• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah berdirinya bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sumbangsih para putra-putri terbaik bangsa. Generasi yang dikenal dengan sebutan the founding fathers tersebut memiliki kontribusi baik itu dalam bentuk pemikiran ataupun melalui perjuangan fisik, yang sangat signifikan terhadap upaya Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Para the founding fathers tersebut antara lain adalah sosok-sosok yang dikenali seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Agus Salim, dan lain sebagainya. Diantara nama-nama tersebut, Soekarno mencuat muncul sebagai sosok yang familiar di tengah masyarakat Indonesia.

(2)

Pertama, Soekarno menjadi institusi politik yang mampu membentuk jaringan sistem ideal kelembagaan imaginer di kalangan sebagian besar masyarakat indonesia. Kedua, sebagai pemikir yang gagasan-gagasannya tetap menjadi pusat perdebatan di berbagai kalangan. Ketiga, sebagai ideologi dan sekaligus ideolog yang mampu merumuskan gagasan tentang good society yang ingin direngkuh Indonesia dan bagaimana mewujudkannya1.

Terkait sosok Soekarno sebagai seorang pemikir, hal ini tidak terlepas dari banyak pemikiran-pemikiran yang ia tuangkan dalam bentuk konsep-konsep dalam bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya Indonesia. Pemikiran Soekarno di latarbelakangi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemikiran Soekarno adalah kolonialisme yang terjadi di Indonesia.

Penjajahan yang terjadi selama ratusan tahun di Indonesia menjadi sebuah pengalaman empiris bagi Soekarno. Pengurasan sumber daya alam indonesia oleh praktik kolonialisme dan cengkeraman imperialisme, berdampak pada kemelaratan rakyat Indonesia selaku korban penjajahan. Hal ini berperan besar dalam membentuk pemikiran Soekarno pada kemudian hari yang anti kolonialisme dan imperialisme. Soekarno lantas menjadikan revolusi Indonesia dan kemerdekaan sebagai satu-satunya jawaban untuk membebaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme. Menurut Soekarno, revolusi Indonesia merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dari fase awal yaitu perjuangan merebut

1

(3)

kemerdekaan (secara fisik) sampai pada fase akhir yaitu terwujudnya cita-cita bangsa.

Perkembangan zaman dan dinamika politik global menuntut pemikiran Soekarno untuk bersifat visioner dan antisipatif. Dinamika politik global pada perkembangannya mempengaruhi rezim pemerintahan suatu negara dan menyeretnya masuk kedalam arus politik global yang Soekarno simbolkan dalam wujud nekolim (neokolonialisme dan neoImperialisme).

Nekolim merupakan sebuah ancaman dan bentuk “penjajahan baru” dalam sendi-sendi politik, ekonomi dan sosial negara yang mengancam negara-negara dunia ketiga. Ada dua faktor yang menyebabkan nekolim lebih berbahaya daripada kolonialisme-imperialisme model lama.

Pertama, karena cara-cara maupun praktik-praktiknya belum dikenal oleh rakyat. Kedua, karena penjajahan yang sesungguhnya seringkali tidak jelas kelihatan, sebab nekolim itu adalah penjajahan, yang orang katakan penjajahan by proxy, penjajahan by remote control, penjajahan “dari jauh”2. Terkhusus bagi Indonesia, nekolim menurut Soekarno menjadi tantangan revolusi Indonesia yang telah melewati fase awal revolusi yaitu kemerdekaan dari kolonialisme.

Bahaya akan dominasi nekolim menuntut diperlukannya sebuah bangun dasar yang solid bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara. Kondisi ini yang menginspirasi Soekarno, untuk merumuskan jalan revolusi dan

2

(4)

pemikiran-pemikiran yang dapat menjawab dinamika tersebut. Rumusan akan pemikiran-pemikiran Soekarno tersebut dituangkan dalam kompilasi tulisannya mengenai Panca Azimat Revolusi atau lima rukun kemerdekaan Indonesia.

Panca Azimat Revolusi berarti lima tulisan sakti yang jika digunakan akan mengatasi semua masalah Indonesia dari akar dalam tempo sesingkat-singkatnya menuju masyarakat adil-makmur3. Panca Azimat merupakan ide-ide yang digali dan diformulasikan oleh Soekarno dari kehidupan bersama bangsa Indonesia. Panca Azimat memuat tahapan revolusi Indonesia dimulai pada masa prakemerdekaan sampai pada pascakemerdekaan. Kelima panca azimat tersebut menggambarkan sebuah tahapan-tahapan yang harus dihadapi Indonesia untuk mewaspadai bahaya dari setiap tahapan revolusi yang akan dihadapi kedepannya.

Pokok-pokok azimat ini diuraikan Soekarno didalam lima tulisannya yang ditulis pada rentang waktu tahun 1926 sampai dengan tahun 1965. Kelima Azimat tersebut adalah:

1. NASAKOM (Nasionalis, Agamis, Komunis) yang digagas pertama kali melalui tulisan dalam majalah Soeloeh Indonesia dengan judul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” tahun 1926.

2. Pancasila 1 Juni 1945, sebagai ideologi bangsa Indonesia.

3

(5)

3. MANIPOL-USDEK (Manifestasi Politik, Undang-Undang Dasar, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin).

4. Trisakti, sebuah gagasan Soekarno untuk Indonesia yang berdaulat dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan berkepribadian dilapangan kebudayaan.

5. Berdikari, penjabaran gagasan Soekarno mengenai Ekonomi Indonesia yang berbasiskan kemandirian dan kemampuan pribadi rakyat Indonesia.

Dari kelima panca azimat yang dirumuskan oleh Soekarno, Trisakti merupakan azimat yang disiapkan Soekarno untuk menghadapi fase revolusi Indonesia menghadapi ancaman nekolim. Trisakti sebagai sebuah konsep, secara ideologis memberikan gambaran ideal mengenai bagaimana sikap dan karakter bangsa Indonesia untuk menghadapi bahaya dari nekolim.

Gambaran mengenai Trisakti pertamakali dituangkan Soekarno dalam pidato kenegaraannya pada tanggal 17 Agustus 1964, yang berjudul „Tahun Vivere Pericoloso” atau disingkat sebagai TAVIP. TAVIP sendiri disadur oleh Soekarno

dari bahasa Italia, yang secara harfiah diartikan sebagai tahun penuh marabahaya.

(6)

Dalam konteks indonesia, Trisakti menurut Soekarno merupakan penggambaran ketiga masalah yang perlu dibenahi segera oleh bangsa Indonesia secara cepat. Soekarno melihat diperlukan pembenahan di berbagai aspek kenegaraan dalam diri negara Indonesia agar dapat melepaskan diri dari jerat Nekolim. Trisakti sebagai sebuah gagasan politik dijabarkan ke dalam 3 poin yaitu (1) berdaulat di bidang politik, (2) berdikari di bidang ekonomi, dan (3) berkarakter di bidang sosial dan budaya.

Pertama, secara politik bangsa Indonesia masih belum bisa menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa karena masih kuatnya hubungan aliansi pusat-satelit paska dekolonialisasi antara negara colonizer dengan negara colonized. Hal tersebut berarti masih kuatnya hubungan ketergantungan kepada colonizer, baik itu berupa patronase politik maupun patronase ekonomi. Kondisi tersebut menunjukkan Indonesia belum sepenuhnya berdaulat secara politik, karena masih rawan akan rongrongan pihak kolonial.

(7)

Ketiga, secara budaya mentalitas terjajah menjadikan bangsa ini lupa akan semangat gotong royong sebagai modal sosial dalam meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi. Budaya Indonesia semakin lama teracuni dengan esensi individualisme dan liberalisme yang ditanamkan dalam skema free fight liberalism4. Ketiga masalah ini merupakan bentuk-bentuk ancaman dari sisa-sisa kekuatan kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme yang menemukan bentuk barunya dalam wujud nekolim. Melalui tiga aspek kehidupan bernegara ini, nekolim berusaha menancapkan pengaruhnya di Indonesia.

Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, jabatan Soekarno sebagai orang nomor satu di Indonesia berada di ujung tanduk. Dakwaan akan keterlibatannya dalam kup merangkak tersebut menandai akhir dari kepemimpinannya sebagai presiden republik indonesia. Pada tahun 1966 posisi Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Lengsernya Soekarno juga berimbas kepada setiap konsep maupun program kerja yang telah dicanangkannya. Hal ini termasuk juga kedudukan Trisakti sebagai sebuah gagasan untuk menjawab permasalahan politik, ekonomi, dan sosial budaya di Indonesia pada saat itu. Akibatnya, Trisakti sebagai sebuah konsep tidak pernah betul-betul dilihat keajegannya sebagai antitesis dari ancaman nekolim di masa itu.

4

Wasisto Raharjo Jati. Melihat Kekinian Lima Konsep Kebangsaan dan Keindonesiaan Bung Karno.

(8)

Meskipun belum pernah betul-betul dilihat keajegannya, karena pergantian kekuasaan di pemerintahan Republik Indonesia, nyatanya Trisakti sebagai sebuah konsep dianggap masih relevan untuk menjawab tantangan Indonesia pada saat ini. Hal ini terlihat ketika pada tahun 2014 lalu, Trisakti yang dicetuskan pada 51 tahun silam kembali disebut-sebut dalam salah satu janji politik kandidat Presiden Republik Indonesia. Trisakti kembali coba “dihidupkan” kembali didalam

program prioritas pembangunan nasional yang dinamakan sebagai Nawacita.

Nawacita atau sembilan agenda prioritas adalah sebuah gagasan yang diusung oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai agenda perubahan. Pada saat kampanye politik pada pemilihan Presiden 2014 lalu, Jokowi - JK mengumbar kekaguman mereka akan konsep Trisakti yang digagas oleh Soekarno. Kekaguman tersebut didasari oleh kenyataan sejarah yang unik antara konsep Trisakti Soekarno dengan kondisi kekinian yang dihadapi Indonesia.

(9)

Pada lapangan politik terjadi kerusakan demokrasi sebagai akibat dari praktik kekuasaan otoriter yang menindas prakarsa, aspirasi, dan kedaulatan rakyat. Menjamurnya kemiskinan, kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi secara besar-besaran merupakan kemerosotan dalam bidang ekonomi sebagai dampak dari neoimperialisme. Dalam bidang kebudayaan, terjadi kerusakan jati diri bangsa yang ditandai merosotnya nilai keutamaan, pudarnya solidaritas dan gotong royong, serta tersingkirnya kebudayaan lokal sebagai akibat dari imperialisme budaya5. Akumulasi dari hal diatas menandai bentuk intoleransi yang berarti kegagalan di bidang budaya.

Permasalahan-permasalahan diatas kemudian disimpulkan kedalam tiga poin yakni (1) merosotnya kewibawaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.

Ketiga pokok permasalahan yang dipaparkan dalam Nawacita memiliki bentuk yang sama dengan permasalahan yang coba dijawab di dalam Trisakti. Hal ini ditambah lagi dengan pencantuman konsep Trisakti Soekarno sebagai sebuah jalan ideologis yang menjadi basis dalam perjuangan nasional dan pembangunan karakter kebangsaan di dalam Nawacita. Hal tersebut mengakibatkan Nawacita disebut sebagai interpretasi dari Trisakti Soekarno.

5

Tim Ahli Seknas Jokowi. 2014. Jalan Kemandirian Bangsa: Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21.

(10)

Beragam reaksi yang timbul dikalangan masyarakat terkait Nawacita pemerintahan Jokowi – JK saat ini. Pada satu sisi ini, hal ini membangkitkan kembali ingatan akan tahapan revolusi Indonesia yang belum selesai, sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekarno. Selain itu, dibangkitkannya kembali konsep Trisakti dapat dilihat sebagai gambaran kerinduan masyarakat Indonesia akan sosok negara yang ideal. Namun di sisi lain, pencatutan Trisakti Soekarno sebagai konsep ideologis yang menginspirasi Nawacita berpotensi hanya sekadar sebagai janji politik belaka untuk meraup dukungan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK saat ini.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat kesamaan antara konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK saat ini, terkait pandangannya mengenai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Akan tetapi secara substansi maupun signifikansi tentunya perlu diteliti lebih jauh bagaimana nilai-nilai yang terdapat dalam Trisakti coba di interpretasikan ke dalam Nawacita sebagai arah pembangunan Indonesia kedepannya.

1.2 Perumusan masalah

Oleh sebab itu, dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik sebuah pertanyaan penelitian yaitu “Bagaimana Relevansi Konsep Trisakti Soekarno

(11)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dimaksud dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana relevansi konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK.

2. Untuk melihat signifikansi dari gagasan Trisakti Soekarno dengan tantangansaat ini.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan terkhusus dalam konteks pemikiran ilmu politik, bagi

civitas academica di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi sebuah referensi dalam melakukan analisis terkait arah pembangunan Indonesia pada pemerintahan Jokowi – JK.

3. Bagi peneliti secara pribadi, penelitian ini merupakan sebuah sumbangsih terhadap kehidupan politik di Indonesia, terkhusus kedalam arah dan visi pembangunan politik Indonesia kedepan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Adapun yang dijadikan tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah:

(12)

referensi yang komprehensif dalam setiap penelitian yang berkaitan dengan pemikiran Soekarno. “Dibawah Bendera Revolusi” memuat kumpulan tulisan-tulisan Soekarno yang menggambarkan bagaimana perkembangan gagasan-gagasan pemikirannya dalam rentang waktu 1928 sampai dengan 1966. Di dalam kumpulan tulisan nya inilah di dapati bagaimana pandangan Soekarno dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, baik itu pada masa perjuangan fisik untuk merebut kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan. “Dibawah Bendera Revolusi” juga memuat cetak biru pemikiran Soekarno mengenai tahapan revolusi Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berdaulat.

Buku yang disusun oleh Iwan Siswo mengenai kumpulan tulisan, risalah, pembelaan, dan Pidato Soekarno pada tahun 1926-1966 yang berjudul “Panca Azimat Revolusi”. Buku tersebut memfokuskan kepada pembahasan lima konsep Soekarno yang dikenal sebagai “Panca Azimat”. Panca Azimat

merupakan konsep yang digagas oleh Soekarno mengenai bagaimana tahapan-tahapan revolusi yang dihadapi oleh Indonesia. Kelima gagasan tersebut dituangkan dalam kumpulan tulisan Soekarno dengan tema yang berbeda-beda. Panca azimat pertama, yakni NASAKOM yang diambil dari tulisan Soekarno “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Azimat kedua,

(13)

“Tahun Vivere Pericoloso” atau biasa disingkat TAVIP, dan dirumuskan kembali menjadi Trisakti. Azimat kelima, adalah „Berdikari” yang diambil

dari Pidato Soekarno yang berjudul “Capailah Bintang-Bintang di Langit” tanggal 17 Agustus 1965. Buku ini ditulis untuk mengingatkan kembali bangsa Indonesia yang “amnesia” akan sebuah tahapan revolusi Indonesia

sebagaimana yang dikehendaki oleh Soekarno. Penulisan buku ini diharapkan memudahkan penggalian terhadap pemikiran-pemikiran Soekarno yang memudar di zaman sekarang.

Buku “Bung Karno dan Ekonomi Berdikari” yang merupukan salah satu

dari serial buku yang memuat kumpulan tulisan dan karya Soekarno. Buku ini merupakan bagian dari agenda “Panitia Peringatan 100 Tahun Bung Karno”. Buku ini membahas perihal ketertarikan Soekarno akan aspek

(14)

Karya Paharizal yang berjudul “Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia” adalah merupakan pembahasan pemikiran Soekarno mengenai

azimat keempat dalam panca azimat revolusi, yaitu Trisakti dikaitkan dengan laju pembangunan Indonesia. Indonesia yang saat ini tengah menuju “Golden Era” atau fase emas dalam pembangunan sebuah negara memerlukan sebuah

konsepsi yang tepat untuk mewujudkan tahapan dari revolusi tersebut. Hal inilah yang dilihat Paharizal tertuang dalam Trisakti, yang memuat prinsip kemandirian yang akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Buku ini juga memberikan pandangannya mengenai bagaimana relevansi dari Trisakti dengan kondisi zaman saat ini.

Disertasi dari Ika Irmawansah6 yang berjudul Pemikiran Soekarno tentang Trisakti: Perspektif Epistemologi Kenneth Gallagher. Penelitian ini mencoba mengkaji Trisakti dalam sudut pandang filsafat atau epistemologi gagasan Trisakti berdasarkan perspektif Kenneth Gallagher. Penelitian ini melihat bahwa Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan antitesa dari kolonialisme, imperialism dan feodalisme, karena inti dari trisakti adalah kemerdekaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan juga gagasan Trisakti dalam aspek eksistensial lahir dari kesadaran masa lalu Soekarno terhadap penolakan paham-paham kolonialisme, imperialism, dan feodalisme. Bila dikaitkan dengan konteks saat ini, Indonesia menunjukkan adanya

6

(15)

keterlibatan kelas kapital transnasional dalam mengatur kebijakan dalam negeri, sebagai dampak masuknya globalisasi di Indonesia, dan hal ini bisa mengancam kedaulatan Indonesia, baik itu sebagai sebuah negara kesatuan maupun sebagai sebuah bangsa.

Tulisan Wasisto Raharjo Jati7 mengenai Soekarno dan Third-Worldism: Kebangkitan Politik Dunia Ketiga. Tulisan ini merupakan analisis dari bagaimana langkah yang diambil oleh Soekarno dalam mengkonsolidasikan negara-negara dunia ketiga atas marjinalisasi yang dilakukan negara barat terhadap mereka. Hali ini di inisiasi Soekarno dalam agenda-agenda internasional seperti Konfrensi Asia-Afrika, dan Gerakan Non-blok (Non Aligned Movement). Agenda-Agenda internasional tersebut berhasil mengkonsolidasikan para pemimpin negara-negara dunia ketiga untuk sepakat dalam hal gerakan pembebasan dan anti dominasi asing. Negara-negara seperti India, Ghana, Vietnam Utara, Cuba, Libya, merupakan segelintir negara yang menjadi motor munculnya Worldism. Third-Worldism dimaknai sebagai ideologi pembebasan dan bentuk resistensi negara dunia ketiga terhadap dominasi negara barat. Third-Worldism

menyerukan sikap anti-imperialisme, anti-kolonialisme, non-blok dan pro-dekolonialisasi terhadap gerakan politik menuntut kemerdekaan.

7

(16)

1.6 Kerangka Konsep 1.6.1 Trisakti

Trisakti sebagai sebuah konsep didasarkan kedalam 3 aspek fundamental bangsa Indonesia, yakni aspek politik, ekonomi dan budaya. Ketiga aspek fundamental tersebut berada dalam ancaman bahaya nekolim, yang menurut Soekarno, akan mengganggu jalannya Revolusi Indonesia.

Neokolonialisme merupakan imaji kolonialisme yang akan terjadi dimasa akan datang dengan masuknya borjuasi asing ke dalam perekonomian nasional untuk mengabsorsi sumber daya ekonomi yang hasilnya digunakan untuk kepentingan negaranya sendiri. Neokolonialisme sendiri berwujud pada terbentuknya lembaga-lembaga dunia yang memiliki kekuatan kapital asing yang dapat menjajah suatu negara dengan memanfaatkan perekonomian nasional8.

Soekarno melihat gejala nekolim tersebut hadir dalam bentuk bantuan donor keuangan asing dengan bunga jangka panjang. Pada era 1960-an merupakan era paska perang dimana banyak infrastruktur di berbagai negara hancur karena perang sehingga tidak bisa menghasilkan pendapatan negara. Bagi Soekarno, bantuan donor asing tersebut merupakan bentuk dari tipu muslihat kapitalisme zaman sekarang. Hal ini merupakan bentuk transformasi baru dari kapitalisme yang dulunya datang untuk berdagang lantas menguasai suatu negeri. Donor keuangan adalah upaya Barat untuk semakin memperkuat cengkeramannya

8

(17)

terhadap negara mantan jajahannya untuk semakin patuh dalam era politik modern9.

Soekarno menjelaskan ada 3 watak dasar yang menjadikan nekolim sebagai musuh utama dari revolusi. 3 watak dasar yang menjadi prinsip dasar kapitalisme –kolonialisme-imperialisme, yakni dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan

penetrasi kebudayaan. Ketiga watak dasar tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Hal ini dengan kata lain ketiga hal tersebut merupakan satu paket watak yang “mengendap” dalam sifat (watak)

kapitalisme-kolonialisme-imperialisme. Eksistensi ketiga watak tersebut memiliki tujuan yang saling berkaitan satu sama lain.

Dominasi politik digunakan untuk menegakkan power nekolim di negara jajahannya. Penegakan kekuasaan ini ditujukan agar rakyat yang dijajahnya dapat dikondisikan dan dibuat tidak berdaya melalui alat-alat politik seperti ideologi kolonial, hukum, dan aparatur represif (militer dan polisi kolonial).

Setelah kesadaran kritis rakyat dibekuk atau dilumpuhkan, maka hal itu akan meratakan jalan untuk melakukan intervensi dalam bidang ekonomi, seperti eksploitasi tenaga kerja dan kekayaan alam. Terakhir, untuk menjaga agar rakyat tetap tidak berdaya atau lumpuh, maka melaui kebudayaan rakyat di negara jajahan di giring untuk membangun mental inferioritas (rasa rendah diri),

dependent (ketergantungan), dan mudah mengeluh serta putus asa10.

9

Ibid. Hal. 12. 10

(18)

Soekarno menilai diperlukan sebuah sikap kemandirian bagi bangsa Indonesia untuk menjadi Negara yang seutuhnya. Atas dasar itulah Soekarno kemudian merumuskan Trisakti kedalam 3 poin yaitu (1) Kedaulatan di Bidang Politik (2) Berdikari di Lapangan Ekonomi (3) Berkepribadian Sendiri di Lapangan Kebudayaan.

Kedaulatan di Bidang Politik

Kedaulatan di bidang politik merupakan aspek yang terpenting di dalam Trisakti. Kedaulatan politik secara fisik digunakan sebagai alat untuk melakukan perlawanan terhadap pihak kolonial atau penjajah, selain itu kedaulatan politik juga diposisikan sebagai objek cita-cita dan ukuran kemerdekaan Indonesia, dimana cita-cita revolusi Indonesia baru akan selesai jika kedaulatan politik Indonesia telah dicapai oleh rakyat Indonesia. Hal ini seperti yang disinggung oleh Soekarno:

“…Ya, berdaulat dalam politik! Apa yang lebih luhur daripada ini, saudara-saudara? Lebih setengah abad lamanya bangsa Indonesia berjuang membangting tulang dan mencucurkan peluh, untuk kedaulatan politik itu. Sekarang kedaulatan itu sudah di tangan kita. Kita tidak bisa didikte oleh siapapun lagi, kita tidak menggantungkan diri kepada siapa-siapa lagi, kita tidak mengemis-ngemis! kedaulatan politik ini harus kita tunjang bersama-sama, harus kita tegakkan beramai-ramai. Nation building dan character building harus diteruskan sehebat-hebatnya, demi memperkuat kedaulatan politik itu11”.

Kedaulatan politik penting bagi rakyat/bangsa Indonesia untuk menjebol tatanan kekuasaan lama, kekuasaan kapitalisme-kolonialisme-imperialisme dan kemudian menggantikannya dengan tatanan yang baru, tatanan yang dirumuskan

11

(19)

sendiri oleh bangsa Indonesia. Tatanan ini yang dimaksudkan oleh Soekarno terkristalisasi dalam Pancasila, Manipol-Usdek, dan Trisakti12.

Berdaulat dalam bidang politik juga berarti bangsa Indonesia bebas untuk menentukan dan merumuskan sendiri ideologi politiknya, tidak terdikte oleh pihak manapun. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi politik global pada saat itu.

Setelah kemerdekaan tahun 1945, terjadi perebutan pengaruh antara negara-negara dengan ideologi kanan (kapitalisme) maupun ideologi kiri (sosialisme-komunis) terhadap negara-negara yang baru berhasil memerdekakan diri dari kolonialisme. Kondisi tersebut berimplikasi pada pandangan politik Indonesia yang memutuskan untuk tidak memihak kepada ideologi atau blok manapun, yang oleh Soekarno disebut dengan politik bebas-aktif.

Politik bebas-aktif Indonesia tidak sama dengan netralitas. Menurut Soekarno, politik bebas-aktif adalah politik yang tidak netral, politik Indonesia adalah politik yang berpihak pada kepentingan menolak dan secara aktif mengikis kapitalisme-kolonialisme-imperialisme-feodalisme13. Kebijakan politik bebas-aktif sebagai politik luar negeri Indonesia menurut Soekarno merupakan bukti nyata kedaulatan politik yang dimiliki oleh Indonesia.

Melalui politik bebas-aktifnya, Soekarno berkomunikasi dengan negara-negara dunia ketiga, berusaha menggalang kekuatan dalam sebuah kekuatan politik non-blok yang independen (tidak condong kearah kanan-kapitalisme dan

12

Paharizal.Op.Cit. Halaman. 81. 13

(20)

tidak condong ke kiri – sosialis komunis). Aliansi dari negara-negara non blok ini disebut juga sebagai new emerging force (NEFO).

Melalui konsep NEFO, Soekarno menilai bahwa pertentangan yang terjadi di dunia, bukanlah konflik ideologis sebagaimana sangkaan orang, melainkan pertentangan kepentingan. Negara dunia ketiga yang baru saja lepas dari belenggu kolonialisme dan penjajahan distigmasisasikan secara politik sebagai kawasan yang ekonominya timpang, marjinalisasi kehidupan sosial yang tinggi, maupun tingkat kemiskinan penduduk yang begitu ekstrim14. Soekarno melihat bahwa keterbelakangan negara di Dunia Ketiga adalah akibat keserakahan dari negara-negara yang tidak pernah puas dan selalu mengadakan penghisapan terhadap bangsa-bangsa yang dilanda kelaparan dan kemiskinan.

Arah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif juga diwujudkan dalam bentuk kooperasi dengan syarat. Bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan negara-negara mana saja yang dapat atau tidak dapat bekerja sama dengan Indonesia. Indikator yang digunakan untuk menilai dapat tidaknya suatu negara bekerja sama dengan Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai cerminan kedaulatan Indonesia dalam politik menolak bentuk-bentuk kerjasama yang berpotensi memecah belah bangsa serta berpotensi mengeksploitasi ataupun bercorak imperialistik15.

14

Wasisto Raharjo, Jati. Op.Cit. Hal. 3. 15

(21)

Berdikari di Lapangan Ekonomi

Berdikari dilapangan ekonomi memiliki keterkaitan yang erat dengan gagasan berdaulat dalam bidang politik. Soekarno mengatakan tanpa adanya kedaulatan politik, mustahil suatu negara memiliki kemampuan menentukan nasibnya sendiri untuk mensejahterakan rakyat. Selaras dengan gagasan di bidang politik, dalam gagasan berdikari di lapangan ekonomi Soekarno menyatakan penolakannya terhadap kapitalisme dan imperialisme. Melalui pidato pembelaannya di depan hakim pengadilan kolonial pada tahun 1930, Soekarno menulis :

“yang saya artikan dengan imperialisme ialah: kejadian pergaulan-hidup, yang terjadi karena modal-besar dari sesuatu negeri yang kebanyakan ada di bawah kekuasaannya bank-bank, memperusahakan politik-luar-negeri daripada negeri itu guna kepentingannya modal-besar itu sendiri. Kemajuan abad yang ke-sembilan-belas yang tepat itu sudahlah melahirkan suatu persaingan mati-matian di atas lapang perusahaan-tanah dan perusahaan-kepaberikan. Salah satu hasilnya persaingan ini ialah bahwa, pada penghabisan abad itu, politik “melindungi negeri sendiri” makin lama makin laku. Kepaberikan-besar sudahlah lahir, jumlahnya barang-barang yang dibikin oleh kepaberikan-besar ini sangatlah tambahnya, tetapi di negeri-sendiri barang-barang itu takbisalah habis terjual, maka timbullah keperluan mencarikan pasar baginya di luar negeri sendiri16”. Dalam tulisannya yang diberi judul “Mencapai Indonesia Merdeka” Soekarno menunjukkan perkembangan kapitalisme ke imperialisme. Ia menganalogikannya jika dalam konteks kapitalisme, pencarian rezeki (mengeksploitasi) masihlah sangat sederhana, yaitu mempekerjakan buruh dengan upah murah dan menjajah negara lain, maka ketika kapitalisme berganti bulu menjadi imperialisme cara mencari rezekinya semakin mengganas.

16

(22)

“…dan bukan saja bermulut sepuluh! Juga jalannya mencari rezeki ini bukan satu jalan saja, tetapi jalan yang bercabang-cabang tiga-empat. Bukan lagi Indonesia hanya menjadi tempat pengambilan barang-barang biasa sebagai di zamanya imperialisme tua, bukan lagi Indonesia hanya menjadi tempat pengambilan pala atau cengkih atau kayu manis, atau nila, tetapi kini juga menjadi pasar penjualan barang-barang keluarannya pabrikan negeri asing, juga menjadi tempat penanaman modal asing, yang di negeri asing sendiri sudah kehabisan tempat, pendek kata: juga menjadi afzetgebied exploitatiegebied-nya surpluskapitaal. Terutama jalan yang belakangan inlah, yakni “jalan” penanaman modal asing disini, adalah paling hebat dan makin bertambah hebat17“

Imperialisme juga merupakan suatu kenyataan bagi negara jajahan, imperialisme adalah suatu nafsu, suatu politik, suatu stelsel untuk menguasai (dan mempengaruhi) ekonomi bangsa lain, untuk overheersen (menggagahi) atau

beheersen (mendominasi) ekonomi atau negeri bangsa lain18. Imperialisme dengan kata lain adalah perpanjangan dari kapitalisme, sebagai sebuah syarat yang mengupayakan keberlangsungan eksistensi kapitalisme.

Bertolak dari pemahaman itulah Soekarno menolak kapitalisme-imperialisme karena bertentangan dengan sosio-nasionalisme indonesia. Sosio-nasionalisme Indonesia merupakan bentuk Sosio-nasionalisme yang mau memperbaiki ketimpangan ekonomi yang hidup dalam masyarakat.

Soekarno dalam pidato “Tahun Berdikari” yang disampaikan pada 17 Agustus 1965, menyebutkan bahwa berdikari pada prinsipnya merupakan usaha untuk menjadikan kekuatan sendiri sebagai landasan utama pembangunan ekonomi. Berdikari di lapangan ekonomi merupakan sebuah ide dari soekarno bagi Indonesia untuk menolak kapitalisme-imperialisme global.

17

Ibid. Hal. 366. 18

(23)

“…berdikari dalam ekonomi! Apa yang lebih kokoh daripada ini, saudara-saudara? Seperti kukatakan di depan MPRS tempo hari, kita harus bersandar pada dana dan tenaga yang memang sudah di tangan kita dan menggunakannya semaksimal-semaksimalnya. Pepatah lama “ayam mati dalam lumbung” harus kita akhiri, sekali dan buat selama-lamanya. Kita memiliki segala syarat yang diperlukan untuk memecahkan masalah sandang-pangan kita. Barangsiapa merintangi pemecahan masalah ini, dia harus dihadapkan ke depan mahkamah rakyat dan sejarah. Alam kita kaya raya, rakyat kita rajin, tetapi selama ini hasil keringatnya dimakan oleh tuan-tuan tanah, tengkulak-tengkulak, lintah-lintah darat, tukang-tukang ijon dan setan-setan desa lainnya…sudah cukup usahaku memberi kesempatan bagi pelaksanaan landreform; batas waktunya malahan sudah kutunda dan kalau perlu aku bersedia memperpanjangnya dengan satu tahun lagi…tapi masih macet saja;…hanya dengan mengatasi kemacetan-kemacetan inilah kita bisa menerapkan azas berdikari dalam ekonomi19”.

Hal ini kembali dikuatkan Soekarno dalam pidato nya yang berjudul “Nawakarsa” pada 22 Juni 1966:

“Khusus mengenai prinsip berdikari ingin saya tekankan apa yang telah saya nyatakan dalam pidato 17 Agustus 1965, yaitu pidato Takari, bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama internasional, terutama antara semua negara yang baru merdeka. Yang ditolak berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja sama yang sama-derajat dan saling menguntungkan. Dan dilama rencana ekonomi perjuangan yang saya sampaikan bersama ini, maka saudara-saudara dapat membaca bahwa “Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan engara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau bekerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan20”

Prinsip berdikari yang mendasarkan pada kemandirian suatu bangsa dan menjadikan rakyat sebagai faktor utama penggerak produksinya. Pemerintah dan rakyat harus mengoptimalkan potensi kekayaan alam Indonesia dengan beragam kegiatan pemberdayaan. Pada akhirnya diharapkan nilai ekspor akan membesar.

19

Ir. Soekarno. Op. Cit. Hal. 691-692.

20Pidato Presiden Soekarno Berjudul “Nawaksara” di Depan Sidang Umum ke

(24)

Koperasi dan perusahaan negara kemudian diharapkan menjadi motor penggerak dalam proses ini.

Hubungan kerjasama internasional apabila dilihat melalui prinsip berdikari dalam bidang ekonomi merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan. Penekanan dalam kerjasama internasional tersebut adalah apabila kerjasama yang tercipta tidak merugikan disatu pihak, ataupun mengakibatkan suatu negara menggantungkan diri kepada pihak imperialis.

Soekarno menilai bahwa negara (bangsa) yang sudah dewasa adalah negara yang ekonominya tidak tergantung dengan negara lain. Jika sebuah negara secara ekonomi masih tergantung dengan negara lain, tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa negara yang bersangkutan adalah negara yang belum dewasa.

“…bahkan ada bangsa-bangsa yang di lapangan politik telah berdaulat, tetapi ekonominya belum berdikari. Ekonominya masih tergantung sama sekali daripada bangsa lain. Bagaimana kita bisa menamakan seorang anak yang katanya sudah dewasa, tetapi ia masih harus selalu disuap makanan oleh orang tuanya atau selalu harus dibantu oleh orang tuanya dalam urusan ekonomi sehari-hari? Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa anak ini sudah dewasa. Anak ini sebetulnya belum dewasa, saudara-saudara. Sebab, ia belum bisa stand on it‟s own feet. Begitu pula ada bangsa yang telah dikatakan berdaulat di bidang politik, tetapi ia belum berdikari di lapangan ekonmi, dan belum berkepribadian di lapangan kebudayaan. Segala sesuatu ia punya kebudayaan tidak berdasarkan atas kepribadian sendiri21”.

Berkepribadian Sendiri di Lapangan Kebudayaan

Gagasan mengenai diperlukannya sebuah kepribadian dalam bidang kebudayaan menurut Soekarno dilatarbelakangi oleh adanya tiga budaya yang patut dihilangkan dalam diri bangsa Indonesia, yang pertama budaya kapitalisme,

21

(25)

kedua budaya kolonialisme (belanda), dan ketiga adalah budaya imperialisme. Selama sisa hidupnya, soekarno menekankan bahwa perlu mengikis eksistensi budaya feodalisme, serta berusaha membatasi rembesan budaya kolonialisme dan imperialis.

“…Berkepribadian dalam kebudayaan!...Bukan saja bumi dan air dan udara kita kaya raya, juga kebudayaan kita kaya raya…juga untuk membangun kebudayaan baru Indonesia, kita memiliki segala syarat yang diperlukan. Kebudayaan baru itu harus berkepribadian nasional yang kuat dan harus tegas-tegas mengabdi kepada rakyat. Dengan menapis yang lama, kita harus menciptakan yang baru. Sikap kita terhadap kebudayaan lama harus menciptakan yang baru. Sikap kita terhadap kebudayaan lama maupun asing adalah sikapnya revolusi nasional-demokratis pula: dari kebudayaan lama itu kita kikis feodalismenya, dari kebudayaan asing kita punahkan imperialismenya22.”

(26)

Oleh karena itu jika rakyat Indonesia tidak mendorong kemunculan kebudayaannya sendiri dan kemudian melestarikannya, maka tidak berlebihan jika rakyat Indonesia dikatakan tidak berkepribadian, bangsa penjiplak, dan bangsa tanpa kreativitas. Lebih jauh lagi soekarno menilai bahwa bangsa yang tidak memiliki kepribadian dalam hal kebudayaan, penjiplak, dan tanpa kreativitas adalah bangsa yang belum atau tidak merdeka. Hal inilah yang disimpulkan oleh Soekarno, revolusi baru selesai apabila bangsa Indonesia telah merdeka dalam hal kebudayaan.

Terkait dengan hal kebudayaan, pandangan Soekarno mengenai kebudayaan asing adalah dalam ranah toleransi. Soekarno merumuskan bahwa berkepribadian dalam bidang kebudayaan tidak anti sama sekali dengan kebudayaan asing.

Kebudayaan asing, dalam pandangan soekarno masih bisa diterima atau ditoleransi dengan syarat kebudayaan yang datang dari asing tersebut tidak memiliki dampak merusak terhadap kebudayaan asli Indonesia. Intinya, soekarno mengharapkan antara budaya asing dan lokal bisa saling menghormati dan menguatkan kebmandirian dan kepribadian antara satu sama lain.

Intisari Trisakti sebagai sebuah gagasan yang dituangkan kedalam 3 aspek yaitu politik, ekonomi dan kebudayaan dapat disimpulkan sebagai berikut24:

a) Berdaulat dalam bidang politik

Pertama, mengelola pemerintahan tanpa adanya intervensi dari luar negara; adanya intervensi asing memang rawan terjadi dalam menjalankan roda

24

(27)

pemerintahan. Seingkali muncul komprador-komprador yang turut campur mengarahkan agenda negara sesuai dengan kepentingan asing

Visioner Soekarno mengenai adanya intervensionisme maupun relasi tidak seimbang tersebut justru terjadi dalam konstelasi global. Indikasinya adalah munculnya para jackal sebagai bentuk komprador-komprador asing yang bekerja atas nama kapitalis Barat di dunia ketiga. Hal itulah yang kemudian menciptakan adanya relasi patrimonialisme global yang kini sudah berkembang menjadi tatanan dunia dimana negara maju senantiasa mengarahkan kebijakan negara berkembang. Relasi antar negara kemudian menjadi tidak seimbang, manakala terjadi pemaksaan kepentingan nasional terhadap kepentingan nasional suatu negara lainnya.

Kedua, menjalin kerjasama dengan negara lain dalam tataran yang seimbang dan menguntungkan kedua belah pihak. Ditemukannya relasi tidak seimbang dan justru mengarah pada parasitisme. Hal ini biasanya terjadi dalam relasi kasus antara negara dunia pertama dengan negara dunia ketiga dimana selalu saja terjadi pola dominasi maupun subordinasi antar keduanya.

b) Berdikari secara ekonomi

(28)

Dalam sistem ekonomi terpimpin, perencanaan pembangunan merupakan bagian dari strategi dan kebijakan ekonomi. Dasar ekonomi terpimpin adalah untuk menyalurkan dan mengembangkan potensi rakyat. Karena itu, sektor yang harus dijadikan fokus utama adalah pertanian, perkebunan, dan pertambangan.

c) Berkepribadian dalam budaya

Penekanan terhadap revolusi mental yang hendak diubah dan dirombak. Mentalitas inlander inilah yang perlu untuk dilakukan pencerahan atau dalam bahasa Soekarno sendiri „mengarahkan kepada bentuk penemuan jati diri kembali‟. Jika dikaitkan dengan prinsip berdaulat dalam bidang politik, hal ini

merupakan usaha untuk membentuk karakter bangsa yang disimbolkan dalam bentuk penghapusan mental terjajah atau inferior yang selama ini melekat dalam pembentukan manusia Hindia Belanda dalam skema kolonialisme Belanda.

1.6.2 Nawacita

Penelitian mengenai Nawacita merupakan suatu hal yang baru di Indonesia, hal ini tidak terlepas dari baru di implementasikannya Nawacita pada bulan Oktober 2014 silam, bersamaan dengan dilantiknya pemerintahan Jokowi-JK. Sehingga tidak terdapat penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan mengenai Nawacita.

Nawacita secara etimologis terdiri dari dua padanan kata, yakni kata Nawa

(29)

Nawacita sebagai program prioritas didasarkan pada visi dan misi Jokowi-JK pada pilpres 2014 lalu. Jokowi-Jokowi-JK dalam visi-misi nya menyimpulkan terdapat tiga problem pokok yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Hal ini kemudian dinilai berimbas kepada pembangunan Indonesia kedepannya. Adapun 3 permasalahan pokok yang melatar belakangi Nawacita adalah sebagai berikut25: 1. Merosotnya kewibawaan negara, hal ini dilihat dari kondisi dimana negara tidak mampu memberikan perlindungan atau rasa aman terhadap segenap warga negara. Kondisi ini diperparah dengan munculnya krisis kepercayaan, yakni ketika masyarakat semakin tidak percaya kepada institusi public, dan pemimpin tidak memiliki kredibilitas yang cukup untuk menjadi teladan dalam menjawab harapan masyarakat. Harapan untuk menegakkan wibawa negara semakin pudar ketika negara mengikat diri pada sejumlah perjanjian internasional yang mencederai karakter dan makna kedaulatan, yang lebih menguntungkan bagi perseorangan maupun perusahaan multinasional ketimbang bagi kepentingan nasional.

2. Kelemahan sendi perekonomian bangsa, hal ini dilihat dari belum terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan ketergantungan dalam hal energi, keuangan dan pangan. Terkhusus permasalahan keuangan, kelemahan dalam sendi perekonomian dapat dilihat dari bagaimana sikap pemrintahan yang kurang tanggap dalam

25

(30)

menghadapi krisis sumber daya energi dan juga ketergantungan terhadap hutang luar negeri serta penyediaan pangan yang berorientasi pada tindakan impor.

3. Intoleransi dan krisis kepribadian bangsa, cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang melahirkan “dunia tanpa batas”

(borderless state) membawa dampak negative yakni kejut budaya (culture shock) dan ketunggalan identitas global di kalangan generasi muda Indonesia. Hal ini menempatkan rakyat Indonesia pada dua arus besar kebudayaan, disatu sisi globalisasi mendorong manusia kearah kekuatan pasar yang menempatkan manusia semata-mata sebagai sebuah komoditas, sementara disatu sisi muncul arus kebudayaan yang menekankan penguatan identitas primordial ditengah ancaman globalisasi.

Nawacita kemudian merincikan formulasi untuk menangani hal tersebut kedalam sub agenda lain yang terdiri dari 12 agenda strategis dalam bidang politik, 16 agenda strategis dalam menuju Indonesia yang berdikari, dan 3 agenda strategis untuk Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Ke 31 agenda strategis tersebut di peras ke dalam 9 agenda prioritas yang menjadi fokus utama, hal inilah yang disebut dengan Nawacita.

Perincian kedalam 9 agenda prioritas dibuat guna memudahkan perjuangan mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia yakni “melindungi segenap bangsa

(31)

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti memiliki peran sentral dalam perumusan Nawacita, hal ini dilihat dengan diletakkannya Pancasila dan Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis. Pancasila 1 juni 1945 meletakkan dasar dan sekaligus memberikan arah dalam membangun jiwa bangsa untuk menegakkan kembali kedaulatan, martabat dan kebanggaan negara, menggelorakan kembali harapan di tengah krisis sosial yang mendalam, menemukan jalan bagi masa depan bagsa dan meneguhkan kembali jiwa gotong royong26.

Trisakti memberikan pemahaman mengenai dasar untuk memulihkan harga diri bangsa dalam pergaulan antar-bangsa yang sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Jalan Trisakti menjadi basis dalam pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan. Nawacita diharapkan menjadi sebuah solusi atas kondisi perpolitikan, ekonomi dan sosial budaya di Indonesia. Adapun isi dari Nawacita pemerintahan Jokowi-JK adalah sebagai berikut:

a) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Poin ini memberi fokus pada bagaimana peran Indonesia dalam kerjasama global dan

26

(32)

regional, dalam rangka mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia.

b) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Poin ini merupakan wujud upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memberikan prioritas dalam hal pemulihan kepercayaan public pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.

c) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Hal ini adalah bentuk dari dimulainya kebijakan desentralisasi asimetris, yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat daya saing Indonesia secara global, dan untuk membantu daerah-daerah yang kapasitas berpemerintahan belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik.

d) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

(33)

kesehatan masyarakat, dan “Indonesia Sejahtera” untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

f) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Poin ini menyangkut permasalahan infrastruktur di Indonesia yang dapat menunjang daya saing Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia lainnya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan ifrastruktur jalan baru sepanjang 2000 Km, pembangunan pasar tradisional di seluruh Indonesia, efisiensi perijinan bisnis, peluncuran insentif kebijakan fiscal dan nonfiskal, dan kebijakan serupa lainnya.

g) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor sektor strategis ekonomi domestik. Hal ini mencakup targetan kedaulatan pangan yang juga dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK melalui kebijakan-kebijakan seperti perbaikan irigasi di 3 juta hektar sawah dan pendirian Bank Petani dan UMKM sebagai motor utama penggerak kedaulatan pangan.

(34)

i) Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga, pengoptimalan pranata sosial dan budaya dengan mempertimbangkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sembilan agenda prioritas tersebut lah yang menjadi jalan perubahan yang diusung oleh Nawacita. Nawacita sebagai sebuah konsep pembangunan kedepannya berupaya mewujudkan visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.

1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah-masalah atau objek tertentu secara rinci dalam usaha untuk menyelesaikan permasalahan yang diteliti.

1.7.2 Jenis Penelitian

(35)

1.7.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang didapat peneliti dari sumber kedua atau berbasiskan data yang sudah ada. Data sekunder dapat diperoleh melalui berbagai sumber yakni buku, jurnal, internet, ataupun literature-literatur yang masih berkaitan dengan judul penelitian. Oleh karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

Library Research (Studi Kepustakaan).

Teknik pengumpulan data library research atau disebut dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen27. Data yang diperoleh metode ini berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan-penggalan dari catatan-catatan organisasi, klinis, atau program; momarandum-momarandum dan korespondensi; terbitan dan laporan resmi; buku harian pribadi; dan jawaban tertulis yang terbuka terhadap kuesioner dan survei.

1.7.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif adalah suatu tekni yang menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan yang induktif, serta analisa pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah28.

27

Husaini Usman, Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 69 28

(36)

1.8 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II :SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA

PEMERINTAHAN JOKOWI – JK

Bab ini akan memaparkan tentang sejarah dari konsep trisakti yang digagas oleh Soekarno pada rentang tahun1964-1965, serta membahas Nawacita pemerintahan Jokowi – JK Tahun 2014-2019.

BAB III :ANALISIS RELEVANSI KONSEP TRISAKTI

SOEKARNO DENGAN NAWACITA

PEMERINTAHAN JOKOWI – JK

(37)

JK. Baik itu dari aspek zeitgeist (semangat zaman) maupun kondisi realitas Indonesia pada saat ini.

BAB IV : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait