• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

23

Simulasi Model

Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau diharapkan di masa yang akan datang.

Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, simulasi adalah bagian integral dari pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap perilaku suatu data historis.

Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam pengembangan komoditas dan produk unggulan bErrorientasi pasar yang dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah 1 182 160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program pengembangan rumput laut nasional.

2. Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk mematok 50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang.

5

AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

Dalam pengembangan agribisnis rumput laut, perlu dibentuk suatu sistem penyerasian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan, hukum, kelembagaan dan sistem pemasaran. Potensi produksi dan potensi pengembangan rumput laut dari subsistem hilir sampai dengan subsistem hulu perlu untuk diberdayakan. Pelaku-pelaku dibidang agribisnis rumput laut sangat beragam, dimulai dari pembudidaya rumput laut, pedagang, pengumpul, pengolah serta pemerintah. Pada sistem agribisnis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia ini ada beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain antara lain yaitu subsistem budidaya, subsistem pengolahan serta subsistem pemasaran. Indonesia memiliki 5 provinsi penghasil rumput laut, yaitu provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, NTB dan Bali (Tabel 3).

(2)

24

Tabel 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia (ton)

Tahun Sulsel Sulteng NTT NTB Bali Lainnya Jumlah 2007 630 741 190 073 504 699 75 509 152 226 210 942 1 766 197 2008 648 528 287 268 696 273 86 000 129 095 295 888 2 145 060 2009 774 026 713 562 498 422 147 251 135 811 692 475 2 963 556 2010 1 245 771 728 279 347 726 162 411 99 481 1 329 339 3 915 017 2011 1 506 264 758 910 377 200 290 700 106 398 2 128 718 5 170 201 Rata-rata per tahun

2007-2011 (ton) 961 066 535 618 484 864 152 374 124 602 931 472 3 192 006 Rata-rata peningkatan 2007-2011(%) 26 51 -3 43.6 -7.4 81.6 31

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (data diolah)

Dalam periode 5 tahun (2007-2011), produksi rata-rata tahunan tertinggi dicapai oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan produksi 2 260 534 ton, kemudian Sulawesi Tengah dengan produksi 535 618.4 ton dan NTT dengan produksi 484 864 ton. Selama kurun waktu tersebut, produksi rumput laut di kelima provinsi utama cenderung meningkat yaitu 26-51 persen kecuali NTT dan Bali yang mengalami penurunan dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan gelombang yang merusak proses budidaya. Kelima provinsi utama budidaya rumput laut tersebut rata-rata mengalami fluktuasi produksi yang disebabkan oleh dominannya faktor alam pada budidaya yang bersifat water-based aquaculture sehingga memerlukan campur tangan pemerintah yang relatif tinggi.

Budidaya Rumput Laut

Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) diawali dengan pemilihan lokasi lahan budidaya. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Secara umum persyaratn pemilihan lokasi budidaya tersebut yaitu:

1. Perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat. Ombak dan angin yang kuat akan menghalangi penanganan tanaman. Arus air yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan. Tumbuhan akan bersih, karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik karena ada kesempatan menyerap nutrisi (makanan) dari air dan proses fotosintesis tidak terganggu. 2. Kedalaman perairan sekitar 60 cm pada saat surut terendah dan sekitar 210 cm

saat pasang tertinggi. Hal tersebut untuk memberikan cahaya matahari yang cukup selama proses fotosintesis.

3. Memiliki kualitas air peairan yang ideal yaitu dengan suhu berkisar 27-30º C, salinitas antara 15-38 permil dengan kondisi optimum pada 30 - 37 permil dan pH yang cenderung basa.

4. Tipe dasar perairan dengan substrat daerah terumbu karang yang dasarnya terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Hal ini dimaksudkan agar rumput laut dapat terhindar dari hempasan ombak besar. 5. Tersedianya sediaan rumput laut alami di sekitar lokasi budidaya. Adanya

sediaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa perairan tersebut cocok untuk membudidayakan rumput laut secara massal selain itu sediaan rumput laut

(3)

25 tersebut juga dapat digunakan sebagai cadangan sediaan bibit, sehingga dapat mengurangi biaya produksi (Aslan 1995).

Menurut Indriyani dan Suminarsih 2005, setelah pemilihan lokasi dilakukan dan ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah pemilihan bibit rumput laut yang baik. Bibit yang baik harus muda, bersih dan segar agar memberikan pertumbuhan yang optimum. Cara pemetikannya yaitu dengan mengambil ujung-ujungnya dan dipotong kira-kira sepanjang 10-20 cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena bagian ini dari sel jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu setelah pengikatan bibit pada tali ris selesai. Setelah pengambilan bibit selanjutnya dilakukan penanaman yaitu dengan memasukan bibit rumput laut ke dalam air di lokasi budidaya. Penanaman rumput laut Eucheuma sp ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu seperti metode lepas dasar, rakit apung maupun tali gantung serta metode tebar untuk rumput laut Gracilaria sp.

1. Metode lepas dasar. Metode ini cocok untuk lokasi dengan kedalaman perairan saat surut antara 30-60 cm. Luas penggunaan metode lepas dasar ialah 10 x 10 m² untuk satu unit. Sebelum dilakukan penanaman, lebih dahulu disiapkan bahan-bahannya seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang satu meter, tali ris bergaris tengah 4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm, tali rafia serta alat bantu lain seperti pisau, palu dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang terbuat dari bahan polietilen. Setelah persiapan tersebut selesai maka dimulai penanaman dengan memotong batang-batang muda rumput laut seberat kira-kira 100 gr lalu diikatkan pada tali ris sepanjang 3 m dengan tali rafia. Jarak masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris pada tali ris utama. Pengikatan atau penanaman batang-batang rumput laut muda ini dilakukan di darat pada saat air sedang surut. Sementara itu di lokasi budidaya, ditancapakan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kira-kira 0.5 m. Jarak tiap patok dalam barisan antara 0.5-1 m dan jarak setiap baris adalah 2.5 m. Patok-patok yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan dengan tali ris utama. Sedangkan tali ris yang berisi tanaman, masing-masing direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mendapat kandungan karaginan yang lebih baik serta tingkat pertumbuhan 3-6 persen/ hari.

2. Metode rakit apung. Metode ini cocok dengan kedalaman perairan saat surut lebih dari 60 cm. Satu unit rakit apung ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang disusun dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah pengikatan bibit selesai dan pada saat laut tidak berombak besar serta dilakukan di darat. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah bibit rumput laut, potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiamter 4 mm dan 12 mm serta jangkar dari besi, bongkah batu atau adukan semen pasir. Proses penanamannya dimulai dengan memotong kayu dan bambu serta dirangkai dan diikatkan persegi panjang. Setiap sudut dan tengahnya diikatkan bambu yang memalang untuk meperkokoh bentuk rakit serta di setiap tengah persegi panjang tersebut, lalu rakit tersebut diberi pemberat. Sementara itu bibit rumput laut masing-masing dengan berat sekitar 100 gr. Diikatkan pada tali ris dengan jarak 20 cm.

3. Metode tali gantung. Metode ini diterapkan pada kedalaman perairan 5 m. Bahan-bahan yang diperlukan berupa bibit rumput laut, bambu berdiameter 5

(4)

26

cm, tali ris, tali pengikat dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tali ris yang panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan pada dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakan di atas konstruksi yang telah di buat sebelumnya. Sedangkan bambu kedua menggantung di dalam air hampir menyentuh dasar perairan. Dalam kerangka potongan bambu yang menggantung terdapat bentangan tali ris sebanyak 15 utas tali. Sebelum kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris dipenuhi beberapa batang rumput laut muda yang masing-masing seberat kira-kira 100 gr. Potongan tersebut diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm. Kerangka yang telah berisi bibit digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat.

4. Metode tebar. Penanaman rumput laut jenis Gracilaria di tambak dilakukan dengan metode tebar. Tambak yang telah dilengkapi pintu masuk dan keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering, ditaburkan kapur pertanian agar pH menjadi antara 6.5-8. Tujuh hari setelah pengapuran, tambak digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari. Kemudian bibit rumput laut ditebarkan secara merata di permukaan air tambak dengan padat penebaran antara 80-100 gr /m2 atau 800-1000 kg/ha. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti seperti penanaman padi. Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan pada cuaca yang teduh.

Selanjutnya setelah dilakukan penanaman maka rumput laut tersebut perlu diawasi dan dipelihara sebaik mungkin agar pertumbuhannya terkendali. Kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar atau daya tahannya menurus maka harus segera diperbaiki. Begitu pula dengan kotoran atau debu air yang sering melekat pada rumput laut yaitu pada saat musim laut tenang. Pada saat seperti itu tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam air agar rumput laut selalu bersih dari kotoran yang menempel seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha dan Enteromorpha. Hama yang sering memangsa rumput lau seperti bulu babi dan penyu perlu dihindari dengan cara mengusirnya dari lokasi budidaya. Begitu pula dengan penyakit yang biasa menyerang rumput laut yaitu penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi hancur atau rontok. Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih dan membusuk. Stres yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Santoso dan Nugraha 2008).

(5)

27 Rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6-8 minggu dengan bobot rata-rata 600 gr. Cara pemananan rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh rumput laut ke darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen tersebut dilakukan saat air laut pasang.

Pengolahan Rumput Laut Rumput Laut Kering

Langkah-langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku atau rumput laut kering adalah sebagai berikut.

1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan yang kemudian dipisahkan.

2. Setelah bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.

3. Pencucian dilakukan, setelah rumput laut kering. Sebagaian bahan baku agar-agar rumput laut dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil karaginannya dicuci dengan dengan air laut. Setelah bersih rumput dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 persen. Bila dalam proses pengeringan hujan turun maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karaginannya tidak boleh terkena air tawar karena dapat melarutkan karaginan.

4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.

Rumput laut yang bersih dan kering dimasukan dalam karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan diekspor di bagian luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan dalam pengiriman.

Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan oleh petani. Hasil yang diperoleh sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila diawasi oleh suatu perusahaan (Indriyani dan Suminarsih 2005).

Alkali Treated Cottonii Chip (ATC)

Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH pada suhu 85oC selama

(6)

28

2-3 jam. Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60 kg : 60 kg. Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2-3 cm. Rumput laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan.

Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1-2 hari. Pengeringan dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air 10 - 12 persen.

Semi Refined Carrageenan (SRC)

Proses SRC merupakan kelanjutan produk ATC chips. Caranya dengan menghancurkan/ menepung produk chips menjadi tepung dengan ukuran 40-60 mesh, sesuai dengan permintan pasar. Produk SRC dapat digunakan dalam industri makanan, minuman (food grade) maupun industri lainnya (non food grade). Khusus untuk SRC flour food grade proses pengeringan diharuskan menggunakan mesin pengering untuk mencegah kontaminasi dengan udara terbuka.

Refine Carrageenan (RC)

Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan (pressing method).

Biaya produksi pada proses pengolahan karaginan dengan metode alkohol tinggi sehingga saat ini jarang digunakan dalam industri, kecuali untuk produksi iota-karaginan. Pada saat ini, metode proses yang digunakan untuk produksi kappa-karaginan yaitu metode tekan (pressing method), baik dengan atau tanpa penambahan KCl. Metode ini hanya digunakan untuk produksi kappa-karaginan dengan bahan baku Eucheuma cottonii.

Pemasaran Rumput Laut

Mulai tahun 2007, Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut kering terbesar di dunia (37 persen), disusul oleh Cili (21 persen), Cina (13 persen), Peru (8 persen), Irlandia (6 persen), Filipina (5 persen), dan Islandia (2 persen) . Dari 2005-2008, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 14 persen per tahun (BPPT et al 2011). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

(7)

29

Perkembangan impor rumput laut kering dunia yang meningkat menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor rumput laut Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya, sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar AS dan Uni Eropa karena rumput laut Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas mutu yang ditetapkan di Uni Eropa dan AS. Dengan demikian Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negara-negara lain akan rumput laut membuat Indonesia yang mempunyai produksi rumput laut yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar negeri. Namun ekspor DES Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang dimilikinya jika melihat data yang ada.

Besarnya jumlah ekspor serta pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di dunia diduga dapat mempengaruhi harga rumput laut kering dunia. Negara utama yang mengimpor DES adalah Cina. Dengan jumlah impor rumput laut sebesar 23 318 ton pada tahun 2007 dan meningkat 101 230 ton pada tahun 2011. Selanjutnya negara lain yang mengimpor DES adalah Hongkong, Filipina, USA, Spanyol, Republik Korea, Denmark serta Malaysia. Negara utama pengimpor rumput laut seperti pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 2007 – 2011 (satuan Ton)

Negara Tujuan Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 Cina 23 318 43 620 51 086 72 213 101 230 Filipina 10 878 12 414 6 701 12 512 10 404 Hongkong 20 890 2 835 2 323 5 252 6 402 USA 2 454 414 1 764 1 584 2 257 Spanyol 4 493 1 076 2 039 670 1 139 Korea 5 421 - 5 019 3 056 8 085 Denmark 2 098 1 849 577 1 661 667 Prancis 2 192 2 927 3 058 2 211 2 803 Negara lainnya 22 329 34 814 16 242 24 916 26 088 Total 94 073 99 949 94 003 123 075 159 075

Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2012 (diolah)

Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia Sumber: Kemperin 2011 INDONESIA 37% Chili; 21% China; 13% Peru , 8% Lainnya, 8% Irlandia, 6% Filipina, 5% Islandia, 2%

(8)

30

Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ada tiga negara utama pengimpor DES dengan permintaan terbesar selain negara lainnya yaitu Cina dengan jumlah impor terbesar yaitu 101 230 ton pada tahun 2011 serta Hongkong dan Filipina dengan masing-masing jumlah impor pada tahun 2011 yaitu 6 402 ton dan 10 404 ton, sedangkan sisanya yaitu 26 088 ton adalah negara-negara lainnya.

Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut

Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauh mana kebijakan pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut. Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut, ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil. Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor alam, di mana rumput laut dibudidayakan.

Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengefisiensikan perekonomian, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani serta keberlanjutan usaha. Instrumen-instrumen kebijakan dapat dikategorikan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan harga, produk, produksi, teknologi, kelembagaan, fiskal, moneter, pemasaran serta keuangan. Dalam merealisasikan tujuan-tujuan tersebut maka pemerintah telah membentuk banyak peraturan yang terkait dengan pangan, perikanan bahkan rumput laut secara langsung. Ada beberapa peraturan pemerintah dengan instrumen kebijakan kelembagaan seperti pada UU No 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, PP No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Keppres No 165 tahun 2000 tentang tugas, fungsi dan wewenang Departemen Perikanan Dan Kelautan, Keppres No 21 tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, Permen KP No 39 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja loka penelitian dan pengembangan budidaya rumput laut, serta PP No 9 tahun 2013 tentang perusahan umum (Perum) perikanan Indonesia. Sebagian besar tujuan dari instrumen kebijakan kelembagaan tersebut adalah dalam upaya untuk efisiensi kerja dalam tugas dan wewenang lembaga tersebut masing-masing.

Instrumen kebijakan dalam kategori kebijakan produksi yaitu seperti UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan UU No 31 tahun 2004, UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, PP No 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan, serta PP No 60 tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Instrumen kebijakan produksi ini bertujuan agar keadaan lingkungan usaha perikanan dapat terjaga secara lestari sehingga dalam pengusahaan perikanan dapat menjadi berkelanjutan secara terus menerus.

Kebijakan keuangan merupakan modal dasar untuk menstimulus usaha produksi maupun pemasaran perikanan menjadi lebih meningkat. Kebijakan ini

Gambar

Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia   Sumber: Kemperin 2011  INDONESIA  37% Chili; 21% China; 13% Peru , 8% Lainnya, 8% Irlandia, Filipina, 6% 5% Islandia, 2%

Referensi

Dokumen terkait

Menangkap makna terkait fungsi sosial dan unsur kebahasaan secara kontekstual lirik lagu terkait kehidupan remaja

Selama 30 hari kerja melaksanakan kerja praktek, penulis mendapatkan tugas untuk membuat Infographic yang akan digunakan dalam buku publikasi “Kecamatan Dalam

Justeru itu, kajian yang akan dijalankan ini adalah bagi mengenalpasti tahap kesediaan guru-guru PKPG Kemahiran Hidup dari aspek minat, sikap serta penguasaan dalam

Dalam menjamin kualitas farmasetik, sediaan yang dibuat harus memenuhi beberapa parameter fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan daya lekat Uji sifat fisik repelan

Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi..

Sirkulasi pejalan kaki di mulai dari pedestrian yang ada di isi luar site (samping jalan Kertajaya Indah Timur), kemudian untuk masuk ke area fasilitas melewati main entrance

yang maha agung karena berkat hidayah serta karunia yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Layanan Kredit dan Pembagian

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database