adalah associated eigenvektors. Elemen a, seperti �1 sampai dengan ��
merupakan koefisien fungsi diskriminan, berasosiasi dengan fungsi diskriminan
pertama. Pada umumnya, dimungkinkan untuk mengestimasi sampai eigen value
terkecil yaitu yang ke (G-1) atau k fungsi diskriminan masing-masing dengan
eigenvaluenya. Maksudnya, setiap fungsi diskriminan mempunyai nilai
eigenvalue dan nilai eigen value ini semakin mengecil dari fungsi ke fungsi.
b) Fungsi Linier (dengan bantuan SPSS)
Pada output SPSS, koefisien untuk tiap variabel yang masuk dalam model dapat
dilihat pada tabel Canonical Discriminant Function Coefficient. Tabel ini akan
dihasilkan pada output apabila pilihan Function Coefficient bagian
Unstandardized diaktifkan.
c) Menghitung Discriminant Score (nilai diskriminan)
Setelah dibentuk fungsi liniernya, maka dapat dihitung skor diskriminan untuk
tiap observasi dengan memasukkan
nilai-nilai variabel penjelasnya.
d) Perhitungan Hit Ratio
Setelah semua observasi diprediksi keanggotaannya, dapat dihitung hit ratio yaitu
rasio antara observasi yang tepat pengklasifikasiannya dengan total seluruh
observasi. Misalkan ada sebanyak n observasi, akan dibentuk fungsi linier dengan
observasi sebanyak n-1. Observasi yang tidak disertakan dalam pembentukan
fungsi linier ini akan diprediksi keanggotaannya dengan fungsi yang sudah
dibentuk tadi. Proses ini akan diulang dengan kombinasi observasi yang
berbedabeda, sehingga fungsi linier yang dibentuk ada sebanyak n. Inilah yang
disebut dengan metode Leave One Out.
e) Kriteria Posterior Probability
Aturan pengklasifikasian yang ekivalen dengan model linier Fisher ialah
dari suatu kelompok. Nilai peluang ini disebut posterior probability dan bisa
ditampilkan pada sheet SPSS dengan mengaktifkan option probabilities of group
membership pada bagian Save di kotak dialog utama.
f) Akurasi Statistik
Dapat di uji secara statistik apakah klasifikasi yang dilakukan (dengan
menggunakan fungsi diskriminan) akurat atau tidak. Uji statistik tersebut ialah
prees-Q Statistik. Ukuran sederhana ini membandingkan jumlah kasus yang
diklasifikasi secara tepat dengan ukuran sampel dan jumlah grup. Nilai yang
diperoleh dari perhitunngan kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical
velue) yang diambil dari tabel Chi-Square dan tingkat keyakinan sesuai yang
diinginkan. Statistik Q ditulis dengan rumus:
����� − �= [�−(��)]2
�(�−1) (2.22)
keterangan:
N= jumlah populasi
n = jumlah sampel