• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma Koroner Akut

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung (Amaylia Oehandian, 2007).

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut,yang terdiri dari Infrak Miokard Akutdengan ST-elevasi segmen (ST segment elevation myocardial infarction=STEMI),infrak miokard akut tanpa ST-elevasi segmen (non ST segment elevation myocardial infarction=NSTEMI),dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris=UAP).Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat,hanya perbedaannyahanya dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardium yang megalami kerusakan nekrosis (Amaylia Oehandian, 2007).

Unstable Angina Pectoris(UAP)dan Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction(NSTEMI) merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis.Perbedaan antara Angina Pectoris Tidak Stabil(UAP) dengan Infrak Miokard Akut tanpa ST-elevasi(NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan kerusakan miokardium sehingga adanya merker kerusakan miokardium dapat diperiksa(Amaylia Oehandian, 2007).

2.1.1 Epidemiologi Umum

Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang bermanifestasi klinis akut sebagai sindroma koroner akut sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.Hasil dari Euro Heart Survey of ACS(Carlo dkk,2011)dan data registrasi internasional yang besar seperti Global Registry of Acute Coronory Events(GRACE),menekankan prognosis yang tidak diduga pada pasien dengan

(2)

dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya.Hal ini menunjukan bahwa sebanyak 30% pasien Infrak Miokard Akut Tanpa ST-elevasi Segmen (NSTEMI) dan 20% pasien dengan Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) mengalami Komplikasi mayor (kematian atau sindroma koroner non fatal)selama tahun pertama setelah perawatan di rumah sakit (Van der Welf dkk,2003).

Data dari GRACE 2001,menunjukkan pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE (34%),IMA non STE (31%) dan APTS (29%)(Budaj dkk,2003).

Gambar 2.1. Data GRACE 2001

Angka morbilitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE adalah 7% dibandingkan 4%,tetapi pada jangka panjang (4 tahun),angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA-STE (Rationale and Design of GRACE,2001).

2.1.2 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu faktor risiko yang dapat di modifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia,jenis kelamin,ras,dan riwayat keluarga.Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok,hiperlipidemia,diabetes mellitus,dan obesitas.

34%

29% 31%

7%

0% 10% 20% 30% 40%

(3)

1. Usia

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat sindroma koroner akut.Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.Kadar kolestrol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun.Pada laki-laki-laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.Pada perempuan sebelum menopause (45-0 tahun)lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama.Setelah menopause kadar kolestrol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki (Bahrudin, 2012).

2. Jenis Kelamin

Di Amerika Serikat gejala sindroma koroner akut sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko sindroma koroner akut 2-3 kali lebih dari perempuan(Bahrudin, 2012).

3. Ras

Perbedaan risiko sindroma koroner akut antara ras didapatkan sangat menyolok,walaupun bercampur baur dengan faktor geografis,sosial dan ekonomi.Di Amerika Serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia (tidak termasuk negro) didapatkan risiko penyakit jantung koroner pada non caucasia kira-kira separuhnya(bahrudin, 2012).

4. Riwayat Keluarga dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

(4)

2.1.3. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasikan 1. Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukan sebagai salah satu faktor risiko utama sindroma koroner akut.Disamping hiperkolesterolami orang yang merokok>20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama risiko lainnya.Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung koronerpada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada bukan perokok.Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan kata lain dapat menyebabkan Tachikardi,vasokonstrisi pembuluh darah dan merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5%-10%.Hb menjadi carboksi-Hb.Disamping itu dapat menurunkan HDL kolestrol tetapi mekanismenya belum jelas.Makin banyak jumlah rokok yang dihidap,kadar HDL kolestrol makin menurun.Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok.Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes mellitusdisertai obesitas dan hipertensi,sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.Apabila berhenti merokok penurunan risiko sindroma koroner akut akan berkurang 50% pada akhir tahun petama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun (Bahrudin,2012).

2. Hipertensi

(5)

infrak.Dari penelitian 50% penderita miokard infrak.Dari 50% penderita miokard infrak menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri akibat hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena:

- Meningkatnya tekanan darah

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri(faktor miokard).Keadan ini tergantung dari berat dan lama hipertensi.

- Mempercepat timbulnya arterosklerosis

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahan terjadinya angina pectoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi disbanding orang normal.Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.Kejadian penyakit jantung koroner pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik.Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark.Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat-obatan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang nomal merupakan penunjang kesehatan yang utaman dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukkan Na dan K yang seluruhnyaadalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan darah sistolik,seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optional tekanan darahnya cenderung rendah.

(6)

25%.Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan penggobatan hipertensi,pemakaian betablocker dan bedah koroner seta perubahan kebiasaan merokok(Bahrudin,2012)

3. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh>19%pada laki-laki dan >21% pada perempuan.Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi,diabetes mellitus,dan hipertrigliseridemi.Obesitas juga dapat meningkatkan kadarkolestrol dan LDL kolestrol.Risiko penyakit jantungakan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal.Penderita yang gemuk dengan kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolestrol dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise(Bahrudin,2012).

4. Dislipidemia

Lipid plasma (kolesterol,trigliserida,fosfolipid,dan asam lemah bebas)berasal dari makanan (ekosogen) dan sintesis lemah endogen.Kolestrol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis.Lipid terikat pada protein,karena lipid tidak larut dalam plasma.Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu ;kilomikron,VLDL,LDL dan HDL.LDL paling tinggi kadar kolestrolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida.Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,sementera kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner,sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.Risiko kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk terjadi aterosklerosis(Bahrudin,2012). 2.1.4 Diabetes Mellitus

(7)

persen (5%) hingga 10 persen (10%) merupakan tipe-1 (tergantung-insulin ) dan 90% hingga 95% merupakan tipe-2 (tidak tergantung-insulin).

Diabetes Mellitus, baik tipe-1 atau tipe-2, merupakan faktor risiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke.Delapan puluh persen (80%) kematian pada pasien diabetes mellitus diakibatkan oleh aterosklerosi, dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien non diabetes mellitus.Rasio risiko relatifpenyakit jantung koronerbaik untuk laki-laki dan wanita dengan diabetes mellitussemakin meningkat,dengan insiden pada pasien diabetes mellitussekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan non diabetes mellitus.Dua tipe penyakit vascular yang timpul yaitu penyakit makrovaskular,menyebabkan aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit mikrovaskular, menyebabkan retinopati, nefropati,dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung.

Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko dari kejadian atrogenik dibandingkan pada non DiabetesMellitus, termasuk hipertensi, obesitas,abnormalitas lipid, insulin, dan peningkatan fibrogen plasma.Komplikasi penyakit diabetesmellituspada sistem kardiovaskular meliputi manifestasi makrovaskular meliputi aterosklerosis dan klasifikasi medial; manifestasi mikrovaskular meliputi retinopati dan nefropati, merupakan penyebab utama dari kebutaan dan gagal ginjal tahap akhir.

(8)

Gambar 2.2. Kerentanan pasien dengan diabetes mellituspasien dengan risiko tinggi kejadian komplikasi kardiovaskular

2.1.4.1 Kerentanan Pembuluh Darah

Selama berpuluh-puluh tahun,aterogenesis yang dikarakteristik dengan remodeling arteri dan menimbulkan akumulasi subendotel komponen lemah

(9)

nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteotik dan akumulasi lipid.Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak stabil,yang dikarateristik dengan inti lipid nekrotik yang besar,infiltrasi sel inflamasi,dan kapsul fibrous yang tipis dan rapuh(European Heart Journal Supplements, 2012).

Gambar 2.3. Kerentanana Pembuluh Darah.

2.1.4.2 Kerentanan Darah

(10)

Gambar 2.4. Kerentanan Darah

2.1.4.3. Kerentanan Miokard

(11)

Gambar 2.5. Kerentanan Miokard

2.1.5 Patogenesis

(12)

mengaruhi fase atereogenesis pasien dengan diabetes mellitus, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat rupture dan menyebabkan kejadian penyakit jantung koroner akut. Atreosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengesaran dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak.

Atereosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yangdapat mempengaruhi sistem vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal ini merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.Pada pasien diabetes mellituspenyebab aterosklerosis adalah disebabkan oleh perubahan-perubahan fungi sel endotel.

Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis.Inflamasi dengan stres oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer, diabetes mellitus,merokok,dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin ll melalui stimulasi resptor AT-L, penyebab lain dapat berupa peningkatan creactive protein,peningkatan fibrinogen serum,resistensi insulin,stres oksidatif,infeksi dan penyakit periodontal.

(13)

pembuluh darah dan menyumbat aliran darah yang lebih distal,terutama pada saat olahraga sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten).

Banyak plak yang unstable(cendurung menjadi rupture)tidak menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami rupture.Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan pendarahan lesi.

Plak atherosclerosis dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap rupture.Plak yang terjadi rupture plak kompleks.Plak yang unstable dan cendurung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrosa caps yang tipis.Plak yang robek (ulserasi atau rupture)terjadi karenashear forces,inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple,sekresi macrophage-deriveddegradavative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi.Ketika rupturterjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajang,inisiasi kaskade pembekuan darah,dan pembentukam thrombus yang sangat cepat.Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dan infrak (Amaylia Oehadian, 2007).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari tiga komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker), antara lain :

1. Anamnesis

Pasien dengan sidroma koroner akut biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu:

a. Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial

b. Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.

c. Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.

(14)

e. Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.

f. Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi

g. Faktor risiko: laki-laki usia>40 tahun, wanita menopause, diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV pada lead ekstremitas, atau ≥ 2mV pada lead precordial) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium: a. Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T

Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris).Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.

b. ST-elevasi Segmen

Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang ST-elevasi Segmen menggambarkan jejak miokardium.Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

c. Muncul gelombang Q baru

(15)

Tabel. 2.1. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG

Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang Rtinggi Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).

Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial : a. Cardiac specific troponin (cTn)

- Paling spesifik untuk infark miokard. - Troponin C à Pada semua jenis otot - Troponin I & T à Pada otot jantung

- Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi

b. Myoglobin

- Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri

- Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot c. Creatine Kinase (CK)

(16)

d. Lactat Dehidrogenase (LDH) - Ditemukan di seluruh jaringan

- LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1

- Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2 e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)

Tabel 2.2. Spesifik untuk miokard infark

Tabel 2.3. Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI

Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik evolusi

Cardiac marker normal meningkat meningkat

(Fransiska Erwin l.A,S.Ked)

2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil 1. Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen;pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi,2006).

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

(17)

2. Terapi medikamentosa : - Obat anti iskemia

- Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium - Obat anti agregasi trombosit

- Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/IIIa - Obat anti thrombin

- Unfractionnated Heparin, low molecular weight heparin - Direct thrombin inhibitors.

3. Tindakan revaskularisasi pembuluh darah :

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di ventrikel kiri atau penyempitsn pada tiga pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan Coronary Artery Bypass Gragting (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi

risiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruh dari pada bedah elektif.Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila kontraindikasi pembedahan, Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan pilihan utama.Pada angina tidak stabilperlu dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien. Pada risiko tinggi, seperti angina terusmenerus, adanya depresi segmen ST, kadar tropin meningkat, faal ventrikel yang buruh gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini.

2.1.7.2 Penatalaksanaan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

(18)

Empat komponen utama terapi harus dipertimbangan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

- Terapi anti iskemia

- Terapi anti platelet/antikoagulan

- Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)

- Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

2.1.7.3 Penatalaksanan Infrak Miokard ST-elevasi (STEMI)

ICCU: Aktivitas,Pasien harus istiharat dalam 12 jam pertama.Diet,karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infrak miokard,pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama.Diet mencakup lemah<30% kolari total dan kandungan kolesterol <300mg/hari.Menu harus diperkaya serat,kalium,magnesium,dan rendah natrium.Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga dianjurkan penggunan pencahar ringan secara rutin.Sedasi,pasien memerlukan sedasi selama perawatan,untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang.

Terapi Farmakologis - Fibrinolitik

- Antitrombotik - Inhibitor ACE - Beta-Blo1ker.

2.1.8. Jenis-jenis Obat sindroma koroner akutdan mekanisme kerjanya.

Menggunakan tahap awal dan cepat pengobatan pada pasien sindroma koroner akut:

a. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)

(19)

nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

c. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.

d. Acetyl salicyc acid (ASA)

ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum Sindroma Koroner Akut (SKA).Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 76-162 mg.

(20)

diphosphate)pada reseptor platelet, sehingga menurunkankejadian iskemi.

Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard.Dapat dikombinasi dengan aspirin untuk prevensihombosis dan iskemi berulang pada pasien yang telah mengalamiimplantasi stent koroner. Padapemasanganstent koroner dapat memicuterjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberianaspirindosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x250 mg/hari.Perlu diamati efek samping netropenia

dantrombositopenia(meskipunjarang) sampaidengandapatterjadi purpuratrombotiktrombositopeniasehinggaperlu evaluasihitung sel

darahlengkappadaminggu II-III.Clopidogrel samaefektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasidengan Aspirin dan namuntidak adakorelasi dengannetropeniadan lebihrendahkomplikasi gastrointestinalnyabila dibandingkanaspiria meskipun tidakterlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien sindroma koroner akutyang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan transfusi darah.Clopidogrel 1x75 mh/hari peroral, cepat diabsorbsidan mulai bereaksisebagai antiplatet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40-60% inhibisi dicapai dalam 3-7 hari.

Penanganansindroma koroner akut lebih lanjut:

1. Heparin : Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudahpemantauannya(tanpa aPTI).Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsungpada pembentukantrombin, namun dapat merangsangaktivas platelet.Dosis UFH yang dianjurkan terakhir ialah 60 ug/kg bolus, dianjurkan dengan infus 1.000 ug/jam pasiendenganberatbadan< 70 kg.

2. LowMolecular Heparin Weight Heparin (LMWH : Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibandingkan dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama, high bioavailabiliy, doseindependentlearance, mempunyai tatanan yang tinggi untuk menghambat

(21)

lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparia Enoxaparin, dan Fraxiparin.

3. Warfarin : Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pengobatan jangka panjang dan dapat memperoleh efek aritikoagulan secara dini. Tidak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin saja sehingga tidak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan Percutaneoas Coronary Intervention (PCD). PadaSTEMI, bila diberikan bersama trombolitik

akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulant seperti thrombin, dan ADP, kolagen, dan serotonin. Ada tiga perparaf yaitu : Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara inhavena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara inbavena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan bahkan dapat meningkatkan mortalitas.Secara invitro, obat ini lebih kuat dari pada aspirin dan dapat dipergunakan untuk mengurangi akibat plak pada tindakan PCI.Namun, tetap perlu diamati ukomplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius.Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet<50.000ml.

Obat-obatlain :

(22)

2. Antagonis Kalsium:Dapatdigunakanpada APTSAISTEMIjikaada kontraindikasi penghambatBeta adrenergik.Diltiazem jangan diberikanpada disfungsi ventrikel kiri dan ataugagaljantungkongestif..

3. PengbambatEnzimKonversiAngiotensin:Boleh diberikan pada pasiendengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi < 40%) maupun gagal jantung koroner. Dalarnjangka pendek tidak banyak perubahan,namun akan banyak berarti dalam jangka panjang. Efeknyaialahmembatasi perluasan infark, menurunkan sistem neurohumoral,dan meningkatkanaliran darahkolateral.

4. Magnesium :Tidak dianjurkan secararutin. Mempunyai efekmenurunkan risiko aritmi ventrikel sehinggamenurunkanmortalitas.

5. PenurunanKadar Lipid : Terutamagolongan statin yang dalam jangka lama dapatmembantumemperbaikipasiensetelah infark miokard akut dan APTS Statinmempunyaimanfaat lebih, selain penurun kadar Lipid (LDL/TG) juga mempunyaiefek antitrombotik dan antiagregasiplatelet melalui mekanisme hambatanterhadapeNOS (Endothelial Cell Nitric Axide Syrthase), sehingga mencegahdisfungsi endoteldandisebutsebagaiefek "pleiotropic".

2.1.9 Penanganan Diabetes Mellitus pada Sindroma Koroner Akut

Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa merupakan faktor yangberkaitan dengan prognosis buruk pasca‐MI. Studi DIGAMI1 menunjukkan bahwa kontrol ketat kadar gula darah (awal dengan infus glukosa‐insulin, diikuti

dengan 4 kali/hari injeksi insulin subkutan) menurunkan mortalitas absolut 11%, manfaat ini juga terlihat untuk 1 tahun hingga 3,5 tahun kemudian.

DIGAMI‐2 menunjukkan bahwa yang penting adalah kontrol ketat

glukosa darah, tidak tergantung obat yang digunakan (insulin atau obat oral antidiabet standard).DIGAMI‐1 dan 2 dilakukan pada pasien MI akut, tetapi

diketahui bahwa control ketat glukosa darah ini juga bermanfaat untuk pasien NSTEMI.

(23)

Pasien dengan irama atrial fibrilasi AF yang baru muncul setelah serangan ima menunjukan peningkatkan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian.AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan ima dan menjadi predictor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) (Antoni dkk,2010). Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada ima Non STE dibandingkan dengan ima STE (13% vs 8%),namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara ima Non STE dan APTS (20%).

Gambar

Gambar 2.1. Data GRACE 2001
Gambar 2.2. Kerentanan pasien dengan diabetes mellituspasien dengan
Gambar 2.3. Kerentanana Pembuluh Darah.
Gambar 2.5. Kerentanan Miokard
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

1 Pengadaan media pengujian kimia 67.870.000 Pengadaan Langsung LPPMHP Semarang PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

1 Sistem informasi perikanan budidaya, 1 paket 200.000.000 Seleksi Sederhana Kota Semarang. VII Kegiatan Peningkatan Pelayanan Mutu Usaha

1 Pengadaan kapal &gt; 30 GT Bagi Nelayan, 7 Unit 11.613.000.000 Lelang Umum Jawa Tengah PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 18

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS BINA MARGA.. BALAI PELAKSANA TEKNIS BINA MARGA

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN.. JL Sulaw

Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum frying dengan alat thermometer digital ditempatka pada air pendingin keluar kondensor, air pendingin masuk