• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al Rahab, Amiruddin. 2014. Ekonomi Berdikari Soekarno. Depok: Komunitas Bambu.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Husaini Usman, Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Husein Coen Pontoh (Ed.). 2014. Membedah Tantangan Jokowi-JK. Jakarta: Indoprogress dan Marjin Kiri.

Iman Toto K. Rahardjo dan Herdianto WK (Ed.). 2001. Bung Karno dan Ekonomi

Berdikari: Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta: Grasindo.

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press.

____________. April 2014. Sukarno, Marxisme, & Leninisme: Akar Pemikiran

Kiri & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu

Kusuma Djaya, Ashad. 2014. Soekarno: Perempuan dan Revolusi: Sebuah

Biografi Politik dan Intelektual. Bantul: Kreasi Wacana.

Nazaruddin Sjamsuddin (Ed.). 1988. Soekarno: Pemikiran Politik dan Kenyataan

Praktek. Jakarta: Rajawali Press.

Paharizal. 2014. Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.

Siswo, Iwan. 2014. Panca Azimat Revolusi: Tulisan, Risalah, Pembelaan, &

Pidato Soekarno 1926-1966 Jilid I. Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia.

Soekarno. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. Yogyakarta: Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno.

(2)

Tim Ahli Seknas Jokowi. 2014. Jalan Kemandirian Bangsa: Visi

Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Dokumen/Makalah:

Peter Kasenda. 2014. Trisakti Soekarno. (Makalah dipresentasikan dalam Diskusi Kelompok Kerja Kedaulatan Politik – Temu Kader dan Tokoh Nasional Pemuda Demokrasi Indonesia, Jakarta).

Wasisto Raharjo Jati. 2013. Soekarno dan Third-Worldism. Majalah Prisma Vol. 32, No. 2 dan No. 3.

_________________. 2014. Melihat Kekinian Lima Konsep Kebangsaan dan

Keindonesiaan Bung Karno. (Makalah disampaikan pada Seminar

Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta).

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. 2014. Jalan Perubahan

Untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian.

Jurnal:

M. Fikri, dkk. 2014. “Analisis Konsumsi Masyarakat Indonesia sebelum dan setelah Krisis Ekonomi”. Dalam Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Derah. Vol. 1 No.3, Januari-Maret 2014.

Skripsi/Disertasi:

Anwar Ilmar. 2004. Skripsi: Relevansi Teori Marhaenisme dalamMenjawab

Tantangan Zaman di Era Kapitalisme Global. (Medan: Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara).

Irmawansah Ika.2014. Disertasi: Pemikiran Soekarno tentang Trisakti;

Perspektif Epistemologi Kenneth Galagher. (Yogyakarta: Fakultas

Filsafat. Universitas Gadjah Mada).

Website:

http://www.berdikarionline.com/bungkarnoisme/20140707/revolusimentalalabung karno.html diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 pada pukul 13.15 WIB.

(3)

https://cldsuii.files.wordpress.com/2014/10/bab-ii-aktor-aktor-dalam-hubungan-internasional.pdf diakses pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 23.41 WIB

http://international.sindonews.com/read/1070456/40/dubes-palestina-untuk-pbb-apresiasi-dukungan-indonesia-1450421865 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.09 WIB.

http://international.sindonews.com/read/1060987/40/inilah-posisi-resmi-indonesia-soal-konflik-laut-china-selatan-1447314808 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pada pukul 15.11 WIB

http://nasional.sindonews.com/read/802732/18/deliberalisasi-tata-kelola-migas-1383783397 diakses pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 14.00 WIB

http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-kemiskinan-pada-2015 diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pada pukul 09.10 WIB.

http://rimanews.com/read/20140311/147033/seknas-jokowi-gelar-simposium-jalan-kemandirian-bangsa diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 19.19 WIB.

http://www.seknasjokowi.org/profile/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 18.13 WIB.

(4)

BAB III

ANALISIS RELEVANSI KONSEP TRISAKTI SOEKARNO DENGAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI – JK

3.1. Trisakti dan Relevansinya dengan Nawacita Jokowi-JK

Pencantuman konsep Trisakti sebagai jalan ideologis yang menjadi acuan

Nawacita dapat dilihat dalam dokumen visi, misi dan program aksi Jokowi-JK

2014. Visi yang diusung oleh Nawacita, yaitu ”Terwujudnya Indonesia yang

(5)

diterjemahkan kedalam tiga aspek kehidupan berbangsa, yaitu berdaulat dalam

politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Aspek eksistensial gagasan Trisakti Soekarno sebagai penolakannya

terhadap paham-paham kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme dan mengajak

massa rakyat untuk segera menyadari bahwa ketiga sistem tersebut masih ada

meski Indonesia sudah merdeka66. Oleh karena itu, menjadi sebuah tantangan

tersendiri sejauh mana relevansi Trisakti dengan Nawacita sebagai sebuah

gagasan didalam aspek-aspek yang dirumuskan dalam (1) Berdaulat dibidang

politik (2) Berdikari dibidang ekonomi dan (3) Berkepribadian di lapangan

Kebudayaan.

3.1.1. Relevansi dalam Bidang Politik

3.1.1.1 Trisakti

Konsep Trisakti Soekarno mengenai “Berdaulat di bidang Politik”

merupakan reaksi terhadap kondisi sosio-politik di dunia saat itu. Kemerdekaan

Negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika lantas tidak menjadikan ancaman

terhadap kedaulatan Negara-negara tersebut sirna, malah menandai munculnya

pola-pola dominasi dan hegemoni baru yang disebut Soekarno sebagai nekolim.

Pengaruh Inggris dan Amerika Serikat dalam pembentukan Negara Malaysia serta

pendudukan Irian Barat oleh Belanda adalah contoh dari praktik nekolim yang

66

(6)

secara langsung mengganggu kedaulatan politik Indonesia. Oleh karena itu,

gagasan bidang politik dalam Trisakti berbicara dalam konteks hubungan luar

negeri Indonesia. Adapun gagasan tersebut dapat disimpulkan kedalam 2 poin

yaitu:

A. Mengelola Pemerintahan tanpa Intervensi dari Negara Lain

Intervensi merupakan bentuk campur tangan pihak asing (Negara maupun

Lembaga Moneter Dunia) terhadap suatu pemerintahan. Bentuk-bentuk intervensi

tersebut menurut Soekarno adalah ketika Negara-negara maju mengarahkan

pengambilan kebijakan dalam pemerintahan Negara-negara yang baru merdeka.

Kondisi ini pada akhirnya menciptakan relasi patrimonialisme dan ketergantungan

terhadap pihak diluar negara yang merupakan ciri khas dari nekolim. Oleh karena

itu pandangan Soekarno yang menolak mengenai adanya intervensi merupakan

konsistensinya dalam menolak praktik nekolim.

Intervensionisme menyebabkan hubungan yang terjadi antar negara menjadi

tidak seimbang ketika terjadi pemaksaan kepentingan nasional terhadap

kepentingan nasional suatu negara lainnya67. Hal ini ditandai dengan munculnya

komprador-komprador yang turut campur mengarahkan agenda negara sesuai

dengan kepentingan asing.

Penolakan terhadap intervensionisme kemudian diwujudkan dengan aktifnya

Indonesia dalam menggagas kerjasama-kerjasama Internasional untuk

67

(7)

menggalang penolakan terhadap intervensionisme. Melalui Konferensi Asia

Afrika (KAA), Soekarno menggalang solidaritas bangsa-bangsa yang baru

merdeka dan membantu bangsa-bangsa yang masih dijajah untuk

memperjuangkan kemerdekaannya.

Melalui gagasan politik non-blok (tidak memihak ideologi kapitalisme blok

kanan maupun ideologi komunisme blok kiri), Soekarno menghimpun

kekuatan-kekuatan “Negara Dunia Ketiga” yang disebutnya “To Build the World Anew”.

Penyelenggaraan Conference of the New Emerging Forces (CONEFO), Soekarno

bersama Negara-negara dunia ketiga melancarkan kritik terhadap PBB, karena

secara terang-terangan membiarkan intervensionisme negara-negara seperti

Inggris dan Amerika Serikat terhadap negara-negara dunia ketiga, dan

mengusulkan penataan kembali kelembagaan internasional, demi mewujudkan

suatu dunia baru yang jauh lebih berkeadilan dan berprikemanusiaan.

B.Menjalin Kerjasama dengan Antarnegara dalam Tataran Seimbang.

Pentingnya kerjasama antar negara yang seimbang dalam Trisakti

merupakan refleksi atas kondisi sosio-politik yang terjadi pada saat itu.

Terbelahnya dunia kedalam blok-blok politik, yakni liberal-kapitalisme oleh

Amerika Serikat di Blok Barat dan sosialis-komunisme oleh Uni Soviet di Blok

Timur menghadapkan negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia pada kondisi

yang sulit. Tarik-menarik kepentingan serta pengaruh antara kedua kubu tersebut

(8)

negara-negara dunia ketiga terhadap salah satu blok, entah itu liberal-kapitalisme

atau sosialis-komunis.

Soekarno kemudian menginisiasi pola baru dalam kerjasama antarnegara

yaitu bebas-aktif. Bebas-aktif yang kemudian menjadi pollugri Indonesia artinya

Indonesia, sebagai Negara yang berdaulat secara politik bebas untuk menentukan

dan merumuskan ideologi politiknya, tidak didikte oleh ideologi kanan

(kapitalisme) maupun ideologi kiri (sosialisme-komunisme). Selain itu bangsa

Indonesia juga aktif menjaga, membela, dan mempertahankan ideologi politik

yang telah dirumuskannya sendiri, dan mengikis unsur-unsur kapitalisme,

kolonialisme, dan imperialisme. Kedaulatan politik dalam kerangka inilah yang

disebut dengan kedaulatan politik yang bebas-aktif. Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Soekarno:

“...”We are neutral, but we are not sitting on the fence!” “We are not sitting on the –fence!”, yang artinya: “Kita netral, tetapi kita tidak duduk tenguk-tenguk diatas pagar!...Kita aktif, kita berjuang! Aktif untuk apa??

Berjuang untuk apa?? kita ikut serta aktif dalam perjuangannya umat

manusia untuk mencapai “dunia baru” tanpa exploitation de l‟homme par l‟homme, dan tanpa exploitation de l‟homme par nation. Kita tidak netral dan tidak dapat netral misalnya, dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, atau neo-kolonialisme68.”

Politik bebas-aktif tidak sama dengan netralitas. Bebas-aktif yang dianut

oleh Indonesia adalah politik yang tidak netral, politik indonesia adalah politik

yang berpihak pada kepentingan menolak dan secara aktif mengikis nekolim.

Penolakan terhadap nekolim, menurut Soekarno sesuai dengan jiwa kemerdekaan

68

(9)

Indonesia yang dimuat dalam mukaddimah UUD 1945 yakni “Kemerdekaan itu

ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus

dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

3.1.1.2 Nawacita

A.Peningkatan Peran Global melalui Diplomasi Middle Power

Pengakuan global terhadap potensi Indonesia sebagai salah satu rising

power kemudian memberikan Indonesia predikat sebagai negara middle power.

Hal ini didasarkan pada faktor-faktor nyata yang dapat dilihat dari Indonesia yaitu

populasi (population), wilayah (territory), sumber daya alam dan kapasitas

industri (natural resources and industrial capacity) serta kekuatan militer dan

pergerakan (military strength and mobility)69. Predikat middle power ini

kemudian diejawantahkan dalam bentuk doktrin “Poros Maritim” pada Nawacita

pemerintahan Jokowi-JK.

Poros Maritim ditandai dengan bergesernya kekuatan global dari Barat ke

Timur (yang ditandai dengan melemahnya Amerika Serikat dan Eropa plus

bangkitnya Tiongkok dan India) mengakibatkan arena pertarungan internasional

kemudian berpindah ke kawasan Asia Pasifik atau Indo-Pasifik. Sehingga

pemenang abad ke-21 diyakini sebagai yang mampu memenangkan, atau

setidaknya ikut memenangkan, pertarungan antara Tiongkok-AS, Tiongkok-India,

69

(10)

dan Tiongkok-Australia70. Hal ini dapat dilihat dalam Nawacita mengenai

hubungan luar negeri yang memiliki 4 (empat) prioritas utama yaitu71:

a) Komitmen untuk mengedepankan identitas Indonesia sebagai negara

kepulauan (archipelagic state) dalam pelaksanaan diplomasi dan

membangun kerjasama internasional. Politik luar negeri yang

mencerminkan identitas negara kepulauan ini diwujudkan melalui 5

agenda aksi: diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian

permasalahan perbatasan indonesia; menjamin integritas wilayah NKRI,

kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan;

mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE);

mengintensifkan diplomasi pertahanan dan meredam rivalitas maritim di

antara negara-negara besar dan mendorong penyelesaian sengketa

teritorial di kawasan.

b) Meningkatkan peran Indonesia dalam wilayah global melalui diplomasi

middle power yang menempatkan indonesia sebagai kekuatan regional

dengan keterlibatan global secara selektif, dengan memberi prioritas pada

permasalahan yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan bangsa

dan rakyat indonesia.

70

Hizkia Yosie Polimpung. “Perubahan Sistem Internasional pada Abad ke-21 dan Keberpihakan Politik Luar Negeri „Poros Maritim‟” dalam Husein Coen Pontoh (Ed.). 2014. Membedah Tantangan Jokowi-JK. Jakarta: Indoprogress dan Marjin Kiri. Hal. 86.

71

(11)

c) Perluasan keterlibatan regional di kawasan indo-pasifik. Fokus ke kawasan

Indo-pasifik “mengintegrasikan” dua samudera -Hindia dan Pasifik-

sebagai lingkungan strategis pelaksanaan politik luar negeri di kawasan.

d) Penguatan infrastruktur diplomasi dalam pelaksanaan politik luar negeri

yang efektif.

Status Indonesia sebagai negara middle power secara eksplisit

menggambarkan perkembangan Indonesia yang sebelumnya berpredikat sebagai

negara small power. Status middle power ini memungkinkan Indonesia untuk

diperhitungkan dan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam konstelasi politik

global. Kondisi ini tentunya memudahkan Indonesia untuk mewujudkan

kedaulatan politiknya tanpa intervensi sekaligus tidak melakukan campur tangan

terhadap persoalan-persoalan negara lain sebagaimana dalam konsep Trisakti

Soekarno.

B.Penerapan Politik Bebas-Aktif

Politik bebas-aktif yang dicetuskan oleh Soekarno dalam konsep Trisakti

menjadi ciri yang lekat terhadap corak pollugri Indonesia pada masa-masa

pemerintahan sesudahnya. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,

kebijakan politik luar negerinya dicetuskan dalam ungkapan Thousand Friends

Zero Enemy yang masih sesuai dengan semangat politik bebas-aktif.

(12)

bebas-aktif yang digagas dalam konsep Trisakti Soekarno masih relevan. Ini dapat

dilihat dari poin 1 dalam Nawacita yaitu:

“1. Kami akan menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara,

melalui pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangun pertahanan negara Tri Matra terpadu...72”

Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan politik luar negeri bebas-aktif

dijabarkan kedalam sub-pembahasan “Berdaulat Dalam Bidang Politik” poin 1

yakni “kami akan membangun wibawa politik luar negeri dan mereposisi peran

Indonesia dalam isu-isu global”.

Pengidentifikasian masalah terhadap ancaman nekolim menjadi salah satu

pembeda antara Nawacita dengan Trisakti. Keseluruhan gagasan yang dibangun

Soekarno dalam merumuskan „kedaulatan dibidang politik‟ pada Trisakti adalah

antitesis terhadap nekolim dan segala turunannya. Implikasi hal tersebut dapat

dilihat dari sikap yang diambi Indonesia yang menolak campur tangan asing

dalam mengurusi pemerintahannya.

Apabila dibandingkan dengan Trisakti sebagai jalan ideologis, terdapat

penekanan yang berbeda antara Trisakti dan Nawacita dalam bidang politik. Pasca

keruntuhan Uni Soviet dan kemenangan Amerika Serikat didalam perang dingin

mengubah tatanan politik global, sehingga tidak lagi terbagi kedalam blok-blok

ideologi politik seperti pada saat Trisakti dicetuskan.

72

(13)

Imbas hal tersebut adalah secara intensitas, ancaman kedaulatan Indonesia

secara fisik berkurang. Kondisi ini menggeser fokus pembahasan kedaulatan

politik dalam Nawacita ke faktor internal, yaitu pembangunan politik dalam

negeri. Hal ini dapat dilihat dari interpretasi bentuk kedaulatan politik dalam

Nawacita seperti yang dijabarkan berikut:

“Berdaulat dalam bidang politik merupakan basis utama keberadaan negara, dimana di dalamnya tercakup aspek-aspek hakiki kelangsungan negara: keutuhan wilayah, pengakuan internasional atas kedautan dan otoritas wilayah, kemandirian dalam mengatur dan menentukan kebijakan negara demi kesejahteraan masyarakat, kemampuan untuk menciptakan rasa aman bagi warga negara melalui penciptaan keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, membela dan melindungi wilayah dan warga negara dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar, serta kebebasan dalam menentukan arah hubungan luar negeri yang mengabdi pada kepentingan nasional73.”

Penekanan Nawacita terhadap pembangunan politik dalam negeri

merupakan hasil dari identifikasi masalah yang dihadapi indonesia berkutat pada

pelanggaran HAM, lemahnya penegakan hukum serta tidak berfungsinya negara

dalam mengelola konflik sosial. Mengacu pada hal tersebut, Nawacita kemudian

merumuskan ulang definisi berdaulat dibidang politik Trisakti.

“Berdaulat adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai negara merdeka, merupakan upaya membangun kemandirian. Kemandirian yang dimaksud bukanlah kemandirian dalam keterisolasian, tetapi didasarkan pada kesadaran akan adanya kondisi saling ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun antar bangsa74”.

Hal itulah mengapa posisi kedaulatan dalam bidang politik sangat sentral

dalam gagasan Trisakti. Melalui gagasan pollugri bebas-aktifnya, selain sebagai

73

Ibid. Hal. 11. 74

(14)

alat untuk merawat kebebasan kerjasama antar negara tanpa sekat ideologis,

kedaulatan politik juga menjadi ukuran untuk mewujudkan cita-cita revolusi

Indonesia yang bebas dari intervensi nekolim.

3.1.2. Relevansi dalam Bidang Ekonomi 3.1.2.1.Trisakti

A. Penerapan Sistem Ekonomi Terpimpin

Perwujudan gagasan Trisakti “Berdikari dilapangan Ekonomi” dapat dilihat

dari langkah Soekarno untuk membentuk perekonomian nasional yang dinamakan

“Ekonomi Terpimpin”. Ekonomi Terpimpin merupakan satu fase dari

perencanaan ekonomi nasional yang mencoba mengatasi persoalan-persoalan

ekonomi secara struktural. Tujuan ekonomi terpimpin oleh karena itu adalah

rehabilitasi ekonomi secara umum, yang disebutkan Soekarno sebagai “kearahan

dan orientasi masa depan”.

“Indonesia tidak mau munafik dengan sosialismenya. Indonesia dengan tegas, menyatakan bahwa revolusinya masih dalam tahap nasional-demokratis, sekalipun jumlah hasil penting telah dicapai dalam tahap ini. Nanti akan datang ketikanya, yang Indonesia akan membangun sosialisme, yaitu apabila modal imperialis sudah habis sama sekali dan permilikan tanah kaum tuan tanah sudah dibagi kembali pada rakyat...yang terang ialah bahwa dengan modal imperialis tidak mungkin kita membangun Sosialisme...Jangankan Sosialisme, ekonomi nasional pun tidak mungkin! Oleh sebab itu, prinsip membangun ekonomi tanpa modal monopoli asing, sudah menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi75.”

75

(15)

Ekonomi Terpimpin adalah suatu sistem perekonomian nasional yang setiap

elemennya terintegrasi ke dalam satu kesatuan pengelolaan dan peraturan.

Ekonomi Terpimpin adalah masa awal satu fase peralihan masyarakat dari

masyarakat yang bersifat kolonial ke masyarakat nasional demokratis yang

disebut Soekarno sebagai „banting stir‟. Di masa peralihan ini Indonesia

dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berat dalam bidang ekonomi seperti

beban lonjakan jumlah penduduk dan merosotnya produksi. Hal ini kemudian

berimplikasi kepada tingkat harga, inflasi dan defisit anggaran belanja negara76.

Ekonomi Terpimpin juga merupakan pandangan alternatif Soekarno dalam

menghadapi perkembangan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme beserta

feodalisme. Orientasi ekonomi Indonesia menghendaki perekonomian Indonesia

sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan; bahwa cabang-cabang

produksi yang menguasai hajat hidup rakyat indonesia dikuasai oleh negara;

bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan

untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana dituangkan dalam UUD 1945. Beberapa

strategi perekonomian yang diterapkan pada masa Ekonomi Terpimpin adalah:

a. Penolakan nekolim dalam Perekonomian Indonesia.

Salah satu wujud antisipasi bahaya nekolimi adalah penolakan terhadap

modal asing. Ide populis yang juga didukung oleh PKI ini menghendaki

76

(16)

perubahan ekonomi secara umum dan struktural, dimana modal monopoli asing

tidak lagi menjadi penghalang bagi kemajuan ekonomi rakyat Indonesia77.

Penolakan Modal imperialis dan modal monopoli asing yang disebutkan oleh

Soekarno adalah modal asing yang berasal dari negara-negara seperti Belanda,

Amerika dan Inggris. Penolakan Soekarno terhadap modal asing yang disebutnya

dengan sikap imperialisme dikarenakan negara-negara ini terbukti menggunakan

modal tersebut untuk menyokong pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan

mendalangi terbentuknya negara Malaya Raya pada tahun 1962.

b. Land reform dan penegakan kedaulatan pangan.

Permasalahan kedaulatanbagi Soekarno merupakan “kebijakan jangka

pendek yang harus mendapat prioritet utama”. Langkah-langkah yang diambil

oleh Soekarno untuk mewujudkan kedaulatan pangan dilihat dari program mereka

yaitu78:

Mengekstensifkan pertanian dengan menambah areal dan

transmigrasi

Mengekstensifkan pertanian dengan mekanisasi dan memperbaiki

cara-cara bercocok tanam

Mempergunakan civic-mission Angkatan Bersenjata

Menyempurnakan penyelenggaraan land reform

77

Ibid.. Hal. 147. 78

(17)

Menjamin proyek-proyek yang berhubungan langsung dengan

peningkatan produksi pangan selesai pada waktu yang

direncanakan

Mengurangi impor bahan-bahan luks.

c. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.

Pada saat Soekarno memimpin, terdapat 4 gelombang nasionalisasi

perusahaan asing dari tahun 1957-1965. Tahap pertama, nasionalisasi terjadi pada

1957-1959 melalui pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda. Pada masa

ini pengambilalihan melibatkan perpindahan kepemilikan 90% produksi

perkebunan, 60% perdagangan dengan asing, dan 246 pabrik, pertambangan,

bank, serta pengapalan dan berbagai sektor jasa di bidang industri.

Tahap kedua, adalah pengambilalihan perusahaan Inggris pada 1963; ketiga,

nasionalisasi perusahaan Malaysia, Inggris, dan Belgia pada 1964; dan keempat

pengambilalihan semua perusahaan asing dengan penekanan pada perusahaan

yang berasal dari Amerika Serikat pada 1965. Total perusahaan asing yang

diambil alih pada periode September 1963 hingga Desember 1965, mencakup 90

perusahaan asing dari berbagai negara.

Nasionalisasi yang dilakukan oleh Soekarno merupakan langkah untuk

mewujudkan kemerdekaan ekonomi Indonesia. Nasionalisasi perusahaan asing ini

juga ditujukan untuk menghindari ketergantungan terhadap modal asing di

(18)

dalam pembangunan ekonomi nasional karena penanaman modal asing tersebut

cenderung mengarah pada terjadinya pemaksaan kepentingan nasional terhadap

kepentingan nasional suatu negara lainnya

Pendapat Soekarno ini terbukti benar dan dapat dilihat kenyataannya pada

saat ini. Pada tahun 1997-1998 dengan diterapkannya pola pembangunan „dari

luar dan dari atas‟ di masa orde baru, mengakibatkan perekonomian Indonesia

ambruk pada krisis 1997/1998. Hal ini sebagai imbas terjadinya krisis kapitalisme

di tingkat regional pada saat itu79. Kondisi ini diperparah dengan dijalankannya

mekanisme pemulihan ekonomi Indonesia dengan mengikuti anjuran dari IMF.

Kebijakan-kebijakan yang tercantum didalam letter of intent (LoI) tahun

1998 pada akhirnya mengharuskan Indonesia memulihkan keadaan ekonomi

dengan jalan liberalisasi perdagangan, re-regulasi kebijakan-kebijakan yang

menghambat investasi, independensi bank sentral, privatisasi BUMN,

pemotongan anggaran-anggaran untuk kepentingan publik, dan kebijakan pasar

tenaga kerja fleksibel80.

Implikasi dari diterapkannya kebijakan-kebijakan tersebut terbukti tidak

membawa kondisi yang lebih baik bagi perekonomian Indonesia. Angka

kemiskinan di Indonesia mencapai 28,5 juta orang pada tahun 2013 atau 11.5 %

dari total penduduk Indonesia. Hal ini diperparah dengan rilis Bank Dunia

berdasarkan koefisien gini (ukuran tentang ketimpangan yang paling diterima

79

Coen, Husein Pontoh. Tantangan Jokowi dalam Realisasi Kebijakan Ekonominya. Di dalam Husein Coen Pontoh (Ed.). Op.Cit. Hal. 7.

80

(19)

secara umum) terjadi peningkatan ketimpangan dalam periode 2000-2013 sebesar

[image:19.595.168.457.442.624.2]

11 %, atau rekor tingkat kesenjangan tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia81.

Gambar 1. ketimpangan pendapatan berdasarkan koefisien gini

Sumber: Membedah Tantangan Jokowi-JK. hal. 9

Berdikari dibidang ekonomi, dalam Trisakti Soekarno menjadi identifikasi

atas pokok persoalan yang dihadapi oleh Indonesia. Pokok persoalan

81

(20)

sesungguhnya dari perekonomian Indonesia adalah terus berlanjutnya rezim

kolonial dalam bentuk nekolim yang menjalankan strategi pembangunan “dari

luar dan dari atas” yang tidak sesuai dengan cetak biru pembangunan Indonesia.

3.1.2.2Nawacita

A. Kemandirian Ekonomi sebagai Upaya Pemenuhan Basic Needs dan Basic Services.

Terkait relevansinya dengan Trisakti, terdapat sebuah penyederhanaan

masalah dalam poin berdikari dalam bidang ekonomi yang dituangkan dalam

Nawacita. Konsep kemandirian ekonomi yang sifatnya orientasi, mengalami

sebuah simplifikasi menjadi sebuah kondisi ketidakmampuan negara dalam

memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

“...Dalam hal ini, kemandirian ekonomi sebagai kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, baik kebutuhan dasar (basic needs) seperti sandang, pangan dan papan, maupun pelayanan-pelayanan dasar

(basic services) berupa pendidikan dan kesehatan. Negara, dalam hal ini

memiliki tanggung jawab untuk merancang dan menjamin bahwa seluruh kebijakan ekonomi diarahkan untuk memenuhi dua jenis kebutuhan tersebut.82”

Hal ini berangkat dari identifikasi permasalahan ekonomi Indonesia yang

hanya mengedepankan penekanan terhadap 3 masalah yakni pembangunan

manusia, kedaulatan energi dan kedaulatan pangan, bukan pada persoalan

orientasi dan struktur perekonomian Indonesia.

“...Ekonomi Indonesia berdiri di atas fondasi yang rapuh akibat

berlanjutnya masalah kemiskinan, keterbatasan akses terhadap air bersih

82

(21)

dan energi, pengabaian arti penting pembangunan manusia, kesenjangan yang semakin melebar, kerentanan terhadap tekanan ekonomi global, dan pengingkaran atas karakter maritim Indonesia. Diantara sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia, kami memandang penting penekanan pada pemecahan tiga masalah utama, yakni pembangunan manusia, kedaulatan energi dan kedaulatan pangan83”

Implikasi dari identikasi masalah tersebut dapat dilihat dari penjabaran

Nawacita. Bidang ekonomi menempati prioritas yang terbesar dalam Nawacita,

hal ini dapat dilihat di poin 3, 5, 6, dan 7. Poin-poin tersebut sebagai berikut84:

3) Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Poin ini dijabarkan menjadi (a) desentralisasi asimetris, (b) pemerataan pembangunan antar wilayah, terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan (c) penataaan daerah otonomi baru untuk kesejahteraan rakyat (d) implementasi UU Desa.

5) Kami akan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, melalui: (a) program

“Indonesia Pintar” melalui wajib belajar 12 tahun bebas pungutan (b) program kartu “Indonesia Sehat”melalui layanan kesehatan masyarakat (c) program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” melalui reformasi

agraria 9 juta ha untuk rakyat tani dan buruh tani, rumah susun bersubsidi dan jaminan sosial.

6) Kami akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya melalui (a) membangun infrastruktur jalan baru sebanjan, sekurang-kurangnya 2000 kilometer (b) membangun sekurang-kurangnya 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama (c) membangun sekurang-kurangnya 10 bandara baru dan merenovasi yang lama (d) membangun sekurang-kurangnya 10 kawasan industri baru berikut pengembangan untuk hunian buruhnya (e) membangun sekurang-kurangnya 5000 pasar tradisional di seluruh Indonesia dan memodernisasikan pasar tradisional yang ada (f) menciptakan layanan satu atap untuk investasi, efisiensi perijinan bisnis menjadi maksimal 15 hari (g) membangun sejumlah science dan technopark di kawasan politeknik dan SMK-SMK dengan prasarana dan sarana dengan teknologi terkini

7) Kami akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik melalui: (a) membangun

83

Ibid. Hal. 29. 84

(22)

kedaulatan pangan (b) mewujudkan kedaulatan energi (c) mewujudkan kedaulatan keuangan (d) mendirikan bank petani/nelayan dan umum termasuk gedung dengan fasilitas pengolahan paska panen di tiap sentra produksi tani/nelayan (e) mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional.

Jika dilihat relevansinya kedalam subpoin pembahasan, maka dapat dilihat

perbedaan-perbedaan Nawacita dengan Trisakti yaitu:

a. Ketidakjelasan Reaksi Nawacita terhadap nekolim.

Didalam Nawacita yang membahas bidang ekonomi, tidak ditemukan sikap

Indonesia dalam melihat posisi organisasi moneter internasional seperti IMF,

World Bank, Asian Development Bank, dan lainnya yang dicirikan Soekarno

sebagai ancaman dari nekolim.

Lebih mengherankannya lagi, tidak satu pun statemen Jokowi-JK yang

menggunakan kata “kapitalisme” yang mengindikasikan kecenderungan untuk

melihat ekonomi yang kapitalistik sebagai latar yang tidak dipertanyakan lagi.

Problemnya kemudian hanyalah “bagaimana bisa survive dan menang” dalam

area permainan yang sudah ditentukan sebelumnya, entah oleh siapa.85 Kejelasan

sikap Nawacita terhadap lembaga moneter Internasional malah disinggung pada

penjabaran poin pertama pembahasan bidang politik, yakni:

“...mengedepankan dan aktif dalam mendorong reformasi lembaga-lembaga kerjasama multilateralisme regional dan global, termasuk penguatan PBB, aktif dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI), dan

85

(23)

mendorong reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional Bretton Wood khususnya World Bank dan International Monetary Fund...”.86

Ketidaktegasan Nawacita di bidang ekonomi dalam mengambil sikap

terhadap lembaga moneter dunia menjadi sebuah kontradiksi terhadap Trisakti

sebagai sebuah jalan ideologis yang dianut. Lembaga moneter dunia semacam

World Bank, IMF, dan semacamnya seperti yang dikemukakan diatas secara tegas

mengusung sistem ekonomi pasar yang merupakan ciri khas dari kapitalisme.

Bentuk-bentuk kerjasama yang dijalin dengan lembaga-lembaga tersebut tentunya

akan bertentangan dengan penerapan konsep Trisakti Soekarno yang

mengedepankan penguatan peran negara dalam strategi dan kebijakan ekonomi.

b. Kedaulatan Pangan dan Land Reform

Kedaulatan pangan mendapat perhatian didalam Nawacita pada poin kedua,

pembahasan dibidang ekonomi yang isinya:

“Kami akan membangu kedaulatan pangan berbasis pada Agribisni Kerakyatan melalui...(2) penanggulangan kemiskinan pertanian dan dukungan re-generasi petani melalui; c) pembangunan irigasi, bendungan, sarana jalan dan transportasi, serta pasar dan kelembagaan pasar secara merata....(3) komitmen untuk implementasi reforma agraria melalui; a) akses dan aset reform Pendistribusian asset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani; menyerahkan lahan sebesar 9 juta ha, b) meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian 87“

86

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 13. 87

(24)

Land Reform juga mendapat penekanan, yakni pada poin 11 mengenai

komitmen untuk mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan.

Pada subpoin z diungkapkan:

“kami akan mendorong Landreform untuk memperjelas kepemilikan dan

kemanfaatan tanah dan sumber daya alam melalui penyempurnaan terhadap UU pokok Agraria88”.

Pandangan mengenai kedaulatan pangan diatas sangat kental orientasinya

dengan kemampuan negara untuk berdikari dan mensejahterakan rakyat. Hal

tersebut juga berkesinambungan dengan pemberdayaan rakyat, yang tidak

mungkin diwujudkan tanpa orientasi perekonomian yang jelas.

c. Kedaulatan Energi dan Nasionalisasi

Masalah mengenai kedaulatan energi Indonesia menjadi isu klasik yang

mendapat perhatian oleh Soekarno. Ketersediaan sumber daya alam berbasis

energi yang melimpah digadang-gadang Soekarno sebagai fondasi dasar

perekonomian Indonesia. Keseriusan Soekarno dalam melihat permasalahan

kedaulatan energi dapat dilihat dari nasionalisasi-nasionalisasi perusahaan minyak

dan tambang asing yang ia lakukan dalam rentang waktu 1957-1965.

Pembahasan mengenai kedaulatan energi pada Nawacita menyasar

permasalahan carut-marut sektor industri migas Indonesia yang bersumber pada

Undang-undang Migas Nomor 22 tahun 2001 yang dinilai berpihak kepada pihak

asing. UU migas menempatkan migas sebagai komoditas pasar, bukan sebagai

88

(25)

komoditas strategis yang seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat.

Kondisi ini diperparah dengan penetapan harga komoditas yang diserahkan

kepada mekanisme pasar, sehingga membuka peluang bagi perusahaan asing

menguasai migas indonesia. Sebagai turunannya PP no 36/2004, Permen ESDM

19/2009 serta penerbitan UU No 25/2007 tentang penanaman modal, turut

memperlancar arus liberalisasi tersebut dengan mengizinkan perusahaan asing

menguasai pertambangan hingga 5%. Selaras dengan UU tersebut, data SKK

Migas 2012 menunjukkan bahwa 88% ladang migas dikuasai perusahaan asing,

8% BUMS Nasional dan BUMN, serta 4 % konsorsium yang melibatkan

perusahaan asing89.

Komitmen untuk menegakkan kedaulatan energi disektor industri migas

kemudian dicanangkan dalam Nawacita, yang mengupayakan revisi terhadap UU

Migas tersebut dan komitmen untuk mencapai industri migas yang kuat, seperti

yang dituangkan dalam subpoin (3), dalam poin ketiga rencana berdaulat energi

berbasis kepentingan nasional.

“(3) kami berkomitmen untuk mencapai industri migas yang kuat dan tangguh melalui (a) pembangunan industri migas nasional yang kuat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. (b) mengoptimalkan dana APBN melalui lifting. (c) merumuskan strategi reserve replacement. Dengan komitmen ini, kami akan mendorong revisi UU Migas yang

89

(26)

secepatnya sebelum persoalan semakin kronis berbasi pada pasal 33 UUD 1945 dengan ruh TRISAKTI90.”

Diluar dari ketiga subpoin permasalahan diatas, Nawacita juga luput dalam

melihat permasalahan mendasar imbas dari kesalahan orientasi perekonomian

Indonesia, salah satunya yaitu realitas kondisi industri manufaktur. Permasalahan

Industri manufaktur sangat mendesak mengingat Industri manufaktur sebagai

penyumbang PDB terbesar Indonesia yakni 23,5 % berada pada kondisi yang

bersifat oligopolistik dan cenderung monopolistik.

Berdasarkan tingkar rasio konsentrasi industri manufaktur di tahun 2006,

terdapat 60 % dari kelompok industri (berdasarkan KKI 5 digit) yang memiliki

tingkat konsentrasi di atas 75 %. Tingkat konsentrasi diatas 75 % dalam

pengukuran konsentrasi industri, menggambarkan struktur industri yang sudah

oligopoli atau monopoli91.

Struktur industri manufaktur yang oligopolistik, kemudian menjadikan

kondisi-kondisi bagi kelestarian faktor ekstraksi sumber daya alam dan tingkat

upah murah dapat terus dipertahankan demi menopang posisi aktivitas produksi

Indonesia dalam jejaring produksi global. Terus dipertahankannya kondisi ini

mengakibatkan industri manufaktur indonesia didalam rantai produksi global

90

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 31. 91

(27)

tidak pernah beranjak dari dominasi aktivasi produksi yang bertumpu pada tingkat

upah dan ketersediaan sumber daya alam yang murah92.

Permasalahan struktur industri tersebut tidak disinggung dan disentuh

sebagai sasaran perubahan dalam Nawacita. Permasalahan industri manufaktur,

sebagai penopang perekonomian Indonesia hanya mendapat ulasan non-struktural

yang sifatnya justru membuka ruang untuk melanggengkan kondisi oligopoli

tersebut terus berlangsung.

“Kami berkomitmen pengembangan industri manufaktur, melalui: (1) pengembangan industri manufaktur untuk pengolahan sumber daya alam yang selama ini diekspor dalam bentuk bahan mentah, (2) pengurangan kandungan impor dalam industri manufaktur Indonesia secara bertahap, (3) pengembangan 5-7 industri sentra industri baru koridor luar jawa, (4) proteksi HAKI, (5) promosi produk manufaktur nasional dan pengembangan industri kecil dan menengah serta koperasi untuk meningkatkan nilai tambahnya, (6) memfasilitasi kemitraan antara industri dan perguruan tinggi dalam kerjasama R&D pengetahuan dan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional, (7) pemerintah memberikan fasilitas fiskal dan non-fiskal untuk mempromosikan HAKI nasional di pasar global93”

3.1.3Relevansi dalam Bidang Budaya 3.1.3.1Trisakti

A.Penekanan terhadap pentingnya “Revolusi Mental”

Poin ketiga dari Trisakti ialah berkepribadian sendiri di lapangan

kebudayaan. Berkepribadian yang dikatakan oleh Soekarno disini adalah perlunya

suatu nation building dan character building oleh bangsa Indonesia. Poin

92

Ibid. Hal. 45. 93

(28)

kebudayaan ini merupakan penyokong utama tegaknya kedaulatan politik

indonesia. Terdapat 3 budaya yang ingin dikikis oleh Soekarno dalam karakter

bangsa Indonesia, yakni budaya kolonialisme (Belanda), kapitalisme dan

imperialisme.

Mentalitas inlander, sebagai hasil dari budaya kolonialisme (belanda inilah

yang perlu untuk dilakukan pencerahan atau dalam bahasa Soekarno sendiri

„mengarahkan kepada bentuk penemuan jati diri kembali‟. Jika dikaitkan dengan

prinsip berdaulat dalam bidang politik, hal ini merupakan usaha untuk membentuk

karakter bangsa yang disimbolkan dalam bentuk penghapusan mental terjajah atau

inferior yang selama ini melekat dalam pembentukan manusia Hindia Belanda

dalam skema kolonialisme Belanda94.

Budaya kapitalisme dan imperialisme menemukan bentuknya dalam

individualisme, nihilisme dan sinisme. Kebudayaan tersebut menurut Soekarno,

membunuh kepribadian nasional bangsa Indonesia yang berdasarkan

kolektivitisme dan gotong-royong. Tak hanya itu, kebudayaan feodal dan

imperialistik juga bergerilya menanamkan jiwa pengecut, penakut, lemah, dan

tidak percaya diri kepada rakyat Indonesia dalam bertindak dan berbuat95. Eratnya

kaitan antara bidang politik dan ekonomi serta imbasnya pada bidang kebudayaan

kemudian menginisiasi Soekarno menggagas “Revolusi Mental” sebagai upaya

penyelamatan bangsa dalam taraf nation building.

94

Peter Kasenda, Trisakti Soekarno. Op. Cit. Hal. 13. 95

(29)

Esensi dari revolusi mental ala Soekarno adalah perombakan cara berpikir,

cara kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan

tuntutan revolusi nasional. “ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia

Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja,

bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.

Revolusi mental yang dicetuskan oleh Soekarno diaplikasikan dalam bentuk

praksis, yakni menganjurkan “gerakan hidup baru”. Gerakan hidup baru, menurut

Soekarno harus memiliki jiwa revolusi yang menolak “hari kemarin” (reject

yesterday) . artinya semua gaya hidup lama yang tidak sesuai dengan semangat

kemajuan dan tuntutan revolusi, mestilah dibuang.

Gerakan hidup baru tersebut diaplikasikan kedalam aksi-aksi seperti hidup

sederhana, gerakan kebersihan/kesehatan, gerakan pemberantasan buta-huruf,

gerakan memassalkan gotong-royong, gerakan mendisiplinkan dan

mengefisienkan perusahaan dan jawatan negara, gerakan pembanguna rohani

melalui kegiatan keagamaan, dan penguatan kewaspadaan nasional.

3.1.3.2 Nawacita

A. Pemberlakuan Revolusi Karakter Bangsa

Nawacita yang digagas oleh pemerintahan Jokowi-JK juga dibarengi dengan

jargon Revolusi Mental sebagai jargon politik pada pilpres 2014 lalu. Revolusi

mental, yang diharapkan dapat membenahi permasalahan indonesia di bidang

(30)

Soekarno mengedepankan upaya untuk mengikis unsur-unsur asing yang

dianggap “mengendap” dalam budaya indonesia, Nawacita tidak lagi berbicara

mengenai hal tersebut. hal ini dilihat dari perumusan gagasan berkepribadian

dibidang budaya dalam Nawacita:

“Kepribadian dalam kebudayaan harus dicerminkan dalam aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak boleh hanya dikukur dari perkembangan ekonomi semata. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai jati dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya96”.

Nawacita melihat gagasan berkepribadian dalam bidang kebudayaan

sebagai sebuah kekuatan utama untuk mencerminkan kemandirian dan kemajuan

suatu bangsa. Pada poin ke 8 dan ke 9, Nawacita mengambil fokus pada kondisi

upaya untuk memperteguh kondisi nasionalisme akibat maraknya konflik

sektarian di indonesia dalam 2 dekade terakhir. Hal ini dapat dilihat dari

penjabaran poin ke 8 dan 9 nawacita di bidang kebudayaan, yang dibagi kembali

kedalam 3 agenda strategis yakni97:

a) Kami berkomitmen mewujudkan pendidikan sebagai pembentukan

karakter bangsa

b) Kami akan memperteguh ke-bhineka-an indonesia dan memperkuat

restorasi sosial

96

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 5. 97

(31)

c) Kami akan membangun jiwa bangsa melalui pemberdayaan pemuda dan

olah raga.

Sama seperti gagasan dibidang politik dan ekonomi, gagasan dibidang

kebudayaan dalam Nawacita juga tidak mengangkat pandangan Soekarno yang

menolak nekolim dalam kehidupan rakyat Indonesia. Absennya pemahaman

untuk anti terhadap budaya kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme dalam

Nawacita menjadi ketimpangan bagi masyarakat untuk memahami jati diri bangsa

yang sebenarnya.

Penjabaran diatas menjadi sebuah gambaran mengenai bagaimana perbedaan

revolusi mental yang digagas Soekarno dan jargon kampanye Jokowi. Kesamaan

revolusi mental hanya sebatas literal saja, sementara pemahaman secara

tekstualnya memiliki fokus pembahasan yang berbeda satu sama lain.

3.2 Signifikansi Trisakti terhadap Kondisi Saat Ini

3.2.1. Kedaulatan Politik sebagai Bentuk Integritas Negara

Kedaulatan negara dalam bidang politik menurut Trisakti merupakan

pencerminan dari integritas negara tersebut. Negara di bidang politik harus

memiliki kedaulatan yang tidak dapat ditawar lagi karena mempertaruhkan harga

diri sebuah bangsa. Oleh karena itu, praktik nekolim yang berusaha menciptakan

kondisi ketergantungan dan dominasi politik di negara-negara dunia menjadi

(32)

Bangsa yang berdaulat secara politik memiliki andil dalam menentukan

sikap serta hubungan diplomasi yang objektif dalam membangun hubungan

internasional dengan kedudukan yang sederajat. Sikap Indonesia dalam hal ini

dapat dipahami apabila melihat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada

alinea pertama dan keempat yang menyatakan penolakan Indonesia terhadap

penjajahan atas kedaulatan negara lain dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif

menjaga ketertiban dunia.

Nawacita menafsirkan bentuk kedaulatan politik tersebut dan

merumuskannya dalam pola-pola kerjasama antar negara tanpa mengubah

komitmen awal Indonesia untuk konsisten menerapkan kebijakan bebas aktif.

Komitmen Indonesia dapat dilihat dari beberapa langkah yang diambil

pemerintahan Jokowi-JK dalam hubungan internasional, seperti persoalan

kedaulatan Palestina dan kasus sengketa Laut Cina Selatan..

Menanggapi permasalahan kedaulatan Palestina, pemerintah Indonesia

menginisiasi dukungan dari komunitas internasional terhadap kedaulatan politik

Palestina, salah satunya dengan mengizinkan berdirinya Kedutaan Besar Palestina

di Jakarta98. Dalam konflik Laut Cina Selatan, Indonesia mendorong tercapainya

Code of Conduct (CoC) antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok99.

Langkah sebagai penengah ini diambil Indonesia mengingat untuk menjaga

98

http://international.sindonews.com/read/1070456/40/dubes-palestina-untuk-pbb-apresiasi-dukungan-indonesia-1450421865 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.09 WIB.

99

(33)

wilayah Laut Cina Selatan yang dikenal sebagai kawasan kaya energi tetap stabil

dan menjamin arus perdagangan berjalan dengan lancar.

Pola hubungan internasional juga harus dilihat dari kerangka yang lebih

luas, hal ini dikarenakan konsep Trisakti berdasar pada terpolarisasinya politik

dunia kedalam dua blok besar saat itu. Pembagian dunia kedalam dua blok besar

sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini setelah kemenangan

liberalisme-demokrasi pasca perang dingin. Hal tersebut menuntut sebuah redefinisi atau

definisi ulang terhadap negara-negara yang sebelumnya dikatakan Soekarno

sebagai imperialis, maupun kapitalis yang menjadi musuh bagi revolusi Indonesia.

Perubahan konstelasi politik tersebut juga ditandai dengan munculnya globalisasi

dalam sektor ekonomi yang mengakibatkan ketergantungan dan keterikatan antara

satu negara dengan negara lain sebagai satu kesatuan.

Nawacita kedepannya akan dihadapkan pada masalah-masalah yang

bersinggungan dengan aktor-aktor hubungan internasional yaitu Negara dan non

Negara (Lembaga Internasional maupun Multi/Trans Nasional Corporation).

Pengambilan kebijakan pemerintahan kedepan dapat menjadi acuan apakah dalam

praktiknya Indonesia lebih mengutamakan kepentingan nasional atau kepentingan

pihak di luar negara.

Contohnya seperti kontrak karya PT. Freeport Indonesia di Papua dan klaim

wilayah Natuna oleh Negara asing. Kontrak karya PT. Freeport yang akan habis

pada tahun 2021 memerlukan Peninjauan ulang terhadap bentuk-bentuk kerjasama

(34)

diperlukan agar kepentingan rakyat Indonesia dalam hal ini menjadi prioritas

utama dalam pengambilan keputusan.

Begitu juga dengan masalah kepulauan Natuna, kepulauan di ujung Selat

Karimata ini memiliki potensi akan cadangan minyak dan gas nya yang besar.

Sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Kepulauan Natuna secara teritorial

beririsan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam. Potensi

konflik dan pencaplokan wilayah oleh negara-negara asing tentunya dapat

mengancam keutuhan Indonesia dan merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan

politik Indonesia.

Terlepas dari kondisi sosio-politik yang berubah dan menuntut definisi

ulang terhadap kebijakan politik Indonesia, Trisakti pada prinsipnya mengajarkan

bahwa kedaulatan politik suatu negara harus dihormati dan dihargai oleh setiap

negara. Konsekuensi dari hal tersebut, kerjasama yang dibangun dalam hubungan

Internasional idealnya harus meletakkan kepentingan nasional Indonesia diatas

kepentingan pihak lain.

3.2.2. Reorientasi Pandangan Ekonomi Indonesia

Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis merupakan upaya meletakkan pembangunan Indonesia sesuai dengan relnya. Penggaungan kembali gagasan

Trisakti Soekarno, sebagai tahapan dalam Panca Azimat adalah keharusan untuk

melanjutkan tahapan revolusi indonesia yang belum selesai. Hal ini didasarkan

pada fakta-fakta bahwa meskipun ditunjang dengan sumber daya alam yang

(35)

lingkup ASEAN, Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia dan Singapura

baik itu secara ekonomi maupun berdasarkan Sumber Daya Manusia (SDM).100

Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis menjadi tanda mengenai

penelusuran masalah ekonomi Indonesia saat ini merupakan imbas dari orientasi

ekonomi-politik yang dianut oleh rezim yang berkuasa.

Konsep berdikari dibidang ekonomi oleh karena itu menilai untuk merubah

kebijakan-kebijakan ekonomi-politik neoliberalisme, maka jalan yang ditempuh

adalah reorientasi didalam kehidupan ekonomi-politik, bukan perubahan yang

sifatnya hanya kelembagaan. Hal ini juga mengharuskan jargon-jargon

kemandirian ekonomi tersebut tidak boleh hanya menjadi sebuah landasan

operasional yang tak kunjung diterapkan.

Ekonomi Terpimpin sebagai sistem ekonomi yang dicanangkan untuk

mengatasi kondisi tersebut dilakukan dengan melakukan nasionalisasi

perusahaan-perusahaan asing dan land reform untuk penegakan kedaulatan

pangan. Begitu juga dengan persoalan modal asing di Indonesia. Soekarno dengan

tegas menyatakan bentuk „kooperasi dengan syaratnya‟ yaitu hanya menggunakan

modal asing “jika perlu” dan tidak dijadikan prioritas dalam pendanaan perbaikan

ekonomi. Modal asing yang dikehendaki oleh Soekarno adalah modal asing yang

tidak mengikat secara politik maupun militer101. Keseluruhan aktivitas ini

100

Dai Bachtiar (Duta Besar Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dalam

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/673341-hadapi-mea--ri-tertinggal-jauh-dari-malaysia-dan-singapura

diakses pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 10.39 WIB 101

(36)

bermuara kepada satu sikap yang secara konsisten dipegang oleh Soekarno yakni

anti nekolim.

Namun apabila dikaitkan dengan realitas ekonomi Indonesia saat ini, hal ini

tentunya menyulitkan mengingat permasalahan orientasi ekonomi maupun

struktur ekonomi negara-negara dunia saat ini terjalin satu sama lain sebagai

sebuah kesatuan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk kerjasama ekonomi

global maupun regional seperti G-20, World Trade Organization (WTO),

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bahkan yang teranyar adalah Trans-Pasific

Patnership (TPP) yang mengharuskan perekonomian Indonesia terintegrasi

dengan kerjasama-kerjasama tersebut.

Praktik ekonomi dalam tatanan global ini didasarkan pada liberalisasi

ekonomi, sehingga menghilangkan sekat-sekat perdagangan dan hambatan

terhadap arus investasi dalam suatu negara. Kenyataan tatanan ekonomi global

yang menuju pada pasar bebas berimbas pada peran negara yang secara tidak

langsung diminimalisasi perananannya. Keikutsertaan Indonesia dalam tatanan

ekonomi global bila dihadapkan dengan upaya reorientasi dan restrukturisasi

perekonomian nasional, berada dalam posisi yang bertentangan satu sama lain

dikarenakan asumsi dasar mengenai kesejahteraan ekonomi yang berbeda.

Wacana mengenai pelaksanaan sistem ekonomi terpimpin yang

dimungkinkan apabila ditopang oleh demokrasi terpimpin pun sulit untuk

(37)

mengingat kecenderungan demokrasi terpimpin yang dekat dengan otoriterisme

tidak sesuai dengan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini.

Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis pemerintahan kedepan

menghadapkan Nawacita dengan kontradiksi-kontradiksi apabila dibenturkan

dengan realitas ekonomi global. Kendati disadari terdapat kesalahan orientasi

perekonomian nasional saat ini, harus ditemukan sebuah “jalan damai” dengan

tatanan ekonomi global yang liberal, karena hal yang patut dipahami adalah

kemandirian ekonomi negara mengandalkan rakyat sebagai tenaga penggerak

utama perekonomian. Sehingga kepentingan rakyat, harus menjadi prioritas utama

dalam setiap praktik perekonomian nasional.

3.2.3. Kekuatan dan Pembangunan Bangsa sekaligus Character Building

Trisakti merupakan upaya pembentukan karakter bangsa yang penuh harga diri dan menghormati kedaulatan negara lain. Pembentukan karakter bangsa ini

diperlukan mengingat penjajahan kolonial Belanda maupun Jepang berdampak

kepada menghilangnya karakter bangsa Indonesia yang asli.

Kondisi zaman penjajahan baik itu Belanda maupun Jepang, berakibat pada

dominasi kebudayaan Negara penjajah atas Indonesia. Konsekuensinya adalah

tindak-tanduk rakyat Indonesia dipaksa disesuaikan dengan kepentingan

imperialistik negara penjajahan. Hal ini juga yang menyebabkan melekatnya label

(38)

Pengaruh kebudayaan kapitalisme-imperialisme dan kolonialisme tersebut

yang dikatakan Soekarno sebagai objek yang harus dihilangkan dalam konsepsi

Trisakti berkepribadian di lapangan kebudayaan. Penghapusan ketiga budaya

tersebut akan mampu mendorong munculnya kebudayaan dan menampilkan

kepribadian bangsa Indonesia yang sebenarnya102.

Berkepribadian dibidang kebudayaan dalam konsep Trisakti menjadi tolak

ukur sebuah bangsa terhadap pengaruh perkembangan zaman. Globalisasi yang

juga menyentuh aspek kebudayaan dapat dilihat dari maraknya individualisme,

pragmatisme dan perilaku konsumtif secara berlebihan di kalangan masyarakat

Indonesia. Perilaku konsumtif masyarakat Indonesia dalam hal ini layak mendapat

perhatian lebih. Peningkatan tingkat konsumsi perkapita Indonesia pasca krisis

disatu sisi memang memberikan sinyal positif, hal ini dapat dilihat dari

[image:38.595.146.434.528.684.2]

perkembangan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarkat Indonesia sesudah Krisis 1998103

Tahun Konsumsi (Rp. Milyar)

Pendapatan Nasional (Rp. Milyar)

1999 838.097,2 943.030,7

2000 856.798,3 1.265.939,5

2001 1.039.655,0 1.507.589,6

2002 1.231.964,5 1.644.411,6

2003 1.372.078,0 1.778.660,0

2004 1.532.388,3 2.046.297,0

2005 1.785.596,4 2.446.847,2

102

Paharizal. Op. Cit. Hal. 144. 103

(39)

2006 2.092.655,7 2.931.844,3

2007 2.510.503,8 3.478.675,0

2008 2.999.956,9 4.458.277,8

2009 3.290.843,3 4.912.624,9

2010 3.641.996,5 5.695.451,9

Tingginya tingkat konsumsi ini ternyata tidak mencerminkan pemerataan

dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien Gini

Indonesia yang pada akhir tahun 2014 menunjukkan angka 0,42104. Tingginya

pola konsumerisme ini mengindikasikan gejalan gaya hidup masyarakat Indonesia

yang berubah dan terbawa arus konsumerisme pasar bebas. Budaya konsumerisme

ini bertentangan dengan jati diri serta karakter rakyat Indonesia yang sejatinya

mengutamakan kolektifitas serta gotong royong.

Gagasan berkebudayaan dalam Trisakti lainnya, yaitu tidak tolerannya

Soekarno terhadap budaya Belanda dan budaya asing yang dinilai dapat membuat

bangsa Indonesia tidak mandiri dan bermental penjiplak seharusnya di definisikan

ulang saat ini. Penolakan Soekarno terhadap „musik-musik imperialis‟ yang

disebutnya “kambing kebelet kawin” dan Ngak Ngik Ngok serta bentuk-bentuk

kebudayaan lain yang dinilainya mengejar estetika belaka tentu tidak sesuai

dengan konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini.

Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK dalam hal ini memang tidak lagi

menolak kebudayaan asing dan mengidentifikasinya kedalam budaya kolonial,

104

(40)

imperialis, maupun feodalis. Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK diarahkan

kepada pembenahan moralitas publik seperti kedisiplinan dan toleransi yang

bertujuan mengangkat kualitas dan daya saing rakyat Indonesia dalam ranah

global.

Globalisasi dan perkembangan teknologi yang memungkinkan

keluar-masuknya kebudayaan dan informasi dalam waktu singkat menjadi tidak

terhindarkan saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan berbagai disiplin

ilmu kebudayaan dari negara-negara maju saat ini yang belum mampu diproduksi

oleh Indonesia dapat dijadikan contoh untuk membangun negara ini.

Perbedaan-perbedaan yang ada antara kebudayaan yang masuk dapat disikapi dengan

menyaring hal tersebut berdasarkan dampak yang dihasilkan. Oleh karena itu

untuk menghadapi kondisi ini, berkepribadian dalam kebudayaan tentunya tidak

dengan menutup diri dan menolak mentah-mentah tanpa melihat dampak positif

(41)

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

1. Pikiran-pikiran Soekarno yang dituangkannya dalam Trisakti merupakan

upaya untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdasar pada 3 bidang

yang harus dibenahi yakni politik, ekonomi dan kebudayaan. Nawacita dilihat

relevansinya dengan Trisakti sebagai sebuah gagasan memiliki identifikasi

masalah yang sama yakni adanya carut-marutnya peran negara imbas dari

orientasi politik, ekonomi, dan budayanya. Tetapi ketika dilihat dalam

pembahasan yang komprehensif, hal ini tidak menyentuh secara mendasar

persoalan yang dihadapi, yakni orientasi ekonomi politik indonesia yang

mengarah ke nekolim.

2. Pada bidang politik terdapat perbedaan penekanan terhadap masalah yang

dihadapi oleh Indonesia. Kedaulatan politik dalam Trisakti terfokus pada

masalah intervensi asing terhadap kedaulatan Indonesia, sementara penegakan

kedaulatan politik yang digagas dalam Nawacita lebih mengutamakan

pembangunan politik dalam negeri. Perbedaan penekanan ini didasari oleh

kondisi sosio-politik yang berbeda antara konsep Trisakti dengan Nawacita.

Kendati terdapat perbedaan identifikasi masalah, hal ini tetap relevan karena

Nawacita tetap berpegang pada konsep Trisakti Soekarno, dilihat dari

(42)

posisi rakyat sebagai subyek dalam menjalankan politik yang berdiri diatas

realitas dengan bersandarkan kesatuan republik Indonesia.

Dalam bidang ekonomi sejalan dengan gagasan dibidang politiknya, Trisakti

menghendaki sebuah perekonomian nasional yang secara orientasi menolak

nekolim. Trisakti mengutamakan kekuatan ekonomi dalam negeri sebagai

motor utama tanpa menyandarkan diri pada bangsa lain. Gagasan kemandirian

ekonomi juga dimaknai bukan sebagai penolakan terhadap bantuan asing

melainkan mengkehendaki kerjasama yang setara.

Berkepribadian dalam budaya adalah usaha untuk menyingkirkan dominasi

budaya asing yang masuk sembari berusaha memunculkan kepribadian

Indonesia yang asli. Munculnya kepribadian Indonesia yang dicirikan dengan

kolektivitas dan gotong royong ini diimbangi dengan jiwa juang untuk

membangun dunia baru sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

3. Signifikansi dari Trisakti sebagai sebuah konsep terhadap Nawacita dapat

dilihat dalam semangatnya untuk membentuk suatu negara yang mampu

suistanable dalam bidang politik, ekonomi dan budaya. Upaya-upaya untuk

melakukan penegasan dalam bidang politik, reorientasi perekonomian dan

pembangunan karakter bangsa merupakan hal yang diperlukan untuk

menghadapi globalisasi saat ini. Namun usaha untuk menerapkan hal ini secara

utuh tentunya akan berbenturan dengan realitas sosio-politik yang terjadi pada

(43)

kondisi saat ini tanpa harus merubah karakter bangsa yang sesuai dengan

semangat Trisakti.

4.2.Saran

1. Melakukan perbaikan-perbaikan terhadap beberapa poin dalam Nawacita yang

luput dalam melihat gagasan Trisakti Soekarno, khususnya terkait penegasan

orientasi dan sikap terhadap ancaman nekolim yang semakin nyata pada

kondisi saat ini. Sebuah hal yang paradoks apabila penggunaan Trisakti sebagai

sebuah jalan ideologis tidak diimbangi dengan sebuah ketegasan sikap terhadap

nekolim, karena pada dasarnya Trisakti merupakan antitesis dari ancaman

nekolim.

2. Konsistensi dalam menjadikan konsep Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis.

Situasi pemerintahan Indonesia saat ini, sesuai dengan yang disebutkan

Soekarno dengan “revolusi yang telah keluar dari relnya”. Perkembangan

pembangunan Indonesia dalam aspek politik, ekonomi, maupun budaya belum

bisa dikatakan menggembirakan, apabila dibandingkan dengan pesatnya

perkembangan negara-negara lain saat ini. Trisakti Soekarno oleh karena itu

layak untuk diuji kembali efektifitasnya sebagai sebuah tahapan revolusi

Indonesia. Penerapan Trisakti secara konsisten tentu mampu menjadi alternatif

baru ditengah mandeknya perkembangan Indonesia saat ini.

3. Apabila dihadapkan pada realitas saat ini tentunya Trisakti sebagai sebuah

(44)

usaha-usaha untuk mencari sebuah alternatif dari kondisi yang bertentangan tersebut

(45)

BAB II

SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

2.1. Sejarah Trisakti

2.1.1. Karakteristik Pemikiran Soekarno di dalam Trisakti

Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan hal yang tidak asing di kalangan

masyarakat Indonesia. Trisakti bersama gagasan-gagasan lain seperti Nasakom,

Marhaenisme, Nefo, Berdikari, Manipol, dan Dekon (Demokrasi Ekonomi),

dikenali dengan label made in Soekarno. Soekarno sebagai penggagas

konsep-konsep tersebut termasuk pemikir yang produktif bila dibandingkan dengan

tokoh-tokoh lain yang semasa dengan dirinya.

Gagasan-gagasan Soekarno merupakan pemahamannya atas sebuah realitas

yang terjadi di Nusantara, yakni penjajahan selama ratusan tahun oleh bangsa

asing. Oleh karena itu, untuk dapat memahami gagasan-gagasan dan konsep

Soekarno, tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Soekarno dalam pergerakan

(46)

keterlibatannya sebagai aktor dalam pergerakan di Indonesia berpengaruh besar

melatarbelakangi dan membentuk gagasan-gagasan yang dia kemukakan.

Awal keterlibatan Soekarno dalam pergerakan Indonesia dimulai semenjak

ia masih berstatus pelajar. Soekarno tercatat aktif dalam menyumbangkan

pemikirannya di surat kabar Oetoesan Hindia selama lima tahun, sejak tahun

1912-191829. Oetoesan Hindia merupakan surat kabar yang dibawahi oleh Sarekat

Islam sekaligus menjadi media propaganda organisasi tersebut, mengingat pada

masa jayanya pada tahun 1910-an anggota dari Sarekat Islam mencapai dua juta

pengikut30.

Keterlibatan Soekarno sebagai kontributor tulisan berbagai surat kabar

berlanjut ketika ia duduk sebagai siswa Hogere Burger School, Surabaya. Begitu

juga ketika ia pindah ke Bandung dan menjadi mahasiswa Technische Hogere

School (cikal bakal Institut Teknologi Bandung), Soekarno tercatat masih aktif

menyumbangkan tulisan untuk surat kabar Sama Tengah.

Surat kabar sebagai media massa yang paling populer pada saat itu dinilai

efektif sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi oleh Soekarno. Surat kabar juga

memiliki fungsi untuk mempengaruhi sidang pembaca agar bersikap atau

mempunyai pandangan seperti yang diinginkan oleh penulis. Hal inilah yang ingin

dicapai Soekarno, yaitu surat kabar sebagai mediator untuk menyampaikan

29

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 76. 30

(47)

gagasan-gagasan yang sifatnya kebangsaan dalam rangka mencapai cita-cita

Indonesia merdeka.

Melalui surat kabar, Soekarno menerbitkan tulisannya yang berjudul

Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan yang dimuat pada majalah

Soeloeh Indonesia Moeda pada tahun 1927 tersebut ditujukan kepada kalangan

rakyat Indonesia yang ia terkotak-kotak ke dalam tiga golongan besar yaitu

golongan Nasionalis, Islamis, dan Komunis. Dalam Nasionalisme, Is

Gambar

Gambar 1. ketimpangan pendapatan berdasarkan koefisien gini
Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarkat Indonesia sesudah Krisis 1998103

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa rantai pasok bahan baku kulit diperoleh dari supplier kulit segar, kemudian di samak oleh supplier kulit samak, dilakukan proses

Sementara Nasution (Slamento, 2003: 3) menyebutkan belajar adalah suatu proses yang melahirkan atau mengubah sesuatu kegiatan melalui berbagai latihan yang dilakukan

Kemudian dari Nitrit dan Nitrat simulasi diketahui daya tampung beban cemaran Nitrit dan Nitrat simulasi dan dibandingkan dengan daya tampung beban cemaran Nitrit

Struktur umum sel prokariotik terdiri dari kapsul, dinding sel (membran luar dan peptidoglikan merupakan anggota karbohidrat), membran plasma, sitoplasma yang

Penyuluhan sanitasi lingkungan dan cara pembuatan sumur resapan guna menciptakan lingkungan sehat yang sesuai dengan standar kesehatan sudah terlaksana dan dapat

Kendala dan solusi yang dihadapi dalam pemanfaatan komputer pada proses pembelajaran anak usia dini: Kondisi anak (diperoleh dari hasil wawancara dan observasi)

[r]

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nian Rizky Putri Utama (2016) dan Dhita Dhora Damayanti dan Herizon Chaniago (2014) yang