• Tidak ada hasil yang ditemukan

induksi sputum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "induksi sputum"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

R

Reeffeerraat t RReessppiirroollooggii KKeeppaadda a YYtthh:: F

Faakkhhrruurrrraazzii ddrr. . FFiinnnny y FFiittrri i YYaannii, , SSpp..A A ((KK))

Induksi Sputu

Induksi Sputu

!endahuluan !endahuluan Sejak

Sejak 1980 1980 induksi induksi sputum sputum menggunakan menggunakan inhalasi inhalasi saline saline hipertonik hipertonik (HS)(HS) ttelelaah h bbeerrhhaassiil l ddiigguunnaakkaan n ununttuuk k mmenenddiiaaggnnoosisiss  Pneumocystis  Pneumocystis CariniiCarinii  Pneumonia(PCP)

 Pneumonia(PCP)  pada  pada pasien pasien terinfeksi terinfeksi HIVHIV. . it!henik it!henik dkk dkk tahun tahun 198"198" menunjukkan bah#a dengan $% HS melalui nebuli&er ultrasonik selama 10'0 menunjukkan bah#a dengan $% HS melalui nebuli&er ultrasonik selama 10'0 menit dahak bisa diin

menit dahak bisa diinduksi di maoduksi di maoritas pasien dengan alat bantu ritas pasien dengan alat bantu dan pada pasiendan pada pasien deng

dengan an **11  in dkk   in dkk (199(199) mengurai) menguraikan teknik unkan teknik untuk mengtuk mengindukinduksi produkssi produksii

spu

sputum tum padpada penda penderiterita asma+ da asma+ dan ini adan ini adalah stalah studi pudi pertaertama unma untuk mtuk men!oen!obaba meng

menggunakgunakan an indukinduksi sputum untusi sputum untuk memerikk memeriksa respon inflamsa respon inflamasi pada asmaasi pada asma dim

dimana ana dendengan gan indinduksuksi i diddidapaapatkatkan n spusputum tum anang g adeadekuakuat t dardari i salsalurauran n nafnafasas  ba#ah

 ba#ah ,a,alam lam bebebeberarapa pa tahtahun un teterakrakhihir r ininduduksksi i spspututum um dedengngan an SH SH dadann

 pengolahan

 pengolahan selanjutna selanjutna telah telah disempurnakan disempurnakan sebagai sebagai penelitian penelitian non non in-asif in-asif  ang dapat memberikan informa

ang dapat memberikan informasi si pentinpenting g tentantentang g peristperisti#a inflamasi i#a inflamasi di salurandi saluran  pernafasan.

 pernafasan. erbagai erbagai penelitian penelitian menunjukkan menunjukkan bah#a bah#a induksi induksi sputum sputum aman aman dandan dap

dapat at dildilakuakukan pada orankan pada orang g sehsehat at maumaupun pun anang g saksakit. Induit. Induksi sputksi sputum um teltelahah dig

digunaunakan kan untuntuk uk memmempelapelajari jari berberbagbagai ai penpenakakit it sepseperti erti asmasma+ a+ parparu u obobstrustruktiktif f  kronik penakit+ /*+ *+ !sti! fibrosis+ kanker

kronik penakit+ /*+ *+ !sti! fibrosis+ kanker paru'paru dan batuk kronis.paru'paru dan batuk kronis.  

Indu

Induksi ksi sputsputum um memilimemiliki ki beberabeberapa pa keungkeunggulan dibanding teknik gulan dibanding teknik lain.lain. agaim

agaimana ana pun pun pemeripemeriksaan ksaan dengadengan n bronkbronkoskop oskop fiber fiber optik optik merupmerupakan akan bakubaku eemmaass (gold (gold standstandardard)) untuntuk uk menmenilai ilai infinflamlamasi. asi. roronkonkoskoskopi pi memmemungungkinkinkankan  pengambilan sampel

 pengambilan sampel dari sel dari sel dan mediator dan mediator dalam dalam lumen jalan lumen jalan napas napas dengan !aradengan !ara la-ase bro

la-ase bron!hoan!hoal-eolal-eolar dan biopsr dan biopsi dari jaringai dari jaringan mukosa n mukosa oleh kareoleh karena itu hasilna itu hasil an

ang g di dapat lebih baik di dapat lebih baik dardari i spusputumtum. . amamun sampel la-asun sampel la-ase e brobron!hn!hoaloal-eo-eolar lar  hana membedakan segmen paru distal bronkus dimana bronkoskop terjepit selain hana membedakan segmen paru distal bronkus dimana bronkoskop terjepit selain itu

itu prosedprosedur brour bronkosknkoskopi bopi bersifat ersifat in-asin-asif +tidif +tidak meak menenanenangkanngkan+ tida+ tidak mudk mudahah di

diterterapapkakan+ n+ mamahalhal+ + dadan n keketeterbrbataatasan san alalat at sehsehiningggga a anaanalilisis sis spspututum um memenjnjadadii alternatif dimana indu

alternatif dimana induksi sputum ksi sputum digunakan undigunakan untuk mendapatkan tuk mendapatkan sekresi sekresi saluransaluran nap

(2)

dahak menediakan per#akilan sampel dari beberapa saluran udara proksimal+ meskipun dengan induksi berkepanjangan bagian distal juga dapat diperiksa+ seperti terlihat dari peningkatan jumlah makrofag al-eolar dari kompartemen. 2

3ediator biasana dien!erkan dalam -olume besar larutan garam fisiologis di !u!i+ dan beberapa pertukaran dengan kompartemen darah tidak bisa dihindari. erbandingan antara bronkoskopi dan induksi sputum dapat dilihat pada /abel 1.

"a#el $. !er#andingan #ronkoskopi dan induksi sputu %

Aplikasi Klinis

Induksi sputum telah digunakan untuk mempelajari berbagai penakit4 seperti asma+ penakit paru obstruktif kronik+ /*+ !sti! fibrosis+ kanker paru'  paru dan batuk kronis.

Asa

Induksi sputum anak dengan asma dalam praktek klinis sulit untuk  menilai peradangan saluran napas dan efek obat pada peradangan tersebut. enilaian subektif gejala sulit dan lebih sering digunakan untuk menilai se-erit asma. 5sma umumna terkait dengan eosinofilia sputum. Hingga 80% dari !orti!osteroid' subjek naif dan lebih dari $0% dari !orti!osteroid' subek diobati dengan gejala asma memiliki eosinofil sputum ang berada di luar kisaran normal. Validitas dari jumlah eosinofil sputum tinggi untuk identifikasi asma lebih baik  dari pengukuran pun!ak ekspirasi. $+"

6espon aliran jangka pendek inhalasi kortikosteroid berbeda nata menurut hitungan eosinofil sputum+ dengan bukti perbaikan dalam gejala dan responsif saluran napas pada subek dengan jumlah eosinofil sputum kurang dari

(3)

%. /emuan ini menunjukkan bah#a mengukur peradangan saluran napas dapat menediakan panduan ang lebih baik untuk kebutuhan pengobatan kortikosteroid dibandingkan penilaian fungsional. "

5sma dikaitkan dengan peningkatan eosinofilia sputum. 5da beberapa  bukti bah#a jumlah eosinofil sputum meningkat saat terpapar dalam asma. Salah satu aplikasi induksi sputum dengan menggunakan indeks inflamasi sputum untuk meningkatkan pemahaman kita tentang hubungan ang kompleks antara sel'sel inflamasi+ mediator dan mekanisme sitokin pada asma. Sputum fasa fluida !o!ok untuk mengukur eosinofil protein kationik+ beberapa sitokin dan histamin. enilaian peradangan napas menggunakan dahak bisa digunakan untuk  menge-aluasi efek obat pada asma saluran udara peradangan dan berkaitan efek  antiinflamasi pada gejala dan fungsi saluran napas. "

!enyakit !aru &#struktif Kronik 

enakit paru obstruktif kronik adalah penakit ang ditandai  penumbatan atau pembatasan kronis aliran udara dan irefersibel. era#al kombinasi bronkitis kronis paru dan emfisema. atofisiologi penakit paru obstruktif kronis melibatkan gangguan inflamasi ang ditandai oleh peradangan neutrofi di sekresi saluran napas+ dengan kehadiran makrofag dan limfosit pada  jaringan saluran napas. ron!hos!opi in-estigasi sering tidak dapat dilakukan karena se-erit. 7 Induksi sputum alat ang berharga untuk studi patofisiologi.

Hitung neutrophilia dahak biasana tinggi+ dan jumlah neutrophilia dapat dikorelasikan dengan pengurangan -olume ekspirasi paksa dalam satu kedua (V1) dan tingkat penurunan V1+ dengan demikian menunjukkan bah#a  peradangan saluran napas neutrophil fungsional penting. eleman dkk 

mempelajari komposisi seluler induksi dahak di penakit paru obstruktif kronik  dan menemukan ditandai sputum neutrophilia. 8

3eskipun bersifat spesifik+ respon a#al inflamasi terhadap asap rokok  mungkin penting untuk pengembangan kerusakan jaringan pada indi-idu ang rentan. eutrofil dan makrofag berpotensi menghasilkan jumlah besar protease+  berbagai en&im elastase ang berperan sebagai kemungkinan penebab hilangna

(4)

*onfalonieri dkk. (1998) mempelajari efek dua bulan pengobatan dengan inhalasi beklometason dipropionat (1.$00 mg : hari) pada peradangan bronkial  pada pasien dengan stabil+ ringan sampai sedang penakit paru obstruktif kronik+ dengan menggunakan induksi sputum. 3ereka menemukan bah#a jumlah neutrofil dalam sampel sputum menurun setelah pengobatan. 10

'atuk 

atuk kronis dikaitkan dengan dominan sputum neutrophilia sampai 20% dari subek dengan memiliki batuk dahak sebuah jumlah eosinofil lebih dari %. asien dengan batuk dan dahak eosinofilia respon obektif terhadap  pengobatan kortikosteroid ang terjadi se!ara paralel dengan tatalaksana jatuh dalam hitungan sputum eosinofil. Sebalikna+ pasien tanpa sputum eosinofilia tidak respond. "

"u#erkulosis

/ paru tetap menjadi salah satu masalah kesehatan ang paling penting dalam dunia. 11 ;H< merekomendasikan deteksi basil tahan asam di spesimen

 pernafasan sebagai pendekatan a#al untuk diagnosis tuber!ulosis. 1  amun+

3etode ini memiliki sensiti-itas rendah dan kurang ber nilai pada pasien ang tidak dapat menghasilkan dahak se!ara spontan. ;alaupun demikian diagnosis /  pada pasien ini sulit+ dan dalam kebanakan kasus diperlakukan se!ara empiris atas dasar klinis dan temuan radiografi dada. amun+ terapi empiris dapat mengakibatkan biaa ang tidak perlu dan toksisitas. Induksi sputum adalah alat ang berharga untuk mendiagnosis tuberkulosis paru'paru. 1

*onde dkk. (000) membandingkan induksi sputum dengan bronkoskopi fiberoptik dalam diagnosis / di pusat rujukan di 6io de =aneiro rasil. 3ereka menemukan bah#a induksi sputum merupakan prosedur ang aman dengan hasil diagnostik tinggi dan keselarasan tinggi dari Hasil bronkoskopi fiberoptik+ untuk diagnosis / pada HIV'negatif dan pasien HIV'seropositif. ,i daerah di mana serat optik bronkoskopi tidak mudah tersedia+ dan sebagai bagian dari #ork up ang diduga /* sebelum bronkoskopi+ induksi sputum sebagai alternatif atau tambahan pendekatan untuk diagnosis sputum /5 positif dan akan meningkatkan ensiti-itas diagnostik dalam area dengan sumber daa miskin.1

(5)

fiberoptik di diagnosis / paru di pasien immuno!ompromised dan menemukan  bah#a induksi sputum dapat ditoleransi+ murah dan tersedia sama+ jika tidak lebih  baik+ hasil diagnostik dibandingkan dengan bronkoskopi dalam diagnosis /5

tuber!ulosis. 12

>onfirmasi bakteriologis / paru pada bai dan anak'anak tetap sulit. 5nak ang lebih besar dapat menghasilkan atau diinduksi untuk menghasilkan sputum. amun+ tidak ada laporan penggunaanna pada bai atau anak'anak  muda kurang dari  tahun. ?a-age lambung dianggap sebagai standar prosedur  untuk memperoleh spesimen untuk pe#arnaan dan kultur 3!oba!terium tuber!ulosis pada anak'anak ang lebih mudan karena mereka menelan sputum mereka dan tidak meludah. /api induksi sputum dapat dilakukan se!ara efektif  dan ditoleransi dengan baik dan aman bahkan pada bai. @ar dkk. (000) 3embandingkan sputum ang diinduksi dan la-age lambung untuk isolasi 3. /uber!ulosis bai dan anak terinfeksi HIV dan tidak terinfeksi dan menemukan bah#a induksi sputum lebih baik dari la-age lambung. 1$

enggunaan induksi dahak harus dipertimbangkan sebagai lini pertama  penelidikan pada anak'anak ang diduga memiliki / paru+ terutama dalam

keadaan di mana kultur sangat diperlukan. 1$

ysti fi#rosis

*sti! fibrosis adalah penakit keturunan dari transmisi autosomal resesif   juga dikenal sebagai mu!o-is!idosis atau !sti! fibrosis pankreas. >elainan

mendasar terdiri dari produksi sekresi ang abnormal dari berbagai kelenjar  eksokrin. >eterlibatan paru'paru biasana di#ujudkan oleh infeksi dada berulang ( Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus Haemophilus influenzae ) ang  berkaitan dengan mengi+ dspnea+ batuk produktif+ dan hemoptisis+ sebagai akibat dari bronkiektasis. Insufisiensi pernapasan dan kor pulmonal sering pada tahap slanjutan. 1"

engobatan baru 3asing'masing dari teknik saat digunakan untuk  mendefinisikan mikrobiologi dan inflamasi respon dari kistik fibrosis. kspektorasi dahak menediakan ukuran akurat dari infeksi dan peradangan di saluran udara lebih rendah+ tetapi banak anak'anak dengan !sti! fibrosis tidak  dapat se!ara spontan meludah sputum. 17 ronkoskopi fiberoptik dengan

(6)

 bron!hoal-eolar la-age in-asif+ berisiko dan mahal. Serial bron!hoal-eolar  la-ages sangat sulit untuk melakukan. Selanjutna+ bilas umumna sampel hana satu atau dua segmen dari paru'paru+ sehingga mungkin membatasi deteksi infeksi. >ultur <rofaringeal+ ang biasa digunakan pada anak'anak dengan !sti! fibrosis ang tidak mampu menghasilkan sputum+ tidak adapat memprediksi kehadiran patogen saluran napas bagian ba#ah+ kekurangan sensiti-itas untuk  mengidentifikasi seudomonas aeruginosa dan Staphlo!o!!us aureus+ dan tidak  memberikan informasi tentang inflamasi.18 eradangan saluran napas dan infeksi

ang signifikan meningkat di kedua non'eApe!torating dan eApe!torating anak  dengan !sti! fibrosis+dibandingkan dengan anak sehat. Sampel induksi sputum tampak sebanding dengan spontan ekspektorasi sampel dalam menggambarkan kedua peradangan dan infeksi pada fibrosis kistik jalan nafas. Indusi sputum  berbeda dari sputum spontan dimana memiliki jumlah sel ang lebih tinggi dari

ang laak dan kurang kontaminasi. 18

Kangker !aru

Skuamosa sel >arsinoma paru berkenaan dengan kanker paru'paru+ Identifikasi a#al kanker paru'paru (atau pra'gejala) di perokok dianggap sebagai strategi terbaik untuk men!egah penakit ini. $ /api pemeriksaan sitologi sputum

telah terbukti berguna untuk deteksi kanker paru'paru pada tahap a#al+ sehingga mengakibatkan peningkatan kelangsungan hidup lima tahun. Studi terbaru dari spesimen sputum dan data klinis ang menghubungkan spesimen ke paru'paru hasil kanker dapat memungkinkan untuk menentukan diagnosis molekuler kanker   beberapa tahun sebelum presentasi klinis. Ini menjadi mungkin melalui  penggunaan tes untuk menge-aluasi ekspresi gen ang berubah+ termasuk 

akti-asi onkogen spesifik dan supresor tumor deteksi gen+ serta ketidakstabilan genomik dan metilasi abnormal. Seperti itu Studi dengan jelas menunjukkan  bah#a sampel sputum ang baik memungkinkan analisis genetik ang rumit ang akan dilakukan+ sehingga memberikan lebih dorongan untuk mengingat sputum teknik sebagai alat untuk s!reening kanker paru'paru. $

!neuonia arinii !neuonia

neumo!stis !arinii penebab morbiditas dan mortalitas signifikan pada orang ang terinfeksi HIV menebabkan klinis pneumonia pada pasien

(7)

imunosupresi. >linis ditandai dengan demam+ sesak napas+ sesak substernal+ dan  batuk produktif. Bejala dapat relatif ringan dan progresif lambat+ sehingga ada keterlambatan diagnosis19/ransbronkial biopsi dan la-age bron!hoal-eolar telah

terbukti memiliki 98'100% untuk diagnosis neumo!stis !arinii pneumonia. 3eskipun ini dianggap sebagai standar emas+ induksi sputum mungkin memiliki  peran dalam mendiagnosis neumo!stis !arinii pneumonia.

,ilaporkan di pertengahan 1980'an bah#a emeriksaan dahak melalui inhalasi larutan garam hipertonik sering untuk diagnostik neumo!stis !arinii  pneumonia. 19  Sejak itu 3etode ini digunakan untuk diagnostik pertama ketika

neumo!stis !arinii pneumonia. ada anak ang lebih tua ang tidak bisa se!ara meludah dahak spontan+ induksi dapat menjadi membantu alat diagnostik.

*etode Induksi Sputu

/ujuan induksi sputum adalah mengumpulkan sampel ang !ukup dari saluran napas indi-idu ang tidak dapat mengeluarkan se!ara spontan. emeriksaan ini berguna untuk menilai inflamasi saluran napas pasien asma dan gangguan pernapasan lainna. 3etode induksi sputum dilakukan dengan nebuliser  ultrasonik. Hal ini dilakukan sejak nebuliser jenis lain tidak menghasilkan aerosol larutan salin ang !ukup. enggunaan C agonist kerja singkat sebelum dilakukan induksi sputum men!egah bronkopsame ang dapat terjadi dimana menggunakan !airan HS dan penggunaan spirometri dilakukan untuk menilai kemampuan saluran napas dan untuk menghindari terjadina bronkokonstriksi ang berlebihan selama inhalasi larutan salin. /idak ada perbedaan hasil komposisi sel akibat  perbedaan konsentrasi salin. rosedur harus dipimpin oleh teknisi ang  berpengalaman diba#ah super-isi dokter ang berpengalaman.

elum ada metode baku standar induksi sputum. rinsip ang ada pada  berbagai metode ialah 4

1. >onsentrasi !airan salin umumna %+ 2% atau $%. . engobatan a#al dengan bronkodilator ialah salbutamol . 3onitoring faal paru

2. ebulisasi dengan nebuliser ultrasoni! rosedur induksi sputum dijelaskan gambar 1.

(8)

Bambar 1. rosedur induksi sputum 0

Konsentrasi airan

>onsentrasi salin ang digunakan untuk induksi sputum berkisar antara 0.9% sampai $% 0 >onsentrasi dapat dimulai dengan %+ berikutna menjadi

2% atau $% ?arutan salin hipertonik dilaporkan lebih efektif dibandingkan larutan salin isotonik dalam menginduksi sputum. Salin hipertonik dilaporkan lebih efektif daripada salin normal dalam menginduksi sputum. =umlah sputum ang dihasilkan setelah induksi dengan salin hipertonik lebih banak karena  peningkatan eksudasi plasma. ?arutan salin hipertonik meningkatkan clearance sekret bronkial dan menginduksi batuk. 1 >ompartemen ang berbeda dari

saluran napas dibuat menjadi sampel pada titik #aktu ang berbeda selama induksi sputum. *ontohna saluran napas atas dibuat sampel lebih a#al sedangkan saluran napas perifer dan al-eoli dibuat sampel akhir. ;aktu inhalasi  pendek t memiliki kemungkinan keberhasilan ang sama dengan #aktu inhalasi

lebih panjang kurang lebih 0 menit.

/idak terdapat perbedaan kompososi sel sputum ang diinduksi dengan menggunakan salin normal atau hipertonik. Hana satu penelitian menunjukkan  bah#a meningkatkan konsentrasi salin memiliki keuntungan lebih daripada konsentrasi tunggal. Salah satu penelitian menunjukkan bah#a salin hipertonik  % sama berhasilna dengan menggunakan salin '$% ang dinaikkan se!ara  bertahap. 1

(9)

5gen hiperosmolar memiliki potensi untuk memfasilitasi pengeluaran mu!us oleh silia dan mekanisme batuk. 5gen hiperosmolar dapat mengurangi -iskositas mu!us dengan mengurangi jumlah ikatan musin ang terbentuk. Ini dapat terjadi denga !ara memutuskan ikatan hdrogen dan ioni! pada mu!in ang  berdektan. 5gen hiperosmolar dapat meningkatkan lapisan !airan perisiliar+ tetapi  juga meningkatkan hidrasi mu!us. 5gen Hiperismolar juga meransang gerakan silia dan meningkatkan sekresi ion klorida. erubahan penting terjadi pada komplek gogli+ peningkatan HDdan *aD minimbulkan kondisi asam dan kekutan

ioni! ang mendukung terbentukna ikatan disulfide. >eadaan ini juga dapat menstabilkan rantai pada musin dengan !ara neutrali&ing mutan negati-e pada musin. enelitian lainmedpatkan bah#a kekurangan HD dan bertambahna *l'

dapat merusak shielding *a pada rantai musin+ sehingga dapat memutuskan ikatan disulfide pada musin. +

5gen hiperosmolar ang telah diteliti se!ara klinis dapat mengeluarkan  pengeluaran mu!us pada penakit saluran hipertropik adalah salin hipertropik 

(HS) dan manitol.HS bersifat ioni! sehingga mudah diserap dengan !epat pada mukosa saluran respiratorik. Sebalikna manitol adalah gula dan in bebas+ dan memiliki indeks pee-ersibel silia statis.rmeabilitas ang rendah+ sehingga  berpotensi dapat memertahankan efek osmoti! lebih lama darai HS. +

Studi in Vitro efek HS pada sillia+ menatakan bah#a konsentrasi HS harus dibatasi sampai 7 %+ garam konsentrasi tinggi mengakibatkan perlmabatan silia dan transien silia statis. ada konsentrasi garam ang sangat tinggii+ seperti 12+2% dapat terjadi. 

+e#ulisasi

 ebuliser ultrasonik direkomendasikan karena jenis nebuliser lain  biasana tidak menghasilkan aerosol salin ang memadai. Hal ini diindikasikan dengan penghitungan !tospin+ beratna sputum dan total hitung sel. engunaan nebuliser ultrasonik lebih berhasil dibandingkan dengan nebuliser jet. 0+2

erlu dilakukan pengukuran total -olume inhalasi. Ekuran partikel mempengaruhi deposisi dan diistribusi saluran udara. engaruh set up nebuliser  ang berbeda (panjang pipa+ katup+ dan sebagaina) belum die-aluasi se!ara

(10)

sistematis. /erdapat konsensus untuk menggunakan nebuliser ultrasonik dan hasil kira'kira 1 ml:min !ukup untuk memperoleh angka kesuksesan ang tinggi. 0+2

!raterapi dengan Sal#utaol

Salin hipertonik memiliki risiko ang lebih besar dalam menginduksi  bronkospasme. Saat ini tidak ada laporan kematian pasien ang dilakukan induksi sputum. >onstriksi saluran napas ang disebabkan induksi sputum dengan SH !epat diatasi dengan pemberian terapi agonist C kerja !epat tetapi seperti diketahui bah#a salin hipertonik atau salin isotonik dapat menebabkan konstriksi saluran napas khususna pada penderita penderita asma ang  berhubungan dengan hiperresponsif saluran napas. 3ekanisme terjadina konstriksi saluran napas pada inhalasi salin hipertonik tidak diketahui+ mungkin melibatkan akti-asi sel mast saluran napas atau ujung saraf sensoris neuro  peptida.$'7

,emi keamanan dalam melaksanakan prosedur induksi sputum maka direkomendasikan praterapi dengan menggunakan agonis'C kerja singkat sebagai prosedur standar untuk men!egah bronkokonstriksi ang berlebihan. 7

Salin hipertonik dapat menebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma. 3ekanisme ini tidak diketahui penebabna+ mungkin melibatkan akti-asi sel mast saluran napas atau akhiran saraf sensoris. ,osis salbutamol ang digunakan dalam praterapi belum dibakukan. ,5osis salbutamol ang biasa digunakan adalah 00F200 Gg+ misalna F2 hirupan dengan metered dose inhaler (3,I) standar. raterapi dengan salbutamol dosis tinggi tidak efektif  se!ara uni-ersal dalam men!egah bronkokonstriksi ang diinduksi oleh salin hipertonik. ronkospasme berulang dapat menjadi semakin parah atau semakin sulit diatasi+ oleh karena itu dosis tunggal salbutamol 00 Gg direkomendasikan dengan pengukuran -olume ekspirasi paksa detik pertama (V1) sebelum dan setelah 10 menit. eberapa penulis memilih dosis sebesar 200 Gg dengan alasan  bah#a bronkospasme sering terjadi pada dosis sebesar 00 Gg+ namun hal ini  belum diteliti se!ara resmi.$'7

aktorFfaktor prediksi pada bronkospasme ang berhubungan dengan induksi + dua penelitian melaporkan tentang prediktor bronkoskonstriksi berat aitu tingkat batas dasar hambatan aliran udara dan tingkat hiperresponsif 

(11)

saluran napas terhadap metakolin atau histamin tetapi  penelitian tersebut gagal dalam memastikan nilai prediktifna. ,ua penelitian lain melaporkan terdapat korelasi kuat antara penggunaan agonis'C kerja singkat ang berlebihan dengan  besarna penurunan V1 setelah induksi sputum. /erdapat bukti bah#a  penggunaan agonisFC se!ara terus menerus menebabkan penurunan efek   bronkoprotektif terhadap berma!amFma!am rangsangan bronkokonstriktor  spesifik maupun nonspesifik. /elah ditunjukkan bah#a salbutamol 00 Gg atau 200 Gg tidak melindungi terjadina bronkonstriksi berat jika terpajan rangsangan ang relatif kuat. erlu penelitian lebih lanjut tentang kejadian bronkonstriksi  berat saat induksi sputum karena hilangna efek bronkoprotektif akibat  penggunaan agonis'C kerja singkat ang berlebihan atau karena tidak adana  perlindungan terhadap konstriksi saluran napas berat setelah pajanan salin

hipertonis. $'7

,ata keamanan dan kemudahan induksi sputum pada pasien dengan asma  berat dan sulit dikontrol masih terbatas+ demikian juga data tentang toleransi efek   bronkoprotektif dan keamanan pada pasien ang regular menggunakan agonis'C

kerja lama masih jarang. Hal lainna adalah prediktor objektif untuk penempitan saluran napas berat belum dibuat #alaupun beberapa penelitian menunjukkan  bah#a tingkat hambatan saluran napas+ hiperesponsif saluran napas dan  penggunaan agonis'C kerja singkat ang berlebihan dapat memiliki beberapa

nilai prediktif. $'7

!engaasan fungsi paru selaa induksi dan durasi prosedur

enga#asan fungsi paru selama induksi penting demi keamanan terhadap resiko bronkokonstriksi berlebihan selama prosedur induksi dilakukan . /idak ada  pendekatan baku untuk menga#asi fungsi paru selama induksi sputum tetapi sebuah protokol telah diajukan. anak peneliti melakukan pengukuran fungsi  paru setiap $'10 menit dengan pemeriksaan lebih lanjut jika timbul gejala  bronkokonstriksi. eberapa metode telah dilakukan mengingat dispneu dan  bronkospasme dapat terjadi se!ara dini selama inhalasi+ mungkin perlu dilakukan  pengukuran fungsi paru pada menit pertama nebulisasi untuk mendeteksi subjek 

ang sangat sensitif terhadap SH. ,urasi inter-al penga#asan berkisar antara 1 sampai 10 menit. Volume ekspirasi paksa detik pertama (V1) perlu dimonitor 

(12)

dengan inter-al  $ menit selama inhalasi. enting bah#a setiap subjek dia#asi ketat sepanjang prosedur terhadap terjadina perubahan gejala saat induksi sputum dan pengukuran aliran udara dibuat lebih sering mengingat potensi bahaa terjadina bronkonstriksi ang berat disebabkan inhalasi salin hipertonik $'7

erbedaan pendapat mengenai kapan menghentikan induksi sputum karena alasan keamanan kemungkinan disebabkan sebagian besar subjek dapat tahan terhadap seluruh prosedur induksi. /erdapat perbedaan pendapat deteksi  penurunan V1 sebesar lebih dari 10'0% sampai penurunan 5  10% dari  batas ba#ah atau kapanpun subjek mengalami gejala ang mengganggu. ungsi  paru perlu diperiksa jika subjek mengalami sesak napas saat induksi sputum.

Sangat bijaksana segera membuat pengukuran fungsi paru ang pertama setelah memulai induksi sputum+ hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi subjek ang sangat sensitif terhadap efek bronkokonstriktor salin hipertonik. $'7

erbedaan metode induksi sputum antara lain konsentrasi salin (biasana dimulai dengan salin normal)+ pengukuran V1 berulang pada inter-al 1 sampai  menit dan penghentian prosedur segera setelah sampel sputum diperoleh. J,ella

uente menggunakan modifikasi metode ang dijelaskan oleh in pada penelitian lain tentang keamanan induksi sputum pada penderita asma ang lebih berat (V1  1?). 3ereka memulai induksi dengan memberikan salin hipertonik % dilanjutkan dengan 2% dan kemudian $%+ masing'masing diinhalasi sebanak  dua periode lima menit. $'7

!eeriksaan Sputu

,ianjurkan bah#a sputum diproses sesegera mungkin atau dalam #aktu dua jam dalam rangka untuk penghitungan sel optimal dan per#arnaan. Homogenisasi di!apai dengan menggunakan  Dithiothreitol  (,//) karena Sel ang tidak dilepaskan dari lendir !enderung noda gelap sehingga susah untuk  identifikasi. ,// (0+1%) telah terbukti lebih efektif untuk penebaran sel dari  Fosfat-Buffered Saline (S)+ dan tidak memiliki efek pada sel jumlah. Sentrifugasi diperlukan untuk memisahkan sputum sel dan !airan. >ekuatan sentrifugal digunakan dalam penelitian hingga saat ini berkisar antara 00'1.$00 Ag dan durasi dari $ sampai 10 menit. =umlah total sel dilakukan dengan manual

(13)

menggunakan hemositometer+ dan kelangsungan hidup sel ditentukan oleh method tripan biru.2'"

Suhu penimpanan fase digunakan berkisar dari '0 ke '70K *. ersiapan !tospins dengan optimal jumlah sel (20'"0 A 10  sel) menediakan perkiraan

akurat dari distribusi sel dari apusan. >e!epatan berkisar *to!entrifugation 10'$1 Ag (menggunakan !to!entrifuge a)+ dengan kondisi ang paling umum adalah  Ag untuk " minutes. e#arnaan *tospin untuk diferensial jumlah sel dapat di!apai dengan menggunakan pe#arnaan ;right atau Biemsa. ,iferensial jumlah sel ditentukan dengan menghitung minimum 200 sel non'skuamosa+ dan dilaporkan sebagai eosinofil+ neutrofil+ makrofag+ limfosit dan sel epitel bronkial+ dinatakan sebagai persentase dari jumlah sel non'skuamosa. ersentase sel Skuamosa harus selalu dilaporkan terpisah. 2'"

Kesipulan

Induksi sputum merupakan metode memperoleh sputum dengan !ar a non in-asi-e dimana Induksi sputum telah digunakan untuk mempelajari berbagai  penakit4 seperti asma+ penakit paru obstruktif kronik+ /*+ !sti! fibrosis+

kanker paru'paru dan batuk kronis. ada pusat kesehatan dengan keterbatasan alat dan fasilitas induksi sputum bias menjadi pilihan pertama dalam membantu  pemeriksaan. emberian inhalasi dengan salin hipertonik menggunakan

nebulisasi ultrasoni! mulai '7% se!ara klinis telah terbukti membantu induksi soutum dan mesti di ingat prosedur inindapat menebabkan kontriksi saluran napas penderita asma ang dapat di atasi dengan pemberian agonis'C kerja singkat dan penga#asan fungsi paru.

(14)

,aftar ustaka

1. it!henik 5+ Banjei + /orres 5+ -ans ,5+ 6ubin + aier H. Sputum eAamination for the diagnosis of neumo!stis !arinii pneumonia in the a!Luired immunodefi!ien! sndrome. 5m 6e- 6espir ,is 198"M1()4"'9.

. in I+ Bibson B+ >olendo#i!& 6+ Ese of indu!ed sputum !ell !ounts to in-estigate air#a inflammation in asthma. /horaA 199M27(1)4$'9.

. ,jukano-i! 6+ Sterk =+ ah =V+ Hargrea-e . Standardised methodolog of sputum indu!tion and pro!essing. ur 6espir = 00M 7(Suppl)41s's.

2. Brootendorst ,*+ Sont =>+ ;illems ?+ et al. *omparison of  inflammator !ell !ounts in asthma4 indu!ed sputum -s bron!hoal-eolar  la-age and bron!hial biopsies. *lin Ap 5llerg 1997M7(7)47"9'79.

$. Vignola 53+ 6ennard SI+ Hargra-e + et al. uture dire!tions. ur 6espir  = 00M0(Suppl 7)4$1s'$$s.

". a-ord I,+ Sterk =+ Hargrea-e + et al. *lini!al appli!ations of  assessment of air#a inflammation using indu!ed sputum. ur 6espir = 00M7(Suppl)420s's. >ell 3B+ ro#n V+ 3artin S?+ nnis

7. >ell 3B+ ro#n V+ 3artin S?+ nnis 3+ lborn =S. *omparison of  sputum indu!tion using high'output and lo#'output ultrasoni! nebuli&ers in normal subje!ts and patients #ith *<,. Chest 00M1()49$$'9

8. eleman 65+ 6tilN H+ >ips =*+ =oos B+ au#els 65. /he !ellular  !omposition of indu!ed sputum in !hroni! obstru!ti-e pulmonar disease. ur 6espir = 1999M1(2)489'2.

9. *osio 3B+ 3ajo =+ *osio 3B. Inflammation of the air#as and lung  paren!hma in *<,4 role of / !ells. Chest 00M11($ Suppl)41"0S'$S. 10. *onfalonieri 3+ 3ainardi + ,ella orta 6+ et al. Inhaled !orti!osteroids

redu!e neutrophili! bron!hial inflammation in patients #ith !hroni! obstru!ti-e pulmonar disease. /horaA 1998M$(7)4$8'$.

(15)

11. ,e *+ S!heele S+ ,olin + athania V+ 6a-iglione 3*. *onsensus statement. Blobal burden of tuber!ulosis4 estimated in!iden!e+ pre-alen!e+ and mortalit b !ountr. =535 1999M8(7)4"77'8".

1. ;orld Health <rgani&ation. /reatment of tuber!ulosis4 guidelines for  national programs. Bene-a4 ;orld Health <rgani&ationM 199.

1. *onde 3+ Soares S?+ 3ello *+ et al. *omparison of sputum indu!tion #ith fiberopti! bron!hos!op in the diagnosis of tuber!ulosis4 eAperien!e at an a!Luired immune defi!ien! sndrome referen!e !enter in 6io de =aneiro+ ra&il. 5m = 6espir *rit *are 3ed 000M1"(")48'20.

12. 5nderson *+ Inhaber + 3en&ies ,. *omparison of sputum indu!tion #ith fiber'opti! bron!hos!op in the diagnosis of tuber!ulosis. 5m = 6espir *rit *are 3ed 199$M1$($ t 1)41$70'2.

1$. @ar H=+ /annenbaum + 5polles + 6ouA + Hanslo ,+ Husse B. Sputum indu!tion for the diagnosis of pulmonar tuber!ulosis in infants and oung !hildren in an urban setting in South 5fri!a. 5r!h ,is *hild 00

1". raser 6S+ arO =5+ raser 6B+ arO ,. ,iseases of the air#a. In4 raser 6S+ arO =5+ raser 6B+ arO ,+ eds. Snopsis of diseases of the !hest. hiladelphia4 ; SaundersM 199"4"8'87.

17. Sagel S,+ >apsner 6+ <sberg I+ Sontag 3>+ 5!!urso =. 5ir#a inflammation in !hildren #ith !sti! fibrosis and health !hildren assessed  b sputum indu!tion. 5m = 6espir *rit *are 3ed 001M1"2(8 t 1)412$'

1.

18. Sagel S,+ >apsner 6+ <sberg I+ Sontag 3>+ 5!!urso =. 5ir#a inflammation in !hildren #ith !sti! fibrosis and health !hildren assessed  b sputum indu!tion. 5m = 6espir *rit *are 3ed 001M1"2(8 t 1)412$'

1.

19. >o-a!s =5+ Bill V=+ 3eshni!k S+ 3asur H. e# insights into transmission+ diagnosis+ and drug treatment of neumo!stis !arinii  pneumonia. =535 001M8"(19)42$0'"0.

0. S!hei!her 3+ ilho =/+ Vianna <. Sputum indu!tion 4 re-ie# of  literature and proposal for a proto!ol. Sao aulo 3ed = 00M 11 ($)41' 9.

1. age *+ *ole 5=+ 6obertson. /he role of 5+ platelet and eosinophils in  bron!hial asthma. In4 3akino S+ editor. latelet a!ti-ating fa!tor and

air#a hperrea!ti-it in asthma. /aipei4A!erpta medi!a asia pa!ifi! !onggres series no 77M 1987.p.2'18.

. ,a-iskas + 5nderson S,. Hperosmolar agent and *learen!e of mu!us in the disease air#a. = 5ero 3ed 00"M194100'9

. /aran 6. regulation of air#a surfa!e liLuid -olume and mu!us transport  b a!ti-e ion transport. ro! 5m /hora So! 0042'"

2. 3agnussen H+ Hol& <+ Sterk =+ Hargrea-e . onin-asi-e methods to measure air#ainflammations4 future !onsiderations. ur 6espir = 000M 1"4117$'9.

$. alomino 5?3+ Helena 3+ ussamra *+ eatri& + 6omanholo S+ 3artins 35+ et al. Indu!ed sputum in !hildren and adoles!ents #ith asthma4 safet+ !lini!al appli!abilit and inflammator !ells aspe!ts in stable patients and during eAa!erbation. =ournal de ediatria 00$M 81()41"'.

(16)

". *hane& + Hol& <+ ,jukano-i! 6+ 3aestrelli + Sterk =. Sputum indu!tion. ur 6espr = 00M 04'8.

7. i&&i!hini 33+ ?eigh 6+ ,jukano-i! 6+ Sterk =. Safet of sputum indu!tion. ur 6espr = 00M 049'18.

Setelah itu meniapkan !itospin dan melakukan pe#arnaan dengan menggunakan metode ;right atau Biemsa kemudian melakukan penghitungan differential !ell !ount (,**) P 200 selFsel non skuamosa.

,ikutip dari () Sputum 5ssas

Volume sputum di!atat dan sampel dipindah ke !a#an petri untuk  karakteristik makroskopik. >ualitas sampel juga dinilai dengan memperkirakan -olume dari sekresi saluran napas atas dan derajat kontaminasi sali-a. Sputum kemudian dinilai jenis hitung selna.1"

Sputum ang diinduksi dapat digunakan pada penelitian i munositokimia untuk   penanda permukaan sel. eberapa mediator inflamasi dapat diperiksa dengan

menggunakan metode ini. =enis mediator inflamasi ang dapat diperiksa di sputum dapat dilihat pada tabel .12

(17)

enggunaan metode assa ang disederhanakan untuk mengukur kadar total  penanda granulosit pada sputum memungkinkan untuk membedakan pasien dengan gangguan saluran napas dengan indi-idu sehat. Hasil penelitian menunjukkan bah#a metode assa dapat digunakan dalam praktek klinis untuk  menentukan kadar total penanda pada sampel sputum terinduksi. Semua slide diinkubasi selama lima belas menit pada phosphate buffered salin (S) dengan 0+ % bo-ine serum albumin (S5) sebelum penambahan antibodi primer setelah fiksasi dan atau permeabilisasi+ karakteristik antigen dan antibodi dijelaskan pada tabel 2.12

osinofil peroksidase (<) merupakan komponen unik dari eosinofil dan Human neutrofil lipokalin (H?) merupakan komponen unik dari neutrofil.

(18)

identifikasi eosinofil dan neutrofil pada sputum dan !airan la-ase bronkial. osinofil protein kationik (*) ang digunakan se!ara luas+ tidak spesifik  terhadap eosinofil. osinofil protein kationik (*) dapat dideteksi oleh imunositokimia pada eosinofil dan neutrofil. 6entang normal sputum assa dijelaskan pada tabel $.12

>onsentrasi < dan eosinofil pada sputum pasien <> dan asma lebih tinggi daripada kelompok per!obaan lain. >onsentrasi 3< dan H? lebih tinggi pada  penderita <> daripada penderita asma dan subjek sehat.12

Referensi

Dokumen terkait