• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keganasan Darah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keganasan Darah"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit keganasan darah dapat terjadi dari pembentukan sel darah yang abnormal dari proses pematangannya. Penyakit ini ditandai dengan pematangan abnormal dari limfosit dan mielosit. Dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti leukemia dan beberapa penyakit lainnya .Penyakit lekemia ditandai oleh adanya proliferasi tak ter-kendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadikarena adanya perubahan pada kromosom sel induk system hemopoetik.

Pada orang dewasa sistem hemopoetik dan limfoid ber-asal dari scl induk multipotensial dalam sumsum tulang. Selsistim hemopoctik adalah scl yang terus menerus berproliferasi,karena itu set ini lcbih potensial untuk bcrtransformasi menjadiset ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatikadan radiasi. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadikenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan pengham-batan pembentukan set darah lainnya dcngan akibat terjadinyaanemi, trombositopeni dan granulositopcni.Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awalonkogenesis dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktorintrinsik(host) dan ekstrinsik (lingkungan). Pengetahuan ten-tang patogenesis terjadinya lekemia diperolch bcrkat hasil pene-litian bcrbagai disiplin ilmu, terutama ahli gcnctik, ahli biologimolekul, ahli virus dan ahli imunologi.

Perkembangan teknik sitokimia, petanda imunologik sel,teknik genetika sel, dan adanya mikroskop elektron me-mungkinkan adanya pembagian atau subklasifikasi lekemia.

(2)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan hasil laporan ini antara lain adalah : 1. Tujuan instruksional Umum

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep-konsep dasar hemopoiesis, sehingga dapat menjelaskan peran sistem hematologi pada manusia sehat dan yang mengalami gangguan sistem hematologi. Dalam modul ketiga ini pengetahuan mahasiswa ditekankan pada penyakit-penyakit keganasan darah

2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mengetahui arti hematopoiesis, perannya, organ-organ yang terlibat didalamnya, serta proses terjadinya keganasan darah.

b. Menjelaskan pengertian keganasan darah dan klasifikasinya c. Menyebutkan faktor-faktor penyebab keganasan darah dan

menjelaskan penyakit-penyakit keganasan darah

(3)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Skenario

Seorang laki-laki umur 55 tahun, datang ke dokter keluarga karena mengeluh mudah lelah dan nyeri di punggung. Penderita Nampak pucat dan cepat capek. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan banyak sel plasma.

2.2 Masalah

Adapun masalah yang muncul dalam pembahasan skenario ini antara lain : 1. Definisi Keganasan Darah

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keganasan darah 3. Etiologi keganasan darah

4. Klasifikasi keganasan darah(penjelasan menyeluruh 5. Gambaran klinis penyakit-penyakit keganasan darah

6. Mekanisme terjadinya keganasan darah pada masing-masing penyakit keganasan darah

7. Epidemiologi dan prevalensi penyakit keganasan darah

8. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada skenario

9. Farmakokinetik dari terapi keganasan darah

10. Prevensi, promosi, dan rehabilitasi dari penyakit-penyakit keganasan darah

11. Hub. Nyeri punggung dengan rasa mudah lelah dan wajah pucat pada skenario

(4)

12. Hub. Keganasan darah dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario

13. Terapi yang dilakukan pada kasus di skenario dan Differential diagnose

2.2 Pembahasan Maasalah

DEFINISI KEGANASAN DARAH

Keganasan darah adalah proses neoplastik yang mengenai darah dan jaringan pembentuk darah beserta seluruh komponen – komponennya.

Leukimia adalah keganasan hematologik disertai gangguan diferensiasi pada bagian tingkatan sel induk hemolitik sehingga teradi ekspresi progresif dan kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang. Kemudian sel kimia beredar secara sistemik.

FAKTOR RESIKO

I. LMA (Leukemia Mieloblastik Akut) Faktor resiko :

1. Para pekerja industri : Radiasi ionik (benzene,merupakan zat leukomogenik)

2. Umur : usia 30 tahun ; 0,8 %, usia 50 tahun ; 2,7%, usia di atas 65 ; 13,7%

3. Tidak dipengaruhi oleh etnik /ras 4. Genetika : kromosom 21

5. Pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik II. ALL (Akut leukemia limfoblastik)

(5)

Faktor resiko :

1. Keturunan / genetik (kerusakan kromosom) 2. Anak anak

3. Lingkungan

4. Radiasi (benzena tinggi ; menyebabkan aplasia sum’’ tulang) 5. Kebiasaan ,cth:merokok (meningkatkan resiko pada saat usia 60

tahun)

III. CML ( Cronik mieloblastik Leukimia) Faktor resiko :

1. Genetik (kerusakan pada kromosom 22) 2. Usia 40 – 50 tahun, jarang pada usia muda 3. Pekerja industri (Radiasi ionik)

IV. CLL (cronik limfositik leukemia) Faktor resiko :

1. Usia : kurang dari 50tahun (10-15%) 2. Jenis kelamin : Pria > wanita

3. Sindrom Down 4. Kemoterapi

5. Pajanan zat kimia tertentu : benzena ,formaldehida 6. Radiasi dosis tinggi

(6)

V. Multiple Myeloma Faktor resiko :

1. Predesposisi Genetik (gangguan pada kromosom 1,13,14) 2. Laki laki > wanita

3. Ras afrika – amerika 4. Usia tua

5. Paparan radiasi

6. Rangsangan imun kronik

7. Paparan dari pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida, industri cat, metal, kayu, kulit tekstil, asbetos, bensin dan pelarut

VI. Macroglobulinemia Faktor resiko :

1. Laki – laki umur pertengahan dan lebih tua

ETIOLOGI

(7)

1. Belum diketahui

2. Faktor predisposisi pada populasi tertentu, exm : Benzene pada daerah industri penyamakan kulit dinegara berkembang, radiasi ionik, trisomi kromosom 21, pengobatan dg kemoterapi sitotoksik jangka panjang II. ALL ( Akut Limfoblastik Leukemia )

1. Belum diketahui 2. Faktor predisposisi

3. Exm : radiasi ionik, paparan benzene kadar tinggi, merokok, obat kemoterapi, infeksi virus epstein Barr, trisomi kromosom 21

III. CLL ( Kronik Limfosit Leukemia ) 1. Belum diketahui

2. Ada kemungkinan terlibatnya abnormalitas kromosom, onkogen dan retrovirus

IV. Multiple myeloma & waldenstroms Macrobulinemia 1. Keganasan sel B plasma

2. Pengaruh faktor genetik

KLASIFIKASI KEGANASAN DARAH

1. Penyakit mieloproliferatif (myeloproliferative disorders) terdiri atas : a. Leukimia mieloid akut

Dimana mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.

(8)

Neoplasma uniklonal dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoietic. Sifat alami neoplasmik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molecular tetapi defek kritis bersifat interinsik dan dapat diturunkan melalui progeny sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel meiloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikkan sel yang normal.

Klasifikasi morfologik yang umum dipakai ialah klasifikasi dari FAB : JENIS NAMA

Mo Acute myloid leukemia without differentiation M1 Acute myloid leukemia without maturation M2 Acute myloid leukemia withoutmaturation M3 Acute promyelocytic leukemia

M4 Acute myelomonocytic leukemia M5

i. ii.

Acute monocytic leukemia Subtipe M5a : tanpa maturasi Subtipe M5b : dengan maturasi M6 Erythroleukemia

M7 Megakaryocitic leukemia

M1+M2+M3 disebut sebagai acute myelobastic leukemia yang merupakan 75% dari seluruh ANLL. WHO membuat klasifikasi untuk leukemia mieloid akut, yang pada dasarnya merupakan klasifikasi MIC (morphology, immunophenotype, cytogenetis). Klasifikasi WHO mempunyai hubungan yang lebih baik dengan prognosis. Pentingnya nilai prognostik dari kelainan genetik diturunkan dengan jelas pada AML dengna recurrent chomosome translocations :t(15;17);t(8;21)(q22;q22 dan inv16(p13q22) yang menunjukkan prognosis yang lebih baik jika diobati dengan pengobatan yang tepat. Sebaliknya

(9)

AML dengan karyotipe kompleks, delesi parsial atau hilangnya kromosom 5 dan/atau 7 sering kali ditandai oleh multilineage dysplasia, positif terhadap multi-drug resistent glycoprotein disertai dengan respon yang tdak baik terhadap terapi.

b. Leukimia mieloid kronik

Peningkatan penghasilan klon sel-sel mieloid khususnya yang tidak terkawal di dalam sumsum tulang. CML ialah sejenis penyakit mieloproliferatif yang dipanggil kromosom Philadelphia

2. Penyakit mieloproliferatif lain: polisitemia vera, mielosklerosis dengan mieloid metaplasia, thrombositopenia esensial.

3. Penyakit limfoproliferatif terdiri atas : 1. Leukemia limfoid akut

Proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (di luar . sumsum tulang, seperti kelenjar getah bening dan lien) 2. Leukemia limfoid kronik

Gangguan limfoproliferatif, dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular, dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih. Limfosit abnormal adaah limfosit B dengan penanda CD19, CD20, CD23, dan CD5. Karena limfosit B berperan pada sintesis immunoglobulin, pasien dengan LLK mengalami insufisiensi sintesis immunoglobulin dan penekanan respon antibody.

3. Limfoma maligna (lymphomas)

Neoplasma ganas dari limfosit T atau B, yang bersifat solid. Pada fase lanjut kadang-kadang dapat juga menyebar secara sitemik. Pada umunya focus primer mulai dari kelenjar limfe, kadang-kadang dapat juga dari jaringan ekstranodal.

(10)

4. Penyakit imunoklonal (gamopati monoklonal). Dua jenis gamopati monoklonal yang sering dijumpai, yaitu :

1. Mieloma multipel (multiple myeloma)

Disakrasia sel plasma neoplastik yhang berasal dari satu klon (monoclonal) sel plasma, manifestasinya adalah proliferasi sel plasma, imatur dan matur dalam sumsum tulang. Konsekuensi klinisnya klinis sel plasma abnormal mencakup kerusakan tulang dan penggatian unsure sumsum tulang normal, menyebabkan anemia, trombositopenia, dan leucopenia ; perubahan fungsi imun, dengan resiko mendapat infeksi meningkat ; abnormalitas hemostatik dengan manifestasi perdarahan; dan kriglobulinemia dan hiperviskositas yang terkait dengan protein plasma komponen M. protein Bence Jones merupakan protein monoclonal rantai ringan yang berperan pada gagal ginjal.

2. Makroglobulinemia waldenstrom

Diskrasia sel plasma yang kurang, secara morfologis menyerupai limfoma ganas dengan limfosit B, sel plasma, dan limfosit plasmositosid (mirip dengan plasmid) yang menginfiltrasi sumsum tulang. Dengan berkembangnya penyakit, gambaran klinis adalah gamabaran limfoma atau leukemia limfositik kronik. Sering dijumpai keterlibatan jaringan hati, lien, dan jaringan limfosit lainnya, yang menyebabkan pembesaran organ-organ ini. Sel ganas jarang menimbulkan destruksi tulang tetapi mensintesis dan mengeluarkan banyak sekali IgM ke dalam ruang intravascular. Ini menyebabkan peningkatan volume plasma dan hiperviskositas berat. Immunoglobulin relative tidak berfungsi tetapi dapat menekan pembentukan immunoglobulin normal.

GAMBARAN KLINIS I. LMA

(11)

Pada LMA tidak selalu ditemukan leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA. Sedangkan 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan 85% kasus LMA.

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdaraan dan infeksi yang disebabkan olehh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau ptekia yang sering terjadi di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali disertai dengan DIC.

Pada pasien dengan angka leukosit tinggi >100ribu/mm3, sering terjadi leukostasis. Gangguan yang sering terjadi adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia.

II. LLA

Pada umumnya gejala klinis menggambarkan kegagalan susmsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumiulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.

III. LMK/LGK

LGK dibagi menjadi 3 fase, yakni: fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blas. Pada umumnya saat pertama didiagnosis sitegakkan, pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LGK ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan para operasi, dimana ditemukan leukositosis tanpa gejala-gejala infeksi.

(12)

Pada fase kronis pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan bb terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua gambaran tersebut merupakan hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.

setalah 2-3 yahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif. Ciri khas fase akselerasi adalah: leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit > 30%, dan trombosit <100.000/mm3. secara klinis, fase ini dapat diduga bila limfa yang sudah mengecil kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekismosis. Bila disertai demam, biasanya ada infeksi.

V. LLK

Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukan gejala. Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan bb dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali.

VI. MULTIPLE MYELOMA

1. Nyeri : terutama pada tulang-tulang yg fraktur kompresi 2. Gejala anemia : cth, letargi , kelemahan, terlihat pucat

3. Infeksi berulang, berkaitan dengan kekurang produksi antibody

4. Nefropati : fungsi ginjal terganggu bila kapasitas absorbsi dari rantai berat mengalami kelelahan.

(13)

5. Kecenderungan perdarahan abnormal 6. Terkadang terdapat macroglosia 7. neuropati

VII. MACROGLOBULINEMIA 1. Letih dan kehilangan berat badan

2. Sindroma hiperfiskositas: gangguan penglihatan, letargi, kebingungan, kelemahan otot, gejala sistem syaraf, dan payah jantung.

3. Limfodenopati sedang dan pembesaran hati dan limpa sering terlihat. 4. Terdapat infeksi yang berulang

5. Anemia normocrom normositer yang disebabkan karna pengenceran darah atau hemodelusi

MEKANISME TERJADINYA KEGANASAN DARAH

Proses terjadinya lelukemia akut adalah dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologic atau turunannya. Proliferasi dari kegenasan sel ini mengahasilkan sel lelukemia yang akan mengakibatkan :

1. Penekanan hemopoiesis normal sehingga terjadi bone failure

2. Infiltrasi sel leukemia kedalam organ sehingga menimbulkan organomegali 3. Katabolisem sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik

EPIDEMIOLOGI DAN PREVALENSI I. LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

(14)

Di negara maju LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukimia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%).

Indensi LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara eksponensial seiring dengan meningkatnya usia. Insidensi LMA pada orang usia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%.

II. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Indensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun. Dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya 3-5 tahun, LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunya risiko 20% untuk berkembang menjadi LLA. III. LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIS

20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfosotik kronik. Pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebi progesif.

IV. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK

Usia rata-rata pasien 65 tahun, hanya 10-15% < 50 tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000. pada populasi geriatri, insidens di atas 70 tahun sekitar 50/100.000. risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan relatif pada pria tua adalah 2,8 : 1 perempuan tua.

V. MULTIPLE MYELOMA

MM merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari tumor hematologik. MM merupakan keganasan hematologik tersering kedua di amerika serikat. Umur median penderita rata-rata 65 tahun, meskipun kadang-kadang MM terjadi pada umur dekade ke dua. Penyakit ini menyebabkan kematian rata-rata 12.000 orang per tahun di amerika serikat. Di Inggris terdapat angka kematian tahunan rata-rata 9

(15)

orang perjuta penduduk. Kejadian MM dua pertiga lebih tinggi pada laki-laki orang kulit hitam dibandingkan dengan wanita, dengan kejadian yang lebih tinggi secara signifikan pada laki-laki setiap populasi di Amerika serikat. Di poli Hematologi bagian penyakit dalam RSCM Jakarta rata-rata berumur 52 tahun, laki-laki lebih sering daripada wanita.

VI. MACROGLOBULINEMIA

Penyakit ini jarang ditemukan, namun sering ditemukan pada laki-laki umur pertengahan dan lebih tua. Umur rata-rata penderita wandenstorm pada waktu diagnosis kira-kira umur 60 tahun

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Tujuan Hasil Hitung darah lengkap

(Complete Blood Count) dan apusan darah tepi

normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis

o Hiperleukositosis (>100.000/mm3) pada 15 % pasien dan dapat >200.000/mm3 o Proporsi sel blas pada

hitung leukosit bervariasi (0-100%) ± 1/3 pasien mempunyai hitung trombosit <25.000/mm3 Aspirasi dan Biopsi

sumsum tulang

Konfirmasi diagnosis dan klasifikasi

Apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas sangat banyak, >90% sel berinti pada LLA dewasa.

(16)

Sitokimia Membedakan LLA dari LMA

Pada LLA pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil negatif Imunofenotip (dg

sitometri arus/flow cytometri)

Diagnosis dan klasifikasi LLA

Pada sekitar 15%-54% LLA dewasa ditemukan ekspresi antigen mieloid (CD13, CD15, dan CD33)

Sitogenetik Memberikan informasi prognostik

o Ditemukannya translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) pada LLA sel B o Ditemukannya

kromosom

philadelphia yang khas untuk leukimia mielositik kronik Biologi molekular (Dilakukan bila analisis

sitogenetik rutin gagal)

o Deteksi t(12;21) o Deteksi gen

BCR-ABR

Pemeriksaan lainnya (dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersikulasi masih kontroversi)

Kelainan metabolik Punksi lumbal cairan serebrospinal

(17)

FARMAKOLOGI DARI TERAPI KEGANASAN DARAH I. Leukemia limfoblastik akut (LLA)

Terapinya dengan :

1. Terapi spesifik : dalam bentuk kemoterapi Kemoterapi :

a. Fase induksi remisi

Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi , yaitu dimana kedaan dimana keadaan klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%, yang ditemukan sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi

1. Obat

i. Vincistrine (VCR) : 1,5 mg/m2/minggu ,i.v ii. Prednisone (Pred) : 6 mg/m2/hari , oral

iii. L Asparaginase (L asp) : 10.000 u/M2

iv. Daunorubicin (DNR) : 25 mg/m2/minggu-4 minggu 2. Regimen untuk ALL dengan risiko standar

i. Pred + VCR

ii. Pred + VCR + L Asp

3. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau pada orang dewasa : i. Pred + VCR + DNR dengan atau tanpa L asp

(18)

b. Fase post remisi

a. Terapi untuk sanctuary phase ( membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis )

i. Tripel IT : intrathecal methotrexante (MTX), Area C ( cytosine Arabinosid ) dan dexamenthason

ii. Cranial radiotherapy ( CRT )

b. Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian regimen noncrossresistant terhadap regimen induksi remisi c. Terapi pemeliharaan ( maintenance )

6 mercaptopurine (6 MP ) per oral dan MTX tiap minggu . diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi kinsolidasi atau intensifikasi Mempertahankan remisi selama mungkin menuju kesembuhan , dengan:

a. Kemoterapi lanjutan I. Terapi konsolidasi II. Terapi pemeliharaan III. Late intensification

b. Transplantasi sumsum tulang : berupa terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, trutama yang berusia dibawah 40 thun.

2. Terapi suportif

Untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga mengatasi efek samping obat .

(19)

a. Terapi untuk mengatasi leukemia : transfusi PCR untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl, untuk calon transplantasi sumsum tulang , transfusi darah sebaiknya dihindari.

b. Terapi untuk mengatasi infeksi , i. Antibiotika adekuat

ii. Transfusi konsentrat granulosit iii. Perawatan khusus

iv. Hematopoietic growth factor c. Terapi untuk mengatasi perdarahan

i. Transfusi konsentrat trombosit untuk mengatasi trombosit minimal 10x106 / ml

ii. Pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC

d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain

i. Pengelolaan leukostasis : dengan hidrasi intravenous dan

leukapheresis. Segera dilakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit

ii. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan alkalinisasi urin.

II. Leukemia mieloblastik akut 1. Induksi remisi

(20)

a. Three plus seven regimen , Daunorubicin : 60 mg/m2/hari, i.v , hari 1-3 Ara-C : 200 mg/m2/hari , i.v kontinu selama 7 hari

b. Regimen DAT ( daunoribucin, ARA-C dan 6 thioguanin = 6 TG)

c. Mitoxantrone atau etoposide pada kasus dengan cadangan jantung yang compromised

d. High dose Ara-C = HIDAC, Ara-C diberikan 1-3 g/m2 setiap 12-24 jam sampai dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3 , yaitu hari 8-10 , disebut sebagai regimen 3+7+3

e. Untuk induksi remisi pada kasus AML-M3 ( lelukemia promielositik akut ) daunorubisin digabungkan dengan ATRA ( all-transretinoic acid) untuk kasus yang relap diberika arsenic trioxide.

2. Terapi postremisi

a. Konsolidasi /intensifikasi

2-6 siklus Ara-C dan 6TG dengan atau tanpa DNR dapat juga diberikan ARA-C dosis tinggi

ataupun amsacrine. b. Terapi pemeluharaan

Umumnya, dengan terapi perorall jangka panjang ( manfaatnya masih diperdebatkan )

c. Imunoterapi

Dengan BCR ( manfaatnya masih belum terbukti)

(21)

a. Merupakan terapi postremisi yang memberikan harapan penyembuhan b. Efek samping : pneumonia interstitial (cytomegalivyrus) grafr versus

host disease, dan graft rejection

c. Hasil baik jika umur penderita <40 tahun

d. Sekarang lebih sering diberikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari darah tepi.

Terapi :

Perbaikan keadaan umum : anemia diberikan dengan transfusi darah dengan PCR ( Packed Red Cell ) atau darah lengkapp. Trombositopeni yang mengancam diatasi dengan transfusi konsentrat trombosit. Apabila ada infeksi diberikan antibiotika yang adekuat. Terapi spesifik seperti terapi leukemia pada umumnya dimulai dengan tahap induksi : doxoribucin 40 mg/mm2 BB hari 1-5 , dilanjutkan dengan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam hari I-IV. Untuk pasien usia diatas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3 hari dan Ara C 5 hari.

Obat pengganti Adriamycin adalah farmorubicin.

Dilakukan evaluasi klinis dan hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir minggu ketiga.

Apabila tidak terjadi remisi atau remisi hanya bersifat parsiil maka terapi harus diganti dengan regimen lain.

Apabila terjadi remisi lengkap maka dimulai tahap konsolidasi . pada tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm2 hari I-II dan Ara C I-V .regimen ini diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu . apabila keadaan memungkinkan maka diberikan cangkok sumsum tulang pada saat terjadi remisi lengkap.

(22)

Penderita LLK yang asimptomatik dapat hidup bertahun-tahun tanpa keluhan Indikasi terapi

1. Anemia , jika diakibatkan LLK-nya (stadium lanjut) maka terapi ditujukan untuk LLK-nya dengan : chlorambucil 0,1-0,2 mg/kg BB , apabila leukosit menurun sampai 50% maka dosis diturunkan sampai 5% , dan obat dihentikan apabila jumlah leukosit 5000 mm3 .apabila anemia disebabkan komplikasi hemolisis diberikan prednisone 40-60 mg/m2/hari

2. Perdarahan yang diakibatkan trombositopeni juga diberikan prednison 40-60 mg/m2/hari apabila tidak ada perbaikan vincistrin 2 mg/minggu diberikan secara intravena.

Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan cholorambucil maka diberikan terapi kombinasi berupa , cyclofosfamide 300 mg/m2 per hari 1-5 : Vincistrine 2 mg I.V hari 1 , prednisone 40 mg/m2 per os hari 1-5, terapi kombinasi ini diberikan setiap 3 minggu sampai terjadi remisi lengkap.

IV. Leukemia Mielositik Kronik ( LMK )

Pengobatan dengan kemoterapi intermitten, dengan hidroksiurea dan alfa-interferon. Uji klinis menggunakan homoherringtonine suatu alkaloid tanaman, dan sitosin arabinosid, suatu antimetabolit, terbukti efektif pada lebih dari 65% pasien.

Sebagian besar pengobatan menyebabkan hematopoiesis dan pengurangan ukuran lien. Interferon mengurangi jumlah sel kromosom Philadelphia, yang meningkatkan manfaat harapan hidup sekarang dianjurkan sebagai terapi gratis pertama pada fase kronik.

Obat oral baru STI 571, inhibitor tirosin kinase , dengan menghambat tirosin kinase , STI 571 menghambat proliferasi gen BCR/ABL. Nama dagang gleevec,

(23)

dan karena telah ditoleransi , efek samping minimal. Tujuannya untuk mengeradikasi kromosom Philadelphia secara lengkap t(9;22), serta gen BCR-ABL dan mendapat penyembuhan.

V. Mieloma Multiple

Kemoterapi baru harus diberikan jika jelas ada progresi penakit, kebanyakan pada fase simptomatik penyakit, tetapi yang efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup.

Obat pengalkil seperti melphalan dan siklofosfamid dalam hal ini sangat efektif. Kemoterapi dengan melphalan dan prednisone menunjukkan angka respon yang tinggi 50-60%.

Pendekatan terapi :

a. Kemoterapi dosis tinggi dikomkbinasi dengan stem sel perifer autologus b. Agen biolitik spesifik termasuk taladomid yang diberikan dalam bentuk

kombinasi yang dengan dexametason dosis tinggi dan atau inhibitor proteosom

c. Kemoterapi konvensional ( Vincistrine , duksorubisin dan dexametason, melphalan dan prednisone.

Pada stadium I : terapi tidak dilakukan karena tidak ada bukti klinis yang menunjukkan terapi pada stadium asimptomatik akan memperpanjang survival. Pada stadium lanjut ( II atau lanjut ) :

o Terapi bersifat individual tergantung faktor kormobiditas, status kebugaran, resiko dan prognosis

o Pasien bukan kandidat transplantasi , umur > 65 tahun diberikan terapi regimen/agen konvensional . agen konvensional primer

(24)

( melphalan/prednisone, vinkristin/doxorubicine (VAD), dexametason, talidomit, dan interferon.

Terapi terbaru dari MM : 1. Talidomit

Regimen standar yang dipakai adalah Thalidomide-Dexamethason. a. Thalidomide 200 mg selama 4 minggu

b. Dexamethasone 40 mg/mm per oral, hari 1-4, hari 9-12, hari ke 17-20 c. Thalidomide – dexamethason memberikan respon yang lebih baik dari

dexamethasone saja. Diulang tiap 4 minggu.

d. ES : berupa thrombosis vena dalam rash, neuropati dan bradikardi.

2. Analog talidomit : Revimid/Actimid Regimen analog talidomid RevDex : a. Linalidomide 25 mg/hari po hari 1-21

b. Dexamethason 40 mg/hari po hari 1-4, 9-12, 17-20 c. Rev/Dex diulang tiap 28 hari

d. MM baru terdiagnosis mencapai respon obyektif sebesar 91% dengan Rev/Dex

e. ES : rasa lelah, kelemahan otot , pneumonitis, rash dan anxietas. 3. Bortezomid ( Velcade )

a. Kombinasi bortezomib plus dexamethason, atau boertezomib plus dexamethason dan regimen basis bortezomid lainnya.

(25)

b. Bortezomib plus dexamethason memberikan respon yang lebih tinggi dibandingkan regimen VAD

c. Bortezomib diberikan 1,3 mg/m2 iv hari ke 1,4,8,11 diulang tiap 21 hari d. Dexamethason 20 mg sehari sebelum dan pada hari terapi bortezomib

diberikan

e. Terapi diberikan selama maksimal 8 siklus

f. ES: trombositopenia, neutropenia, anemia, neuropati dan hipotensi. 4. Arsenic Trioxide ( ATO/ Trisenox )

Menghambat tumor angiogenesis sehingga menginduksi apoptosis dari lini sel-sel maligna hematopoitik, termasuk miolema multiple.

5. Genasense BCI-2 antibodi

VI. Waldestrom ( Makroglobulinemia )

1. Sindroma hiperviskositas akut : plasmaferesis berulang, terutama IgM terutama intravascular, ini lebih efektif dari paraprotein IgG atau IgA ketika banyak dari protein ini ekstravaskular dan akan mengisi kembali kompartemen plasma.

2. Terapi penunjang : transfusi untuk anemia, antibiotika untuk infeksi

3. Zat pengalkilasi oral ( klorambusil, siklofosfamid atau melfalan ) sendiri atau kombinasi dengan prednison adalah obat yang paling banyak digunakan , ini mengurangi infiltrasi sumsum tulang dan merendahkan konsentrasi IgM serum. Fludarabine ( 25 mg/m2 pehari selama 5 hari setiap 4 minggu) atau cladribine ( 0,1 mg/kg/selama 7 hari setiap 4 minggu ) merupakan kemoterapi tunggal yang sangat efektif.

(26)

PREVENSI, REHABILISASI DAN PROMOSI PENYAKIT-PENYAKIT KEGANASAN DARAH

I. Leukimia Megaloblastik Akut (LMA) a. Prevention:

1. Menghindari senyawa kimia (Benzene) yang banyak di gunakan untuk industry penyamakan kulit yang banyak di negara yang sedang

berkembang

2. Menghindari radiasi ionik.

3. menghindari pengobatan kemotrapi sitotosik pada pasien. b. Promotion:

1. Pemberitahuan kepada orang tua atau keluarga dan kerabat yang mempunyai penyakit heredetar seperti:

a. Sindrom Down kerena mempunyai resiko karena mempunyai resiko 10 hingga 18 lebih tinggi untuk penderita leukeumia

b. Sindrom Bloon dan Penderta leukimia.

2. Senelum melakukan kemoterapi jenis alkylating agent dan topoisomerasi II inhibitor harus mengutarakan akibat jangka panjang seperti penyakit mioloma, limpoma, multipel, kanker payudara, kanker ovarium .

(27)

c. Rehabilitation:

1. Skrinning awal : untuk mendeteksi kemungkinan adanya infeksi, gangguan fungsi jantung dan adanya koagulopati

2. Leukoparesis emergensi : ditujukan untuk penderita yang mempunyai angka leukosit pra-terapi yang sangat tinggi (>100.000/mm³)

3. Regimen kemoterapi

4. Fase induksi : regimen kemoterapi yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemik secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit

5. Fase konsolidasi : lanjutan dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi

6. Terapi suportif : berupa penggunaan antibiotika dan transfuse komponen darah

II. Leukemia Limfoblas Akut a. Prevention:

1. Menghindari radiasi ionik.

2. Menghindari paparan dengan benzena kadar tinggi dapat menyebabkan aplastik sumsum tulang kerusakan kromosom dan leukimia.

3. Menghindari rokok karena pada usia 60 dapat meningkatkan resiko LLA. 4. Menghindari obat kemoterapi

5. Menghindari virus Epstain Barr. b. Promotion:

(28)

1. Pemberitahuan kepada orang tua atau keluarga dan kerabat yang mempunyai penyakit heredetar seperti:

a. Sindrom Down kerena mempunyai resiko karena mempunyai resiko 10 hingga 18 lebih tinggi untuk penderita leukeumia.

b. Sindrom Wiskott Aldrich. c. Rehabilitation:

Keberhasilan terapi LLA terdiri dari control sum-sum tulang dan penyakit sistemiknya, juga terapi/ pencegahan susunan saraf pusat. Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5 3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia.

Terapi LLA dibagi menjadi :

1. Induksi remisi. Tujuannya adalah untuk eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sum-sum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal. Terapi ini terdiri dari prednisone, vinkristin dan antrasiklin (umumnya daunorubisin) dan juga L-asparginase. Tambahan obat seperti siklofosfamid, sitarabin dosis konvensional/ tinggi, merkaptopurin dapat diberikan seminggu sekali, dosisnya 30-60 mg/m2.

2. Terapi intensifikasi/ konsolidasi

Terapi ini bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. Terapi ini dilakukan 6 bulan sekali.

3. Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6 merkaptopurin setiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun.

(29)

Sekitar 50-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relaps pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.

5. Transplantasi sum-sum tulang

Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sum-sum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama.

III. Leukimia Limfostik Cronik a. Rehabilitation:

1. Kemoterapi tunggal

Klorambusi mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan dinerikan sepanjang terhadap respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan.

Siklofosfamid diberikan dengan dosis per oral 200 mg/m2/ hari selama 5 hari atau pemberian intermitennsetiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 i.v pada hari 1. Asupan cairan 2-3 liter/ hari.

Efek samping : mual, muntah, rambut rontok, supresi sum-sum tulang dan sistitis.

Diberikan profilaksis asam urat yaitu allopurinol (dosis 300 mg/ hari. 2. Kemoterapi kombinasi

Diindikasikan pada pasien CLL yang gagal terhadap terapi tunggal. Terapi yang direkomendasikan adalah : Siklofosfamid, vinkristin dan prednisone (COP).

(30)

Dosis : siklofosfamid 300 mg/m2 per oral hari 1-5 atau 700 mg/m2 i.v hari 1. Vinkristin 2 mg i.v. prednisone 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin 25-5-mg/m2 i.v hari 1.

IV. Cronik Mielogenosa Leukimia (CML) a. Rehabilitation:

Terapi CML tergantung pada fase penyakit, yaitu : 1. Fase kronik

Obat pilihan :

a. Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kg BB/ hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sum-sm tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.

b. Hydroxiurea, memerluakan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya. Keganasan sekunder hampir tidak ada.

c. Interferon alpha biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hydroxiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hematologic pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5-10% kasus.

2. Terapi fase akselerasi: sama dengan terapi leukemia akut., tetapi respons sangat rendah.

(31)

3. Transplantasi sum-sum tulang : memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogenik peripheral blood stem cell transplantation. Modeus terapi ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan kesembuhan total. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate dapat menduduki ATP-binding site of abloncogen sehingga dapat menekan aktivitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid.

V. CRONIK LIMFOSITIK LEUKEMIA (CLL) a. Rehabilitation:

1. Kemoterapi tunggal

Klorambusi mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan dinerikan sepanjang terhadap respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan.

Siklofosfamid diberikan dengan dosis per oral 200 mg/m2/ hari selama 5 hari atau pemberian intermitennsetiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 i.v pada hari 1. Asupan cairan 2-3 liter/ hari.

Efek samping : mual, muntah, rambut rontok, supresi sum-sum tulang dan sistitis.

Diberikan profilaksis asam urat yaitu allopurinol (dosis 300 mg/ hari. 2. Kemoterapi kombinasi

Diindikasikan pada pasien CLL yang gagal terhadap terapi tunggal. Terapi yang direkomendasikan adalah :

(32)

Dosis : siklofosfamid 300 mg/m2 per oral hari 1-5 atau 700 mg/m2 i.v hari 1. Vinkristin 2 mg i.v. prednisone 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin 25-5-mg/m2 i.v hari 1.

VI. MULTIPLE MIOLEMA a. Promotion

1. Pasien diberi keterangan mengenai penyakitnya dan terutama ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat disembuhkan.

2. Kemoterapi. Tetapi baru harus diberikan jika jelas ada progresi penyakit, dan efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup.

b. Rehabilitation:

1. Pasien diberi keterangan mengenai penyakitnya dan terutama ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat disembuhkan.

2. Kemoterapi. Tetapi baru harus diberikan jika jelas ada progresi penyakit, dan efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup. 3. Terapi. Terapi terbaru dari MM saat ini adalah :

i. Talidomit

regimen standar yang dipakai saat ini adalah thalidomide-Dexamethasone :

o Thalidomide 200 mg diberikan selama 4 minggu

o Dexamethasone diberian 40 mg/m2 peroral, hari 1-4, hari 9-12, hari 17-20.

(33)

o Thalidomide-Dexamethasone memberika respon yang lebih baik dari dexamethasone saja (63% vs 41%)

o Thalidomide-Dexamethasone ini diulang tiap 4 minggu. o Efek samping berupa thrombosis vena dalam, rash,

neuropati, dan bradikardi. ii. Analog talidomit : Revimit/Actimit

Regimen analog talidomit RevDex :

o Linalidomide diberikan 25 mg/hari po hari 1-21

o Dexamethason diberikan 40 mg/hari po hari 1-4, 9-12, 17-20.

o Rev/dex diulang tiap 28 hari.

o MM baru terdiagnosis mencapai respons objektif sebesar 91% dengan Rev/dex

o Efek samping : rasa lelah 15%, kelemahan otot 6%, pneumonitis 6%, rash 6%, dan axietas 6%

iii. Bortezomib

o Kombinasi bortezomib plus dexamethason, atau bortezomib plus doxorubicin, dexamethason dan regimen basis bortezomib lainnya yang memberikan respon klinik sebesar 70-90%

o Bortezamib plus dexamethason memberikan respons yang lebih tinggi dibandingkan regimen VAD.

o Bortezamib diberikan 1,3 mg/m2 iv hari ke 1,4,8,11 diulang tiap 21 hari.

(34)

o Dexamethason 20 mg sehari sebelum dan pada hari terapi bortezomib diberikan.

o Terapi diberikan selama maksimum 8 siklus.

o Efek samping : trombositopenia 30%, neutropenia 14%, anemia 10%, neuropati 8% dan hipotensi.

1) Arsenic Triokside (ATO/Trisenox)

Menghambat tumor angiogenesis sehingga akan menginduksi apoptosis dari lini sel-sel maligna hematopoetik, termasuk MM. Jika progresi terjadi selama terapi dengan MP maka dapat digunakan kombinasi obat lain. Dalam usaha meningkatkan waktu remisi dan ketahanan hidup penderita MM pada tahun-tahun terakhir ini dipertimbangkan penanganan terapi mieloblatif (dosis tinggi kemoterapi dan radioterapi tubuh total) dilanjutkan dengan transplantasi sum-sum tulang autologus (sel induk perifer)/ alogenik (transplantasi sum-sum tulang) oada penderita yang relative masih muda.

c. Radioterapi

Radioterapi diperlukan untuk penderita dengan fraktur patologik, lesi osteolitik yang besar dalam tulang pipa yang panjang, plasmasitoma diluar tulang dan pada jejas melintang sebagai akibat kompresi medulla spinalis VII. MIKROGLOBULINEMIA WALDENSTROM

a. Rehabilitation:

1. Sindroma hiperviskositas akut : plasmaferesis berulang. Karen IgM terutama intravascular, ini lebih efektif daripada dengan paraprotein IgG atau IgA ketika banyak dari protein ini ekstravaskular dan dengan begitu mengisi kembali kompartemen plasma.

(35)

3. Zat pengalkil oral (klorambusil, siklofosfamis atau melfalan), sendiri atau dalam kombinasi dengan prednisone adalah obat yang paling banyak digunakan, ini mengurangi infiltrasi sum-sum tulang dan merendahkan konsentrasi IgM serum. Fludarabine (25 mg/m2 perhari selama 5 hari setiap 4 minggu) atau cladibrine (0,1 mg/kg perhari selama 7 hari setiap 4 minggu) merupakan kemoterapi tunggal yang sangat efektif.

Hub. Nyeri punggung dengan rasa mudah lelah dan wajah pucat pada skenario Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang.Terjadinya anemia, akumulasi sel-sel limfoblas ganas disumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel normal di darah perifer, dengan manefestasi muka pucat dan mudah lelah

Terapi yang dilakukan pada kasus di skenario dan Differential diagnose

Multiple Miolema CLL ALL

Usia o Lansia (> 50 th) o <20 tahun (jarang) o Lansia (> 5o th) o Lk : Pr (2:1) o Anak < 15 th ; o 3-4 th (terbanyak) o 20%pada orang dewasa (semua golongan usia) o Lk : Pr (5:4) Manifestasi klinis o Anemia o Sakit kepala o Penekanan respons AB o Mudah o Anemia o Hepatomegali, splenomegali,

(36)

o Gangguan penglihatan o Mual o Muntah o Anoreksia

o Nyeri tulang (pada daerah yang menanggung BB, bisa menyebabkan fraktur) o Gagal ginjal terinfeksi (kulit,paru-paru) o Hepatomegali , splenomegali, limfadenopati (cepat kenyang, BAB tidak teratur) o Anemia dini limfadenopati. o Malaise o Demam o BB menurun o Keringat malam o Mudah terinfeksi o Terjadi perdarahan o Nyeri tulang dan

sendi Pemeriksaa n lab. o Hiperviskositas o SDM menurun o Sel plasma meningkat o Hiperkalsemia o Trombositopenia o Limfosit meningat (sel B) o SDM menurun o trombositopen ia o SDM menurun o Trombositopenia o Granulosit menurun Terapi ( pengobata n ) o Kombinasi 1 (prednison, melfalan) o Kombinasi 2 (carmustine, prednison,melfalan, o Klorambusil o Siklofosfamid o Fludarabin o Antibodi monoklonal o Kemoterapi pada BM dan SSP o Kombinasi obat (vinkristin, prednison, L-asparaginase,

(37)

vinkristin, adriamycin,deksame tason) o Terapi radiasi (untuk mencegah kelumpuhan) o Bifosfonat (infus bulanan) (rituximab, campath 1H) siklofosfamid, antrasiklin/daunoru bisin) o Transpalntasi BM (terutama pada orang dewasa; anak-anak bila remisi < 18 bulan)

(38)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil diskusi yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa differential diagnose pada kasus diatas adalah Miolema Multiple, akut limfoblastik leukemi dan kronik limfositik leukemi. Namun, masih perlu pemeriksaan lebih lanjut lainnya untuk menegakkan diagnosis pasti.

3.2 Saran

Sebagian besar penyakit pada kasus keganasan darah disebabkan oleh adanya paparan zat-zat kimia dan radiasi. Oleh karena itu, sebaiknya faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit keganasan darah ini dihindari. Pengobatan lebih awal lebih baik dilakukkan untuk mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya kajian seperti ini, diharapkan satu Video Dokumentari Pendidikan (CD ROM) Pembelajaran Pengorganisasian yang baik dapat dihasilkan bagi meningkatkan lagi

&#34; Saya akui bahawa kajian kes yang bertajuk Pembinaan Sistem Pangkalan Data Pusat Sumber KUiTTHO: Kajian Terhadap Penggunaan Pusat Sumber JPTV, FTK KUiTTHO Dengan

Ambil kembali glutamat  via transporter glutamat ke terminal saraf melalui di membran sel ke. Glia: glutamin  Glutamat oleh enzim

Maka begitulah, akhirnya Midkhol Huda sejak saat itu dipercaya untuk memimpin pondok dan lembaga pendidikan yang ada dan akhirnya para santri dan masyarakat serta para guru yang

Tata kelola data, di sisi lain, berfokus pada menciptakan konteks bagi organisasi untuk menyelaraskan upaya pengelolaan data dengan tujuan bisnis, mendukung kepatuhan

Informasi yang terkandung dalam presentasi ini tidak dimaksudkan untuk memenuhi syarat, menambahkan atau merubah informasi yang telah diungkapkan menurut ketentuan

Setelah melakukan percobaan dengan cara mengganti IP address tersebut dengan IP address yang lain, namun IP address tersebut tidak ada di dalam suatu jaringan, maka