BAB III: ANALISIS RELEVANSI KONSEP TRISAKTI SOEKARNO
3.2 Signifikansi Trisakti terhadap Kondisi saat ini
3.2.1. Kedaulatan Politik sebagai Bentuk Integritas Negara
Kedaulatan negara dalam bidang politik menurut Trisakti merupakan pencerminan dari integritas negara tersebut. Negara di bidang politik harus memiliki kedaulatan yang tidak dapat ditawar lagi karena mempertaruhkan harga diri sebuah bangsa. Oleh karena itu, praktik nekolim yang berusaha menciptakan kondisi ketergantungan dan dominasi politik di negara-negara dunia menjadi antitesis dari pandangan berdaulat di bidang politik Trisakti.
Bangsa yang berdaulat secara politik memiliki andil dalam menentukan sikap serta hubungan diplomasi yang objektif dalam membangun hubungan internasional dengan kedudukan yang sederajat. Sikap Indonesia dalam hal ini dapat dipahami apabila melihat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea pertama dan keempat yang menyatakan penolakan Indonesia terhadap penjajahan atas kedaulatan negara lain dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif menjaga ketertiban dunia.
Nawacita menafsirkan bentuk kedaulatan politik tersebut dan merumuskannya dalam pola-pola kerjasama antar negara tanpa mengubah komitmen awal Indonesia untuk konsisten menerapkan kebijakan bebas aktif. Komitmen Indonesia dapat dilihat dari beberapa langkah yang diambil pemerintahan Jokowi-JK dalam hubungan internasional, seperti persoalan kedaulatan Palestina dan kasus sengketa Laut Cina Selatan..
Menanggapi permasalahan kedaulatan Palestina, pemerintah Indonesia menginisiasi dukungan dari komunitas internasional terhadap kedaulatan politik Palestina, salah satunya dengan mengizinkan berdirinya Kedutaan Besar Palestina di Jakarta98. Dalam konflik Laut Cina Selatan, Indonesia mendorong tercapainya
Code of Conduct (CoC) antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok99. Langkah sebagai penengah ini diambil Indonesia mengingat untuk menjaga
98
http://international.sindonews.com/read/1070456/40/dubes-palestina-untuk-pbb-apresiasi-dukungan-indonesia-1450421865 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.09 WIB.
99
http://international.sindonews.com/read/1060987/40/inilah-posisi-resmi-indonesia-soal-konflik-laut-china-selatan-1447314808 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pada pukul 15.11 WIB
wilayah Laut Cina Selatan yang dikenal sebagai kawasan kaya energi tetap stabil dan menjamin arus perdagangan berjalan dengan lancar.
Pola hubungan internasional juga harus dilihat dari kerangka yang lebih luas, hal ini dikarenakan konsep Trisakti berdasar pada terpolarisasinya politik dunia kedalam dua blok besar saat itu. Pembagian dunia kedalam dua blok besar sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini setelah kemenangan liberalisme-demokrasi pasca perang dingin. Hal tersebut menuntut sebuah redefinisi atau definisi ulang terhadap negara-negara yang sebelumnya dikatakan Soekarno sebagai imperialis, maupun kapitalis yang menjadi musuh bagi revolusi Indonesia. Perubahan konstelasi politik tersebut juga ditandai dengan munculnya globalisasi dalam sektor ekonomi yang mengakibatkan ketergantungan dan keterikatan antara satu negara dengan negara lain sebagai satu kesatuan.
Nawacita kedepannya akan dihadapkan pada masalah-masalah yang bersinggungan dengan aktor-aktor hubungan internasional yaitu Negara dan non Negara (Lembaga Internasional maupun Multi/Trans Nasional Corporation). Pengambilan kebijakan pemerintahan kedepan dapat menjadi acuan apakah dalam praktiknya Indonesia lebih mengutamakan kepentingan nasional atau kepentingan pihak di luar negara.
Contohnya seperti kontrak karya PT. Freeport Indonesia di Papua dan klaim wilayah Natuna oleh Negara asing. Kontrak karya PT. Freeport yang akan habis pada tahun 2021 memerlukan Peninjauan ulang terhadap bentuk-bentuk kerjasama seperti kebijakan divestasi dan perpanjangan kontrak karya. Hal ini mutlak
diperlukan agar kepentingan rakyat Indonesia dalam hal ini menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan.
Begitu juga dengan masalah kepulauan Natuna, kepulauan di ujung Selat Karimata ini memiliki potensi akan cadangan minyak dan gas nya yang besar. Sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Kepulauan Natuna secara teritorial beririsan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam. Potensi konflik dan pencaplokan wilayah oleh negara-negara asing tentunya dapat mengancam keutuhan Indonesia dan merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan politik Indonesia.
Terlepas dari kondisi sosio-politik yang berubah dan menuntut definisi ulang terhadap kebijakan politik Indonesia, Trisakti pada prinsipnya mengajarkan bahwa kedaulatan politik suatu negara harus dihormati dan dihargai oleh setiap negara. Konsekuensi dari hal tersebut, kerjasama yang dibangun dalam hubungan Internasional idealnya harus meletakkan kepentingan nasional Indonesia diatas kepentingan pihak lain.
3.2.2. Reorientasi Pandangan Ekonomi Indonesia
Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis merupakan upaya meletakkan pembangunan Indonesia sesuai dengan relnya. Penggaungan kembali gagasan Trisakti Soekarno, sebagai tahapan dalam Panca Azimat adalah keharusan untuk melanjutkan tahapan revolusi indonesia yang belum selesai. Hal ini didasarkan pada fakta-fakta bahwa meskipun ditunjang dengan sumber daya alam yang melimpah, nyatanya Indonesia dari faktor ekonomi tertinggal. Dalam ruang
lingkup ASEAN, Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia dan Singapura baik itu secara ekonomi maupun berdasarkan Sumber Daya Manusia (SDM).100 Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis menjadi tanda mengenai penelusuran masalah ekonomi Indonesia saat ini merupakan imbas dari orientasi ekonomi-politik yang dianut oleh rezim yang berkuasa.
Konsep berdikari dibidang ekonomi oleh karena itu menilai untuk merubah kebijakan-kebijakan ekonomi-politik neoliberalisme, maka jalan yang ditempuh adalah reorientasi didalam kehidupan ekonomi-politik, bukan perubahan yang sifatnya hanya kelembagaan. Hal ini juga mengharuskan jargon-jargon kemandirian ekonomi tersebut tidak boleh hanya menjadi sebuah landasan operasional yang tak kunjung diterapkan.
Ekonomi Terpimpin sebagai sistem ekonomi yang dicanangkan untuk mengatasi kondisi tersebut dilakukan dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan land reform untuk penegakan kedaulatan pangan. Begitu juga dengan persoalan modal asing di Indonesia. Soekarno dengan
tegas menyatakan bentuk „kooperasi dengan syaratnya‟ yaitu hanya menggunakan modal asing “jika perlu” dan tidak dijadikan prioritas dalam pendanaan perbaikan
ekonomi. Modal asing yang dikehendaki oleh Soekarno adalah modal asing yang tidak mengikat secara politik maupun militer101. Keseluruhan aktivitas ini
100
Dai Bachtiar (Duta Besar Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dalam
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/673341-hadapi-mea--ri-tertinggal-jauh-dari-malaysia-dan-singapura
diakses pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 10.39 WIB 101
bermuara kepada satu sikap yang secara konsisten dipegang oleh Soekarno yakni anti nekolim.
Namun apabila dikaitkan dengan realitas ekonomi Indonesia saat ini, hal ini tentunya menyulitkan mengingat permasalahan orientasi ekonomi maupun struktur ekonomi negara-negara dunia saat ini terjalin satu sama lain sebagai sebuah kesatuan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk kerjasama ekonomi global maupun regional seperti G-20, World Trade Organization (WTO), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bahkan yang teranyar adalah Trans-Pasific
Patnership (TPP) yang mengharuskan perekonomian Indonesia terintegrasi
dengan kerjasama-kerjasama tersebut.
Praktik ekonomi dalam tatanan global ini didasarkan pada liberalisasi ekonomi, sehingga menghilangkan sekat-sekat perdagangan dan hambatan terhadap arus investasi dalam suatu negara. Kenyataan tatanan ekonomi global yang menuju pada pasar bebas berimbas pada peran negara yang secara tidak langsung diminimalisasi perananannya. Keikutsertaan Indonesia dalam tatanan ekonomi global bila dihadapkan dengan upaya reorientasi dan restrukturisasi perekonomian nasional, berada dalam posisi yang bertentangan satu sama lain dikarenakan asumsi dasar mengenai kesejahteraan ekonomi yang berbeda.
Wacana mengenai pelaksanaan sistem ekonomi terpimpin yang dimungkinkan apabila ditopang oleh demokrasi terpimpin pun sulit untuk diwujudkan. Keadaan ini tidak memungkinkan untuk diterapkan kembali
mengingat kecenderungan demokrasi terpimpin yang dekat dengan otoriterisme tidak sesuai dengan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini.
Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis pemerintahan kedepan menghadapkan Nawacita dengan kontradiksi-kontradiksi apabila dibenturkan dengan realitas ekonomi global. Kendati disadari terdapat kesalahan orientasi
perekonomian nasional saat ini, harus ditemukan sebuah “jalan damai” dengan
tatanan ekonomi global yang liberal, karena hal yang patut dipahami adalah kemandirian ekonomi negara mengandalkan rakyat sebagai tenaga penggerak utama perekonomian. Sehingga kepentingan rakyat, harus menjadi prioritas utama dalam setiap praktik perekonomian nasional.
3.2.3. Kekuatan dan Pembangunan Bangsa sekaligus Character Building
Trisakti merupakan upaya pembentukan karakter bangsa yang penuh harga diri dan menghormati kedaulatan negara lain. Pembentukan karakter bangsa ini diperlukan mengingat penjajahan kolonial Belanda maupun Jepang berdampak kepada menghilangnya karakter bangsa Indonesia yang asli.
Kondisi zaman penjajahan baik itu Belanda maupun Jepang, berakibat pada dominasi kebudayaan Negara penjajah atas Indonesia. Konsekuensinya adalah tindak-tanduk rakyat Indonesia dipaksa disesuaikan dengan kepentingan imperialistik negara penjajahan. Hal ini juga yang menyebabkan melekatnya label
Pengaruh kebudayaan kapitalisme-imperialisme dan kolonialisme tersebut yang dikatakan Soekarno sebagai objek yang harus dihilangkan dalam konsepsi Trisakti berkepribadian di lapangan kebudayaan. Penghapusan ketiga budaya tersebut akan mampu mendorong munculnya kebudayaan dan menampilkan kepribadian bangsa Indonesia yang sebenarnya102.
Berkepribadian dibidang kebudayaan dalam konsep Trisakti menjadi tolak ukur sebuah bangsa terhadap pengaruh perkembangan zaman. Globalisasi yang juga menyentuh aspek kebudayaan dapat dilihat dari maraknya individualisme, pragmatisme dan perilaku konsumtif secara berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia. Perilaku konsumtif masyarakat Indonesia dalam hal ini layak mendapat perhatian lebih. Peningkatan tingkat konsumsi perkapita Indonesia pasca krisis disatu sisi memang memberikan sinyal positif, hal ini dapat dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.
Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarkat Indonesia sesudah Krisis 1998103
Tahun Konsumsi (Rp. Milyar) Pendapatan Nasional (Rp. Milyar) 1999 838.097,2 943.030,7 2000 856.798,3 1.265.939,5 2001 1.039.655,0 1.507.589,6 2002 1.231.964,5 1.644.411,6 2003 1.372.078,0 1.778.660,0 2004 1.532.388,3 2.046.297,0 2005 1.785.596,4 2.446.847,2 102
Paharizal. Op. Cit. Hal. 144. 103
M. Fikri, dkk. 2014. “Analisis Konsumsi Masyarakat Indonesia sebelum dan setelah Krisis Ekonomi”. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Derah, Vol. 1, No.3, Januari-Maret 2014. Hal. 168.
2006 2.092.655,7 2.931.844,3
2007 2.510.503,8 3.478.675,0
2008 2.999.956,9 4.458.277,8
2009 3.290.843,3 4.912.624,9
2010 3.641.996,5 5.695.451,9
Tingginya tingkat konsumsi ini ternyata tidak mencerminkan pemerataan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien Gini Indonesia yang pada akhir tahun 2014 menunjukkan angka 0,42104. Tingginya pola konsumerisme ini mengindikasikan gejalan gaya hidup masyarakat Indonesia yang berubah dan terbawa arus konsumerisme pasar bebas. Budaya konsumerisme ini bertentangan dengan jati diri serta karakter rakyat Indonesia yang sejatinya mengutamakan kolektifitas serta gotong royong.
Gagasan berkebudayaan dalam Trisakti lainnya, yaitu tidak tolerannya Soekarno terhadap budaya Belanda dan budaya asing yang dinilai dapat membuat bangsa Indonesia tidak mandiri dan bermental penjiplak seharusnya di definisikan ulang saat ini. Penolakan Soekarno terhadap „musik-musik imperialis‟ yang disebutnya “kambing kebelet kawin” dan Ngak Ngik Ngok serta bentuk-bentuk kebudayaan lain yang dinilainya mengejar estetika belaka tentu tidak sesuai dengan konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini.
Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK dalam hal ini memang tidak lagi menolak kebudayaan asing dan mengidentifikasinya kedalam budaya kolonial,
104
http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-kemiskinan-pada-2015 diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pada pukul 09.10 WIB.
imperialis, maupun feodalis. Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK diarahkan kepada pembenahan moralitas publik seperti kedisiplinan dan toleransi yang bertujuan mengangkat kualitas dan daya saing rakyat Indonesia dalam ranah global.
Globalisasi dan perkembangan teknologi yang memungkinkan keluar-masuknya kebudayaan dan informasi dalam waktu singkat menjadi tidak terhindarkan saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan berbagai disiplin ilmu kebudayaan dari negara-negara maju saat ini yang belum mampu diproduksi oleh Indonesia dapat dijadikan contoh untuk membangun negara ini. Perbedaan-perbedaan yang ada antara kebudayaan yang masuk dapat disikapi dengan menyaring hal tersebut berdasarkan dampak yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghadapi kondisi ini, berkepribadian dalam kebudayaan tentunya tidak dengan menutup diri dan menolak mentah-mentah tanpa melihat dampak positif yang dapat diraup dari globalisasi.
BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan
1. Pikiran-pikiran Soekarno yang dituangkannya dalam Trisakti merupakan upaya untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdasar pada 3 bidang yang harus dibenahi yakni politik, ekonomi dan kebudayaan. Nawacita dilihat relevansinya dengan Trisakti sebagai sebuah gagasan memiliki identifikasi masalah yang sama yakni adanya carut-marutnya peran negara imbas dari orientasi politik, ekonomi, dan budayanya. Tetapi ketika dilihat dalam pembahasan yang komprehensif, hal ini tidak menyentuh secara mendasar persoalan yang dihadapi, yakni orientasi ekonomi politik indonesia yang mengarah ke nekolim.
2. Pada bidang politik terdapat perbedaan penekanan terhadap masalah yang dihadapi oleh Indonesia. Kedaulatan politik dalam Trisakti terfokus pada masalah intervensi asing terhadap kedaulatan Indonesia, sementara penegakan kedaulatan politik yang digagas dalam Nawacita lebih mengutamakan pembangunan politik dalam negeri. Perbedaan penekanan ini didasari oleh kondisi sosio-politik yang berbeda antara konsep Trisakti dengan Nawacita. Kendati terdapat perbedaan identifikasi masalah, hal ini tetap relevan karena Nawacita tetap berpegang pada konsep Trisakti Soekarno, dilihat dari dipertahankannya gagasan politik luar negeri bebas-aktif serta penegasan
posisi rakyat sebagai subyek dalam menjalankan politik yang berdiri diatas realitas dengan bersandarkan kesatuan republik Indonesia.
Dalam bidang ekonomi sejalan dengan gagasan dibidang politiknya, Trisakti menghendaki sebuah perekonomian nasional yang secara orientasi menolak nekolim. Trisakti mengutamakan kekuatan ekonomi dalam negeri sebagai motor utama tanpa menyandarkan diri pada bangsa lain. Gagasan kemandirian ekonomi juga dimaknai bukan sebagai penolakan terhadap bantuan asing melainkan mengkehendaki kerjasama yang setara.
Berkepribadian dalam budaya adalah usaha untuk menyingkirkan dominasi budaya asing yang masuk sembari berusaha memunculkan kepribadian Indonesia yang asli. Munculnya kepribadian Indonesia yang dicirikan dengan kolektivitas dan gotong royong ini diimbangi dengan jiwa juang untuk membangun dunia baru sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. 3. Signifikansi dari Trisakti sebagai sebuah konsep terhadap Nawacita dapat
dilihat dalam semangatnya untuk membentuk suatu negara yang mampu
suistanable dalam bidang politik, ekonomi dan budaya. Upaya-upaya untuk
melakukan penegasan dalam bidang politik, reorientasi perekonomian dan pembangunan karakter bangsa merupakan hal yang diperlukan untuk menghadapi globalisasi saat ini. Namun usaha untuk menerapkan hal ini secara utuh tentunya akan berbenturan dengan realitas sosio-politik yang terjadi pada saat ini, sehingga diperlukan sebuah pandangan alternatif yang sesuai dengan
kondisi saat ini tanpa harus merubah karakter bangsa yang sesuai dengan semangat Trisakti.