• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI UNTUK DETEKSI AWAL KANKER KULIT MELANOMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI UNTUK DETEKSI AWAL KANKER KULIT MELANOMA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI UNTUK DETEKSI

AWAL KANKER KULIT MELANOMA

Muwardi Raharjo1, Bilqis Amaliah2, Henning Titiciptaningtyas3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS

Email : mu.raharjo@gmail.com1, bilqis@its-sby.edu2, henning.its@gmail.com3

ABSTRAK

Melanoma merupakan salah satu jenis kanker kulit yang paling berbahaya. Dalam mendeteksi penyakit tersebut, dapat dilakukan dengan klasifikasi citra luka untuk ditentukan apakah termasuk melanoma atau tidak. Metode klasifikasi yang digunakan adalah Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani. Dalam klasifikasi ini, ada beberapa tahapan proses yang dilakukan, diantaranya: preprocessing, ekstraksi fitur, dan klasifikasi. Preprocessing

digunakan untuk memisahkan antara citra melanoma dengan latar belakang pada citra masukan. Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan fitur-fitur yang akan digunakan sebagai data masukan dalam proses klasifikasi. Ekstraksi fitur yang digunakan adalah ABC feature (Asymmetry, Border, Color). Setelah itu, dilakukan proses pembelajaran sistem dan tahap terakhir dilakukan proses klasifikasi untuk memprediksi apakah citra masukan termasuk melanoma atau non melanoma.

Hasil dari program pendeteksi melanoma dengan metode Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani mempunyai akurasi terbaik dengan 4 fitur sebesar 87.00%. Adapun hasil klasifikasi dengan 9 fitur, mempunyai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode SVM sebesar 1.85%, lebih tinggi 1.05% dibandingkan dengan

SVMboosting, dan lebih rendah 1.25% dibandingkan dengan Voted Perceptron. (Mamdani FIS dengan 9 fitur 76.25%, Voted Perceptron 77.5%, SVM 74.4%, dan SVMboosting 75.2%).

Kata kunci: melanoma, klasifikasi, ekstraksi fitur abc, Fuzzy Mamdani

1. PENDAHULUAN

Pada bidang kedokteran, diagnosa sebuah penyakit dapat dilakukan dengan mendeteksi citra, salah satunya adalah melanoma. Melanoma merupakan jenis kanker kulit yang paling berbahaya bagi manusia, karena termasuk penyakit paling mematikan dari semua jenis kanker kulit. Oleh karena itu apabila penyakit ini dapat dideteksi lebih awal, dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh melanoma dapat diminimalkan serta pasien dapat disembuhkan [1]. Salah satu cara yang dilakukan pakar dermatologis untuk mengidentifikasi melanoma adalah melalui proses biopsi, yaitu pengambilan contoh jaringan kulit manusia yang dianggap mengandung melanoma untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Tetapi proses ini memerlukan teknologi yang canggih dan membutuhkan biaya yang mahal sehingga sulit untuk dilakukan di daerah-daerah yang mempunyai fasilitas kurang memadai.

Masalah ini menimbulkan ketertarikan untuk melakukan deteksi awal penyakit melanoma yang meliputi interpretasi secara otomatis dari citra warna dermatoskopis dengan analisa citra terkomputerisasi. Dengan begitu, ada perkembangan menarik dari sistem komputer bantu (computer-aided systems atau CAD) untuk diagnosa melanoma secara klinis sebagai sebuah dukungan untuk para pakar dermatologis dalam langkah analisis yang berbeda, seperti deteksi batas luka, penghitungan fitur diagnosa, klasifikasi pada tipe luka yang berbeda,

visualisasi, dan lain-lain. Untuk tahap preprocesing, segmentasi, dan ekstraksi fitur ABC telah dilakukan pada penelitian sebelumnya [2] .

Oleh karena itu dalam tugas akhir ini, akan diimplementasikan program pendeteksi awal melanoma menggunakan metode klasifikasi Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani dengan data masukan berupa citra warna dermatoskopis. Dengan program ini diharapkan dapat membantu dalam mendeteksi melanoma secara dini.

2. IMAGE PREPROCESSING

Dalam proses klasifikasi ini, tahap awal yang dilakukan adalah pemrosesan awal citra (image preprocessing). Pemrosesan awal ini digunakan untuk menyiapkan citra masukan agar dapat diproses pada tahap selanjutnya (ekstraksi fitur). Tahapan dalam pemrosesan awal citra ini meliputi proses filtering, mapping nilai intensitas citra, dan segmentasi [2]. Tahap pertama dalam image preprocessing adalah proses filtering menggunakan median filter. Proses filtering digunakan untuk mengurangi noise pada citra masukan. Konsep dari median filter adalah mengurutkan piksel-piksel berdasarkan nilai intensitasnya, kemudian mengambil nilai tengahnya. Setelah itu, mengganti nilai piksel pada posisi tengah dari daerah yang difilter dengan nilai tengah tersebut.

(2)

2

Tahap kedua adalah mapping nilai intensitas citra yang digunakan untuk menguatkan nilai intensitas citra sehingga menghasilkan citra dengan tingkat kekontrasan yang tinggi. Dengan demikian, nilai informasi penting tentang citra dapat diperoleh seperti tepi area luka.

Tahap terakhir yang dilakukan adalah segmentasi citra menggunakan thresholding dan flood filling. Segmentasi citra ini digunakan untuk memisahkan objek luka dengan latar belakang dari citra. Dari proses segmentasi ini dihasilkan citra yang siap untuk dilakukan tahapan proses selanjutnya yaitu ekstraksi fitur.

3. EKSTRAKSI FITUR

Ekstraksi fitur merupakan proses pengambilan nilai-nilai fitur dari citra luka. Ekstraksi fitur ini sangat penting, karena dari hasil ekstraksi fitur ini yang akan dilakukan proses klasifikasi untuk menentukan apakah melanoma atau tidak. Adapun fitur-fitur yang diekstraksi meliputi asymmetry, boder irregularity, dan color variation.

3.1 Asymmetry

Melanoma dapat muncul sebagai luka baru yang mirip dengan tahi atau berkembang pada tahi lalat yang sudah ada. Untuk dapat membedakannya, perlu peninjauan dalam hal bentuk luka tersebut. Biasanya tahi lalat yang bukan kanker / non melanoma berbentuk simetris dan sirkular sedangkan pada melanoma mempunyai bentuk yang iregular dan asimetris. Oleh karena itu dilakukannya penghitungan dua nilai fitur yaitu asymmetry index AI dan

lengthening index Å [1]. • Asymmetry Index

Untuk mencari nilai asymmetry index, titik origin (0,0) dari koordinat kartesius ditetapkan pada pusat massa G dari area luka L, yang dimana L didefinisikan oleh fungsi biner z(i, j) (dengan z(i,j) = 1 jika (i, j) Є L, selain itu 0). Kemudian, momen inersial kuadratik I(φ) dari suatu citra luka L yang berhubungan dengan sembarang sumbu yang melalui G menunjukkan sudut φ terhadap sumbu horisontal dari koordinat kartesius ∆, dan diberikan dalam Persamaan (1)[1]: 𝑰(𝝋) = � 𝑫𝝋𝟐 (𝒊,𝒋)∈𝑳 (𝒊,𝒋) 𝑰(𝝋) =∑ [−𝒊𝒔𝒊𝒏𝝋+𝒋𝒄𝒐𝒔𝝋]𝟐 (𝒊,𝒋)∈𝑳 (1)

dimana 𝐷𝜑(𝑖,𝑗) adalah jarak antara pixel yang ditinjau (i, j) dan proyeksinya pada , sepanjang normal garis .

Setelah didapatkan nilai momen inersial kuadratik, langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai sumbu utama mayor yang didapat dari momen inersia terkecil dari L dan memiliki arah tegak, φ0. Sehingga sumbu utama mayor tersebut bisa didapat dengan menghitung turunan dari Persamaan (1) dan mengeset turunannya dengan 0 seperti dalam Persamaan (2) di bawah ini [1]: 𝝏𝑰(𝝋) 𝝏𝝋 =𝟎 ⟹ 𝝋𝟎= 𝟏 𝟐𝒕𝒂𝒏−𝟏� 𝟐𝒎𝟏𝟏𝒄 𝒎𝟐𝟎𝒄 −𝒎𝟎𝟐𝒄 �(2)

dimana mc11 merepresentasikan momen standar, m c

20 merepresentasikan momen kuadratik yang berhubungan dengan sumbu horisontal koordinat kartesius Gx dan mc02 merepresentasikan momen kuadratik yang berhubungan dengan sumbu vertikal koordinat kartesius Gy. Berikut ini rumus dari momen- momen yang telah disebutkan sebelumnya [1] 𝒎𝟏𝟏𝒄 =𝑴𝑴𝟏𝟏𝟎𝟎− 𝒙�𝒚� (3) 𝒎𝟐𝟎𝒄 =𝑴𝟐𝟎 𝑴𝟎𝟎− 𝒙� 𝟐 (4) 𝒎𝟎𝟐𝒄 =𝑴𝑴𝟎𝟐𝟎𝟎− 𝒚�𝟐 (5) Dengan, 𝑴𝒊𝒋=∑ ∑ 𝒙𝒙 𝒚 𝒊𝒚𝒋𝑰(𝒙,𝒚)

keterangan : I (𝑥,𝑦) adalah nilai intensitas pixel pada koordinat 𝑥,𝑦.

𝑥̅=𝑀10

𝑀00 (6)

𝒚�=𝑴𝟎𝟏

𝑴𝟎𝟎 (7)

Langkah selanjutnya adalah mencari nilai sumbu utama minor dari L memiliki arah φ0 + π/2

menghasilkan arah yang melintang terhadap L yang berarti memiliki momen inersia terbesar. Sumbu melintang dan tegak yang telah didapatkan bisa digunakan untuk mengkalkulasi nilai asymmetri index. Hal ini dilakukan dengan melipat area luka L pada kedua sumbu tadi dan mengukur area non overlap seperti dalam Persamaan (8)[1].

𝑨𝑰=𝟏𝟐∑ 𝜟𝑨𝒌 𝑨𝑳 𝟐

𝒌=𝟏 (8)

Penjelasan :

subscript k mengidentifikasikan sumbu utama (mayor vs. minor), ∆Ak berupa area non-overlap saat luka

dilipat dan AL (AL = m00c ) adalah area luka.

Lengthening Index

Lengthening index merupakan sebuah nilai yang mendeskripsikan pemanjangan sebuah luka, misalnya anistropy luka. Dalam pemanjangan sebuah luka

(3)

3

berhubungan dengan nilai eigen λ′, λ′′ dari matriks tensor inersia. Lengthening index ini didefinisikan oleh perbandingan antara momen inersia λ′ (terhadap sumbu mayor) dan momen inersia λ′′ (terhadap sumbu minor) [1]. Å =𝝀𝝀′′′ (9) 𝜆′=𝑚20𝑐 +𝑚02𝑐 −�(𝑚𝑐20−𝑚02𝑐 )2+4(𝑚11𝑐 )2 2 (10) 𝜆′′ =𝑚20𝑐 +𝑚02𝑐 +��𝑚𝑐20−𝑚02𝑐 �2+4�𝑚11𝑐 �2 2 (11) 3.2 Border Irregularity

Suatu luka yang tidak berbahaya pada umumnya mempunyai batas luka yang jelas tidak seperti pada melanoma yang sering menunjukkan batas yang tak jelas atau kabur. Hal tersebut biasanya menandai bahwa adanya pertumbuhan dan penyebaran kanker.

Border Irregularity Lession (Iregularitas pembatas luka / tepi area luka) merupakan faktor penting ketika menduga bahaya dari sebuah luka. Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk mengkuantisasi Border Irregularity diperlukan lima fitur yaitu indeks kepadatan (Compactness Index) CI, dimensi fraktal

(Fractal Dimension) fd, kecuraman tepi (Edge Abruptness)Cr dan transisi pigmentasi (Pigmentation Transition)me dan ve[1].

Compactness Index

Indeks kepadatan (Compactness Index / CI)

(Persamaan 12) merupakan pengukuran bentuk pembatas paling populer yang mengetimasi kebulatan obyek dua dimensi. Tetapi, pengukuran ini sangat sensitif terhadap noise di sepanjang pembatas/ tepi area luka yang nilainya dikuatkan oleh kuadrat dari keliling luka.

𝐂𝐈= 𝐏𝐋𝟐

𝟒𝛑𝐀𝐋 (12)

dimana PLadalah keliling luka

Fractal Dimension

Fractal memiliki sifat-sifat yang sama untuk berbagai skala/ukuran yang digunakan hal ini dikarenakan fractal memiliki karakteristik kesamaan sendiri (self-similarity). Setiap bagian fractal yang mempunyai skala berbeda tersebut memiliki sifat yang sama dengan keseluruhan fractal. Karakteristik ini yang menyebabkan fractal cocok digunakan untuk teknik kompresi. Karakeristik lain dari fractal yaitu padadimensinya.Ukuran dimensi pada umumnya merupakan bilangan bulat, seperti garis memiliki dimensi satu, bidang memiliki dimensi dua, dan kubus memiliki dimensi tiga, dan seterusnya. Akan tetapi, dimensi fractal merupakan sesuatu yang aneh hal ini

dikarenakan fractal dapat bernilai pecahan. Dimensi fractal ini dapat digunakan sebagai ciri suatu citra[1].

Fractal dimension banyak diterapkan pada penelitian untuk mengestimasi iregularitas dari tepi luka. Dari hasil penerapannya menunjukkan bahwa kemungkinan besar suatu luka adalah melanoma ketika nilai dari fractal dimension semakin meningkat, begitu juga dengan nilai border irregularity[1].

Fractal dimension dapat dihitung dengan menggunakan metode perhitungan kotak ( box-counting). Metode ini membagi citra menjadi kotak-kotak dengan berbagai variasi ukuran (r).Salah satu contoh penentuan nilai r adalah 2k, dengan k = 0, 1, 2, … dst, dan 2k lebih kecil dari ukuran citra. Gambar 3.1 menunjukkan ilustrasi metode box-counting.

Gambar 3.1 Metode Box Counting

Contoh untuk citra luka pada kulit, menggunakan grid kotak yang membagi-membagi citra, dengan masing-masing kotak berukuran r x r. N(r) adalah jumlah pixel yang berisi potongan pembatas / tepi luka. Ukuran pixel berbeda (nilai r berbeda) digunakan dan

fd diperoleh dari gradien atau kemiringan garis regresi

log (r) terhadap log(N(r)). Secara keseluruhan, hubungan antara N(r) dan fd dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut[1]:

𝑵(𝒓)∝ 𝟏−𝒇𝒅 (131)

• Edge Abruptness

Luka dengan pembatas/ tepi yang iregular (Edge Abruptness) memiliki nilai variance jarak radial yang besar (contoh d2, jarak antara sentroid GL dan

pembatas/ tepi C). Untuk mengestimasi iregularitas pembatas dilakukan analisa nilai variance dari distribusi jarak radial (Persamaan 14)[1]:

𝑪𝒓=

𝟏

𝑷𝑳∑𝒑∈𝑪(𝒅𝟐(𝒑,𝑮𝑳)−𝒎𝒅)𝟐

𝒎𝒅𝟐 (14)

di mana md adalah mean jarak d2 antara titik-titik pembatas dan sentroid GL (titik pusat luka).

Pigmentation Transition

Pigmentation transition merupakan fitur mengenai transisi dari pigmentasi antara area luka dan kulit sekitarnya. Tepi area luka yang berubah pigmentasi secara tajam menunjukkan bahwa luka tersebut adalah melanoma, sebaliknya pemudaran perlahan-lahan (gradasi) mengindikasikan luka tersebut tak-berbahaya. Maka, disini dipertimbangkan komponen

(4)

4

luminansi lum(i, j) (Persamaan 15) dari warna citra asli sebagai tiga komponen warna yang berbobot sama. Lalu, diestimasi gradient magnitude dari komponen intensitas lum sepanjang pembatas/ tepi luka C di kulit. Diperoleh K set nilai gradient magnitudee(k) (1 ≤ k ≤ K, dimana K adalah jumlah sample tepi luka) yang mendeskripsikan secara lokal transisi antara luka dan latar belakang citra (kulit) di tiap pixel tepi luka. Untuk menjelaskan transisi secara global, digunakan mean me dan variance ve dari nilai magnitude gradien e(k) yang mendeskripsikan level kecuraman dan variasinya secara global (Persamaan 16 dan 17)[1]. 𝒍𝒖𝒎(𝒊,𝒋) =𝟏𝟑[𝒓(𝒊,𝒋) +𝒈(𝒊,𝒋) +𝒃(𝒊,𝒋)] (15) 𝒎𝒆=𝟏𝑲∑𝑲𝒌=𝟏𝒆(𝒌) (16) 𝒗𝒆=𝑲𝟏∑𝑲𝒌=𝟏𝒆𝟐(𝒌)− 𝒎𝒆𝟐 (17) 3.3 Color variation

Salah satu ciri munculnya melanoma dapat ditandai pada warnanya yang bervariasi karena melanoma tumbuh dalam sel penumbuh pigmen, sehingga sering berwarna-warni meliputi coklat, coklat gelap, atau hitam tergantung pada produksi pigmen melanin di kedalaman yang berbeda pada kulit. Variasi warna dalam sebuah luka dijelaskan dengan homogenitas warna (Color Homogeneity) Ch dan korelasi antara geometri dan fotometri (Correlationbetween Photometry and Geometry) Cpg[1].

Color Homogeneity

Histogram dari luminansi warna pada luka dibagi dalam tiga interval yang panjangnya sama. Interval yang berelasi ke nilai luminansi ketiga yang terkecil mendefinisikan area gelap, kemudian level intermediate berelasi ke yang lain dan tidak terlibat dalam kuantifikasi warna lalu homogenitas warna, dijelaskan sebagai jumlah transisi zona lebih terang / zona lebih gelap ke zona lebih gelap / zona lebih terang ketika memindai luka secara horisontal dan vertikal [1].

Korelasi antara geometry dan photometry

Distribusi warna pada luka dapat dievaluasi melalui korelasi antara geometry dan photometry. Termasuk juga penjelasan evolusi level warna dari sentroid GL

menuju pembatas / tepi luka (Persamaan 18). Jika nilai yang dihasilkan lebih besar maka menunjukkan luka tak-berbahaya karena luka tak-berbahaya memiliki aspek target, sebaliknya jika nilainya kecil menunjukkan adanya bahaya melanoma [1].

𝐶𝑝𝑔=𝐴1

𝐿∑

(𝑙𝑢𝑚(𝑝)−𝑚𝑙).(𝑑2(𝑝,𝐺𝐿)−𝑚𝑑) 𝑣𝑙.𝑣𝑑

𝑝∈𝐿 (18)

Penjelasan persamaan diatas yaitu :

md dan vd adalah mean dan variance jarak d2 yang

telah dijelaskan sebelumnya pada Persamaan 23,

ml dan vlberhubungan dengan luminansi,

pЄL adalah semua elemen piksel yang ada di dalam area luka.

4. VARIASI FITUR

Proses ini digunakan untuk memilih variasi-variasi fitur yang dapat menghasilkan sistem perangkat lunak yang lebih baik dan optimal. Proses variasi fitur dilakukan dengan memilih fitur-fitur yang dinilai penting atau mempunyai pengaruh banyak terhadap proses klasifikasi serta menghilangkan fitur-fitur yang dinilai kurang penting atau mempunyai pengaruh tidak banyak terhadap proses klasifikasi.

Proses pemilihan fitur ini menggunakan metode

Discriminant Function Analysis (DFA) yang mana fungsi ini telah terdapat pada software SPSS. Adapun hasil dari proses ini dihasilkan 3 macam variasi yaitu dengan 4 fitur, 5 fitur, dan 9 fitur. Adapun uraian fitur-fitur yang digunakan tersebut antara lain:

a. 4 fitur, menggunakan AI, CI, Ch, Cpg

b. 5 fitur, menggunakan AI, CI, Cr, Ch, Cpg

c. 9 fitur, menggunakan semua fitur asal Untuk variasi yang menggunakan 4 fitur, terdapat 2 jenis yaitu 4 fitur berbobot dan 4 fitur tanpa bobot. Oleh karena itu, dalam proses selanjutnya akan digunakan semua jenis variasi fitur tersebut untuk didapatkan hasil yang terbaik.

5. SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI

Himpunan fuzzy merupakan himpunan yang direpresentasikan dengan penalaran manusia yang cenderung menggunakan pendekatan dan bukan eksak. Himpunan ini mengandung konsep kebenaran sebagian. Dalam himpunan fuzzy diperbolehkan untuk mempunyai dua atau lebih jenis keanggotaan sehingga nilai keanggotaannya tidak harus mutlak 1 dan 0, tetapi memiliki rentang dari 0 sampai 1 pada masing-masing nilai keanggotaannya [3]. Misalnya didefinisikan suhu di bawah 300C adalah dingin, selain itu panas. Maka dalam himpunan fuzzy, suhu 310C dapat dikatakan mempunyai keanggotaan panas 0.55 dan keanggotaan dingin 0.45 atau jika dalam bahasa manusia masuk dalam kategori agak panas. Sistem inferensi fuzzy mamdani menggunakan keputusan yang biasa dilakukan oleh para ahli sebagai aturan dari system fuzzy dalam mengambil keputusan atas masukan yang diterima [3]. Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani mempunyai beberapa tahapan yaitu:

(5)

5

5.1 Fuzzifikasi

Merupakan pembentukan himpunan fuzzy dan penentuan derajat keanggotaan dari inputan berupa keanggotaan crisp pada sebuah himpunan fuzzy. Misalnya pada himpunan suhu, maka akan terdapat minimal 2 fungsi keanggotaan yaitu fungsi keanggotaan panas dan fungsi keanggotaan dingin[4]. Proses ini dapat digambarkan pada gambar 5.1, dimana inputannya berupa y1 yang menghasilkan output 0.1 B1 dan 0.7 B2.

Gambar 5.1 Proses Fuzzifikasi

5.2 Inferensi

Merupakan proses evaluasi aturan fuzzy untuk menghasilkan output dari tiap aturan. Masing-masing aturan fuzzy akan menghasilkan sebuah nilai yang sesuai dengan inputan yang diberikan. Jika dalam aturan fuzzy terdapat disjungsi (OR), maka hasil dari aturan itu merupakan gabungan dari nilai fungsi keanggotaan yang dimasukkan, sedangkan jika terdapat konjungsi (AND), maka hasil dari aturan

fuzzy akan berupa irisan nilai fungsi keanggotaan dari inputan[4].

5.3 Komposisi

Merupakan proses mengkombinasikan hasil dari keluaran semua aturan untuk menghasilkan sebuah himpunan fuzzy tunggal. Hasil dari tahap ini akan menunjukkan keputusan yang diambil oleh sistem inferensi fuzzy dari inputan yang diberikan. Gambar 5.2 merupakan proses komposisi[4].

Gambar 5.2 Proses Komposisi

5.4 Defuzzifikasi

Digunakan mengubah output himpunan fuzzy dari tahap komposisi menjadi sebuah nilai tunggal yang berupa nilai crisp (perhitungan crisp output). Teknik yang paling popular digunakan adalah centroid technique. Metode ini mencari centre of gravity

(COG) dari agregasi himpunan yang dirumuskan: 𝐶𝑂𝐺 = ∫ 𝜇𝑎𝑏 𝐴(𝑥)𝑥𝑑𝑥

∫ 𝜇𝑎𝑏 𝐴(𝑥)𝑑𝑥

(19)

COG diperoleh dengan mencari titik yang membagi area solusi menjadi 2 bagian yang sama[4].

6. KLASIFIKASI CITRA MELANOMA DENGAN SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI

Dalam melakukan proses klasifikasi citra melanoma menggunakan metode Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani mempunyai beberapa tahapan langkah. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan data input berupa citra dermatoskopik.

2. Melakukan preprocessing yang meliputi median filtering dan mapping nilai intensitas citra.

3. Melakukan proses segmentasi yang terdiri dari proses thresholding dan flood filling. 4. Melakukan proses ekstraksi fitur ABC

(Asymmetry, Border Irregularity, Color Variation) dari data yang telah disegmentasi. 5. Dilakukan proses klasifikasi yang meliputi 2

proses yaitu pelatihan dan pengujian sistem. 6. Dari hasil pengujian, diperoleh keputusan

apakah citra inputan termasuk melanoma atau bukan melanoma.

Secara umum, proses klasifikasi citra melanoma dapat digambarkan dalam diagram alir 5.1 sebagai berikut:

Gambar 6.1 Diagram alir sistem mulai Citra yang belum teridentifikasi Preprocessing Segmentasi Ekstraksi fitur Klasifikasi dengan Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani Selesai Hasil Prediksi

(6)

6

7. UJICOBA DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan pada uji coba ini adalah citra berukuran 150 x 150 pixel dengan format 24 bits BMP dan bertipe RGB. Jumlah citra yang digunakan sebanyak 100 data, dengan rincian terdapat 50 data citra melanoma dan 50 data citra non-melanoma. Dari 100 data tersebut, terdapat 80 data citra yang digunakan untuk proses pembelajaran sistem (data

training) dan 20 data citra yang digunakan untuk ujicoba sistem (data testing). Data citra ini merupakan data yang digunakan oleh penelitian sebelumnya [2]. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai skenario uji coba yang menggunakan metode k-fold cross validation dengan k = 5. Dalam metode ini, prosesnya adalah membagi sama rata dari seluruh data yang ada untuk dijadikan data testing pada setiap fold-foldnya. Oleh karena itu, jumlah pada data testing adalah 20 data sedangkan data training adalah 80 pada setiap masing-masing fold. Penjelasan detail dapat dilihat pada gambar 7.1 berikut:

Gambar 7.1 Pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation dengan k = 5

: data yang digunakan sebagai testing : data yang digunakan sebagai training

7.1 Ujicoba Mamdani FIS

Setelah dilakukan serangkaian proses skenario uji coba, maka diperoleh beberapa hasil uji coba yang berupa nilai akurasi dari sistem perangkat lunak. Nilai akurasi diperoleh dengan rumus:

𝒂𝒌𝒖𝒓𝒂𝒔𝒊=𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝒅𝒂𝒕𝒂−𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝒅𝒂𝒕𝒂 𝒆𝒓𝒓𝒐𝒓𝒙𝟏𝟎𝟎% (20)

Pada tabel 6.1 ditunjukkan hasil ujicoba untuk klasifikasi dengan 4 fitur tanpa bobot, tabel 6.2 untuk klasifikasi menggunakan 4 fitur berbobot, tabel 6.3 untuk klasifikasi menggunakan 5 fitur, dan tabel 6.4 untuk klasifikasi menggunakan 9 fitur. Berikut ini merupakan penjabaran secara rinci dari hasil uji coba yang dilakukan.

Tabel 7.1Akurasi hasil uji coba klasifikasi dengan 4 fitur tanpa bobot

Fold Pengujian

Rata-rata Data training Data testing

1 88.75% 85% 86.875% 2 88.75% 85% 86.875% 3 87.50% 85% 86.250% 4 88.75% 85% 86.875% 5 86.25% 90% 86.875% Rata-rata 87.000%

Tabel 7.2 Akurasi hasil uji coba klasifikasi dengan 4 fitur berbobot

Fold Pengujian Rata-rata

Data training Data testing

1 81.25% 90% 85.625% 2 83.75% 80% 81.875% 3 85.00% 85% 85.000% 4 85.00% 85% 85.000% 5 82.50% 85% 83.750% Rata-rata 84.250%

Tabel 7.3 Akurasi hasil uji coba klasifikasi dengan 5 fitur

Fold Pengujian Rata-rata

Data training Data testing

1 80.00% 80.00% 80.000% 2 80.00% 90.00% 85.000% 3 78.75% 85.00% 81.875% 4 81.25% 80.00% 80.625% 5 77.50% 75.00% 76.250% Rata-rata 80.750%

Tabel 7.4 Akurasi hasil uji coba klasifikasi dengan 9 fitur

Fold Pengujian Rata-rata

Data training Data testing

1 72.50% 80.00% 76.250% 2 76.25% 90.00% 83.125% 3 75.00% 80.00% 77.500% 4 77.50% 70.00% 73.750% 5 72.50% 70.00% 71.250% Rata-rata 76.380%

Dari ujicoba yang telah dilakukan, diperoleh akurasi terbaik dari metode Mamdani FIS yaitu klasifikasi menggunakan 4 fitur tanpa bobot. Rata-rata akurasi yang dihasilkan sebesar 87,00% . Jika menggunakan 9 fitur, maka rata-rata akurasi yang dihasilkan sebesar 76,38%.

(7)

7

7.2 Perbandingan Nilai Akurasi Antara

Metode Mamdani FIS, Voted Perceptron, Svm, Dan Svm Boosting

Setelah diperoleh hasil akurasi dari masing-masing scenario, maka dilakukan perbandingan dengan akurasi pada metode sebelumnya yang ditampilkan pada tabel 7.5

Tabel 7.5 Hasil perbandingan nilai akurasi antara Mamdani FIS 4 fitur, Voted Perceptron, SVM dan

SVMboosting

Metode Akurasi (%)

Mamdani FIS (4 fitur) 87.00

Voted Perceptron 77.50

SVM 74.40

SVMboosting 75.20

Berdasarkan tabel 7.5 Performa (nilai akurasi) Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani (4 fitur) lebih baik jika dibandingkan dengan SVM, SVMboosting, dan Voted Perceptron yaitu sebesar 87,00%.

Dikarenakan pada metode-metode sebelumnya menggunakan 9 fitur ABC, maka akan dilakukan perbandingan pula nilai akurasi dari Mamdani FIS (9 fitur), SVM serta SVMBoosting, dan Voted Perceptron. Hasil perbandingannya seperti pada tabel 7.6

Tabel 7.6 Hasil perbandingan nilai akurasi antara Mamdani FIS 9 fitur, Voted Perceptron, SVM dan

SVMboosting

Metode Akurasi (%)

Mamdani FIS (9 fitur) 76.25

Voted Perceptron 77.50

SVM 74.40

SVMboosting 75.20

Berdasarkan tabel 7.6 Performa (nilai akurasi) Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani (4 fitur) lebih baik jika dibandingkan dengan SVM dan SVMboosting yaitu sebesar 76,25%,tetapi itu masih di bawah dari akurasi

Voted Perceptron yakni 77.50%.

8. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ujicoba di atas adalah Algoritma Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani terbukti dapat digunakan sebagai metode klasifikasi untuk memprediksi citra masukan apakah termasuk melanoma atau tidak dengan melalui beberapa proses diantaranya preprocessing, segmentasi, dan ekstraksi fitur ABC, dan proses klasifikasi.Metode klasifikasi Sistem Inferensi Fuzzy

Mamdani menghasilkan akurasi terbaik sebesar 87.00%. Metode ini mempunyai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode SVM sebesar 12.60%, lebih tinggi 11.80% dibandingkan dengan

SVMboosting, dan lebih tinggi 9.50% dibandingkan dengan Voted Perceptron. (Mamdani FIS 87.00%,

Voted Perceptron 77.5%, SVM 74.4%, dan

SVMboosting 75.2%).

Adapun saran yang ingin disampaikan untuk pengembangan lebih lanjut adalah diperlukan adanya penambahan data pada data uji coba sehingga diharapkan dapat meningkatnya performa sistem dalam melakukan klasifikasi khususnya dalam bentuk nilai akurasi. Diperlukan adanya perbaikan terhadap proses ekstraksi fitur ABC sehingga data vektor yang dihasilkan menjadi lebih tepat dan lebih jelas perbedaannya mana yang melanoma dan mana yang bukan. Perlu dikembangkan pada proses pembelajaran (training) dalam klasifikasi fuzzy agar dapat meningkatkan performa sistem dalam melakukan klasifikasi.

REFERENSI

[1] Barhoumi W, Zagrouba E. 2004. A Prelimary Approach For The Automated Recognition Of Malignant Melanoma.

[2] B. Amaliah, I. Arieshanti, S. Novita Dewi, C. Fatichah, M.R. Widyanto. 2011. Klasifikasi Voted Perceptron Untuk Identifikasi Melanoma. SNATI. Yogyakarta.

[3] Rasyidi, Hanif. Pengenalan Bentuk Gigi Pada Citra Dental Radiograph Dengan Bantuan Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani. (Tugas Akhir). Jakarta. Universitas Indonesia. 2009.

[4] Lee, Kwang H. 2005. First Course on Fuzzy Theory and Application. Republic of South Korea. KAIST.

Referensi

Dokumen terkait

Penjamin akan membayar kepada Penerima Jaminan sejumlah nilai jaminan tersebut di atas dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja tanpa syarat setelah menerima

Saham digunakan sebagai studi kasus karena proses pencatatannya sama dengan penerapan dari stock aggregation dan beberapa penelitian menyatakan bahwa harga mutlak dari return

 Artinya: “Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabdal: Barang siapa menjalani akan  suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan (ilmu Allah) maka Allah akan

Dari perhitungan nilai RPN diatas, didapat kan nilai RPN tertinggi dari masing-masing proses produksi, pada proses roughmill moda kegagalan potensial yang nilai

Pengurus AMI Provinsi bertugas dan bertanggungjawab mengurus rumah tangganya sendiri, serta kegiatan olahraga dirgantara aeromodelling di wilayah kerjanya, dengan berpedoman

English (2004: 4 — 5) menyatakan ada e mpat indikator yang digunakan untuk mengukur penalaran analogi, yaitu (i) encoding : siswa dapat mengidentifikasi setiap bentuk

Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan wewenang yang berlaku, dengan demikian kewenangan

Penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Akhir untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik