A. Pengertian
Pada bab ini penulis ingin mengemukakan beberapa pengertian tentang diabetes melitus antara lain menurut:
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. (Elizabeth, 2000)
Sedangkan menurut Arjatmo, (2002) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.
Pengertian lain tentang diabetes melitus menurut Brunner and Suddart, (2002), mengemukakan bahwa diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Pengertian lain menurut WHO, bahwa diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
B. Patofisiologi
Insulin dihasilkan oleh pankreas yang mempunyai fungsi endokrin yang dilakukan oleh pulau-pulau langerhans yaitu sel alfa, beta, gama. Sel alfa berfungsi mensintesa glukagon untuk meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati. Sedangkan sel beta berfungsi mensintesa insulin untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan glukosa ke dalam sel tubuh. Sedangkan sel gama digunakan untuk metabolisme makanan. Pada seseorang yang menderita diabetes melitus mengalami peningkatan kadar gula dalam darah yang diakibatkan karena kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh beberapa faktor.
1. Diabetes tipe 1
Faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antigen transplantasi dan proses imum lainnya.
Faktor-faktor imunologi. Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan. Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Pada seseorang yang menderita diabetes mellitus, maka kadar glukosa dalam darahnya tinggi. Jika kadar glukosa dalam darah tinggi, akan menyebabkan ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa, akibatnya glukosa tersebut tersaring keluar dan muncul melalui urine yang disebut glukosuria. Ketika glukosa ini dikeluarkan berlebihan melalui urine, akan mengakibatkan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan juga melalui urine yang dikenal dengan diuresis osmotic. Akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan sering bak atau disebut dengan poliuria, dan karena sering bak klien akan merasa sering haus atau disebut dengan polidipsia. Penurunan insulin juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak dan protein yang mengakibatkan penurunan berat badan yang mengakibatkan peningkatan nafsu makan atau polifagia.
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus.
Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Diabetes mellitus type insulin/ type 1
Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes mellitus type II
Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM) yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
3. Diabetes mellitus type lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
c. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus adalah: Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah Hipoglikemia.Ketoasidosis diabetic.Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik. 2. Komplikasi k ronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
E. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis
Short acting ½-1 jam, puncak 2-3 jam, durasi kerja 4-6 jam, biasanya diberi 20-30 menit sebelum makan.Intermediate acting 3-4 jam, puncak 4-12 jam, durasi kerja 16-20 jam, diberi sesudah makan.Long acting 6-8 jam, puncak 12-16 jam, durasi kerja 20-30 jam, untuk mengendalikan kadar gula darah puasa.
Penatalaksanaan Keperawatan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, dan diskusi kelompok.
Pemantauan glukosa darah sendiri.
Perawatan kulit dengan cara memberikan lotion pada kulit agar tetap lembut. Penatalaksanaan Diit
Syarat diet DM hendaknya dapat:
Memperbaiki kesehatan umum penderita Mengarahkan pada berat badan normal
Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda Mempertahankan kadar KGD normal
Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah: 1) Jumlah sesuakkebutuhan 2) Jadwal diet ketat
3)Jenis: boleh dimakan/tidak c. Latihan Jasmani
Latihan sangat penting untuk dalam penatalaksanaan diabetes yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko penyakit pada kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Macam-macam latihan jasmani adalah jalan, jogging, bersepeda, dan berenang.
d. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya: 1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori 3) Diit DM III : 1500 kalori 4) Diit DM IV : 1700 kalori 5) Diit DM V : 1900 kalori 6) Diit DM VI : 2100 kalori 7) Diit DM VII : 2300 kalori 8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi. F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan Diabetes Melitus menurut Doenges (2000) didapatkan data sebagai berikut:
1. Aktivitas/ Istirahat Kaji adanya lemah, letih, sulit bergerak, gangguan tidur.
2. Sirkulasi Kaji adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama. 3. Integritas Ego Kaji adanya stress, tergantung pada orang lain, ansietas.
4. Eliminasi Kaji adanya poliuria, nocturia, rasa nyeri, nyeri tekan abdomen, diare.
5. Makanan/ CairanKaji adanya mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan.
6. Neurosensori Kaji adanyapusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, mengantuk.
7. Nyeri/ KenyamananKaji adanya nyeri yang ditandai dengan wajah meringis, tampak berhati-hati jika bergerak.
8. Pernafasan Kaji adanya batuk dengan atau tanpa sputum, merasa kekurangan oksigen. 9. Keamanan Kaji adanya kulit kering, gatal, ulkus kulit yang ditandai dengan demam, lesi. 10. Seksualitas Kaji adanya masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita. 11. Penyuluhan/ Pembelajaran Kaji adanya faktor risiko keluarga, DM, jantung, stroke, hipertensi.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
b. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl.
c. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
d. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua.
e. Benda keton dalam urine. f. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Doenges (2000), dan Brunner & Suddarth (2002) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.
5. Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
8. Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.
9. Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes. H. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi. Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Perencanaan : Pantau tanda-tanda vital.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Timbang berat badan setiap hari. Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
2. Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ mual.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah.
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural. d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
e. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
3. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Perencanaan :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. e. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
4. Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin.
Tujuan : Perubahan sensori perseptual tidak terjadi. Kriteria hasil :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Perencanaan :
a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
b. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
d. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki. 5. Diagnosa keperawatan: Kelelahan berhubungan dengan insufisiensi insulin.
Tujuan : Kelelahan berkurang. Kriteria hasil :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Perencanaan :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
6. Diagnosa keperawatan: Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain/ penyakit jangka panjang yang tidak dapat diobati.
Kriteria hasil :
Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Perencanaan :
a. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
b. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
c. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
d. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
7. Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dapat meningkat. Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Perencanaan :
a. Ciptakan lingkungan saling percaya
b. Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
c. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
d. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
8. Diagnosa keperawatan: Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik.
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi Kriteria hasil :
Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri/ dibantu keluarga. Perencanaan :
Berikan penyuluhan kepada pasien tentang cara perawatan diri mandiri di rumah.
9. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
Tujuan : Ansietas tidak terjadi. Kriteria hasil :
Klien tidak tampak cemas. Perencanaan :
a. Berikan dukungan emosional untuk klien.
b. Luangkan waktu untuk mendampingi klien yang ingin mengungkapkan emosinya. c. Hilangkan kesalahpahaman klien dan keluarga tentang penyakit diabetes melitus. I. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Potter (2005), pelaksanaan merupakan pengelolaan, perwujudan, dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menerapkan strategi tindakan yang dilakukan pada klien dan respon pada setiap tindakan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan. Sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
J. Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007) merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Sedangkan menurut Potter (2005) evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan perlu ditinjau kembali atau dimodifikasi dalam evaluasi prinsip objektifitas, rehabilitas dan validasi dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses (formatif) adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dengan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Patways
Pathway Diabetes Melitus
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
§ hiperglikemia berpuasa
§ glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
§ keletihan dan kelemahan
§ ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
§ gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
§ komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
F. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka. G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
§ Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar
pada pasien dengan tipe 1.
§ Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan
nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
§ Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian
diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
§ Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada
penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam
NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam
Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose Insulin Permulaan Jam berikutnya IV bolus 0.15 unit/kg RI 5 sampai 7 unit/jam RI Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Jam kedua
dan jam
berikutnya
Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari
5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
· Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah.
· Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar
dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl. Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan
§ Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada
tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat
dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100
cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
§ Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal. Elektrolit Permulaan Jam kedua dan jam berikutnya
Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+
§ Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
algoritma Diabetes Melitus
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1.Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular
perifer dan vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
H. PENATALAKSANAAN 1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah : a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
§ jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
§ jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
§ jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative
Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
§ Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
§ Obesitas sedang BBR 130% - 140%
§ Obesitas berat BBR 140% - 200%
§ Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
§ Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
§ Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
§ Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
§ Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
§ Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
§ Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4) Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan
berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
2) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik
2. Keperawatan Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain : § Airway + cervical control
1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut
2) Cervical Control : -§ Breathing + Oxygenation
1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan - KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2) Oxygenation : Kanula, tube, mask § Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2) Hemorrhage control :
-§ Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri
Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
Diagnosa yang Mungkin Muncul
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe
2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
e. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer) NOC: ü Tingkat nyeri ü Nyeri terkontrol üTingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator :
§ Mengenal faktor-faktor penyebab
§ Mengenal onset nyeri
§ Tindakan pertolongan non farmakologi
§ Menggunakan analgetik
§ Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim
kesehatan.
§ Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan
indikator:
§ Melaporkan nyeri
§ Frekuensi nyeri
§ Lamanya episode nyeri
§ Ekspresi nyeri; wajah
§ Perubahan respirasi rate
§ Perubahan tekanan darah
§ Kehilangan nafsu makan
.
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.
Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
§ Intake makanan peroral yang adekuat
§ Intake NGT adekuat
§ Intake cairan peroral adekuat
§ Intake cairan yang adekuat
§ Intake TPN adekuat
Nutrition Management
1. Monitor intake makanan dan minuman yang
dikonsumsi klien setiap hari
2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi
yang dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat
oral
3 Ketidakseimbangan
nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d.
kelebihan intake
nutrisi (tipe 2)
Nutritional Status : Nutrient Intake
§ Kalori § Protein § Lemak § Karbohidrat § Vitamin § Mineral § Zat besi § Kalsium Weight Management
1. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan
dan budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi berat badan.
2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
3. Kaji berat badan ideal klien.
4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
5. Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan
berat badan.
6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan berat badan
klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.
4 Defisit Volume Cairan
b.d Kehilangan
volume cairan secara
aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan NOC: üFluid balance üHydration
üNutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
§ Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
§ Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
batas normal
§ Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC :
Fluid management
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan
Managemen Hipoglikemia
meminimalkan episode hipo/ hiperglikemia.2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk /
sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya. Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ;
gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun. 3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak
efektif b.d hipoksemia jaringan.
NOC :
üCirculation status
üTissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
a. mendemonstrasikan status sirkulasi
§ Tekanan systole dandiastole dalam rentang
yang diharapkan
§ Tidak ada ortostatikhipertensi
§ Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
b. mendemonstrasikan kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
§ berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
NIC :
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
§ Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
§ Monitor adanya paretese
§ Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
jika ada lsi atau laserasi
§ Gunakan sarun tangan untuk proteksi
§ Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
§ Monitor kemampuan BAB
§ Kolaborasi pemberian analgetik
§ Monitor adanya tromboplebitis
§ menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
§ memproses informasi
§ membuat keputusan dengan benar
sensasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Puasa bukanlah halangan bagi penyandang Diabetes Mellitus (DM) atau biasa disebut diabetesi. Hanya saja, persiapan dan kedisplinan dalam memonitoring kadar gula darah secara berkala harus menjadi kewajiban utama yang perlu dipahami penderita diabetes berpuasa.
Penderita diabetes yang ingin puasa terbagi dalam empat golongan risiko, yaitu :
1. Resiko Paling Tinggi Menderita DM tipe 1 Sedang hamil
Menjalani cuci darah
Gula darah sering turun mendadak (drop),dan mengalami ketoasidosis berulang. Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut pasien DM yang terjadi karena kadar glukosa dalam darah sangat tinggi.
2. Resiko Tinggi
Mengalami gangguan ginjal Tinggal sendiri
Sementara pemakai insulin atau sulfonilurea
Orangtua yang sakit-sakitan. 3. Resiko Sedang
Pasien DM terkontrol pemakai sulfonilurea atau glinid. 4. Resiko Ringan
Diabetesi yang terkontrol dengan diet saja atau mengonsumsi metformin atau TZD. Perubahan dalam tubuh selama berpuasa
Dalam kondisi puasa, tubuh manusia dapat berfungsi dengan baik karena terdapat berbagai macam hormon dalam tubuh yang mengatur keseimbangan kerja organ-organ tubuh. Diabetes Mellitus merupakan salah satu contoh dari kondisi dimana tubuh kekurangan salah satu hormon yang dinamakan insulin. Hormon ini berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kurangnya jumlah dan kerja insulin dalam tubuh.
Insulin di dalam tubuh diproduksi oleh suatu kelenjar yang disebut pankreas. Pada orang yang tidak mengalami diabetes, pengeluaran insulin dari pankreas diantaranya dipicu oleh adanya glukosa yang masuk ke dalam darah. Glukosa tersebut dapat berasal dari asupan makanan yang mengandung karbohidrat. Kadar glukosa yang normal di dalam darah (60mg/dL-150mgdL) sangat diperlukan untuk memberikan asupan energi bagi kerja sel-sel penting dalam tubuh, seperti sel otak, sel saraf, sel darah, sel otot dan lain-lain.
Dengan bantuan insulin inilah melalui suatu proses yang rumit, makanan yang masuk ke dalam tubuh akan digunakan untuk pembentukan energi dan sisanya akan disimpan sebagai cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam hati (liver) dan otot sebagai zat yang dikenal dengan nama glikogen.
Sebaliknya, dalam keadaan puasa dimana asupan makanan menurun maka produksi dan
penggunaaan insulin juga akan menurun. Dalam kondisi ini, aktifitas hormon tubuh lain seperti glukagon (hormon yang berfungsi untuk menaikan kadar gula dalam darah) dan katekolamin (zat yang dapat meningkatkan kerja organ-organ dalam tubuh) sebaliknya akan meningkat untuk membantu pemecahan cadangan makanan atau energi yang ada dalam tubuh atau yang telah disebutkan diatas sebagai glikogen.
Karena puasa berlangsung selama 14 jam, maka cadangan glikogen dalam tubuh jumlahnya akan menurun. Rendahnya kadar glikogen dalam tubuh akan merangsang tubuh untuk memecah atau membakar lemak sebagai bahan makanan dan sumber energi lain bagi tubuh.
Pembakaran asam lemak ini akan menghasilkan zat yang disebut keton. Seperti halnya glikogen, zat keton ini juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kerja otot jantung dan otot tubuh lainnya, semisal kerja hati dan organ tubuh lainnya. Pada orang tanpa diabetes, semua proses ini berlangsung secara seimbang karena insulin yang digunakan untuk proses di atas cukup tersedia di dalam tubuh untuk menyeimbangkan proses-proses tersebut.
Kurangnya jumlah dan kerja insulin dalam tubuh seperti yang telah dijelaskan di atas,
mengakibatkan orang yang mengalami diabetes berpotensi untuk mengalami berbagai macam gangguan yang dapat membahayakan kondisi fisik sebagai akibat dari tidak seimbangnya proses-proses yang disebutkan di atas. Bahaya yang mungkin timbul akibat berpuasa bagi orang dengan diabetes tanpa perencanaan yang tepat diantaranya adalah hipoglikemi, hiperglikemi,
ketoasidosis, dehidrasi dan trombosis. 1. Hipoglikemi
Hipoglikemi berarti menurunnya kadar gula dalam darah. Tanda dan gejala yang umum terjadi selama hipoglikemia adalah: rasa lapar, lemas, gemetaran, keluar keringat dingin, penglihatan menjadi kabur, pusing, mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Kadar gula darah pada orang yang mengalami hipoglikemi kurang dari 60 mg/dL. Dalam keadaan puasa, hipoglikemi dapat terjadi akibat dari kurangnya makanan yang masuk ke dalam tubuh.
Hipoglikemi selain menimbulkan tanda dan gejala seperti yang disebutkan tadi, jika terlambat mendapatkan pertolongan dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Hipoglikemi lebih mudah terjadi pada orang diabetes yang mendapatkan terapi obat-obatan golongan Sulfonilurea dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi obat-obatan seperti Metformin & Glitazon. Selain itu menurut penelitian, hipoglikemi lebih mudah terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dibandingkan dengan pasien diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darahnya.
2. Hiperglikemi
Sebaliknya, orang diabetes yang berpuasa dapat mengalami hiperglikemi (peningkatan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dL). Hiperglikemi dapat terjadi sebagai akibat dari pengurangan dosis insulin yang dilakukan dengan asumsi bahwa dosis insulin yang disuntikan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Asumsi tersebut tentu saja tidak tepat, karena seperti telah dijelaskan sebelumnya walaupun dalam keadaan puasa proses pemecahan glikogen dan lemak yang akan meningkatkan kadar gula darah tetap terjadi. Hiperglikemi ini jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan timbulnya ketoasidosis (DKA) yang ditandai dengan adanya mual, muntah, pengeluaran urin yang berlebihan, tidak mau makan, sampai terjadi penurunan kesadaran.
Dehidrasi dan trombosis. Dalam keadaan berpuasa, dehidrasi (kurang cairan tubuh) dapat terjadi karena kurangnya asupan air. Di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, dimana
kelembaban udara sangat tinggi, maka pengeluaran keringat akan meningkat, sehingga memungkinkan terjadinya dehidrasi selama berpuasa. Pada orang diabetes dengan kadar gula darah yang masih tinggi akan mengeluarkan urin dalam jumlah yang berlebihan sehingga menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi dapat menjadi ancaman jiwa karena dehidrasi menyebabkan berkurangnya cairan yang beredar dalam tubuh. Kurangnya cairan dalam tubuh akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Selain itu, dehidrasi akan meningkatkan kekentalan darah yang selanjutnya
menyebabkan menurunnya kecepatan aliran darah dan menyebabkan peningkatan proses penggumpalan darah dalam tubuh yang akan meningkatkan resiko timbulnya sumbatan dalam pembuluh darah (trombosis) seperti pada pembuluh darah mata, ginjal, atau pembuluh darah pada otak sekalipun.
Perencanaan untuk berpuasa
Seringkali seseorang dengan diabetes sangat terpengaruh oleh cerita tentang pengalaman orang lain yang juga mengalami diabetes bahwa dengan menjalani puasa Ramadhan orang tersebut akan merasa lebih sehat dari sebelumnya. Pengalaman orang lain tersebut, selayaknya harus disikapi secara bijaksana oleh orang yang mengalami diabetes. Keputusan untuk tetap menjalankan ibadah puasa pada akhirnya memang merupakan keputusan pribadi.
Namun seringkali disayangkan karena pada umumnya keputusan tesebut semata-mata diambil atas dasar keinginan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan tanpa dilengkapi dengan pemahaman mengenai bahaya yang mungkin timbul selama berpuasa. Kemungkinan timbulnya resiko tersebut memang sangat tergantung dari kondisi kesehatan setiap orang, seperti tinggi rendahnya kadar gula darah, pengobatan diabetes yang digunakan ataupun adanya penyakit lain yang mungkin menyertai. Oleh karena itu pemeriksaan secara medis sangat diperlukan bagi setiap orang yang mengalami diabetes sebelum memutuskan untuk berpuasa.
Perencanaan berpuasa bagi orang yang mengalami diabetes: 1. Personal
Perencanaan puasa merupakan hal yang harus dirancang berdasarkan kondisi setiap individu. Setiap orang yang mengalami diabetes memiliki kondisi diabetes yang unik sehingga sangat berbahaya untuk menerapkan pengalaman berpuasa orang lain kepada diri sendiri. Perbedaan pengobatan yang dijalani oleh seseorang dengan diabetes merupakan salah satu contoh dari keunikan tersebut. Oleh karena itu penting bagi orang diabetes untuk memahami obat-obatan apa yang digunakan selama ini, bagaimana cara kerjanya dan efeknya termasuk pengaruh obat tersebut selama berpuasa.
2. Memeriksa gula darah lebih sering
Untuk tujuan pemantauan resiko adanya hipoglikemi dan hiperglikemi selama puasa, seseorang dengan diabetes harus lebih sering memeriksakan gula darahnya.
3. Diet
Pada prinsipnya diet selama bulan puasa harus sama dengan diet sehari-hari, yaitu diet dengan menu seimbang dengan perhitungan kalori yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Juga disarankan untuk banyak minum pada malam hari dan memastikan bahwa makan sahur dilakukan seakhir atau selambat mungkin sebelum Imsyak tiba.