• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ISPA

2.1.1. Definisi ISPA

Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura (Habeahan, 2009).

Menurut Depkes RI (1996) istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).

(2)

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Suhandayani, 2007).

2.1.2. Epidemiologi

Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA mencakup 20-30% (Suhandayani, 2007). Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).

Kota medan merupakan kota terbesar ketiga yang saat ini berkembang menjadi kota Metropolitan, Data profil kesehatan kota Medan berdasarkan kunjungan di Puskesmas tahun 2003 sebesar 765.763 orang, sedangkan sampai Juni 2004 sebesar 473.539 orang, dimana penyakit ISPA masih berada pada urutan pertama yaitu sebanyak 225.494 pasien (47,62%). Angka tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan yaitu sebanyak 1.293 kasus (3,3%). Di Kabupaten Deli Serdang pada 2004, diketahui angka morbiditas kasus ISPA sebanyak 12.871 kasus (31,7%) dengan rincian 6.638 terjadi pada kelompok umur bayi (51,5%) dan 6.233 kasus pada usia 1-4 tahun (48,5%) (Agustama, 2005).

2.1.3. Faktor Risiko

Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak berhubungan dengan penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah, demikian pula terdapat pengaruh pencemaran di dalam rumah terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran pada kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid (pasir halus) dan gas (CO dan NO). Demikian pula pembakaran obat nyamuk, membakar kayu di dapur mempunyai efek terhadap kesehatan manusia terutama Balita baik yang

(3)

bersifat akut maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi saluran pernafasan dan iritasimata.

Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang tinggal di rumah yang padat (<10m2/orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat (Achmadi, 1993 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2004).

Faktor lain yang berperan dalam penanggulangan ISPA adalah masih buruknya manajemen program penanggulangan ISPA seperti masih lemahnya deteksi dini kasus ISPA terutama pneumoni, lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan, serta pengetahuan yang kurang dari masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyaknya kasus ISPA yang datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2004).

2.1.4. Patogenesis

Menurut Baum (1980), saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:

1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia. 2. Makrofag alveoli terjadi.

3. Antibodi setempat.

Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak sila adalah:

(4)

1. Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam pencemaran udara.

2. Sindrom immotil.

3. Pengobatan dengan O₂ konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini (Baum,1980).

Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin A (IgA). Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita yang mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain (immunocompromised host) (Baum,1980).Menurut Baum (1980) gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung Pada:

1. Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk.

2. Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia, makrofag alveoli dan IgA.

3. Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinis yang lebih buruk bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah.

2.1.5 Gejala Klinis

Penyakit saluran pernapasan atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam, antara lain:

1. Gejala koriza (coryzal syndrome), yaitu penegeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan. Sakit tenggorokan (sore throat), rasa kering pada bagian posterior palatum

(5)

mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan (chilliness), demam jarang terjadi.

2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau (hoarseness).

3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal. Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.

4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam, menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal. Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan ditumpangi oleh infeksi bakterial.

5. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit beberapa hari yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.

6. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (cruop), yaitu suatu kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, dan stridor inspirasi yang disertai sianosis (Djojodibroto, 2009).

2.2. Penatalaksanaan

Menurut Rasmaliah (2005) penatalaksan ISPA ada tiga:

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol

(6)

keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

2.2.1 Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA:

1. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

2. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

(7)

5. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

2.2.1. Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dapat dilakukan dengan : 1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. 2. Immunisasi.

3. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan. 4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2.3. Pengetahuan

2.3.1 Konsep Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sanagat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadosi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

(8)

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidak baiknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.3.2. Aspek Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. Oleh karena sebab itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan lainnya dalam konteks atau situasi yang berbeda.

4. Analisis (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

(9)

Kemampuan analisis dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan lainnya.

5. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dinamakan sintesis. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, seperti dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan lainnya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.

2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Dalam perilaku seseorang banyak faktor yang memengaruhi, termasuk juga akan memengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Green (1980) perilaku dipengaruhi tiga faktor utama yaitu: a. Faktor predisposisi (Predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berprilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan kehamilan, baik bagi kesehatan ibu itu sendiri maupun janinnya.

b. Faktor pemungkin (Enambling factors)

Faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan

(10)

sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat sehat, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau diperiksa kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksaan kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksaan kehamilan, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit.

c. Faktorpenguat (Reinforcing factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu penegetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, dan lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan, dan kemudahan memperoleh fasilitas periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan.

BAB 3

Kerangka konsep dan Definisi Operasional

3.1. Kerangka konsep

3.2. Definisi operasional Gambaran pengetahuan

ibu

ISPA pada anak umur 5-10 tahun

Referensi

Dokumen terkait

pneumoniae yang di-spike ke dalam sputum dinilai berdasarkan diameter koloni, diameter hemolisis dan karakteristik khas koloni sehingga dapat dibedakan dengan koloni

Dari beberapa teori-teori di atas bermanfat menjadi bahan landasan penulis untuk meneliti tentang bagaimana proses kehidupan sosial komunitas Hindu Dharma desa Klinting, mulai

Untuk pertanian dan perkebunan serta kelautan, pihaknya masih mencoba menjalin dengan beberapa perusahaan yang memang benar- benar berada di dalam lingkungannya, agar penempatan

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dapat meningkatkan hasil bela- jar adalah: 1) siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan, 2) siswa diberi materi

Alasan-alasan penolakan Hadhrat Khalifah ‘Utsman (ra) kepada berbagai Sahabat yang mendesak memerangi para pemberontak: [1] jika mengobarkan perlawanan dan

Jadi dari pengamatan terhadap hasil perendaman dengan larutan Alizarin merah dapat disimpulkan bahwa sediaan menimbulkan cacat pada fetus secara makroskopis, sedangkan

Sri Setyani, M.Hum Tulus Yuniasih, S.IP., M.Soc.Sc Dra.. Sri Setyani,