1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN
KORBAN OLEH BANDAR NARKOTIKA
RIZKY ADITYA OKTARIANTO
D 101 13 329
PEMBIMBING I : Dr. BENNY D YUSMAN, S.H,. M.H
PEMBIMBING II : AWALIAH, S.H,. M.H
ABSTRAK
Penyalahgunan narkotika tak lagi memandang usia mulai dari anak-anak remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun, tidak jarang para bandar narkotika memanfaatkan anak di bawah umur untuk dijadikan korban obat-obatan terlarang tersebut. Kurangnya pengetahuan terhadap narkotika, dan ketidakmampuan untuk menolak serta melawan membuat anak di bawah umur menjadi sasaran bandar narkotika oleh karena itu Perlindungan terhadap anak sangat penting, mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa. Untuk itu diperlukan undang-undang yang melindungi anak dari berbagai tindak pidana, yaitu undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak. metodo penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum Normatif bentuk penulisan hukum yang berdasarkan penulisan hukum doktriner atau penelitian kepustakaankarena hanya diajukan kepada Undang-undang tertulis sehingga penulisan ini sangat erat berhubungan dengan kepustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat skunder. Di akui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan dan perlindungan yang khusus serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir.
2 I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Anak adalah salah satu amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martbat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia dan merupakan
landasan bagi kemerdekaan,
keadilan, dan perdamaian di seluruh
dunia. Diakui dalam masa
pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan dan perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir. Disamping itu, patut diakui bahwa keluarga
merupakan lingkungan bagi
pertumbuhan dan kesejahteraan
anak, serta untuk perkembangan kepribadian anak secara utuh dan
serasi membutuhkan lingkungan
keluarga yang bahagia, penuh kasih
sayang dan pengertian. Pada
hakikatnya anak tidak dapat menjaga dan melindungi dirinya sendiri dari berbagai tindakan kekerasan atau
diskriminasi yang menimbulkan
dampak kerugian mental, fisik, sosial, dan kehidupan anak.
Anak adalah bagian dari generasi muda yang merupakan
potensi dan penerus cita-cita
perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Anak membutuhkan pembinaan dan perlindungan khusus dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara seimbang. Sungguh ironis bahwa seorang anak yang seharusnya bermain dan belajar harus menghadapi masalah hukum dan menjalani proses peradilan yang hampir sama prosesnya dengan orang dewasa. Tentu saja hal ini menimbulkan pro kontra. Di satu sisi banyak pihak yang menganggap menjatuhan pidana bagi anak adalah tidak bijak, namun ada sebagian
yang beranggapan pemidanaan
terhadap anak penting dilakukan agar sikap buruk anak tidak terjadi sampai dewasa, artinya agar memberi efek jera bagi si anak.
3
mengedarkan narkotika harus
dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik untuk si anak. Oleh karena itu keputusan yang diambil dalam kasus tersebut harus adil dan proposional tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum tapi juga mempertimbangkan faktor lain seperti kondisi lingkungan sekitar, status sosial anak, dan
keadaan keluarga.1
B.Rumusan Masalah
1) Bagaimana perlindungan
hukum terhadap anak yang di jadikan korban narkotika?
2) Bagaimana penerapan sanksi
terhadap bandar narkotika
yang menjadikan anak
sebagai korban narkotika? II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak
Pengertian anak dalam
kaitannya dengan perilaku
delinkuensi anak, biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan
usia, dalam arti tingkat usia
berapakah seorang dapat
1
Nasharina, Perlindungan Hukum Bagi Anak di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, Hlm. 3
dikategorikan sebagai anak,Anak
memiliki karakteristik khusus
(spesifik) dibandingkan dengan
orang dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh karena itu
hak-hak anak menjadi penting
diprioritaskan,Mengenai definisi
anak, ada banyak pengertian dan definisi.Secara awam, anak dapat dartikan sebagai seseorang yang dilahirkan akibat hubungan antara pria dan wanita ini jika terikat dalam suatu ikatan perkawinan, Dalam hukum positif di Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum
dewasa (minderjarig/person under
age), orang yang dibawah
umur/keadaan dibawah umur
(minderjarig heid/inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang berada dibawah pengawasan wali (minderjarige under voordij).
4 anak, Pengertian anak ini menjadi
penting terutama berkaitan dengan upaya perumusan batasan upaya
pertanggungjawaban pidana
(criminal responsibility) terhadap seorang anak yang melakukantindak
kriminal, dalam tingkat usia
berapakah seorang anak yang
berprilaku kriminal dapat
dipertanggungjawabkan secara
pidana.
Di Indonesia mengenai
batasan usia tersebut dapat dilakukan
penelusuran terhadap beberapa
peraturan perundang-undangan,
sebagai berikut: Dalam Pasal 1 Convention On The Rights of The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah
diperoleh sebelumnya. Yang
dimaksud dengan anak adalah
mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu mental, fisik masih belum dewasa, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
manusia menjabarkan pengertian
tentang anak ialah manusia yang
pengertian atau definisi anak dalam
berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia saat
ini belum ada batasan yang
konsisten. Artinya antara satu dengan lainnya belum terdapat keseragaman, melihat hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan batasan umur atau usia anak digantungkan pada kepentingan pada saat produk hukum tersebut dibuat.
Dalam Pengaturan hukum di Indonesia, korban selalu menjadi pihak yang paling dirugikan, selain korban telah menderita kerugian akibat kejahatan yang menimpa dirinya, baik secara materiil, fisik, maupun psikologis, korban juga harus menanggung derita berganda
karena tanpa disadari sering
diperlakukan hanya sebagai sarana demi terwujudnya sebuah kepastian
2
5 hukum, misalnya harus kembali
mengemukakan, mengingat bahkan
mengulangi (merekontruksi)
kejahatan yang pernah
menimpanya pada saat sedang menjalani proses pemeriksaan, baik
ditingkat penyidikan maupun
setelah kasusnya diperiksa di
pengadilan. Keberpihakan hukum terhadap korban yang terkesan timpang jika dibandingkan dengan tersangka (terdakwa), terlihat dari
adanya beberapa peraturan
perundang-undangan yang lebih banyak memberikan hak istimewa
kepada tersangka (terdakwa)
dibandingkan kepada
korban.Kemudian Sellin dan
Wolfgang sebagaimana dikutip
Suryono Ekotama dkk,
mengelompokkan korban sebagai berikut.
1) primary victimization, yaitu
korban berupa individu atau perorangan
2) secondary victimization, yaitu
korban kelompok, misalnya
badan hukum
3) Tertiary victimization, yaitu
korban masyarakat luas
4) No victimization, yaitu korban
yang tidak dapat diketahui
misalnya konsumen yang tertipu
dalam menggunakan suatu
produksi masyarakat.3
Menghilangkan rasa sakit dan lain-lain. Namun dikemudian
diketahui pula bahwa zat-zat
narkotika memiliki daya pecanduan yang bisa menimbulka si pemakai bergantung hidupnya kepada obat-obat narkotika itu. Hal tersebut dapat dihindarkan apa bila pemakainya di luar pengawasan dan pengadilan
penggunaan narkotika dan
pencegahaan, pemberantasan dalam rangka penaggulangannya diperlukan
kehadiran hukum yaitu hukum
narkotika yang sarat dengan tuntutan perkembangan zaman.
Istilah narkotika yang
dipergunakan di sini bukanlah
“narcotics” pada farmacologie
(farmasi), melainkan sama artinya
3
6
dengan “drug”, yaitu sejenis zat
apabila dipergunakan akn membawa efek dan engaruh-pengaruh tertentu bagi tubuh si pemakai, yaitu :
a. Mempengaruhi kesadaran
b. Memberikan dorongan yang dapat
berpengaruh terhadap prilaku
manusia
Adapun pengaruh-pengaruh tersebut adalah :
1) Penenang 2) Perangsang
3) Menimbulkan halusinasi
(pemakainya tidak mampu
membedakan antara khyalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat).
Pengertian lain dari narkotika mungkin bisa dipaparkan sebagai
bahan-bahan yang tidak dapat
dipergunakan dengan sembarangan sebab bisa memberi pengaruh pada kesadaran, badan dan tingkah laku manusia.
Sehubanga dengan pengertian narkotika ada beberapa pendapat
yang memberikan
pengertina/pembatasan seperti yang
terbaca dibawah ini.Menurut
Sudarto, dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Pidana mengatakan
bahwa, “perkataan narkotika berasal
dari perkataan Yunani “Narke”,
yang berarti terbius sehingga tidak
merasakan apa-apa.4
Mengembangkan hak-hak anak
dalam proses peradilan guna
mewujudkan perlindungan hukum bagi anak, diperlakukan mengerti permasalahannya menurut proporsi yang sebenarnya secara meluas, dimensional dan terpadu. Sebab pengembangan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana adalah suatu hasil interaksi dari adanya interrelasi antara berbagai fenomena yang
saling terkait dan saling
mempengaruhi.Dimulai dengan
memperhatikan aspek-aspek mental,
fisik, sosial, ekonomi secara
dimensional, guna didapat pengertian
yang tepat mengenai suatu
permasalahan dengan menggunakan metode pendekatan melalui disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner. Hal ini terwujud dalam menyusun
data sosial oleh probation officer
(petugas Balai Bispa) sehingga
4Soedjono Dirdjosisworo, Hukum
7 kepribadian anak, keluarga, kondisi
sosial dan ekonomi serta motivasi
dan tindak pidana diketahui,
dipahami, kemudian dirancanglah suatu pola penanggulangan dengan mempertimbangkan setiap anak dan
situasinya secara individual,
misalnya dengan tes fisik dan psikologi terhadap anak agar dapat menginterprestasikan
kepribadiannya.
B.Hak dan Kewajiban Anak Hak dan Kewajiban anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 3, setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak :
1) Diperlakukan secara
manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan
sesuai dengan umurnya,
2) Dipisahkan dari orang
dewasa,
3) Memperoleh bantuan hukum
dan bantuan lain secara efektif,
4) Melakukan kegiatan
rekreasional,
5) Bebas dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakuan
lain yang kejam, tidak
manusiawi, serta
merendahkan derajat atau martabatnya,
6) Tidak dijatuhi pidana mati
atau pidana seumur hidup,
7) Tidak ditangkap, ditahan,
atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat,
8) Memperoleh keadilan di
muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum,
9) Tidak dipublikasikan
identitasnya,
10)Memperoleh pendampingan
dari orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak
11)Memperoleh advokasi, 5
12)Memperoleh kehidupan
pribadi,
13)Memperoleh aksesibilitas,
terutama bagi anak cacat,
5
8
14)Memperoleh pendidikan,
memperoleh pelayanan
kesehatan, dan
15)Memperoleh hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
A.Perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan korban narkotika.
Menurut Undang-Undang
No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.Negara dan seluruh lapisan masyarakat
sebagai wujud penyelenggaraan
perlindungan terhadap anak. Karena dalam hal ini anak merupakan
korban dalam suatu jaringan
narkotika. Sehingga dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, penegak hukum
(polisi, jaksa, hakim, advokat) dan
masyarakat.Para penegak hukum
harus memiliki rasa tanggung jawab dalam hal ini karena ketebalan rasa
tanggung jawab atau sense of
responsibility yang mesti dimiliki setiap pejabat penegak hukum harus
mempunyai dimensi
pertanggungjawaban terhadap diri
sendiri, masyarakat, serta
pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada dasarnya
pelaksanaan diversi dan restorative
justice memberikan dukungan
terhadap proses perlindungan
terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum. Sesuai dengan
prinsip utama dari diversi dan restorative justice, mempunyai dasar
kesamaan yaitu menghindarkan
pelaku tindak pidana dari sistem
peradilan pidana formal dan
memberikan kesempatan anak pelaku
untuk menjalankan sanksi alternative
9
diversi, yaitu pengalihan
penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana Ini untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap
anak yang berhadapan dengan
hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Proses diversi ini
dilakukan melalui musyawarah
dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang
tua/walinya, pembimbing
kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restorative UU SPPA lebih mengedepankan unsur diversi atau pengalihan hukuman pemidanaan
pada tingkat pemeriksaan,
penuntutan hingga peradilan bagi si tersangka. Artinya bila tersangka kasus narkoba merupakan anak di Obat-obat terlarang atau narkotika yang dilakukan oleh anak merupakan
tanggung jawab Negara dan seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud
penyelenggaraan perlindungan
terhadap anak. Karena dalam hal ini anak merupakan korban dalam suatu jaringan narkotika. Sehingga dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, penegak
hukum (polisi, jaksa, hakim,
advokat) dan masyarakat.
B.Penerapan sanksi terhadap bandar narkotika yang menjadikan anak sebagai korban narkotika
Sanksi bagi bandar
narkotika berbeda-beda tergantung dari tindakan apa yang dilakukannya. Mengenai tindakan apa yang dapat dikenai pidana mati, berikut adalah beberapa tindak pidana yang dapat dihukum mati berdasarkan UU Narkotika:
10
dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram,
pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga).
1) Dalam hal penggunaan narkotika
terhadap orang lain atau
pemberian Narkotika Golongan I
untuk digunakan orang lain
(secara tanpa hak atau melawan hukum) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga).
2) Tanpa hak atau melawan hukum
perbuatan memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima)
gram,pelaku dipidana dengan
pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga).
3) Tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum Rp.
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga).
4) Tanpa hak atau melawan hukum
menggunakan Narkotika terhadap
orang lain atau pemberian
Narkotika Golongan II untuk
digunakan orang lain yang
mengakibatkan orang lain mati
atau cacat permanen, pelaku
11 pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum Rp.
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga).
5) Menyuruh, memberi atau
menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan,
memberikan kemudahan,
memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan,
melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan
tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111, Pasal Pasal 129 UU Narkotika dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pada dasarnya, kriteria
untuk dapat dikenakan sanksi pidana adalah tindakan yang dilakukan harus memenuhi semua unsur yang diatur dalam pasal-pasal pidana dalam UU Narkotika. Ada dua unsur penting harus terpenuhinya unsur ‘kekuasaan atas suatu benda’, dan ‘adanya kemauan untuk memiliki benda itu’. Bila si tersangka atau
terdakwa tidak mengetahui
bagaimana ia sampai kedapatan membawa narkotika dan apalagi tidak menghendaki untuk memiliki
benda itu. Dan pada akhirnya
bergantung kepada penilaian hakim apakah akan menjatuhkan pidana
mati atau tidak.Narkoba telah
menjadi permasalahan yang sangat serius diberbagai negara diseluruh
dunia tak terkecuali di
Indonesia,mungkin kita sudah sering mengetahui dari berbagai media informasi telah sering dilakukan
penangkapan terhadap pengedar
12
sendiri.sebenarnya ancaman
hukuman penjara bagi pengedar
narkoba sangat berat di
Indonesia,tetapi mengapa para
pengedar tersebut tidak merasa takut?dan bahkan warga negara asing sudah banyak yang ditangkap polisi karena berani membawa narkoba ke
indonesia.ancaman hukuman
pengedar narkoba di indonesia paling singkat 4 tahun dan maksimal
hukuman mati.selain pemerintah
yang konsisten selalu siap
melaksanakan pemberantasan
narkoba,alangkah baiknya kita juga mengetahui hukuman yang berlaku bagi pengedar narkoba tersebut yang
tercantum dalam undang-undang
nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
III. PENUTUP A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas tentang perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan korban narkotika, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlindungan hukum terhadap
anak sangat penting, mengingat
anak merupakan generasi
penerus bangsa. Untuk itu
diperlukan Perundang-undangan yang melindungi anak dari berbagai tindak pidana, yaitu Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Indonesia adalah Negara pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Sebagai negara pihak, Indonesia mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang
berhadapan dengan
hukum.perlindungan dan
kepentingan yang terbaik bagi
anak tetap diutamakan
sebagaimana spirit yang
diberikan dalam UU SPPA. Berkaitan dengan kasus Khusus tindak pidana yang dilakukan
anak, ada yang dinamakan
diversi, yaitu pengalihan
13 Ini untuk menghindari dan
menjauhkan anak dari proses
peradilan sehingga dapat
menghindari stigmatisasi
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Proses diversi ini dilakukan
melalui musyawarah dengan
melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restorative UU SPPA lebih mengedepankan unsur diversi atau pengalihan
hukuman pemidanaan pada
tingkat pemeriksaan, penuntutan
hingga peradilan bagi si
tersangka. Artinya bila tersangka kasus narkoba merupakan anak
di bawah umur, maka
dimungkinkan ia akan mendapat sanksi yang berbeda, karena berlaku UU SPPA terhadapnya.
2. Setiap bagi bandar narkotika
berbeda-beda tergantung dari tindakan apa yang dilakukannya.
Mengenai tindakan apa yang dapat dikenai pidana mati,
berikut adalah beberapa tindak pidana yang dapat dihukum mati
berdasarkan UU Narkotika,
Tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli,
menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon
atau dalam bentuk bukan
tanaman beratnya 5 (lima) gram,
14
(sepuluh miliar rupiah)
ditambah 1/3 (sepertiga).
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan sesuai hasil penelitian yang penulis peroleh sebagai berikut :
1. Perlunya peran orangtua untuk
mengawasi anaknya agar tidak terjerumus kedalam pengaruh obat-obatan terlarang atau yang
di sebut dengan narkotika,
dengan adanya SPPA sudah
sangat menguntungkan bagi
anak yang menjadi korban
narkotika.
2. Pentingya peran kepolisian atau
badan narkotika nasional untuk
mempublikasikan hukuman
bagibandar narkotika dan
pengguna narkoba di sosial media(TV) dan koran. Agar masyrakat yang ingin melakukan kejahatan tersebut merasa takut, dan harus adanya pengawasan dan pencegahan yang dilakukan oleh Badan narkotika nasional dan pihak kepolisian sebagai
ujung tombak untuk
15 DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindingan Korban Kejahatan, Antara Norma dan Realita, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Nasharina, Perlindungan Hukum Bagi Anak di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2011
Paulus Hadisucipto, Delinkuensi anak pemahaman dan
penanggulangannya, Seleras, Malang, 2010
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Bandung
1986
Wagiato Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama,
Bandung, 2013
B. Peraturan Perundan-Undangan
Kitab Undang-undang hukum pidana
Undang-undang republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Undang-undang republik indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
Undang-undang republik indonesia nomor 11 tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana anak
C. Sumber Lainya
https://www.scribd.com/doc/98090711/Batasan-Umur-Anak-Menurut-Idai
16 BIODATA PENULIS
NAMA : RIZKY ADITYA OKTARIANTO
TEMPAT TANGGAL LAHIR : TOLI-TOLI, 28 OKTOBER 1995
ALAMAT : JL. CUT MUTIA
EMAIL : rizkyadityaokta@gmail.com