• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penalaran Analogi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Luas dan Keliling Segitiga dan Segiempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penalaran Analogi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Luas dan Keliling Segitiga dan Segiempat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1764

PENALARAN ANALOGI SISWA

DALAM MENYELESAIKAN MASALAH

LUAS DAN KELILING SEGITIGA DAN SEGIEMPAT

Dyah Ayu Pramoda Wardhani, Subanji, Abdul Qohar

Pendidikan Matematika Pascasarjana-Universitas Negeri Malang

Jalan Semarang 5 Malang. E-mail: Dyah.ayu.dhayu@gmail.com

Abstract: Analogical reasoning is the process of drawing conclucions using similarity properties and relationship structure of known source problem to be applied to target problem. The goal of this research was to describe eight grade students analogical reasoning in solving problem about area and perimeter of triangle and rectangles. The approach used in this research is qualitative approach with descriptive research.The results of this research indicate that the analogical reasoning of high ability students going well.There are several obstacle are got by medium student groups in the mapping process.Analogical reasoning of lower ability students indicate that the subject could not understand a given problem.

Keywords: analogical reasoning, problem solving, triangles, rectangles

Abstrak: Penalaran analogi adalah proses penarikan kesimpulan dengan menggunakan kesamaan sifat dan struktur hubungan dari permasalahan sumber untuk diaplikasikan pada permasalahan target. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran analogi siswa kelas VIII dalam menyelesaikan masalah luas dan keliling segitiga dan segiempat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan penalaran analogi siswa kemampuan tinggi terjadi dengan baik. Penalaran analogi siswa kelompok sedang cenderung terjadi cukup baik. Ada beberapa hambatan yang dialami siswa kelompok sedang, yaitu pada proses mapping. Penalaran analogi siswa kemampuan rendah menunjukkan bahwa subjek tidak dapat memahami masalah yang diberikan.

Kata kunci: penalaran analogi, penyelesaian masalah, segitiga, segiempat

Berna lar dan berpikir adalah hal yang sangat penting dan sering digunaka n dalam mate matika (NCTM, 2000). Tu juan pembela jaran mate mat ika ya itu agar siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, me laku kan manipulasi mate mat ika dala m me mbuat genera lisasi, dan men jelaskan gagasan (Permend iknas No. 41 tahun 2007). Penalaran d idefin isika n sebagai tindakan penggunaan alasan dalam menurunkan suatu kesimpulan dari pre mis tertentu (Mofidi, 2012). Se mentara itu , Holyoak & Morrison (2005) menje laskan bahwa penalaran ada lah proses penarikan kesimpulan dari beberapa informasi awa l (pre mis). Pre mis-pre mis yang diperoleh akan digunakan sebagai modal untuk me mbuat kesimpulan. Dita mbahkan pula ole h Shadiq (2004) bahwa penalaran merupakan suatu kegiatan atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau me mbuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsika n sebelumnya. Materi mate matika dan penalaran mate matika me rupakan dua hal yang saling berhubungan. Materi mate matika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan diajarkan melalui belajar materi matematika.

Ke ma mpuan bernala r siswa sangat diperlukan dala m pe mbe laja ran mate mat ika di kelas karena ke ma mpuan berna lar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Syofni (1989) men yatakan bahwa ada hubungan timbal ba lik antara ke ma mpuan penalaran mate matika dan prestasi belajar mate matika. Ke ma mpuan bernalar siswa yang baik da pat menunjang prestasi belajar siswa, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, guru perlu mendesain pembe lajaran yang dapat menge mbangkan ke ma mpuan bernalar siswa. Fa ktanya, masih sedikit guru yang me mpersiapkan pembe laja ran dengan baik dan me mfasilitas i siswa untuk bernalar. Ha l ini didukung oleh penelit ian Iriyanti (2010) mengenai potret pe mbela jaran mate matika ke las VIII di Indonesia, yakni (1) hanya sedikit wa ktu yang digunakan guru untuk me mbahas atau mendiskusikan soal; (2) 57% wa ktu pe mbela jara n digunakan untuk me mbahas soal dengan komp leksitas rendah dan 3% wa ktu digunakan untuk me mbahas soal-soal dengan ko mple ksitas tinggi; (3) guru t idak me minta siswa untuk mencari solusi lain (a lternatif ja waban la in) dari s oal yang dibahas; (4) 52% dari waktu pe mbela jaran mate mat ika menggunakan strategi pembe laja ran ekspositori (cera mah ); (5) guru cenderung dominan dala m pe mbela jaran di ke las. Ciri-c iri tersebut mengidentifikasikan bahwa guru hanya mentransfer ilmunya ke siswa secara langsung. Guru jarang me mbe rikan kesempatan bagi siswa untuk bernalar mengenai suatu konsep atau materi yang dipelajari. Hal ini mengakibatkan kemampuan bernalar siswa rendah.

(2)

Hasil tes yang dilakukan o leh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 mene mpatkan Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara yang diteliti. Nilai rata -rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah 375, sedangkan nila i rata-rata yang diperoleh semua negara yang di survei adalah 494. The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) mengadakan penelitian untuk mengetahui ke ma mpuan mate matika siswa ke las VIII pada tahun 2007. Penelitia n tersebut difokuskan pada domain mate ri b ilangan, aljabar, geo metri serta dat a dan peluang. Hasil penelitian tersebut mene mpatkan Indonesia pada peringkat 36 dari 48 negara dengan skor rata-rata 397. Skor rata-rata negara yang berpartisipasi dala m TIM SS ada lah 500. Hal in i menunjukkan rendahnya penalaran siswa Indonesia dalam pe mecahan masalah mate matika . Soal-soal pemecahan masalah melatih siswa untuk mengembangkan penalaran analogi (She & Chuang, 2013).

Penalaran analogi da la m pe mecahan masalah adalah me metakan struktur re lasional dari permasalahan awa l yang diketahui ke permasalahan target dan menggunakan struktur awal untuk me mecahkan masalah target (English, 2004). Bassok, 2001; Holyoak, Gentner, & Kokinov, (2001) menje laskan bahwa penalaran analogi merupakan suatu proses untuk me mperole h kesimpulan dengan menggunakan kesaman sifat dari struktur hubungan antara masalah yang diketahui (bentuk dasar atau sumber) dan masalah baru (target). Jad i, penala ran analogi ada lah proses penarikan kesimpulan dengan menggunakan kesamaa n sifat dan struktur hubungan dari permasalahan sumber yang telah diketahui untuk diaplikasikan pada permasalahan target.

English (2004:4—10) menyatakan bahwa penalaran analogi terdiri atas penalaran dengan analogi klasik, penalaran dengan analogi masalah, dan penalaran dengan analogi pedagogis. Adapun penjelasan analogi klasik, ana logi masalah, dan analogi pedagogis adalah sebagai berikut. Pertama, penalaran dengan analogi klasik. Analogi klasik atau analogi konvensional adalah analogi yang berbentuk A:B:C:D dengan syarat C dan D merupakan hal yang behubungan dalam cara yang sama seperti hubungan A dan B. Meer (2010) menje laskan hubungan antara bagian A dan bagian C ada lah hubungan antara masalah sumber. Hubungan antara bagian B dan D adalah hubungan antara masalah target. Lee & Srira man (2011) menje laskan bahwa analogi klasik u mu mnya digunakan sebagai latihan pengembangan untuk pengukuran kecerdasan dan kema mpuan penalaran. Da la m analogi klasik, ke ma mpuan siswa dalam berna lar sangat diperlukan dalam mencari struktur re lasional pemecahan masalah dala m mengait kan aturan yang berlaku pada pasangan A: B yang me mungkinkan untuk d igunakan dala m me mecahkan masalah C:D. Kedua, penalaran dengan analogi masalah. Penala ran dengan masalah analogi berbentuk pe mberian masalah kepada siswa. Masalah yang diberikan berupa masalah sumber dan masalah target. Siswa harus mengetahui kesamaan struktur hubungan diantara masalah yang diketahui (masalah sumber) dan masalah baru (masalah target) agar dapat menyelesaikan masalah atau dengan kata lain “kesamaan struktur” atau “pemetaan diantara dua masalah harus ditemukan. Be rikut adalah contoh permasalahan kombinatorik yang didesain oleh English untuk mengembangkan penalaran analogi siswa.

Masalah Sumber

Toko es krim “Sally” menjual 12 rasa es krim yang berbeda dan 3 jenis cone yang me miliki ukuran berbeda. Berapa banyak pilihan es krim berbeda yang kamu miliki?

Masalah target

Perusahaan kartu ucapan berencana me mbuat kotak ka rtu ucapan dengan warna hijau atau kuning untuk ucapan Natal, Ulang Tahun, atau ucapan Paskah dan menggunakan warna huruf silver atau e mas. Berapa banyak jenis kartu berbeda yang akan ada dalam tiap kotak?

Ketiga,penalaran dengan analogi pedagogis . Analogi pedagogis dirancang untuk me mbe rikan representasi konkret ide -ide abstrak, art inya analogi in i be rfungsi sebagai sumber nyata d imana siswa dapat me mbangun representasi mental -ide atau proses abstrak yang disampaikan. M isalnya, ketika a lat berhitung dan item d iskret digunakan untuk mewa kili angka 10, siswa harus membuat pemetaan relasional dari himpunan item ke nama nomor yang sesuai.

English (2004: 4—5) menyatakan ada e mpat indikator yang digunakan untuk mengukur penalaran analogi, yaitu (i) encoding: siswa dapat mengidentifikasi setiap bentuk analogi dengan pengkodean karakteristik pada masing -masing masalah; (ii) inferring:siswa dapat mencari hubungan diantara unsur-unsur yang diketahui pada masalah sumber; (iii) mapping:siswa dapat menghubungkan pasangan A:B ke pasangan C:D dengan me mbangun hubungan penarikan kesimpulan pada kesamaan hubungan; (iv) applying : siswa memilih bentuk yang cocok untuk melengkapi analogi.

Penalaran ana logi me mbuat siswa harus mene mukan hubungan dari permasalahan sumber de ngan permasalahan target serta mengait kan dengan konsep mate mat ika yang re levan (A lwyn & Dindyal, 2009). Oleh karena itu, siswa harus me miliki pemaha man konsep yang kuat serta me miliki ketra mpilan untuk menghubungkan pengetahuan lama dan pengetahuan baru (May, 2006). Beberapa ahli berpendapat bahwa penalaran analogi penting untuk dilaku kan dala m pe mbe lajaran mate matika di kelas. May (2006) menyebutkan bahwa penalaran analogi me mbantu siswa menghubungkan pengetahuan la ma dan pengetahuan baru. Adanya masalah sumber dan masalah target pada penalaran analogi menuntut siswa untuk mencari struktur hubungan kesamaan sifat yang sama agar siswa dapat me mecahkan masalah target yang diberikan. Sehingga penalaran analogi menyedia kan alat kognitif dasar supaya siswa dapat menggunakan pendekatan fenomena baru dan mentransfer seluruh konteks (Richland, Morison & Holyoak, 2006). Be rnardo (2001) men jelaskan bahwa penalaran analogi dapat me mbuat siswa

(3)

mengeksplorasi dan terlibat dala m mencari in formasi mate mat ika yang dapat me ngarahkan siswa ke tingkat pe maha man yang lebih mendalam.

Salah satu cabang mate matika di sekolah yang me miliki ruang ling kup yang luas adalah geometri. Be rdasarkan penyebaran standar kompetensi untuk satuan pendidikan SMP, materi geometri mendapatkan pors i yang paling besar (41%) dibandingkan dengan materi lain seperti a ljabar (29%), bilangan (18%), serta statistika dan peluang (12%). Tujua n me mpela jari geometri adalah mengembangkan ke ma mpuan analisis, v isualisasi, dan penalaran (NCTM, 2000). Pe mbela jaran geometri mengharapkan siswa untuk dapat me mvisualisasikan obje k-obje k yang ada dalam mate matika. Salah satu bentuk visualisasi objek yang mungkin adalah penggunaan gambar dan diagram. Penggunaan gambar dan diagra m dala m geo metri dapat me mbantu meningkat kan pemaha man siswa (Zodik & Zaslavsky, 2007). Oleh karena itu, pe mbela jaran geo metri yang baik harus dapat mengasah ke ma mpuan berpikir dan bernala r siswa (Oze re m, 2012). Bertola k dari latar bela kang di atas, dapat diru muskan masalah dala m penelitian ini adalah bagaimana penalaran analogi siswa dala m menyelesaikan masalah luas dan keliling segitiga dan segiempat. Penelit ian in i bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran ana logi siswa dala m menyelesaika n masalah luas dan keliling segitiga dan segiempat

METODE

Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif karena pada penelitian ini penelit i mengka ji keadaan ala miah siswa, yaitu mengenai penalaran ana logi siswa dala m menyelesaikan masalah luas dan ke liling segitiga dan segiempat . Jenis penelitian ini adalah deskriptif karena data yang dihasilkan berbentuk paparan verbal dan bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penalaran analog i siswa dala m menyelesaikan masalah luas dan ke liling segitiga dan segiempat . Subjek penelit ian da la m penelit ian ini adalah siswa study club mate mat ika kelas VIII SM P Negeri 1 Wagir. Penelitia n difokuskan kepada 3 siswa. Subje k penelit ian dipilih berdasarkan hasil tes pemilihan subjek yang d iberikan oleh penelit i. Kee mpat siswa tersebut terdiri atas 4 siswa yang me miliki ke ma mpuan berbeda yaitu 1 siswa dari ke lo mpok berke ma mpuan tinggi, 1 siswa dari ke lo mpok be rke ma mpuan sedang, dan 1 siswa dari ke lo mpok berke ma mpuan rendah. Data yang diku mpulkan berupa hasil pekerjaan siswa dala m menyelesaikan masalah luas dan ke liling segitiga dan segie mpat, data hasil wawancara dengan subjek penelitian, dan catatan -catatan penting selama proses penelitian berlangsung .

Instrumen Penelitian

Instrumen dala m penelit ian in i terbagi dala m t iga maca m, ya kni soal tes penalaran analogi, pedoman wawancara , dan le mbar va lidasi. Pe rtama, soal tes penalaran analogi. Soal tes penalaran analogi me rupakan soal tes yang berbentuk esai. Soal tes penalaran analogi yang diberikan berju mlah dua soal. Tiap soal terdiri atas dua masalah, ya itu masalah sumber dan masalah target. Materi yang digunakan dala m pe mbuatan soal tes berupa pokok bahasan luas dan keliling segitiga dan segiempat. Kedua, pedoman wa wancara. Wawancara yang digunakan dala m penelitian ini menggunakan pendekatan pedoman wa wancara . Johnson & Christensen (2004) menyatakan bahwa dalam pendekatan ini, pertanyaan dan topik disediakan dala m protokol wawancara yang disediakan oleh peneliti. Pedo man wa wancara ini berisikan garis -garis besar permasalahan yang akan ditanyakan oleh peneliti berdasarkan tahap encoding, inferring, mapping, dan applying. Wawancara dilakukan setelah siswa selesai mengerja kan soal penalaran analogi. Ketiga, le mba r validasi. Le mba r va lidasi yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian antara isi pada instrumen yang dibuat dengan tujuan yang ingin dicapai. Validasi yang digunakan dalam penelitia n ini ada lah validasi isi. Data hasil validasi adalah data kualitatif. Data kua litatif berupa tanggapan, krit ik, dan saran dari validator. Lembar validasi yang dibuat adalah lembar validasi untuk soal tes penalaran analogi dan lembar wawancara .

Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dala m penelit ian in i, meliputi (1) p eneliti me mberikan le mba r tes ke ma mpuan penalaran analogi kepada subjek. Peneliti me mberi kesempatan kepada subjek untuk mengerja kan le mba r soal, (2) peneliti mela kuka n wawancara kepada subjek. Wawancara ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana penalaran analogi siswa da la m me mecahkan masalah, (3) setelah data terku mpul, selanjutnya dila kukan pengecekan keabsahan data dengan triangulasi metode, yaitu dengan cara me mbandingkan data hasil peker jaan le mbar tugas penyelesaian masalah dan data hasil wawancara siswa dalam menyelesaikan masalah.

Keabsahan Data

Untuk me mpe rtanggungjawabkan kred ibilitas dala m penelit ian ini, peneliti me la kukan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, me la kukan triangulasi metode. Johnson & Christensen (2004) menyatakan bahwa triangulasi metode adalah penggunaan berbagai metode penelitian terhadap suatu fenomena.Triangulasi metode yang digunakan dala m penelitian in i , yaitu dengan cara me mbandingkan data hasil pekerjaan le mba r tugas pemecahan masalah dan data hasil wa wancara. Kedua, me mbuat catatan setiap tahapan penelitian dan dokumentasi yang lengkap. Ketiga, mela kukan pentranskripan setelah pengambilan data. Hal ini dila kukan agar unsur-unsur subjektivitas penelit i t idak ikut mengintervensi data penelitian. Kee mpat, me la kukan pengecekan berulang kali terhadap reka man suara, video, le mbar jawaban, dan transkrip wa wancara agar diperole h hasil yang sahih.

(4)

Analisis Data

Proses analisis data yang digunakan dala m penelit ian menggunakan analisis interim. Analisis interim ya itu proses siklis dari pengumpulan data, analisis data, pengumpulan data tambahan, dst (Johnson & Christensen, 2004). Proses yang berulang dari analisis interim me mbuat penelitian kualitatif lebih kuat ka rena pengumpulan dan analisis data dilaku kan secara berulang. Analisis interim dilanjutkan sampa i proses atau topik penelitian yang sedang diteliti d ipahami (sampa i peneliti memperoleh sumber yang dibutuhkan).

HASIL

Penalaran Analogi Siswa Kemampuan Tinggi (S1)

Struktur berp ikir yang dibuat penelit i da ri hasil pekerjaan S1 dala m soal no mor 1 dan 2 menunjukkan jika S1 dapat me la kukan se mua tahapan penalaran analogi dengan baik. Stimu lu s yang diberikan peneliti yang disajikan dala m petunjuk pengerjaan soal sangat me mbantu S1 dala m me maha mi masalah. Dala m menyelesaikan masalah yang diberikan S1 terlebih dahulu me lakukan encoding pada masalah sumber. S1 ke mudian me la kukan encoding pada masalah target. Ha l ini d ila kuka n untuk me mudahkan penyelesaian masalah. S1 ke mudian mengamati hubungan antara unsur-unsur yang diketahui pada masalah sumber dan masalah target. S1 mengolah info rmasi-informasi yang telah d iperoleh untuk me mbuat hubungan diantara masalah sumber (in ferring). Selan jutnya S1 me metakan aturan yang berlaku pada masalah sumber ke masalah target (mapping). Setela h informasi-informasi yang dipero leh dari soal sudah cukup, S1 ke mudian me la kukan proses applying. Struktur berpikir penalaran analogi S1 pada soal 1 ditampilkan pada Gambar 1.

Struktur berpikir S1 da la m menyelesaikan soal nomor 2 sudah sesuai dengan struktur masalah. Aktiv itas mental yang pertama ka li dilaku kan S1 dala m menyelesaikan soal tes nomor 2 adalah dengan me laku kan encoding masalah sumber. S1 mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan menuliskan dala m bentuk simbol, yaitu luas dan tinggi segitiga sama ka ki. Selanjutnya S1 mela kukan encoding pada masalah target. S1 mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui yaitu menuliska n luas belah ketupat dan panjang diagonal satu.S1 berusaha mengumpulkan informasi-informasi yang bisa dipero leh dari unsur yang diketahui yang mungkin berhubungan dengan 18c m. S1 menggunakan rumus luas segitiga hingga diperoleh alas segitiga yaitu 8c m. S1 ke mudian me mbagi panjang ZY men jadi dua b agian sama panjang hingga dipero leh 2 seg itiga siku-siku yang konkruen. S1 ke mudian mencari panjang sisi miring dari salah satu segitiga dengan menggunakan teorema Pythagoras hingga diperoleh panjang YX dan XZ adalah 5c m. S1 ke mud ian mencari aturan yang be rlaku antara unsur-unsur pada bagian A dengan 18 c m yang ada pada bagian B. S1 menyimpu lkan jika hubungan antara unsur-unsur pada bagian A dengan B adalah hubungan antara segitiga sama kaki dengan kelilingnya. Ka rena 18 c m dapat diperoleh dengan menju mlahkan ketiga sisi segitiga, ya itu sisi YX,XZ,ZY. Proses inferring yang dilakukan S2 ditampilkan pada Gambar 2.

(5)

S1 ke mudian mela kukan proses mapping dengan memeta kan aturan yang berlaku pada masalah sumber ke masalah target. Aturan pada masalah sumber adalah hubungan antara bangun datar dan kelilingnya. Oleh ka rena itu , pada masalah target aturan yang berlaku adalah hubungan antara belah ketupat denga n kelilingnya. S1 ke mudian mengolah unsur-unsur yang diketahui dari masalah target dan yang diperlukan untuk penyelesaian masalah. Dala m mencari ke liling belah ketupat, perlu diketahui panjang kedua diagonal dari be lah ketupat. Oleh ka rena itu , S1 mencari panjang diagonal dua dengan menggunakan rumus luas belah ketupat. Setelah mengetahui panjang diagonal dua, S1 ke mudian mencari panjang salah satu sisi belah ketupat EFGH. Ha l ini dila kukan karena be lah ketupat me miliki e mpat sisi yang sama pan jang sehingga untuk me mpe roleh keliling cukup dengan mencari panjang salah satu sisi. S1 menggunakan teore ma Pythagoras untuk menentukan panjang EF. Setela h informasi yang diperlukan sudah cukup untuk menyelesaikan masalah, S1 ke mudian me la kukan proses applying yaitu mencari keliling be lah ketupat. S1 me mpe roleh keliling belah ketupat dengan men ju mlah kan kee mpat sisi belah ketupat ka rena kee mpa t sisi belah ketupat sama panjang sehingga keliling belah ketupat dapat diperoleh dari empat kali panjang sisi.

Penalaran Analogi Siswa Kemampuan Sedang

Setelah S2 menyelesaikan soal tes penalaran analogi, ke mudian dibuat struktur berpikirnya untuk soal nomor 1 dan nomor 2. Struktur berpikir S2 menunjukkan jika S2 ma mpu menyelesaikan se mua soal tes yang diberikan. Struktur berpikir S2 dala m menyelesaikan soal nomor 1 menunjukkan jika S2 kurang me maha mi soal. Kegiatan yang pertama ka li d ila kukan S2 dala m menyelesaikan soal yang diberikan adalah dengan mela kukan encoding. S2 menentukan unsur-unsur yang diketahui dari soal yaitu luas dan alas. Selanjutnya S3 mencari hubungan antara informasi-informasi yang telah diperoleh dengan 6√5 cm pada bagian B. S3 ke mudian mencari unsur-unsur yang mungkin dipero leh dengan menggunakan informasi yang ada yaitu mencari t inggi ja jar genjang. Tinggi ja jar genjang dipero leh dari penerapan rumus luas ja jar genjang VW XZ dan diperole h tingginya 12 c m. S3 ke mud ian mengolah informasi yang diketahui dari soal dan tinggi jaja r genjang hingga diperoleh panjang VZ atau WX adalah 6√5 cm. Proses inferring yang dilakukan S3 ditampilkan pada Gambar 3.

Ga mbar 3 menunjukkan jika proses inferring yang dilakukan S2 sudah tepat. Akan tetapi, dari wa wancara yang telah dila kukan sebenarnya S2 belu m sepenuhnya mampu me mbuat kesimpulan. Dala m me mbuat kesimpulan hubungan yang berlaku pada masalah sumber sebenarnya S2 juga ingin mencari ke lilingnya. Akan tetapi, S2 mengala mi kesulitan dala m men ju mlah kan sisi-sisi ja jar genjang yang lainnya dengan sisi VZ dan WX. Sehingga S2 menyimpu lkan bahwa hubungan yang berlaku pada masalah sumber adalah hubungan antara jajar genjang VWXZ dan panjang sisi VZ atau WX. S2 ke mudia n melakukan proses mapping dengan memetakan aturan yang berlaku pada masalah sumber ke masalah target.

Gambar 2. Proses inferring S1 pada soal 2

(6)

Selanjutnya S2 me laku kan proses applying. Pada proses applying, S2 berencana mencari ke liling trapesium ABCD. Untuk me mpero leh ke liling trapesium ABCD, S2 harus menemu kan panjang sisi AB, BC, CD, dan DA. Ka rena panjang sisi AB atau CD belu m d iketahui maka S2 mencari panjang sisi A B atau CD terleb ih dahulu. Panjang sisi A B atau CD diperoleh dengan menerap kan ru mus teore ma Pythagoras hingga diperoleh panjang AB atau CD nya ada lah 12 c m. Sete lah mengetahui semu a panjang sisi trapesium ABCD, S2 ke mudian menju mlahkan kee mpat sisi tersebut hingga diperoleh keliling trapesiu m A BCD 60 cm. Proses applying yang dilakukan S2 ditampilkan pada Gambar 4.

Struktur berp ikir S2 dala m menyelesaikan soal nomor 1 menunjukkan jika S2 t idak ma mpu mela kukan semua tahapan penalaran analogi. Ha l ini mengakibatkan kesimpulan yang dia mb il S2 t idak tepat. Struktur berp ikir S2 dala m menyelesaika n soal nomor 2 menunjukkan jika dala m menyelesaikan masalah yang diberikan S2 menggunakan semua tahapan penalaran analogi, meliputi encoding, inferring, mapping, applying. Dala m menyelesaikan masalah S2 menga mati masalah terlebih dahulu. Selan jutnya menganalisis unsur-unsur yang diketahui dari masalah su mber yaitu tinggi segitiga dan luas segitiga dan menuliskan dala m bentuk simbol (encoding). S2 ke mud ian me lakukan proses inferring dengan mengolah informasi tersebut yaitu dengan menentukan bagian dari unsur-unsur yang diketahui dari masalah sumber. S2 menggunakan rumus luas segitiga sama ka ki untuk me mperoleh panjang alas ZY ya itu 8 c m. Ke mudian S2 me mbag i dua sama panjang alas ZY tersebut hingga diperoleh panjang 𝑍𝑂 = 𝑂𝑌 = 4 𝑐𝑚 dan diperoleh dua segitiga siku-siku yaitu segitiga YOX dan segitiga ZOX. Selan jutnya S2 mencari sisi miring salah satu segitiga dengan menerapkan teore ma Pythagoras dan diperoleh panjang 𝑍𝑋 = 𝑌𝑋 = 5 𝑐𝑚. Saat informasi yang diperoleh sudah cukup, S2 menetapkan hubungan yang berla ku pada masalah sumbe r, yaitu hubungan antara bangun datar dan kelilingnya. Dari hasil wawancara yang dila kukan, S3 menduga jika hubungan yang berlaku adalah hubungan antara segitiga XYZ dan kelilingnya. Dugaan tersebut diperoleh karena pada bagian B satuannya adalah 18 c m. Dugaan S2 ternyata sesuai dengan hubungan yang berlaku pada masalah sumber sehingga S2 menyimpu lkan jika hubungan yang berlaku pada masalah su mber ada lah hubungan antara segitiga XYZ dan ke lilingnya. Se lanjutnya S2 mela kukan p roses mapping dan menyimpu lkan jika hubungan yang berlaku pada masalah target adalah hubungan antara belah ketupat EFGH dan ke lilingnya. Selanjutnya S2 me la kukan proses applying dengan menentukan keliling belah ketupat. Keliling belah ketupat diperoleh dari hasil penju mlahan kee mpat sisinya sehingga diperoleh ke lilin g belah ketupat adalah 80 c m. S2 menyimpulkan jika solusi untuk bagian D adalah 80 cm. Proses applying yang dilakukan S2 ditampilkan pada Gambar 5.

Penalaran Analogi Siswa Kemampuan Rendah(S3)

Setelah S3 mengerjakan soal tes penalaran analogi, peneliti ke mudian d ibuat struktur berpikirnya. Struktur berpikir S3 dala m mengerjakan soal tes menunjukkan jika S3 hanya ma mpu me la kukan tahapan encoding dan sebagian dari tahap inferring. Ke ma mpuan prasyarat S3 yang ku rang mengakibatkan S3 tidak ma mpu mela kukan penyelid ikan dala m mencari hubungan yang berlaku pada masalah yang diberikan. Dala m me la kukan kegiatan encoding soal nomor 1, S3 me laku kan kesalahan dala m me la kukan penyimbolan panjang sisi bangun datar. S3 menyimbo lkan panjang sisi bangun datar dengan simbol sudut (∠). Proses encoding yang dilakukan S4 ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 4. Proses applying S2 pada soal 1

(7)

Pada proses inferring S3 berasumsi jika perintah pada soal adalah untuk me mbu ktikan jika 6√5 cm pada bagian B adalah panjang sisi miring ja jar genjang. S3 menggunakan teorema Pythagoras untuk me mpero leh panjang sisi WX hingga diperoleh panjang sisi WX adalah 6√5 𝑐𝑚. Setelah te rbukti jika 6√5 𝑐𝑚 pada bagian B adalah panjang sisi WX atau VZ dari jaja r genjang VWXZ, selanjutnya S4 me la kukan proses mapping. S4 me meta kan aturan yang berlaku pada masalah sumber ke masalah target, yaitu mencari panjang sisi AB atau DC dari trapesium sama kaki A BCD . Se lanjutnya S3 mela kukan encoding ke mbali pada masalah target dengan menentukan unsur-unsur yang diketahui yaitu luas, panjang sisi BO, panjang sisi DC. Seperti halnya pada masalah sumber, S3 menggunakan simbol sudut (∠) untuk menyimbo lkan panjang sisi. Selanjutnya S3 menggunakan info rmasi yang telah diketahui untuk me mpero leh t inggi trapesiu m yang a kan d igunakan untu k menentukan panjang AB atau DC. S3 menerapkan ru mus luas trapesium untuk me mpe roleh tinggi t rapesium. Akan tetapi, da la m menyubtitusi alas trapesium S4 mela kukan kesalahan. Berdasarkan hasil p ekerjaan dan hasil wa wancara, S3 menganggap alas trapesium adalah 17 c m. Da la m me laku kan proses perhitungan S4 juga ku rang teliti. Hal ini mengakibatkan tinggi trapesiu m yang diperoleh tidak tepat.

Struktur berp ikir S3 da la m menyelesaikan soal no mor 2 menunjukkan jika S3 tidak dapat menyelesaikan masalah yang diberikan. S3 hanya ma mpu mela kukan tahap encoding. Dala m me la kukan proses perhitungan S3 juga beberapa kali mela kuka n kesalahan. Struktur berpikir penalaran analogi S3 dalam menyelesaikan soal nomor 2 ditampilkan pada Gambar 7.

PEMBAHASAN

Ketiga subjek dala m penelit ian ini ma mpu me laku kan tahap encoding dengan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dari soal dan menuliskan da la m bentuk simbo l. S3 yang merupakan subjek dari kelo mpok rendah hanya ma mp u me la kukan encoding dan sebagian tahap inferring. Da la m mela kukan kegiatan encoding untuk menyimbolkan panjang sisi suatu bangun datar, S3 selalu menggunakan simbol sudut (∠). Da ri wa wancara yang telah dilakukan ta mpak bahwa simbo l tersebut sudah tertanam dala m mindset S3. Ske mp (dala m Orton, 2004) me mberikan beberapa saran terkait dengan kurangnya pemaha man peserta didik terhadap simbol mate matika. Pertama, ide-ide mate matis harus disusun dan disajikan sehingga penyesuaian terhadap pengetahuan konseptual yang ada dipermudah. Sela in itu , tida k dianjurkan menyajikan konsep sebagai bagian yang terpisah dari matemat ika yang mana tidak berhubungan dengan materi sebelu mnya. Kedua, bahasa lisan perlu digunakan lebih la ma dan menekan kan adanya perubahan terlalu cepat pada simbo lis me singkat haru s ditentang. Cockcroft (1982) menyatakan bahwa pengenalan simbol mate matika yang terla lu cepat tanpa adanya pemaha man yang me madai tentang

Gambar 7. Struktur Berpikir Penalaran Analogi S4 dalam menyelesaikan soal 2 Gambar 6. Proses encoding masalah sumber S4 pada soal 1

(8)

struktur dala m dapat menjad i penyebab utama keterasingan. Sela in itu , penguatan konsep juga perlu diberikan di setiap akhir pembela jaran. Skinner (1954) menyatakan bahwa me la lui penguatan, perila ku manusia bisa d ibentuk sesuai yang diinginkan . Adanya stimulus yang diberikan pada proses penguatan akan me mbuat peserta didik me munculkan respon yang dapat mengarah ke hal positif.

Ke ma mpuan prasyarat siswa yang kurang mengakibatkan S3 tidak me maha mi masalah yang diberikan. Ha l ini mengakibatkan S3 tidak ma mpu menentukan hubungan yang berlaku pada masalah sumber, me meta kan aturan dari masalah sumber ke masalah target, dan menyelesaikan masalah. Goswani (2001) menje laskan jika seorang peserta didik t idak me miliki pengetahuan sistem re lasional dimana analogi d iterapkan, sulit untuk mengklaim bahwa mere ka gagal dala m menyelesaika n tugasnya. Ha l ini ka rena kurangnya ke ma mpuan untuk bernalar yang melibatkan hubungan tingkat tinggi. Da la m proses mencari hubungan yang berlaku pada masalah sumber (infe rring) pada soal no mor 2, S3 mengetahui jika ru mus luas segitiga adalah 1

2× 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖. Akan tetapi, S3 mela kukan kesalahan dala m menyubtitusi alas segitiga yang mengakibatkan S3

bingung dan tidak dapat mempe roleh kesimpulan. Seperti yang dita mpilkan pada gambar 4.43. Padahal seharusnya dari ru mu s luas segitiga tersebut S3 dapat me mpero leh panjang alasnya karena yang diketahui dari soal adalah luas dan tingginya. Ske mp (1971) menje laskan pe maha man instrumental p ada tahap awal pe mbe laja ran me mengaruhi pe mbe laja ran selanjutnya ketika konsep-konsep tersebut ditinjau pada tahap selanjutnya. Oleh ka rena itu, peserta didik perlu me miliki pe maha man yang baik terhadap suatu konsep agar pada saat ia me manggil ke mba li konsep -konsep tersebut di wa ktu selanjutnya, ia tidak mela kuka n kesalahan.

S2 yang merupakan subjek ke ma mpuan sedang hampir ma mpu me la kukan penala ra n analogi berdasarkan tahap encoding, inferring, mapping, dan applying S2 ma mpu me la kukan kegiatan encoding pada masalah sumber maupun masalah target. Akan tetapi ada sebagian kesalahan yang dila kukan pada tahap inferring dan mapping dalam menyelesaikan s oal no mor 1. S2 me la kukan kesalahan pada proses mapping saat mentransfer aturan yang berlaku dari masa lah sumber ke masalah target. S2 mengetahui jika aturan yang berlaku pada masalah sumber adalah hubungan antara bangun datar dan panjang sisinya. Ak an tetapi, pada proses mapping S2 mencari keliling dari bangun datar pada masalah target. Ha l in i mengakibatkan solusi yang diperoleh S2 t idak tepat. Alwyn & Dindyal (2009) menje laskan jika pengetahuan seorang siswa kadang-kadang dapat mengganggu pembela jaran selanjutnya. Umu mnya siswa sering me laku kan transfer fitur yang tidak cocok dari masalah sumber ke masalah target.

Dala m menyelesaikan soal nomor 2, S2 ma mpu mela kukan penalaran ana logi berdasarkan tahapan penalaran analogi English. Da la m menyelesaikan masalah S2 menduga jika hubungan yang berlaku pada masalah sumber adalah hubungan antara bangun datar dan kelilingnya. Dugaan tersebut diperoleh karena pada bagian B satuaannya adalah cm. She & Chuang (2013) menyatakan analogi adalah a lat untuk me mbuat h ip otesis dan menemu kan bukti untuk hipotesis itu. Se ja lan dengan hal tersebut Loc & Uyen (2014) menyatakan analogi adalah a lat untuk me mbantu siswa mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pada proses perhitungan dan pengujian hipotesis. Setelah me laku kan dugaan, S2 me laku kan proses perhitungan untuk me mperole h keliling segitiga yaitu dengan mencari se mua panjang sisi segitiga ke mud ian menju mlahkan panjang ketiga sisi tersebut. Dugaan S3 ternyata tepat sehingga S2 dapat me metakan aturan yang berlaku pada masalah sumber ke masalah target sehingga pada proses applying solusi yang diperoleh S2 tepat. Ha l ini sesuai dengan teori Bernardo (2001) bahwa penalaran ana logi dapat me mbuat siswa untuk mengeksplorasi dan terlibat dala m mencari informasi mate mat ika . Setelah me mpe roleh strategi yang tepat, S2 mengaplikasikan aturan tersebut pada masalah target.

S1 menggunakan semua tahapan penalaran analogi me liputi encoding, inferring, mapping, dan applying untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Aktiv itas mental S1 dimu la i dari mengamat i masalah dan menuliskan dala m bentuk simbol unsur-unsur yang diketahui dari mas alah sumber dan masalah target. Pada tingkat yang paling dasar, penalaran mate mat ika mengharuskan peserta didik untuk mengetahui bagaimana simbol yang digunakan merepresentasikan beberapa konsep abstrak (Eng lish, 2004). Se lanjutnya S1 mengolah informasi dari soal untuk menentukan hubungan yang berlaku pada masalah sumber (inferring). Pada proses ini S1 menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk me lakukan ket era mpilan da la m mengolah informasi untuk membuat hubungan yang berlaku.

Setiap proses inferring yang dilakukan pada masalah sumber akan langsung dipetakan ke masalah target oleh S1. Ada tiga cara yang u mu mnya dila kukan seseorang dalam me laku kan pe meta an, salah satunya yaitu dengan mengatur struktur parale l yang konsisten diantara s truktur objek predikat masalah su mber dan masalah target (Richland, 2003). Setiap obje k atau pred ika t pada masalah sumber akan dipetakan dengan tepat satu objek atau predikat di masa lah target. Setelah mengetahui aturan yang berlaku pada masalah sumber dan me laku kan pemetaan, selanjutnya S1 mela kukan prosedur penyelesaian yang sama dari masalah su mber ke masalah target hingga dipero leh solusi. Penelitian yang dilaku kan oleh Gentner (1988) menyebutkan bahwa ke ma mpuan penalaran analogi akan me mba ik pada masa re ma ja. Umu mnya anak-anak leb ih fokus pada unsur analogi dan atributnya daripada hubungan dalam bernala r. Proses perke mbangan yang disebut pergeseran relasional me mungkin kan orang dewasa untuk mempertimbangkan hubungan unsur dan struktur relasiomal saat bernalar.

(9)

SIMPULAN DANSARAN Simpulan

Penalaran analogi siswa da la m menyelesaikan masalah pokok bahasan luas dan keliling segitiga dan segiempat dapat dideskripsikan berdasarkan tahap encoding, inferring, mapping, dan applying. Penalaran analogi yang dilaku kan kee mpa t subjek dala m penelit ian ini, cenderung berbeda-beda. Dala m mela kukan penala ran analogi S1 yang merupakan siswa dengan ke ma mpuan tinggi cenderung menga mati masalah terlebih dahulu dan me mbuat hubungan di antara unsur-unsur yang diketahui pada masalah sumber dan masalah target (encoding). Selanjutnya mencari hubungan yang berlaku pada masalah sumber (inferring) dan me meta kan setiap aturan yang dilaku kan pada masalah sumber ke masalah target (mapping). Setelah me mpe roleh aturan yang berlaku pada masalah sumber, S1 menerapkan prosedur penyelesaian yang sama ke masalah target (applying). Dala m mengerja kan soal tes penalaran analogi S1 tida k mengala mi ha mbatan yang berarti. Penalaran analogi S2 yang merupakan siswa dengan ke ma mpuan sedang cenderung mengamat i masalah sumber te rleb ih dahulu ke mud ian mencari hubungan yang berlaku pada masalah sumber. Setelah mengetahui hubungan yang berlaku pada masalah sumber selanjutnya S2 menerap kan aturan tersebut pada masalah target. Untuk me mudahkan proses pengaplikasian prosedur penyelesaian dari masalah su mber ke masalah target, S2 mengidentifikasi dan menuliskan da la m bentuk simbol unsur -unsur yang diketahui. Selanjutnya S2 mengaplikasikan prosedur penyelesaian yang sama dari masalah sumber ke masalah target. Ha mbatan yang diala mi S2 terjadi pada proses inferring dan mapping. Hambatan yang dialami S2 tida k terjad i pada semua soal hanya pada salah satu soal.

S3 yang merupakan siswa dengan kema mpuan rendah tidak ma mpu me maha mi masalah yang diberikan, meskipun peneliti sudah me mberikan stimu lus berupa contoh soal yang ada pada instrumen penelitian. Da la m menyelesaikan masalah S3 me la kukan encoding terlebih dahulu, yaitu dengan menentukan unsur-unsur yang diketahui dari masalah sumber dan menuliskan dala m bentuk simbol. Pada proses ini S3 me la kukan kesalahan dala m menyimbo lkan panjang sisi suatu bangun datar dengan sudut (∠). Proses inferring dan mapping tidak dapat dilaku kan S3 ka rena ia tida k me maha mi maksud soal. Hal ini mengakibatkan S3 tidak dapat mela kukan proses applying sehingga S3 tidak dapat me mpero leh solusi dari masalah yang diberikan.

Saran

1. Saran untuk guru matematika/praktisi.

Dalam membelajarkan konsep geometri dua dimensi pada siswa kelas VIII, perlu perhatian khusus terkait:

a. kurangnya kema mpuan siswa dala m me la kukan penyimbolan mate matika. Oleh karena itu, dala m pe mbela jaran mate mat ika di ke las, guru perlu mendesain pembe laja ran terp rogra m dengan mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya dengan bahasa lisan. Setelah konsep tersebut tertanam da la m pe mikiran peserta did ik , guru dapat mengubah konsep tersebut dengan melakukan penyimbolan matematika;

b. kurangnya ke ma mpuan siswa da la m bernala r masalah geomet ri dua dimensi. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan ket ika mengenalkan konsep geometri dua dimensi d i tingkat sekolah menengah pertama ya itu dengan me minta siswa menggambarkan berbagai jenis ja jar genjang. M isalnya, gambar persegi panjang, persegi, dan belah ketupat. Ke mudian siswa diminta untuk mengukur sudut dan sisi-sisinya serta me mbuat definisi berdasarkan ke ma mpuannya. Ha l in i d ila kukan agar siswa terbiasa untuk me laku kan kegiatan bernala r. Pada a khir pe mbe laja ran , guru dapat memberikan definisi yang tepat dengan menghubungkan konsep yang satu dengan konsep lainnya;

c. kurangnya ke ma mpuan siswa dala m mela kukan penala ran analogi. Tindakan yang dapat dila kukan guru terka it dengan hal tersebut adalah dengan me mberikan permasalahan analogi sebagai variasi pe mbela jaran di ke las. Siswa yang terbiasa me laku kan penalaran analogi a kan me miliki pe maha man konsep yang baik ka rena pe mahaman yang dimiliki dapat tersimpan dalam memori jangka panjang.

2. Saran untuk penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk melakukan penelitian lanjutan, yakni:

a. penelitian yang me mberikan ga mbaran penalaran ana logi siswa ke las VIII dala m menyelesaikan masalah geo metri meliputi geometri dua dimensi dan tiga dimensi;

b. penelitian yang me mbe rikan gamba ran scaffolding yang diberikan pada siswa dapat me mbantu siswa untuk menyelesaikan masalah analogi;

(10)

DAFTAR RUJUKAN

Alwyn & Dindyal. 2009. Analogical Reasoning Errors in Mathemat ics at Junior College Level. Mathematics Education Research Group of Australia, 1: 1—8.

Bernardo, A. 2001. Analogica l Proble m Construction and Transfer in Mathe matica l Proble m Solv ing. Educational Psychology, 21 (2): 137—150.

Cockroft, W. H. 1982. Mathematics Counts. London: HMSO.

English, L. 2004. Mathematical and Analogical Reasoning of Young Learners. New Jersey: Lawrence Erlbaum Ascociates, Inc. Gentner, Holyoak, & Kokinov. 2001. The Analogical Mind: Perspective From Cognitive Science: Cambridge, MA: MT Press. Holyoak & Morrison. 2005. The Cambridge Handbook of Think ing and Reasoning. New York: Cambridge University Press. Johnson & Christensen. 2004. Educational Research Quantitative, Qualitative, and Mixed Approaches Second Edition. USA:

Pearson Education, Inc.

Lee & Sriraman. 2011. Conjecturing via Reconceived Classical Analogy. Educational Studies in Mathematics, (76): 123—144. May, dkk. 2006. Children’s Analogical Reasoning in a Third Grade Science Discussion. Science Education, 90(2): 316—330. Meer, dkk. 2010. Long-term characteristics of analogical processing in high -school students with high flu id intelligence: a n

FMRI study. ZDM Mathematics Education (42): 635—647.

Mofidi, dkk. 2012. Instruction of Mathemat ical Concepts through Analogical reasoning skills. Indian Journal of Science and Technology, 6 (5): 2916—2922.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. United States of America : The Nat ional Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Orton, A. 2004. Learning Mathematics: Issues, Theory and Classroom Practice Third Edition. New York: Continuum.

Ozere m. 2012. M isconceptions in Geo metry and Suggested Solutions for Seventh Grade Students. International Journal of New Trends in Arts, Sport & Science Education, 4 (1): 23—35.

Permendiknas RI No. 41. 2007. Peraturan Menteri Pendid ikan Nasional Republik Indonesia No mor 41 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Richland, dkk. 2006. Children’s Development of Analogical Reasoning: Insights from Scene Analogy Problems. Journal of Experimental Child Psychology. 94 (2006): 249—273.

Shadiq, F. 2004. Pe mecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Makalah d isajikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jen jang Dasar, Yogyaka rta 6 s.d. 19 Agustus 2004, (On line), (http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf), diakses 2 Februari 2015.

She & Chuang. 2013. Fostering 5th Grade Students Understanding of Science via Sa lience Analogica l Reasoning Online and Classroom Learning Environment. Educational Technology and Society, 16 (3): 102—118.

Syofni. 1989. Hubungan Kemampuan Penalaran dalam Matematik a dan Prestasi Matematik a Siswa Kelas I SMA Negeri di Kodya Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Zodik & Zaslavsky. 2007. Is a Visual Exa mple in Geo metry A lways He lpful?. Proceedings of the 31th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, (4): 265—272.

Gambar

Gambar  1. Struktur Berpikir Penalaran  Analogi  S1 Pada  Soal 1
Gambar  2. Proses inferring S1 pada  soal 2
Gambar  4. Proses applying S2 pada  soal 1
Gambar  7. Struktur Berpikir Penalaran  Analogi  S4 dalam  menyelesaikan  soal 2  Gambar  6

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan protein selama proses pengolahan juga tampak pada hasil analisa FTIR dimana proses penggorengan dan pemasakan dengan suhu dan tekanan yang tinggi ( presto )

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sandeep Goel (2013) yang menunjukkan bahwa perputaran persediaan secara parsial berpengaruh positif

Umpan balik. Tanpa umpan balik tentang upaya pengembangan karier mereka adalah sulit bagi para karyawan untuk eneruskan persiapan bertahun-tahun yang kadang-kadang dibutuhkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat

Strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan sistem TRI Mitra dapat diterapkan dengan strategi S-O ( Strengths-Opportunities ) yaitu menggunakan varietas

Setelah melakukan analisis data dan dilanjutkan dengan pembuktian hipotesis diperoleh gambaran yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan yang signifikan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BPRS Artha Surya Barokah Semarang dari tahun 2010 hingga tahun 2012 dapat mencapai cost effectiveness dan menghasilkan laba

No.. Hal ini menunjukkan bahwa skor tersebut berada pada kategori cukup dan masih dapat ditingkatkan kembali, dan ketuntasan keterampilan menulis mencapai 56,7% dengan