• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Bullying Final.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Bullying Final.docx"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BULLYING

Nik Muhammad Faris Pembimbing: dr. Salikur, Sp. KJ

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Selama berabad-abad kekerasan telah menjadi ciri yang biasa dari kehidupan sekolah, dengan penyebabnya yang terkandung dalam konteks social, kultural, historis, dari periode ini. Namun, dipertengahan abad dua puluh, kekerasan terhadap anak telah dianggap sebagai pelanggaran hak-hak dasar mereka, terutama hak keselamatan fisik dan keamanan psikologis serta kesejahteraannya.

Bullying, terutama di sekolah, telah menjadi masalah global. Pada tahun 1997 – 1998 dilakukan sebuah penelitian internasional yang melibatkan 120.000 siswa dari 28 sekolah, yang hasilnya adalah 20% dari anak-anak usia kurang dari 15 tahun melaporkan pernah mengalami bullying saat mereka berada di sekolah. Penelitian secara nasional di AS menunjukkan bahwa sekitar 30% anak-anak tingkat sekolah dasar atau 5,7 ribu anak setiap tahun mengalami bullying selama di sekolah, baik sebagai pelaku, korban maupun keduanya. Kondisi di Indonesia tampaknya hampir sama, sebagaimana yang dilansir oleh Kompas.com. Media tersebut mengungkapkan data kepolisian yang mencatat bahwa dari seluruh laporan kasus kekerasan, 30% di antaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30% kekerasan tersebut 48% terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang bervariasi.

Bullying merujuk pada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku (bully/bullies) yang memiliki kekuatan atau kekuasaan kepada orang lain yang dianggap lemah. Padanan isilah bullying dalam Bahasa Indonesia belum

(3)

dirumuskan. Dalam Bahasa Inggris, bullying berasal dari kata bully yang berarti menggertak atau mengganggu orang yang lemah. Secara konsep, bullying dapat diartikan sebagai bentuk agresi dimana terjadi ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pelaku (bullies/bully) dengan korban (victim), pelaku pada umumnya memiliki kekuatan/kekuasaan lebih besar daripada korbannya.

(4)

BAB II ISI

A. Definisi

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Bullying secara sederhana diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti sseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuh kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya disebut sebagai peer victimization. Menurut Yayasa Semai Jiwa Amini, bullying sendiri merupakan situasi dimana seseorang yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang.

B. Karakteristik bullying

Bullying merupakan suatu abuse emosional atau fisik yang mempunyai 3 karakteristik, yakni: deliberate, yaitu pelaku cenderung untuk menyekiti seseorang; repeated, yakni seringkali target bullying adalah orang yang sama; dan power imbalance, dalam hal ini pelaku memilih korban yang dianggapnya rentan. Penelitian Parahita menemukan bahwa keterampilan sosial berhubungan negatif secara sangat signifikan dengan kecenderungan menjadi korban bullying, sementara kemampuan empati berhubungan negatif secara sangat signifikan

(5)

dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying. Siswa yang melakukan bullying relasional cenderung kurang dapat berempati dan kurang memiliki perilaku prososial.

Bullying harus melibatkan tindakan yang berulang dan terjadi beberapa kali dan selalu melibatkan kekuatan yang tidak seimbang.

C. Bentuk-bentuk perilaku bullying

Bullying secara umum dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu 1. Bullying fisik

Meliputi tindakan menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, melempar dengan barang, memalak, merampas, menghukum dengan berlari keliling lapangan dan menghukum dengan cara push up. 2. Bullying verbal

Bullying ini merupakan bullying yang paling sering dilakukan pelaku bullying dan dialami korban bullying yakni 43% seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah.

3. Bullying mental atau psikologis

Bullying ini merupakan bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata. Praktik ini terjadi secara diam-diam dan diluar pemantauan si korban. Contohnya: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mendiskriminasikan, meneror lewat pesan sms, memandang yang merendahkan, memelototi dan mencibir.

(6)

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi bullying yaitu perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, jenis kelamin, etnisitas atau rasisme, yakni pada dasarnya, perbedaan individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung.

Faktor eksternal bullying dapat berupa kondisi keluarga yang kurang harmoni, pengaruh teman sebaya, dan sistem pengawasan dan bimbingan etika di sekolah yang kurang berjalan dengan efektif. Faktor internal berupa karakter pribadi, seperti agresif, pencemas, kurang memiliki keterampilan social, dan lain-lain.

Bullying tumbuh subur karena secara umum bullying sangat terkait dengan relasi kuasa. Budaya feodalisme juga merupakan salah satu factor terjadinya bullying. Ketika orang muda harus menghormati mereka yang usianya lebih tua apapun perlakuan mereka, ketika sebagian guru menganggap bullying di sekolah akan berlalu seiring waktu dan ketika orang tua melihat bullying sebagai “ujian” bagi anak agar menjadi pribadi yang tahan banting dan disiplin.

Keluarga yang tidak rukunyakni kompleksitas masalah dalam keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurangnya komunikasi orang tua dan anak, perceraian atau ketidakharmonisan orang tua dan ketidakmampuan social ekonomi merupakan penyebab tindakan agresi yang signifikan pada pelaku bullying.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan pola asuh orang tua yang otoriter dengan perilaku agresif pada anak. Demikian pula pola asuh yang permisif baik permisif yang memanjakan maupun pola asuh permisif yang mengabaikan menghasilkan anak yang tidak kompeten secara social, tidak menyikapi kebebasan dengan baik, dan pengendalian diri yang buruk.

(7)

Penelitian di Yunani menunjukan status sosioekonomi yang rendah erat kaitannya dengan peningkatan resiko seorang anak menjadi pelaku bullying, sementara tidak ditemukan hubungan antara sosioekonomi dengan korban bullying.

Anak usia Sekolah Dasar berada pada tahap industry vs inferiority yang pada tahap ini anak sudah memasuki dunia sekolah. Pada tahap ini dapat dikatakan anak memiliki jiwa kompetitif yang tinggi dan berfokus pada pencapaian prestasi dan anak akan berusaha semaksimal mungkin agar dapat lebih unggul disbanding teman-temannya. Jiwa kompetitif pada anak dapat menimbulkan adanya tindakan bullying pemenang dalam suatu kegiatan kompetitif sering kali memunculkan sikap arogansinya dengan menindas teman yang kurang mampu.

E. Dampak bullying

Kekerasan mental pada siswa banyak dipengaruhi oleh kekerasan yang terjadi antar siswa yang kemudian dapat menimbulkan depresi. Berdasarkan khasil penelitian diindikasikan bahwa korban kekerasa anytar siswa dapat mengalami depresi. Kekerasan yang dimaksud adalah bullying atau sering disebut peer victimization dan hazing. Anak yang dibuli, sering menampakkan sikap: mengurung diri atau menjadi school phobia, minta pindah sekolah, konsentrasi berkurang, prestasi belajar menurun, suka membawa barang-barang tertenti (sesuai yang diminta di pembuli), anak jadi takut gelisah tidak bersemangat, menjadi pendiam, mudah sensitive, menjadi kasar dan pendendam, mimpi buruk bahkan melakukan perilaku bullying kembali terhadap orang lain.

(8)

Terdapat hubungan positif yang signifikan antara bullying dengan depresi pada siswa. Semakin tinggi bullying pada siswa, maka semakin tinggi pula depresi pada siswa, dan sebaliknya semakin rendah bullying pada siswa, maka semakin rendah pula depresi pada siswa. Penelitian juga menunjukkan anak yang menjadi korban bullying bisa sampai mengalami PTSD (post traumatic stress disorder).

Tindakan bullying akan memberikan efek negatif bagi korbannya baik secara fisik maupun psikologis. Anak yang menjadi korban bullying akan mengalami kesulitan bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran, dan mengalami kesulitan beronsentrasi dalam mengikuti pelajaran sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar yang akan dicapai anak tersebut. Semakin tinggi tindakan bullying yang dialami korban, semakin rendah prestasi belajarnya.

Penelitian yang dilakukan The National center of school engagement menunjukan bahwa bullying berhubungan langsung dengan absensi anak di sekolah. Hal yang terburuk adalah korban memiliki keinginan untuk bunuh diri daripada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman.

Pada sebuah penelitian dimana peningkatan respon saraf diobservasi di amigdala kanan untuk menampilkan wajah marah dan gembira pada anak yang mengalami trauma psikis di masa kecil(kekerasan fisik, kekerasan sexual, bullying) dengan yang tidak, menunjukkan hubungan antara trauma psikis dengan peningkatan respon afek positif dan negatif jika mengalami stimulasi yang disadari yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan jiwa di masa depan.

(9)

Penelitian Kelleher dan teman-temannya menunjukan adanya hubungan antara trauma masa kanak-kanak termasuk bullying di sekolah dengan angka kejadian psikosis dimasa dewasa muda.

F. Solusi atas bullying

Solusi yang lebih efektif yakni program yang menjadikan sistem social sebagai sasaran perubahan dan bukan hanya berfokus terhadap perubahan individual baik dari sisi pelaku maupun korban bullying. Dalam bukunya, espelage dan swearer mengatakan bahwa bullying akan dapat dikurangi secara signiifikan apabila sistem tempat di mana bullying tersebut muncul tidak memberikan imbalan apapun dan justru meberikan “denda” atau hukuman tiap kali perilaku bullying muncul.

Salah satu program yang sangat komprehensif yang ditujukan untuk menanggulangi bullying dan terbukti efektif yakni The bully busters program. Program tersebut mempunyai beberapa prinsip utama: prinsip utama yang pertama yakni bahwa merubah lingkunganlebih berdampak kuat daripada merubah individu per individu, maka dalam mengubahnya kedua pihak (pelaku dan korban) harus diubah, dan pola hubungan dan interaksi antar keduanya harus diubah. Prinsip kedua, yakni pencegahan lebih baik daripada intervensi. Dalam rangka upaya pencegahan ini seluruh komponen sekolah, khususnya guru-guru harus dipahamkan mengenai program pencegahan bullying ini. Masa-masa sekolah dasar merupakan masa ideal untuk mengajarkan kemampuan manajemen konflik dengan jalan damai dan juga menanamkan nilai-nilai anti kekerasan.

(10)

Dengan mengajak semua siswa bekerja sama dan bukan hanya korban maupun pelaku bullying, perubahan yang terjadi akan lebih luas di seluruh siswa di kelas, di seluruh sekolah bahkan lebih luas dari itu.

Prinsip yang ketiga adalah bahwa dalam merubah lingkungan dibutuhkan dukungan dan pemahaman dari berbagai pihak, khususnya para guru. Manajemen kelas, menetapkan aturan dalam kelas dan mengembangkan solusi terhadap berbagai permasalahan yang problematik sementara disaat yang sama tetap dituntut oleh berbagai standar merupakan suatu tugas yang tidak mudah.

Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap reaksi tingkat emosional suatu kelompok dalam mengatasi bullying dan menunjukkan bahwa menjadi bagian dalam suatu kelompok dapat sangat menolong dalam menanggulangi dampak negative bullying.

Pada anak korban bullying yang telah sampai ke episode depresi, maka intervensi yang berfokus pada keluarga memiliki keuntungan yang sama dengan terapi suportif kelompok yang umumnya dilakukan.

Menciptakan hubungan keluarga yang hangat dan lingkungan rumah yang positif membantu menahan anak dari pengaruh negatif yang berhubungan dengan perilaku bullying.

Menurut studi di University of South Australia, ada 6 metode intervensi bullying yang dapat dipraktekan di sekolah yaitu: Pendekatan disiplin secara tradisional, penguatan korban, mediasi, praktek restorasi, metode dukungan kelompok dan metode yang berpusayt pada berbagi.

(11)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Bullying merupakan suatu bentuk penindasan yang terjadi di sekolah serta merupakan bentuk arogansi yang diekspresikan melalui tindakan. Banyaknya kasus bullying yang dilakukan oleh siswa menunjukkan bahwa kondisi sekolah yang damai anti kekerasan masih belum terwujud.

Pengetahuan dan pemahaman pihak sekolah mengenai bullying masih relative terbatas, terutama mengenai bentuk-bentuk bullying.

Berbagai alternative solusi telah dimunculkan namun pada akhirnya keberhasilan penanganan bullying tergantung pada komitmen semua pihak untuk melaksanakan program anti bullying. Pemutusan rantai kekerasan membutuhlan kerja sama dari berbagai elemen pendidikan, yang meliputi guru, siswa keluarga, sehingga bullying tidak disikapi sebagai suatu tindakan wajar dan biasa saja atau bukan penyiksaan dengan dalih sebagai bagian proses tumbuh dewasa tapi justru agresi yang menimbulkan korban.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

a. Meningkatkan pemahaman mengenai bullying

b. Mengumpulkan informasi mengenai bullying di sekolah secara langsung dari siswa

c. Peran penting guru Bimbingan konseling (BK)

d. Menetapkan aturan-aturan yang jelas mengenai bullying

(12)

f. Siswa yang menjadi korban didukung dan dilindungi keamanannya g. Guru mengajarkan toleransi bahkan mencontohkan perilaku yang

positif, menghargai, dan mendukung pada para siswa.

h. Secara berkala mengadakan pertemuan dangan orang tua murid untuk membahas isu-isu kekerasan yang ada di sekolah.

2. Bagi orang tua

a. Orang tua dapat mencontohkan perilaku yang positif seperti menghargai, mendukung, mengajari cara berteman kepada anak-anak.

b. Berbagai bentuk perilaku negatif yang dilakukan atau dialami anak baik perkataan, sikap, maupun perilaku, hendaknya perlu diwaspadai dan digali lebih lanjut agar intervensi secara dini dapat dilakukan sehingga tidak membawa dampak psikologis yang lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

Adilla N. Pengaruh kontrol sosial terhadap perilaku bullying pelajar di sekolah menengah pertama. Jurnal kriminologi Indo. 2011; 5:56-66.

Bowes L, Maughan B, Caspi A, Moffitt T, Arseneault L. Families promote emotional and behavioural resilience to bullying: evidence of an environmental effect. Jou of child Psychology and Psychiatry. 2010; 51(7): 809-817.

Dake JA, Price J, Telljohan S. The Nature and extent of bullying at school. J school health. 2010; 73: 173-80.

(13)

Hertinjung WS. Bentuk-bentuk Perilaku Bullying di Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Parenting 2013. Universitas Muhamadiyah Surakarta. 2013. Hal 450-58.

Hidayati N. Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi. Insan. 2012; 14 (1): 41-8.

Idsoe T, Dyregrov A, Idsoe IC. Bullying and PTSD syndrome. J abnorm child Psycho. 2012; 40: 901-11.

James A. School Bulying. Research Briefing. University of London. 2010. [www.nspcc.org.uk/inform]

Jones SE, Manstead A, Andrew G. Ganging up or sticking together? Group processes and children’s responses to text-message bullying. British Journal of Psychology. 2011; 102:71–96.

Kelleher I, Harley M, Lynch F, Arsenault, Fitzpatrik C, Cannon M. Association between childhood trauma, bullying and psychoticsymtoms among a school-based adolescent sample. BJP. 2010; 193:378-82.

Magklara K, et al. Bullying behavior in school, socioeconomic position and psychiatric morbidity: a cross sectional study in late aldolecent in Greece. Biomed central. 2012; 6(8): 1-13.

Mccrory E, et al. Amygdala activation in maltreated children during pre-attentive emotional processing. BJ Psy. 2013; 202: 262-76.

Rigby K. Bullying intervention in school: six major approaches. University of South Australia. 2010. [www.kenrigby.net]

Rivers I, Poteat VP, Noret N, Aushurt N. Observing bullying at school: The mental health implication of witness status. J psy quarterly. 2010; 24:211-23. Seeley K, Tombari ML, Bennett L, Dunkle J. Bullying in school: an overview.

Juvenile justice bull. 2011. [www.ojjdp.gov]

Tompson MC, et al. Family-focused treatment for childhood-onset depressive disorders: result and open trial. J clinical child Psy. 2007; 12:403-20.

Widyawanti CG. Fenomena Bullying di Sekolah Dasar Negeri di Semarang: Sebuah Studi Deskriptif. Jurnal psikologi undip.2013; 5(2): 10-20.

Yuniarti F. Hubungan antar Pola Asuh Orang Tua dan Tipe Kepribadian dengan Perilaku Bullying di Sekolah pada Siswa SMP. Universitas Negeri Malang. 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam game mobil ini selain tampilan gambarnya yang sederhana tapi menarik dan juga menyegarkan, juga didukung oleh sound atau lagu-lagu yang sudah pasti dikenal oleh anak-anak

1. Etika bisnis Islam yang telah responden terapkan dalam menjalankan bisnis sebaiknya selalu dipegang teguh dalam kondisi bisnis apapun. Hal tersebut dikarenakan bisnis yang

Dari hasil pengamatan data curah hujan di wilayah setempat pada bulan terakhir penelitian (Oktober) 419 ml dengan jumlah hari hujan 25 hari terdapat curah hujan yang

Dengan konsep tazkiah ini maka diharapkan terbentuk: konsep pembangunan Islami yang memiliki sifat komprehensif dan mengandung unsur spiritual, moral dan material;

[r]

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Permutasi dengan Unsur

Jika pemahaman mereka kurang tentang gaya hidup sehat maka tidak menutup kemungkinan pula bagi mereka untuk melakukan perilaku yang tidak sehat, sesuai dengan

bahwa agar kegiatan lembaga sasaran tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka dipandang perlu menyusun Pedoman Pengajuan dan Penyaluran Dana Penguatan