• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deformasi Perkerasan Lentur dan Kaku Pada Subgrade Pondasi Elastis Secara Numerik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deformasi Perkerasan Lentur dan Kaku Pada Subgrade Pondasi Elastis Secara Numerik"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)TESIS. DEFORMASI SISTEM PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DENGAN TIPE BEBAN BERJALAN PADA SUBGRADE PONDASI ELASTIS SECARA NUMERIK. NURHIDAYAT P2302210010. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014.

(2) iii. PRAKATA Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Tesis dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan program studi S-2 pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar. Bersama ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tesis ini. Kemudian dengan selesainya Tesis ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1) Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS, M.Eng dan Bapak Ir. Achmad Bakri Muhiddin, M.Sc. Ph.D selaku pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu memberikan dorongan dan arahan serta bimbingan. 2) Bapak Prof.Dr. M. Wihardi Tjaronge, ST., M.Eng, Bapak Dr. Tri Harianto, ST. MT. dan Bapak Dr.Eng. Ardy Arsyad, ST, MT, selaku Dewan Penguji, yang telah memberikan dorongan, arahan serta bimbingan. 3) Bapak Dr. Rudy Djamaluddin, ST. M.Eng selaku Ketua Program Studi S2 Teknik Sipil memberikan dorongan, arahan serta bimbingan dan nasehatnya..

(3) iv. 4) Bapak Ir. Achmad Bakri Muhiddin, MSc.,Ph.D. selaku Ketua Konsentrasi Teknik Transportasi memberikan dorongan, arahan dan bimbingannya 5) Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. 6) Ayahanda H. Abbas Thalib, Ibunda Alm. St. Salma, kedua Mertuaku, istriku yang tercinta Suryani Jamal, anakku Muhammad Faheem Ramadhan, kakak dan adik-adikku serta keluarga besarku tercinta yang selalu memberikan dorongan baik material maupun spiritual. 7) LPDP yang telah memberi bantuan Beasiswa Tesis untuk biaya penyelesaian tesis ini. 8) Teman-teman Pasca Sarjana dan Adik-adik S1 beserta teman-teman di Laboratorium. 9) Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tesis ini. Penyusun menyadari bahwa, penyusunan Tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dan semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.. Makassar,. September 2014 Penyusun,. Nurhidayat.

(4) v. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL. i. LEMBAR PENGESAHAN. ii. PRAKATA. iii. DAFTAR ISI. v. DAFTAR TABEL. vii. DAFTAR GAMBAR. ix. DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN. xii. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. 1. B. Rumusan Masalah. 3. C. Tujuan Penelitian. 4. D. Manfaat Penelitian. 5. E. Batasan Penelitian. 5. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkerasan Jalan. 7. B. Teori Deformasi pada Perkerasan Jalan. 11. C. Pemodelan Tanah Sebagai Pondasi/Tumpuan Elastis. 23. D. Parameter Desain Sistem Perkerasan Jalan. 25. E. Kriteria Pembebanan dan Kriteria Kerusakan Perkerasan. 34. F. Pemodelan Struktur Perkerasan Tipe Pondasi Elastis dengan FEM – SAP 2000 G. Kerangka Pikir dan Konseptual. 47 52.

(5) vi. BAB III. BAB IV. METODE PENELITIAN A. Pengumpulan Data Penelitian. 53. B. Parameter dan Asumsi Desain Model Perkerasan. 53. C. Simulasi Deformasi Model Perkerasan. 56. D. Diagram Alir Tahapan Penelitian. 61. E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian. 62. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Kondisi Umum. 63. B. Data Lalu Lintas dan Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan. BAB V. 64. C. Desain Tebal Perkerasan Jalan. 65. D. Perhitungan Repetisi Beban Sumbu Standar. 67. E. Karakteristik Beban Kendaraan. 69. F. Properti Material Perkerasan Jalan. 71. G. Pemodelan Struktur Perkerasan Dengan SAP-2000. 76. H. Hasil Analisis Struktur Perkerasan. 93. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 105. B. Saran. 107. DAFTAR PUSTAKA. 109. LAMPIRAN. 112. 120.

(6) vii. DAFTAR TABEL nomor. halaman. 1. Angka Poisson Material Perkerasan Jalan. 30. 2. Data lalu lintas harian rata-rata (LHRo). 64. 3. Karakteristik tanah dasar ruas jalan Tarumpakkae-Anabanua. 65. 4. Angka poisson material perkerasan jalan. 76. 5. Hasil percobaan variasi ukuran mesh elemen pada perkerasan 77. 6. Data properti material struktur perkerasan lentur. 7. Ukuran meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000 pada perkerasan lentur untuk analisis kriteria kegagalan. 8. 79. 80. Ukuran meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000 pada perkerasan lentur dengan beban berjalan. 84. 9. Data properti material struktur perkerasan kaku. 86. 10. Ukuran Meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000 pada perkerasan kaku untuk analisis kriteria kerusakan. 11. Ukuran Meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000 untuk perkerasan kaku dengan dengan beban berjalan. 12. 91. Hasil perhitungan Nfdesain kriteria kegagalan retak lelah perkerasan lentur dengan menggunakan pondasi solid elastis. 13. 87. 94. Hasil perhitungan Nfdesain kriteria kegagalan retak lelah perkerasan lentur dengan menggunakan pondasi Winkler. 94.

(7) viii. 14. Hasil perhitungan Nfdesain kriteria kegagalan retak lelah perkerasan kaku dengan menggunakan pondasi solid elastis 96. 15. Hasil perhitungan Nfdesain kriteria kegagalan retak lelah perkerasan kaku dengan menggunakan pondasi Winkler. 16. Hasil analisis pemodelan perkerasan lentur dengan variasi nilai CBR Subgrade. 17. 96. 98. Hasil analisis pemodelan perkerasan kaku dengan variasi nilai CBR Subgrade. 99.

(8) ix. DAFTAR GAMBAR nomor. halaman. 1. Perbedaan metode analisis pada perkerasan lentur & kaku. 11. 2. Sistem sumbu koordinat untuk persamaan Boussinesq. 12. 3. Kurva pengaruh tegangang untuk system dua lapis dari burmister. 15. 4. Tegangan pada interface dari sistem tiga lapis. 16. 5. Sifat linear elastis bahan perkerasan terhadap beban dan waktu. 17. 6. Tiga kondisi pembebanan untuk persamaan Wetergaard. 20. 7. Perilaku model pondasi winkler dan pondasi solid elastis. 24. 8. Tegangan – regangan menunjukkan interval keelastisan suatu bahan. 26. 9. Regangan akibat beban berulang/repeated loads. 28. 10. Contoh penentuan angka Poisson µ. 29. 11. Modulus reaksi tanah dasar. 31. 12. Hubungan beban, deformasi, dan modulus reaksi tanah dasar. 31. 13. Pengujian plate load test. 32. 14. Hubungan CBR dengan modulus reaksi tanah dasar. 33. 15. Konfigurasi beban sumbu standar. 34. 16. Dimensi bidang kontak roda kendaraan. 39.

(9) x. 17. Beban Truk H dan HS. 18. Model kriteria kegagalan/kerusakan dan regangan. 41. kritis pada perkerasan lentur. 44. 19. Bidang permukaan dan joint pada Elemen SOLID. 49. 20. Bidang permukaan dan joint pada Elemen SHELL. 50. 21. Contoh meshing dengan menggunakan bentuk Quadrilateral pada Elemen SHELL. 51. 22. Diagram kerangka pikir dan konseptual. 52. 23. Diagram alir simulasi deformasi model perkerasan lentur dengan program SAP 2000. 24. 58. Diagram alir simulasi defomasi model perkerasan kaku dengan program SAP 2000. 60. 25. Diagram alir tahapan penelitian. 61. 26. Susunan desain lapisan perkerasan lentur. 66. 27. Susunan desain lapisan perkerasan kaku. 67. 28. Detail beban sumbu kendaraan standar. 69. 29. Detail beban kendaraan untuk moving load. 70. 30. Penentuan Modulus Reaksi Tanah Dasar. 71. 31. Grafik Penentuan Modulus Elastisitas Aspal Beton. 74. 32. Grafik hubungan ukuran mesh/jarak tumpuan pegas dengan tegangan pada dasar perkerasan. 78. 33. Denah model tumpuan/perletakan pegas pada perkerasan lentur 80. 34. Pemodelan struktur perkerasan lentur tipe pondasi solid elastis. 82.

(10) xi. 35. Pemodelan struktur perkerasan lentur tipe pondasi Winkler. 36. Pemodelan struktur perkerasan lentur dengan pembebanan moving load. 83. 85. 37. Denah model tumpuan/perletakan pegas pada perkerasan kaku. 87. 38. Pemodelan struktur perkerasan kaku tipe pondasi solid elastis. 89. 39. Pemodelan struktur perkerasan kaku tipe pondasi Winkler. 90. 40. Pemodelan struktur perkerasan kaku dengan pembebanan moving load. 41. Grafik hubungan nilai CBR dengan Nfdesain dan deformasi pada perkerasan lentur. 46. 92. 99. Grafik hubungan nilai CBR dengan Nfdesain dan deformasi pada perkerasan kaku. 100. 47. Deformasi pada perkerasan lentur akibat beban berjalan. 102. 48. Deformasi pada perkerasan kaku akibat beban berjalan. 104.

(11) xiii. DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN. Simbol/singkatan. Arti/keterangan. AASHTO. American association of state highway and transportation officials. AASHO. American association of state highway officials. Ac. Luas. bidang. kontak. roda. dengan. perkerasan AE. Angka ekivalen beban sumbu kendaraan. BB. Lendutan balik maksimum. CBR. California Bearing Ratio. CESA. Cumulative Equivalent Single Axle Load. D. Tebal pelat beton. DD. Faktor distribusi arah. DL. Faktor ditribusi lajur. dsn. hasil pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam. . Deformasi. E. Modulus Elastisitas. ESAL. Equivalent single axle load. . Regangan.

(12) xiv. t. Regangan tarik horizontal. c. Regangan tekan vertikal. f. Frekuensi Beban. FEM. Finite element method. FWD. Falling Weight Deflectometer. Gs. Berat Jenis Spesifik. d. Berat isi kering. H. Tebal Lapis perkerasan. HMA. Hot mix asphalt. ITP. Indeks Tebal Perkerasan. k. Modulus reaksi tanah dasar. ks. Konstanta pegas. LHR. Lalulintas Harian Rata Rata. L1. Beban sumbu tunggal standar (18 kips). . Viskositas aspal pada 700F. Mr. Resilient Modulus. . Angka Poisson. Nd. Jumlah repetisi beban yang diijinkan sampai terjadinya deformasi permanen (rutting). Nf. Jumlah repetisi beban yang diijinkan sampai terjadinya retak lelah.

(13) xv. N18. Jumlah repetisi beban lalulintas. P. Beban. PCA. Portland Cement Association. PCC. Portland cement concrete. P200. Persentase agrgat lolos saringan no. 200. Psi. Pound per square inch. P77oF. Penetrasi pada 770F(250C). qs. Tekanan pada uji pelat bearing. r. Jari-jari lingkaran. RTAC. Roads and Transportation Association of Canada. Sc. Modulus rupture beton. SN. Structural Number. . Tegangan. z. Tegangan Vertikal. r. Tegangan horizontal. T. Suhu. t. Waktu. Va. Volume rongga udara. Vb. Volume aspal. WSDOT. Washington Transportation. State. Department. of.

(14) xvi. w18. Beban sumbu standar harian kumulatif. W25. Jumlah beban sumbu tunggal dengan indeks perkerasan 2.5. z. Kedalaman. 2-D. Dua dimensi. 3-D. Tiga dimensi. permukaan/pelayanan.

(15) 1. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan terjadinya gelombang atau retakan yang akan berlanjut kepada kualitas keamanan dan kenyamanan dalam berkendara (fungsional) dan akhirnya mengakibatkan keruntuhan pada badan jalan itu sendiri (struktural). Oleh sebab itu analisis deformasi harus dipertimbangkan dalam mendesain perkerasan jalan. Metode desain perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: metode empiris dan metode mekanistik-empiris. metode empiris dibuat berdarsarkan pengalaman/pengamatan lapangan, dari hasil pengamatan tersebut dibuat beberapa grafik, tabel, ataupun nomogram sebagai acuan desain. Metode Mekanistik-empiris merupakan metode yang dikembangkan berdasarkan respon model perkerasan yang digunakan. untuk menghitung tegangan, regangan, dan lendutan pada. struktur perkerasan akibat beban lalu lintas, ketebalan dan propertis material perkerasan untuk tiap lapisan kemudian dipilih sedemikianrupa.

(16) 2. sehingga tegangan dan regangan yang dihasilkan lebih kecil dari nilai tegangan dan regangan yang diizinkan. Metode. empiris. telah. digunakan. sebagai. prosedur. desain. perkerasan jalan di beberbagai Negara dalam beberapa dekade, namun belakangan ini terjadi peralihan dari metode empiris ke metode mekanistik. Pedoman desain perkerasan yang diterbitkan AASHTO tahun 2002 merupakan pedoman desain perkerasan berdasarkan metode mekanitik, sedangkan pedoman desain perkerasan yang diterbitkan AASHTO tahun 1993 dan edisi-edisi sebelumnya masih berdasarkan metode empiris. peralihan dari metode empiris ke metode mekanis disebabkan oleh keterbatasan/kelemahan dari metode empiris dalam mengakomodir. perubahan. beban. kendaraan. yang. lebih. berat,. perkembangan penemuan material perkerasan baru, dan pengaruh iklim. Beberapa. metode. mekanistik. telah. dikembangkan. untuk. mengetahui respon model perkerasan terhadap beban lalu lintas, diantaranya: teori satu lapis oleh Boussinesq, teori dua lapis dan berlapis banyak oleh Burmister, teori Westergaard, dan sampai pada Metode Elemen Hingga juga telah dikembangkan untuk analisis perkerasan jalan. Metode Elemen Hingga merupakan metode numeris yang sangat populer dalam penyelesaian masalah – masalah mekanika kontinum, tegangan – regangan, gaya – gaya dalam serta deformasi pada struktur yang linear maupun non linear. Kepoluleran Metode Elemen Hingga ini.

(17) 3. karena. kemudahan. formulasinya. terutama. dengan. meningkatnya. pengetahuan dan teknologi komputerisasi Perkembangan dunia komputasi di bidang teknik sipil membawa banyak kemudahan untuk menerapkan teori-teori dan perhitungan berdasarkan metode elemen hingga ke dalam proses perancangan. Metode ini dapat digunakan sebagai pemodelan untuk deformasi perkerasan jalan saat menerima beban dari luar. Salah satu program yang berbasis pada perhitungan metode elemen hingga yaitu SAP 2000. Penelitian ini menganalisis deformasi yang terjadi pada perkerasan lentur dan kaku pada subgrade sebagai pondasi elastis secara numerik dengan menggunakan program SAP 2000. SAP 2000 digunakan dalam penelitian ini karena program ini dapat digunakan untuk memodelkan bebagai macam material, tipe pembebanan dan menganalisis berbagai macam. model. struktur,. program. ini. umumnya. digunakan. untuk. menganalisis desain struktur gedung, jembatan, dan struktur rangka namun penggunaanya untuk menganalisis struktur perkerasan jalan masih sangat jarang digunakan.. B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan bahwa yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana memodelakan subgrade sebagai pondasi elastis menggunakan metode elemen hingga;.

(18) 4. 2. Bagaimana kinerja dari struktur perkerasan jalan dari hasil analisis struktur perkerasan dan memprediksi kapasitas layanan perkerasan jalan tersebut secara empiric; 3. Bagaimana pengaruh nilai California Bearing Ratio (CBR) tanah dasar terhadap deformasi perkerasan lentur dan kaku; 4. Bagaimana mensimulasikan beban berjalan pada perkerasan lentur dan kaku dengan Metode Elemen Hingga; 5. Bagaimana pengaruh. beban berjalan terhadap deformasi. perkerasan lentur dan kaku.. C. Tujuan Penelitian. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memahami cara memodelakan subgrade sebagai pondasi elastis menggunakan metode elemen hingga; 2. Memprediksi kapasitas layanan struktur perkerasan jalan secara empirik; 3. Memahami pengaruh nilai CBR tanah dasar terhadap deformasi perkerasan lentur dan kaku; 4. Membuat dan memahami pengaplikasian beban berjalan pada perkerasan lentur dan kaku dengan Metode Elemen Hingga; 5. Memahami. pengaruh. beban. perkerasan lentur dan kaku.. berjalan. terhadap. deformasi.

(19) 5. D. Manfaat Penelitian. Manfaat. yang. diharapkan. dari hasil penelitian ini antara lain. adalah : 1. Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk studi deformasi perkerasan dengan Metode Elemen Hingga (MEH); 2. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan informasi para peneliti dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan deformasi perkerasan jalan; 3. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil terutama. dalam. penggunaan. program. komputer. untuk. menganalisis permasalahan perkerasan jalan.. E. Batasan Penelitian. Untuk membatasi permasalahan agar penelitian terarah dan tidak terlalu meluas maka perlu pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Analisis dilakukan analisis dengan Metode Elemen Hingga atau Finite. Element. Methode. (FEM). memanfaatkan. program. komputer SAP2000; 2. Data karakteristik material perkerasan dan data lalu lintas mengunakan data sekunder; 3. Pada pemodelan tanah dasar (subgrade) sebagai pondasi elastis, digunakan dua tipe pondasi elastis yaitu dengan tipe.

(20) 6. pondasi winkler (pondasi spring) dan tipe pondasi solid elastis (elastic solid foundation) menggunakan model linier elastik; 4. Jenis perkerasan kaku yang digunakan adalah perkerasan kaku dengan beton semen portland tanpa tulangan, sedangkan perkerasan lentur mengunakan beton aspal (asphalt concrete); 5. Dalam analisis struktur perkerasan, efek suhu (thermal) pada perkerasan tidak diperhitungkan; 6. Tidak menganalisis transfer beban pada sambungan ( joint load trasfer) pada perkerasan kaku; 7. Hanya digunakan kriteriteria retak lelah/fatik untik analisis kriteria kegagalan/kerusakan (failure criterion) pada perkerasan lentur dan kaku..

(21) 7. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan. Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu-lintas sehingga tanah tadi tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Croney, 1977). Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya. Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan terjadinya gelombang atau retakan yang akan berlanjut kepada kualitas keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.

(22) 8. (fungsional) dan akhirnya mengakibatkan keruntuhan pada badan jalan itu sendiri (struktural). Tiap jenis perkerasan lalu lintas, harus dapat memfasilitasi sejumlah pergerakan lalu lintas baik itu berupa angkutan manusia maupun angkutan barang. Dengan beragam jenis kendaraan dan angkutan, maka akan memberikan variasi beban yang beragam pula. Beban yang ada ini harus dapat didukung oleh perkerasan, oleh karena itu mutu dan bahan perkerasan jalan akan bervariasi tergantung dengan beban yang dipikulnya. Daya dukung perkerasan jalan akan menentukan kelas jalan yang bersangkutan, misalnya jalan kelas I akan menerima beban yang lebih besar dari jalan kelas II. Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat Syarat-syarat struktural atau kekuatan sebagai berikut : 1. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban muatan ketanah dasar; 2. Kedap air, sehingga tidak mudah meresap kelapisan bawahnya; 3. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat dengan cepat dialirkan; 4. Kekakuan memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang signifikan..

(23) 9. 1. Jenis perkerasan Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar pada jalur lalu lintas yang bertujuan untuk menerima dan menahan beban langsung dari lalu lintas. Secara umum konstruksi perkerasan jalan terdiri atas tiga jenis perkerasan, yaitu: perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Perkerasan lentur terdiri dari lapis permukaan berupa campuran Aspal, lapis pondasi atas dan bawah serta tanah dasar. perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen Portland sebagai lapis permukaan, Lapis pondasi, dan tanah dasar. perkerasan komposit terdiri dari perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku dimana Lapis permukaan berupa Campuran Aspal dan Pelat beton semen Portland Sebagai Lapis pondasi, karena biaya konstruksinya yang tinggi, perkerasan komposit jarang digunakan sebagai konstruksi perkerasan baru dan biasanya konstruksi perkerasan komposit diterapkan untuk rehabilitasi perkerasan kaku dengan lapisan tambahan (overlay) campuran aspal panas.. 2. Kerusakan pada perkerasan jalan Lapisan perkerasan jalan sering mengalami kerusakan sebelum umur rencana, kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan struktural. kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan yang direncanakan dan menyebabkan berkurangnya keamanan dan kenyamanan bagi pengguna.

(24) 10. jalan. Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar sehingga perkerasan tidak mampu lagi memikul beban lalulintas (Yoder dan Witczak, 1975). Kerusakan pada konstruksi jalan (demikian juga dengan bahu beraspal) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Suryawan, 2005): a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, atau naiknya air berdasarkan sifat kapilaritas air bawah tanah. b. Iklim, di Indonesia yang termasuk beriklim tropis dimana suhu dan curah hujan yang umumnya tinggi. c. Lalu lintas, yang diakibatkan dari peningkatan beban (sumbu kendaraan) yang melebihi beban rencana, atau juga repetisi beban (volume kendaraan) yang melebihi volume rencana sehingga umur rencana jalan tersebut tidak tercapai. d. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan baik oleh. sifat/ mutu material yang digunakan ataupun dapat juga akibat cara pelaksanaan yang tidak sesuai. e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, yang mungkin disebabkan karena cara pemadatan tanah dasar yang kurang baik, ataupun juga memang sifat tanah dasarnya yang memang jelek..

(25) 11. B. Teori Deformasi pada Perkerasan Jalan. Respon perkerasan lentur dan perkerasan kaku terhadap beban sangat berbeda. Sehingga, teori deformasi model struktur perkerasan yang dikembangkan untuk memprediksi tegangan, regangan, dan lendutan yang terjadi akibat pembebanan juga berbeda untuk perkerasan lentur dan kaku, Gambar 1 menunjukkan perbedaan metode analisis untuk kedua perkerasan tersebut..  . Sistem perkerasan berlapis Semua lapisan berperan memikul beban.  . Peranan pelat beton lebih dominan Sebagian besar beban dipikul oleh pelat beton. Gambar 1. Perbedaan metode analisis pada perkerasan lentur & kaku (Zhou, 2006). Beberapa teori deformasi struktur perkerasan yang dikembangkan untuk memprediksi tegangan, regangan, dan lendutan yang terjadi akibat pembebanan adalah sebagai berikut:. 1. Deformasi pada perkerasan lentur Teori deformasi pada perkerasan lentur diuraikan sebagai berikut:.

(26) 12. a. Teori Boussinesq (sistem satu lapis). Boussinesq adalah orang yang pertama menguji respon perkerasan terhadap beban, pada tahun 1885 serangkaian persamaan di buat oleh Boussinesq untuk menentukan tegangan, regangan dan lendutan dalam media homogen, isotropik, elastis linier dengan Modulus Elastisitas (E), dan Poisson Ratio (), sebagai akibat dari beban terpusat statis pada pemukaan perkerasan (Tu, W., 2007). Gambar 2 memperlihatkan notasi sumbu koordinat untuk persamaan Boussinesq, dimana z adalah kedalaman dan r adalah jarak radial dari beban terpusat. Model system satu lapis ini mungkin merupakan cara yang paling sederhana untuk memodelkan struktur perkerasan.. . Gambar 2.. Sistem sumbu koordinat untuk persamaan Boussinesq (Tu, W., 2007). Persamaan Boussinesq awalnya dikembangkan untuk beban statis terpusat, selanjutnya, Persamaan Boussinesq dikembangkan oleh para.

(27) 13. peneliti dengan beban terbagi rata. Meskipun Persamaan Boussinesq saat ini sudah jarang digunakan sebagai teori utama dalam perencanaan, namun teorinya masih menjadi pertimbangan dan menjadi persamaan yang berguna dalam menganalisis perkerasan serta menjadi dasar untuk beberapa metode yang digunakan saat ini. Yoder & Witczak (1975) menyarankan bahwa teori Boussinesq dapat digunakan untuk memperkirakan tegangan, regangan, dan lendutan pada subgrade ketika nilai modulus pada lapis pondasi (base) hampir sama dengan nilai modulus subgrade. Modulus permukaan perkerasan dihitung, pengukuran lendutan permukaan berdasarkan persamaan Boussinesq, persamaannya dapat digunakan sebagai sebuah indikator menyeluruh dari kekakuan perkerasan (Ullidtz, 1998). Metode ketebalan ekuivalen (method of equivalent thickness) adalah berdasarkan penelitian Odemark pada tahun 1949. Odemark mengasumsikan lendutan pada perkerasan berlapis banyak (multi layer) dengan modulus lapisan (Ei), dan Ketebalan (hi), dapat di transformasikan menjadi sistem satu lapis dengan ketebalan, H, dan Modulus, Eo, ketebalan dipilih menjadi (Tu, W., 2007): E  H  Chi  i   E0 . 1 3. Dimana : C = konstanta, berkisar antra 0,8 s/d 0,9. (1).

(28) 14. Setelah ditransformasikan maka tegangan, regangan, dan lendutan dapat diperkirakan dengan system satu lapis dengan munggunakan persamaan Boussinesq. b. Teori Burmister (sistem dua lapis). Tipikal perkerasan lentur merupakan komposisi lapisan dengan modulus elastisitas yang semakin berkurang sesuai dengan kedalaman. Hasilnya adalah untuk mengurangi tegangan dan defleksi pada tanah dasar yang didapat pada kasus ideal homogen. Analisis sistem dua lapis yang dekat dengan kondisi aktual perkerasan, diprakarsai oleh Burmister. Material pada tiap lapisan diasumsikan homogen, isotropic, dan elastic. Nilai tegangan dan lendutan yang didapatkan tergantung pada perbandingan modulus lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya (Huang, 2004). Gambar 3 menunjukkan distribusi tegangan vertical yang terjadi akibat pembebanan untuk system dua lapis. Dapat dilihat bahwa tegangan vertikal pada subgrade berkurang sesuai dengan bertambahnya nilai perbandingan modulus (E1/E2)..

(29) 15. Gambar 3. Kurva pengaruh tegangang untuk system dua lapis dari burmister (Huang, 2004).. Untuk perkerasan lentur, lendutan lapis permukaan total, , dapat dihitung dengan persamaan:.   1.5. p.r Fw E2. (2). Dimana : p E2 r Fw. = = = =. Beban pada pelat lingkaran Modulus elastisitas lapisan bawah (subgrade) Jari-jari lingkaran Faktor lendutan, Faktor yang bergantung pada perbandingan antara modulus elastisitas subgrade dan lapisan perkerasan, serta antara kedalaman dari jari-jari beban.. c. Teori multilayer (berlapis banyak). Struktur perkerasan teori multilayer menggunakan system tiga lapis, dibuat table-tabel ringkas dari tegangan normal dan radial, kemudian dikembangkan untuk mendapatkan solusi dengan parameter-.

(30) 16. parameter yang lebih luas, struktur perkerasan tiga lapis dan tegangantegangan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.. Layer I. Layer II Layer III. Gambar 4.. Tegangan pada interface dari sistem tiga lapis (Tu, W., 2007). Pengembangan teori multilayer dilakukan oleh Schiffman pada yahun 1962, Schiffman mengembangkan solusi untuk menganalisis tegangan dan lendutan dalam N- Lapis sistem elastis, solusi yang dia berikan teori analisis untuk menentukan tegangan dan lendutan pada system elastis berlapis banyak/multilayer (Tu, W., 2007). Beberapa program computer dikembangkan kemudian dengan menggunakan teori sistem multi layered elastic. beberapa program komputer yang umum digunakan dalam analisis dan desain perkerasan antaralain CHEVRON, BISAR, ELSYM5, KENLAYER, and WESLEA. Dalam metode multilayer umumnya memiliki beberapa asumsiasumsi dasar. Asumsi tersebut adalah (Kosasih, 2005):.

(31) 17. 1. Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar dalam arah vertikal yang dianggap tak terhingga. 2. Panjang perkerasan jalan arah horizontal juga dianggap tak terhingga. 3. Lapisan Homogen, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap sama pada semua titik dalam bahan. 4. Lapisan Isotropik, maksudnya sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat elastis bahan dalam semua arah dianggap sama. 5. Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila. tegangan. yang. diberikan. kemudian. dihilangkan,. regangan dapat kembali kebentuknya semula, sifat linier elastis. . Gambar 5.. Sifat linear elastis bahan perkerasan terhadap beban dan waktu (Lgaol, 2010). kal. rti. Ve. an. ng. ga. Te. kal. rti. Ve. an. ga  ng. . Te. tersebut dapat dilihat pada Gambar 5..

(32) 18. d. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method). Beberapa program numerik telah dikembangkan untuk sistem perkerasan lentur. Raad dan Figueroa mengembangkan program elemen hingga 2-D pada tahun 1980 yang diberi nama ILLI-PAVE yang digunakan untuk memodelkan perilaku perkerasan lentur, dengan menggunakan prinsip hubungan nonlinier digunakan untuk material perkerasan dan teori kolom mohr digunakan sebagai kriteria keruntuhan tanah subgrade dalam ILLI-PAVE (Tu, W., 2007). Hadi dan Bodhinayake (2003) melakukan analisis perkerasan lentur dengan Metode Elemen Hingga non linier, penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis propertis material pada lapis perkerasan lentur dengan beban berjalan, analisis dilakukan dengan menggunakan teori elemen hingga. Sebagai langkah awal, sebuah struktur perkerasan dari hasil. pengamatan. lapangan. dengan. beban. berulang. dipilih. dan. dimodelkan dengan metode elemen hingga. Analisis dilakukan dengan program komputer ABAQUS, model perkerasan dibebani dengan beban statis dan beban berjalan. Deformasi yang terjadi pada kedua model dicatat kemudian dibandingkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi akibat beban berjalan dengan Metode Elemen Hingga. yang. diperoleh. menunjukkan. pengamatan/pengukuran lapangan.. kemiripan. dengan. hasil.

(33) 19. 2. Deformasi pada perkerasan kaku Karena beton memiliki modulus elastis yang tinggi, pelat beton memberi lebih banyak kapasitas struktur, dan dapat menyalurkan bebanbeban lalulitas ke bidang yang lebih luas dibandingkan perkerasan lentur/aspal, menyebabkan distribusi tegangan yang terjadi sangat berbeda dari pada perkerasan lentur (WSDOT, 2008). Begitupula dengan variabel ukuran pelat, perbedaan tipe diskontinyuitas (sambungan memanjang dan sambungan melintang), variasi mekanisme transfer beban,. dan. kepekaan. terhadap. kondisi. lingkungan. (suhu. dan. kelembaban) membuat analisis perkerasan kaku lebih rumit. Teori multilayer biasanya tidak digunakan dalam analisis perkerasan kaku (Tu, W., 2007).. a. Teori Westergaard. Westergaard membuat bentuk pendekatan solusi analitis untuk tegangan dan lendutan pada perkerasan kaku pada tahun 1926. Untuk menyederhanakan masalah, dia mengasumsikan bahwa tanah dasar tidak dapat menyalurkan tegangan geser, yaitu, kondisi pondasi winkler dan tanah dasar ditandai dengan parameter tunggal yakni dengan modulus reaksi tanah dasar (Tu, W., 2007). Tekanan vertikal tanah dasar terhadap pelat beton adalah konstanta yang sama terhadap reaksi tanah dasar (k). Pendekatan yang dibuat oleh Westergaard dalam penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 6 dengan asumsi sebagai berikut: a. Pelat beton bersifat homogen, isotropik..

(34) 20. b. Teori klasik pelat Kirchhoff diasumsikan untuk pelat beton. c. Reaksi tanah dasar hanya kearah vertikal dan sebanding dengan lendutan pada pelat. d. Pelat beton bertumpu pada rangkaian pegas dengan konstanta pegas k, tergantung pada lendutan pelat. e. Ketebalan pelat adalah seragam. f. Tiga kondisi pembebanan yang ditinjau terdiri dari: pembebanan dalam (interior loading), pembebanan sudut (corner loading), dan pembebanan tepi (edge loading). g. Tekanan beban diasumsikan terdistribusi seragam pada area lingkaran atau setengah lingkaran dengan jari-jari (a).. Gambar 6. Tiga kondisi pembebanan untuk persamaan Westergaard (El Nakib, M. 2007). Persamaan Westergaard telah dikomputasi oleh Packard dan Darter pada tahun 1968 dan 1987, teori Westergaard memiliki banyak keterbatasan untuk model realitas perilaku perkerasan. Sebagai contoh,.

(35) 21. ketidak mampuan memperkirakan respon pada lokasi/ titik acak dapat menjadi masalah serius dalam analisa respon pada kondisi pembebanan tertentu untuk kasus dimana rasio antara bentang dengan ketebalan kurang dari 100 (Tu, W., 2007). b. Model Pengembangan Teori Westergaard. Setelah penelitian awal Westergaard, beberapa peneliti membuat pengembangan pada teori Westergaard. Pickett dan Ray pada tahun 1951, mengembangkan grafik pengaruh yang memungkinkan persamaan Westergaard diaplikasikan pada beban roda ganda (Tu, W., 2007). dua kasus dalam penelitian mereka yaitu: Tanah dasar sebagai pondasi Winkler dan tanah dasar sebagai solid elastis. Grafik Pickett dan Ray telah digunakan oleh Portland Cement Association (PCA) untuk desain perkerasan kaku, grafik untuk pembebanan dalam (interior loading) digunaakan untuk desain perkerasan bandara udara, dan grafik untuk pembebanan tepi (edge loading) digunakan untuk desain perkerasan jalan raya. Aplikasi prosedur iterasi Newton-Raphson untuk mengkonversi beban roda tunggal menjadi area pembebanan tunggal ekuivalen yang menghasilkan tagangan lentur yang sama dan transformasi beban ini digunakan dalam persamaan Westergaard dilakukan oleh Salsilli pada tahun 1993. Tiga konfigurasi beban roda dianalisa yaitu: dual, tandem dan tridem (Tu, W., 2007)..

(36) 22. c. Model Elemen Hingga (Finite Element Method). Meskipun solusi analitis model pendekatan sangat diinginkan bagi para praktisi dalam rutinitas analisis dan desain perkerasan. asumsiasumsi dibuat untuk pengembangan solusi menempatkan banyak keterbatasan pada pelaksanaan. untuk mengatasi keterbatasan dari solusi analitis, metode elemen hingga menjadi alat bantu yang digunakan secara luas untuk analisis perkerasan kaku sejak awal tahun 1970-an. Wang dan Y.K. Cheung (1972) melakukan studi respon perkerasan. kaku terhadap beban roda menggunakan model elemen hingga dua dimensi (2-D) elastik linier. Pelat beton dimodelkan, tebal pelat diasumsikan seperti pada teori pelat klasik berdasarkan pada hipotesis Kirchhoff. Matriks kekakuan dari pondasi diperoleh dengan menginverskan matriks fleksibilitas yang diperoh dari persamaan Boussinesq untuk lendutan permukaan. Tegangan dan Lendutan dihitung dengan model elemen hingga yang dibandingkan dengan metode analitis menggunakan persamaan Westergaard. perbandingan menunjukkan bahwa metode Westergaard memberikan nilai tegangan dan lendutan yang lebih kecil. Krauthammer dan Western (1988) melakukan penelitian terhadap pengaruh penyaluran geser pada perilaku perkerasan menggunakan model elemen hingga 2-D dikembangkan dalam program elemen hingga ADINA. Variasi dalam geser dan tegangan horizontal dalam pelat beton, efisiensi. join/sambungan,. lendutan. yang. bersebelahan. dengan.

(37) 23. sambungan, dan tegangan geser dalam tanah dasar juga diuji. hasilnya dibandingkan dengan hasil tes alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Zaghloul et.al (1994) meneliti faktor beban equivalen dengan menggunakan model 3-D elemen hingga nonlinier dinamis dengan program komputer berbasis elemen hingga ABAQUS. Pelat beton dan tanah dasar dimodelkan dengan elemen brick 3-D.. beton dimodelkan. sebagai bilinier elastic-plastic solid. lapis pondasi dan tanah dasar dimodelkan. sebagai. sebuah. model. elastis-plastis.. Tanah. dasar. dimodelkan menggunakan model Cam-Clay. Prediksi lendutan untuk kondisi beban statis dibandingkan dengan solusi analitis Westergaard dan program elemen hingga terpisah digunakan untuk memverifikasi model. Ketebalan berbeda dan kondisi tanah dasar juga diuji. Kemampuan model dinamis program diuji dengan membandingkan respon pelat dengan data dari pengamatan lapangan, hasilnya menunjukkan bahwa analisis dengan Metode Elemen Hingga menghampiri nilai data pengamatan lapangan.. C. Pemodelan Tanah Sebagai Pondasi Elastis. Terdapat dua model yang dikembangkan dalam pemodelan tanah sebagai pondasi elastis yaitu model Pondasi Winkler (elastis spring) dan model Pondasi Solid Elastis (elastic solid foundation). Model pondasi Winkler merupakan metode yang paling simpel dalam memodelkan pondasi elastis, pada model ini tanah di modelkan sebagai kelompok pegas (spring) yang memiliki konstanta pegas yang nilainya ditentukan.

(38) 24. berdasarkan modulus reaksi tanah dasar (k). Pada model pondasi solid elastis, tanah dimodelkan dengan menggunakan beberapa parameter seperti: modulus elastisitas (E), angka poisson (), kohesi (c), sudut geser (), dan sudut dilatansi (). Tanah mempunyai karakteristik seperti halnya material baja dan beton yang memiliki sifat elastis. Modulus elastisitas tanah (E), angka poisson (μ) merupakan karakteristik/parameter kekuatan tanah dan sifatsifat elatis tanah yang penting. Nilai-nilai ini umumnya dipakai dalam perhitungan penurunan pondasi. Dalam pemodelan tanah dengan metode Simple Liniar Elastic Foundation, sifat-sifat elatis tanah tersebut merupakan parameter utama untuk membuat pemodelan struktur tanah. Kedua model pondasi elastis baik pondasi winkler maupun pondasi solid elastis memiliki kesamaan perilaku namun pondasi solid elastis lebih mendekati. sifat. dari. tanah. asli,. namun. dalam. memodelkannya. membutuhkan waktu analisis yang lebih lama dibandingkan model winkler (El Nakib, M. 2007). Gambar 7 menunjukkan deformasi yang terjadi pada kedua jenis pondasi.. Winkler Foundation. Elastic Solid Foundation. Gambar 7. Perilaku model pondasi winkler dan pondasi solid elastis (El Nakib, M. 2007).

(39) 25. D. Parameter Desain Struktur Perkerasan Jalan. 1. California Bearing Ratio (CBR) California Bearing Ratio (CBR) ialah suatu jenis test untuk mengukur daya dukung tanah atau bahan pondasi jalan. Mula-mula dikembangkan oleh California Division of Highways sekitar tahun 1930-an. Kemudian dianut oleh banyak badan-badan perencana jalan di berbagai negara, nilai CBR merupakan adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100%.. 2.. Modulus Elastisitas Material Perkerasan Modulus elastisitas biasa sebut juga modulus Young setelah. Thomas Young membuat konsep baru pada tahun 1807. Modulus Elastisitas (E) dapat digunakan untuk berbagai material padat merupakan rasio konstan dari tegangan dan regangan dengan persamaan. E. Tegangan () Regangan(). (3). Bahan elastis bisa kembali ke ukuran atau bentuk aslinya dengan seketika setelah diregangkan atau ditekan. Hampir semua bahan-bahan adalah elastis dengan beban yang diberikan dan tidak mengubah bentuk.

(40) 26. untuk selamanya. Dengan begitu, keelastisan suatu struktur atau benda tergantung pada koefisien kakunya dan bentuk geometris. Modulus Elastisitas untuk satu bahan adalah pada dasarnya mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Gambar 8 menunjukkan hubungan batas tegangan dan regangan pada baja. Bagian garis lurus awal lengkung adalah daerah elastis baja. Jika baja dengan nilai dari tegangan di sebagian lengkung itu akan kembali ke bentuk aslinya. Adalah penting untuk diingat bahwa nilai dari modulus elastisitas bahan adalah tidak sama nilainya dengan kekuatan bahan.. Stress. Stress VS.Strain for steel. Strain. Gambar 8. Tegangan – regangan menunjukkan interval keelastisan suatu bahan (Zhou, 2006).. Perhitungan modulus elastisitas material perkerasan jalan terdiri dari beberapa metode antara lain : a. Non destructive test (pengujian tanpa benda uji) dengan alat FWD..

(41) 27. b. Destructive test (pengujian dengan benda uji core) dengan alat UMATA (Universal Material Testing Apparatus). c. Nomograph (metode Shell) dan formula (metode Asphalt Institute). Dalam desain perkerasan jalan modulus elastisitas material perkerasan dinyatakan dengan Modulus Resilien /Resilient Modulus (Mr). Modulus resilient adalah modulus elastis yang berdasarkan recoverable strain. akibat. repetisi. beban. (repeated. loads).. Modulus. Resilien. didefinisikan dengan persamaan:.  .....Mr .......................  d . Dimana: d r. ......(4). r. = deviator stress = recoverable strain. Gambar 9 menunjukkan regangan yang terjadi pada sebuah spesimen material perkerasan pada pengujian dengan beban berulang (repeated load). Pada tahap awal pembebanan menunjukkan terjadinya deformasi permanen yang ditunjukkan oleh regangan plastis pada gambar. Seiring bertambahnya jumlah pengulangan/repetisi beban, regangan plastis akibat setiap pengulangan semakin menurun. Setelah 100 sampai 200 kali repetisi beban, menunjukkan bahwa semua regangan dapat. pulih. kembali. (recoverable). sebagaimana. recoverable strain (r) pada gambar tersebut. ditunjukkan. oleh.

(42) 28. Gambar 9. Regangan akibat beban loads. (Huang, 2004). berulang/repeated. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar material perkerasan bersifat non-elastis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa deformasi permanen terjadi setelah menerima pengulangan beban. tapi, jika beban tersebut relatif kecil dibandingkan kekuatan material dan pembebanan tersebut diulang dalam jumlah pengulangan yang besar, deformasi akibat repetisi beban hampir sepenuhnya dapat dipulihkan (dan proporsional terhadap beban) sehingga material dapat dikategorikan elastis (Huang, 2004). Hubungan empiris antara Modulus Resilient/Elastisitas dengan nilai CBR subgrade dikembangkan oleh Heukelom dan Klomp (1962) dan digunakan dalam pedoman perencanaan perkerasan jalan AASHTO 1993 adalah: Mr (E) = 1500 x CBR 8. (5). Dimana : CBR = Mr =. CBR Representative (%) Modulus Resilien/Elastisitas tanah dasar (Psi).

(43) 29. 3. Angka/Rasio Poisson Parameter penting digunakan dalam analisis deformasi pada sistem perkerasan jalan adalah angka Poison. Angka Poison digambarkan sebagai rasio regangan melintang terhadap regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar 10. Angka Poisson dapat bervariasi antara 0 sampai sekitar 0.5. umumnya material yang kaku memiliki angka poisson yang rendah dibandingkan material yang lunak. Gambar 10. Contoh penentuan angka Poisson µ (Zhou, 2006). Pada desain perkerasan dengan metode Mechanistik – Empiris disyaratkan untuk mengetahui angka poisson selain modulus elastisitas tiap lapisan perkerasan. Tiap jenis material mempunyai angka poisson yang berbeda-beda, ini dapat dilihat pada Tabel 1..

(44) 30. Tabel 1. Angka Poisson Material Perkerasan Jalan (Huang, 2004) Material. Kisaran. Hot mix asphalt (HMA) Portland cement concrete (PCC) Untreated granular materials Cement-treated granular materials Cement-treated fine-grained soils Lime-stablilized materials Lime-flyash mixtures Loose sand or silty sand Dense sand Fine-grained soils Saturated soft clays. Tipikal. 0.30 – 40. 0.35. 0.15 –. 0.20. 0.15. 0.30 –. 0.40. 0.35. 0.10 –. 0.20. 0.15. 0.15 –. 0.35. 0.25. 0.10 –. 0.25. 0.20. 0.10 –. 0.15. 0.15. 0.20 –. 0.40. 0.30. 0.30 –. 0.45. 0.35. 0.30 –. 0.50. 0.40. 0.40 –. 0.50. 0.45. 4. Modulus Reaksi Tanah Dasar Modulus. Reaksi. Tanah. Dasar. (k). digunakan. pada. kasus. pemodelan tanah dasar dengan menggunakan elemen pegas (spring), modulus reaksi tanah dasar merupakan estimasi kapasitas dukung lapisan di bawah pelat beton pada perkerasan kaku. Modulus reaksi tanah dasar awalnya di kembangkan oleh Westergaard pada tahun 1920 yang menyatakan. nilai. ks. sebagai. konstanta. pegas. pada. model. dukungan/tumpuan di bawah pelat beton seperti ditunjukkan pada Gambar 11..

(45) 31. ks =. Gambar 11. Modulus reaksi tanah dasar (Zhou, 2006). Tekanan reaktif untuk melawan beban adalah sebanding dengan deformasi pada pegas (yang menunjukkan deformasi pada pelat) dan nilai k, sebagaimana digambarkan pada Gambar 12..  k. Gambar 12.. Hubungan beban, deformasi, dan modulus reaksi tanah dasar (Zhou, 2006). Dimana : P =. Beban. k =. modulus reaksi tanah dasar.  =. Deformasi pelat beton.

(46) 32. Nilai modulus reaksi tanah (k) yang diukur melalui pengujian Plate load test seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai modulus reaksi tanah dapat didefinisikan sebagai:. k. qs δ. (6). Dimana : k. =. Modulus reaksi tanah (kg/cm3). qs =. Tekanan (kg/cm2). . Deformasi (cm). =. applied load (P). sealing material. 457 mm (18”  plate) 610 mm (24”  plate) 762 mm (30”  plate). layer being tested. Gambar 13. Pengujian plate load test (WSDOT, 2008).. Diameter pelat yang digunakan pada Plate Bearing Test berukuran mulai dari 457, 610 sampai 762 mm dengan tebal 2,54 mm disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. Prosedur pengujian (AASHTO Designation T221) meliputi pemberian dan peniadaan beban secara menyeluruh berturut - turut yang penambahannya terus ditingkatkan. Jumlah dial yang digunakan bervariasi mulai dari 2 dampai 4 dial yang dihubungkan dengan.

(47) 33. batang referensi. Bila dial yang dipasang tiga buah pada pelatbearing maka haruslah ditempatkan dengan perbedaan masing-masing sudut (± 120o) satu sama lain. Pengujian lainnya (AASHTO Designation T222) memerlukan pemberian penambahan muatan secara berurutan, disertai penghentian setelah tiap penambahan sampai penetrasinya berhenti. Lendutan beban dicatat; dari sini lalu dihitung besarnya modulus reaksi tanah dasar. Secara teoritis nilai k dapat juga ditentukan dari nilai CBR tanah dasar, hubungan secara grafis antara nilai k dan CBR ditunjukkan pada Gambar 14.. Gambar 14.. Hubungan CBR (%) dengan modulus reaksi tanah dasar (DPU, 1985)..

(48) 34. E. Kriteria pembebanan dan Kriteria Kegagalan/Kerusakan. Perkerasan Jalan. 1. Beban Lalu Lintas. Suatu struktur perkerasan yang terbebani oleh beban lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan AASHO Road Test di negara bagian Illinois, USA, telah melakukan pengujian bermacam-macam jenis dan struktur perkerasan jalan, lentur maupun kaku, untuk diketahui kekuatannya. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan as/sumbu 18 Kip (8,16 ton) pada sumbu tunggal beroda ganda seperti pada Gambar 15, dengan beban tersebut dapat diketahui jumlah repetisi yang dapat ditanggung oleh bermacam-macam struktur perkerasan sampai pada tingkat kerusakan yang ditinjau.. 35 cm cm. 2,04 2,04 T T. 8,1 6T. 2,04 2,04 T T. Gambar 15. Konfigurasi beban sumbu standar (Purba, 2011).

(49) 35. Beban lalu lintas dalam perencanaan perkerasan lentur secara mekanistik-empiris dihitung nilai batas ijinnya hingga menghasilkan salah satu kriteria kegagalan struktural perkerasan. Sehingga desain perkerasan jalan yang diperoleh mengacu pada besarnya beban lalu lintas yang lebih kecil dari beban lalu lintas ijin tersebut. Beban as standar pada Gambar 15 dikenal dengan nama Standard Single Axle Load. Untuk beban-beban as lain yang besarnya lebih besar dari 18.000 lbs maka digunakan prinsip beban ekivalen dan damage factor. (DF). Untuk menghitung tebal perkerasan, umumnya digunakan unit (satuan) beban sumbu standar 8,16 ton melintas satu kali menghasilkan DF = 1. Biasanya satuan untuk perancangan tidak disebut dalam Damage Factor tetapi dalam Equivalent Single Axle Load (ESAL) yang dapat dihitung dengan persamaan empiris sebagai berikut:.  P   ESAL C   8160kg. 4. (7). Dimana: P C. = = = =. beban sumbu kendaraan (Kg) 1,0 ; untuk sumbu tunggal 0,086 ; untuk sumbu tandem/ganda 0,021 ; untuk sumbu triple. Persamaan di atas merupakan persamaan yang diadopsi oleh Bina Marga dalam desain perkerasan lentur dengan metode analisa komponen, sedangkan persamaan yang dikembangkan AASTHO untuk menghitung.

(50) 36. angka ekivalen (ESAL) untuk perkerasan lentur dan kaku adalah sebagai berikut. ESAL. Wt18 Wtx. (8). Untuk perkerasan lentur persamaan di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan berikut ini:. (9a) (9b). (9c). Dimana: Wtx = jumlah beban sumbu kendaraan (x) pada akhir umur rencana Wt18 = jumlah beban sumbu standar 18 Kip (8,16 Ton) pada akhir umur rencana Lx = beban sumbu kendaraan dalam Kip L2 = kode beban sumbu (1 untuk sumbu tunggal, 2 untuk sumbu ganda, dan 3 untuk sumbu triple) SN = structural number / ITP (sama dengan indeks tebal perkerasan dalam metode Bina Marga) pt = IPt (indeks permukaan pada akhir umur rencana) Gt = fungsi dari pt 18 = nilai dari x ketika Lx= 18 kip dan L2=1. Sedangkan untuk perkerasan kaku Angka Ekivalen (ESAL) dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan berikut ini:.

(51) 37. (10a) (10b) (10c). Dimana: D = tebal pelat (Inch) Wtx, W t18, Lx ,L2, pt, Gt, 18 =. a.. memiliki defenisi yang pada perkerasan lentur. sama. Volume lalulintas.. Volume lalulintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (Sukirman, 2010). Lalulintas harian rata-rata adalah volume lalulintas rata-rata dalam satu hari. Dari lama waktu pengamatan untuk mendapatkan nilai lalulintas harian rata-rata, dikenal dua jenis lalulintas harian rata-rata yaitu: 1) Lalulintas harian rata-rata tahunan (LHRT). LHRT. Jumlahkendaraandalamsatutahun 365hari. (11). 2) Lalulintas harian rata-rata (LHR). LHR. Jumlahkendaraanselamaharipengamatan Jumlahharipengamatan. (12).

(52) 38. LHR dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan dua arah tanpa median atau kendaraan/hari/arah untuk jalan 2 jalur dengan median. b. Repetisi beban lalulintas (N18). Beban lalu lintas berupa berat kendaraan yang dilimpahkan melalui kontak antara roda dengan perkerasan jalan, merupakan beban berulang (repetisi beban) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan (Sukirman, 2010). Kendaraan yang memiliki berbagai konfigurasi sumbu, roda, dan total beban yang diangkutnya, diseragamkan dengan menggunakan satuan lintasan sumbu standar 18 kip (8,16 ton). Untuk menghitung besarnya repetisi beban lalulintas selama umur rencana dapat dilakukan dengan persamaan berikut:. N18 = ∑ LHRi x ESALi x DA x DL x 365 x Y. (13). Dimana: N18. = Nrencana merupakan repetisi beban lalulintas selama umur rencana LHR = lalulintas harian rata-rata ESALi = angka ekivalen beban sumbu standar jenis kendaraan i DA = faktor distribusi arah, digunakan untuk menunjukkan distribusi kendaraan ke masing-masing arah. Jika data lalulintas yang digunakan adalah data untuk satu arah, maka DA = 1; DA = 0,5 untuk dua arah DL = faktor distribusi lajur, digunakan untuk menunjukkan distribusi kendaraan ke lajur rencana, DL = 1 jika jumlah lajur per arah =1; DL = 0,8-0,1 jika jumlah lajur per arah = 2 365 = jumlah hari dalam setahun Y = faktor umur rencana.

(53) 39. c. Bidang kontak roda kendaraan. Dalam desain perkerasan jalan dengan metode mekanistik, luas bidang kontak (contact area)antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan penting untuk diketahui untuk mengasumsikan beban sumbu menjadi beban terbagi rata pada bidang kontak. Besarnya bidang kontak tergantung pada tekanan roda, Gambar 16 menunjukkan bentuk bidang kontak untuk tiap roda kendaraan yang digunakan oleh PCA (1966) untuk desain perkerasan kaku. Dengan mengasumsikan panjang bidang kontak = L dan lebar bidang kontak = 0,6 L. Luas bidang kontak adalah:. Ac = (0,3L)2 + (0,4L)(0,6L) = 0,5227L2 Ac L Atau ............................... 0.5227. (14). Dimana : Ac = luas bidang kontak yang diperoleh dari hasil pembagian besarnya beban pada tiap roda (P) dengan tekanan roda (q). Gambar 16. Dimensi bidang kontak roda kendaraan (Huang, 2004).

(54) 40. 2. Beban berjalan (moving load) pada program SAP 2000 (CSI Inc., 2009). SAP 2000 memakai garis pengaruh dan bidang pengaruh (influence lines and surfaces) untuk menghitung pengaruh beban kendaraan (vehicle) dan digunakan mempelajari sensivitas beban terhadap suatu elemen/nodal yang ditinjau. Garis dan bidang pengaruh dapat ditampilkan di layar komputer pada elemen yang telah didefinisikan lajur (lane) kendaraanya. Beban kendaraan arahnya ke bawah (sumbu – Z global) diberikan pada lajur lalulintas, berupa beban standar atau beban umum yang didefinisikan sendiri. Beban kendaraan terdiri atas satu atau lebih beban tititk atau beban garis merata, yang ditempatkan pada sumbu lajur kendaraan atau sejajar tapi dengan eksentrisitas tertentu. a. Beban kendaraan standar (standard vehicles). Ada bermacam-macam beban kendaraan standar yang tersedia pada SAP 2000 untuk merepresentasikan beban hidup lalu lintas kendaraan (vehicular live loads) berdasarkan standar perencanaan yang terkenal, misalnya spesifikasi beban kendaraan tipe Hn-44 dan HSn-44 merupakan standar beban truk H dan HS dari AASHTO, dimana n merupakan nilai skala faktor yang menyatakan berat nominal dari kendaraan dalam ton. Misalnya H15-44 berarti memiliki nilai 15 ton beban truk H (truk dua sumbu), dan HS20-44 berarti memiliki nilai 20 ton beban.

(55) 41. truk HS (truk tiga sumbu). Beban kendaraan tersebut diilustrasikan pada Gambar 17.. Gambar 17. Beban Truk H dan HS (CSI Inc., 2009).. b. Beban kendaraan general/umum (general vehicles). General vehicle merupakan fasilitas dalam SAP 2000 dimana pengguna dapat memodelkan sendiri tipe beban kendaraan untuk merepresentasikan tipe beban kendaraan aktual atau sesuai standar pembebanan kendaraan yang berlaku di negara tertentu. General vehicle terdiri atas n axle (sumbu roda) yang tertentu jaraknya. Beban titik dapat dapat ditempatkan pada sumbu roda (axle). Beban merata juga dapat ditempatkan diantara sumbu roda (axle), di depan sumbu ke-1, atau dibelakang sumbu terakhir. Jarak antara satu pasang sumbu roda dapat ditetapkan bervariasi, sedangkan jarak yang lain tetap. Beban merata depan (leading) dan beban merata belakang (trailing) panjangnya tak terbatas. Tambahan beban terpusat juga dapat ditetapkan tanpa tergantung pada posisi beban sumbu (axle)..

(56) 42. c. Kelas beban kendaraan (vehicle classes). Para perencana biasanya hanya mencari nilai respon maximum dan minimum dari struktur yang dianalisis pada perbedaan yang sangat besar dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan dengan pengaruh/efek satu kendaraan, untuk tujuan ini, vehicle classes didefinisikan dapat mencakup berbagai jenis kendaraan. Reaksi maksimum dan minimum serta nilai perpindahan diperoleh untuk tiap tipe kendaraan dalam kelas kendaraan tersebut. Hanya satu tipe kendaraan untuk satu kali proses. semua beban bergerak yang akan diaplikasikan pada lajur kendaraan harus didefinisikan sebagai vehicle classes, meskipun isinya hanya jenis kendaraan. d. Kasus pembebanan dengan beban berjalan (moving-load load cases). Tahap akhir dalam mendefinisikan beban hidup bergerak adalah mengaplikasikan vehicle classes ke jalur lalulintas dengan membuat moving-load load cases yang mandiri. moving-load load cases adalah tipe kasus pembebanan. Tidak seperti pada kasus pembebanan yang lain (load case), pengguna tidak dapat mengaplikasikan pola beban (load patterns) dalam moving-load load cases. Setiap moving-load load cases berisi serangkaian tugas yang menetapkan bagaimana vehicle clases bekerja pada lajur (lanes).

(57) 43. e. Kontrol respon beban berjalan (moving load response control) Secara default, tak ada respon yang dihasilkan dari beban kendaraan yang telah dinyatakan sebagai moving load cases. Oleh karena proses menghitung respon sangat menyita waktu, maka harus diminta secara. khusus respon beban berjalan yang ingin dihitung. misalnya: joint displacement, joint reaction, shell stresses, shell resultant forces and moments, plane stresses, dll. 3. Kriteria kegagalan/kerusakan perkerasan jalan Proses empiris yang digunakan dalam metode mekanistik-empiris desain perkerasan adalah persamaan-persamaan empiris yang digunakan untuk menghitung jumlah pengulangan beban (repetisi) sampai terjadinya kegagalan/kerusakan pada perkerasan. a. Kriteria kerusakan perkerasan lentur. Ada dua kriteria kerusakan yang umumnya digunakan pada perkerasan lentur, yaitu retak lelah/fatik (fatigue cracking) akibat regangan tarik horizontal (εt), dan rusak alur (rutting/permanent deformation) akibat regangan tekan vertikal (εc), keduanya adalah dasar kerusakan dalam desain perkerasan lentur seperti digambarkan pada Gambar 18. Hasil perhitungan empiris tersebut digunakan sebagai pengontrol. Besarnya nilai pengulangan/repetisi beban lalu lintas yang diijinkan sampai mencapai salah satu kriteria kegagalan struktur perkerasan harus lebih.

(58) 44. besar daripada beban yang terjadi selama periode rencana struktur perkerasan, maka dari perhitungan empiris tersebut akan diperoleh ketebalan perkerasan yang ideal.. Gambar 18. Model kriteria kegagalan/kerusakan dan regangan kritis pada perkerasan lentur (Lgaol, 2010). 1) Kriteria kerusakan retak lelah/fatik Retak lelah yang terjadi pada campuran beraspal, yang digunakan pada lapis permukaan struktur perkerasan, adalah sama seperti yang terjadi pada material solid lainnya, seperti logam, komposit, beton, dan yang lain. Pembebanan. berulang. yang. terjadi. terus. menerus. dapat. menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih dibawah batas ultimate-nya. Beberapa persamaan telah dikembangkan untuk mengetahui banyaknya pengulangan beban sampai terjadinya kegagalan di dalam perkerasan lentur. Kebanyakan dari persamaan tersebut berdasarkan regangan tarik horisontal pada dasar lapisan aspal dan modulus elastisitas perkerasan.

(59) 45. aspal, Berdasarkan hasil AASHTO road test, Asphalt Institute (1982) mengembangkan model retak fatik berikut untuk perkerasan lentur (Huang, 2004):. Nf = 0,0796(t)-3,291(E1)-0,854. (15). Dimana : Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai terjadinya retak lelah εt : Regangan tarik horizontal maksimum di bagian bawah lapisan aspal (AC) E1 : Modulus elastisitas lapisan AC. 2) Kriteria rusak alur/deformasi permanen (rutting/permanent deformation) Deformasi plastis terjadi pada campuran beraspal disebabkan oleh dua hal: pertama adalah akibat pemadatan (tambahan) yang diakibatkan oleh beban kendaraan yang lewat, dan yang kedua berasal dari sifat viscous campuran beraspal itu sendiri. Sedangkan fenomena rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua yang digunakan untuk menyatakan keruntuhan struktur perkerasan akibat beban berulang.. Nilai rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak. membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi..

(60) 46. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% dari “total rutting” diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar (Yoder dan Witczak, 1975), sehingga nilai kritis yang digunakan dalam persamaan rusak alur/deformasi permanen adalah vertical compression strain (c) yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Asphalt Institute (1982) mengembangkan persamaan untuk rutting tanah dasar berdasarkan regangan tanah dasar sebagai berikut (Huang, Y.H., 1993):. Nd = 1,365 x 10-9(c)-4,477. (16). Dimana : Nd : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai terjadinya deformasi permanen(rutting) εc : Regangan tekan vertikal maksimum di bagian atas tanah dasar. b. Kriteria kerusakan perkerasan kaku Pada digunakan empiris. perkerasan. kaku. kriteria. kerusakan. yang. umumnya. yaitu Retak lelah/fatik (fatigue cracking), Hasil perhitungan. tersebut. digunakan. sebagai. pengontrol.. Besarnya. nilai. pengulangan/repetisi beban lalu lintas yang diijinkan sampai mencapai salah satu kriteria kegagalan struktur perkerasan harus lebih besar daripada beban yang terjadi selama periode rencana struktur perkerasan, maka dari perhitungan empiris tersebut akan diperoleh ketebalan.

(61) 47. perkerasan yang cukup. Analisis kerusakan berdasarkan pada retak lelah/fatik. Repetisi ijin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Huang, 2004):. Log Nf = 16,61 – 17,61 ( / Sc). (17). Dimana : Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai terjadinya retak lelah  : tegangan maksimum pada perkerasan beton Sc : Modulus rupture Beton. F. Pemodelan Numerik Struktur Perkerasan Jalan dengan SAP 2000. Terkait dengan kompleksitas dari lapisan perkerasan, pemodelan material dan kondisi pembebanan, tidak ada solusi eksak yang telah dikembangkan untuk perhitungan tegangan, regangan dan lendutan pada struktur perkerasan. Metode pendekatan yang cukup popular untuk menghitung tegangan, regangan, dan lendutan pada kondisi struktur perkerasan yang kompleks tersebur adalah Metode Elemen Hingga atau Finite Elemen Method (FEM), karena metode ini dapat memperhitungkan banyak aspek penting untuk memodelkan struktur perkerasan jalan, seperti perilaku non linier dari material perkerasan, pembebanan dinamis serta pengaruh temperatur Program Komputer SAP (Structure Analysis Program) yang dikembangkan oleh professor Edwar L. Wilson di Universitas California Berkeley. Merupakan solusi berbasis komputer terhadap metoda analisis.

(62) 48. struktur dengan mengunakan metode elemen hingga (finite elemen method). SAP 2000 digunakan dalam penelitian ini karena Program ini dapat mengaplikasikan beban berjalan (moving load) yang merepresentasikan beban lalulintas kendaraan berdasarkan standar perencanaan dari AASHTO. SAP 2000 menyediakan beberapa pilihan, antara lain membuat model struktur baru. memodifikasi dan merancang (mendisain) element struktur, Program ini dirancang sangat interaktif, sehingga beberapa hal dapat dilakukan, misalnya mengontrol kondisi tegangan pada elemen struktur, mengubah dimensi struktur, dan mengganti peraturan (kode) perancangan tanpa harus mengulang analisis struktur. Elemen-elemen yang dapat digunakan pada SAP 2000 untuk memodelkan perkerasan terdiri dari dua macam elemen, yaitu elemen SHELL dan SOLID. Elemen SOLID adalah elemen dengan delapan titik nodal untuk memodelkan struktur tiga dimensi, setiap elemen SOLID memiliki 6 bidang permukaan dengan titik joint pada kedelapan sudut bidang permukaan tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 19..

(63) 49. Gambar 19. Bidang permukaan dan joint pada Elemen SOLID (CSI Inc.,2009). Elemen SHELL adalah tipe objek bidang/area yang dapat digunakan untuk membuat model membran, pelat, dan cangkang untuk struktur dua dimensi maupun tiga dimensi. Elemen SHELL adalah elemen dengan tiga atau empat nodal (node) yang mengkombinasikan perilaku membran dan pelat lentur. Gambar 20 menunjukkan bentuk dari elemen shell yang terdiri dari bentuk segi empat (Quadrilateral) dengan empat titik nodal dan bentuk segi tiga (Triangular) dengan tiga titik nodal, bentuk elemen Quadrilateral lebih akurat dibandingkan bentuk elemen Triangular..

(64) 50. Gambar 20. Bidang permukaan dan joint pada Elemen SHELL (CSI Inc.,2009) Bentuk elemen Triangular hanya direkomendasikan digunakan pada lokasi dimana tegangan tidak berubah secara cepat. Penggunaan bentuk elemen Quadrilateral untuk meshing bermacam geometri/bentuk dan transisi dapat dilihat pada Gambar 21..

(65) 51. Gambar 21. Contoh meshing dengan menggunakan bentuk Quadrilateral pada Elemen SHELL (CSI Inc.,2009). Untuk membuat model tiga dimensi struktur perkerasan yang terdiri dari. beberapa. lapisan. perkerasan. dapat. dilakukan. dengan. mengkombinasikan penggunaan elemen SOLID dengan Elemen SHELL. SAP 2000 juga mampu memodelkan tanah dasar pada perkerasan dengan menggunakan elemen pegas (spring).

(66) 52. G. Kerangka Pikir dan Konseptual Penelitian. Kerangka pikir dan konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 22.. Perkerasan lentur dan kaku. Deformasi Struktur Perkerasan Akibat Beban Lalulintas. Kriteria Kegagalan/Kerusakan Perkerasan Jalan dan pengaruh nilai CBR subgrade terhadap deformasi perkerasan jalan. Pengaruh Beban Berjalan Terhadap Deformasi Perkerasan Jalan. Simulasi Deformasi Perkerasan dengan Finite Elemen Methode (FEM) – SAP 2000 dengan beban statis dan beban berjalan (moving load). Analisis Kinerja/Performa Perkerasan Jalan Berdasarkan Hasil Simulasi FEM. Disain Perkerasan Jalan yang Ideal. Gambar 22. Diagram kerangka pikir dan konseptual.

(67) 53. BAB III. METODE PENELITIAN A. Pengumpulan Data Penelitian. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data tanah dasar perkerasan (subgrade), data material perkerasan, dan data lalu lintas. Data tersebut dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari Survey di Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua, Sulawesi Selatan. B. Parameter dan Asumsi Desain Model Perkerasan. 1. Parameter desain model perkerasan Untuk memudahkan dalam mendesain model perkerasan jalan dengan Metode Elemen Hingga SAP 2000 ditetapkan beberapa parameter sebagai berikut: a. Ketebalan. lapis. perkerasan:. ditentukan. dengan. metode. perhitungan tebal perkerasan jalan metode Bina Marga dengan menggunakan data dari salah satu ruas jalan, hasil desain tebal perkerasan tersebut selanjutnya dianalisis dengan bantuan program SAP 2000, bila hasil analisis menunjukkan bahwa tebal perkerasan yang diperoleh dari hasil perhitungan metode Bina Marga menghasilkan repetisi beban yang lebih kecil dari repetisi beban rencana maka selanjutnya ketebalan ditentukan dengan.

(68) 54. cara trial and error sampai diperoleh nilai tegangan/regangan yang sesuai dengan jumlah repetisi beban rencana. b. Dimensi model: lebar dan panjang model dibuat sedemikian hingga pengaruh boundary tidak mepengaruhi hasil analisis. c. Modulus reaksi tanah dasar: diperoleh berdasarkan nilai CBR d. Karakteristik beban kendaraan (moving load): menggunakan Beban Sumbu Standar 80 KN (8.16 ton) dengan sumbu tunggal beroda ganda pada sumbu belakang kendaraan. Pengaplikasian beban berjalan (moving load) dilakukan sesuai prosedur dalam program SAP 2000 dengan mengunakan variasi kecepatan untuk mengetahui pengaruh kecepatan terhadap deformasi perkerasan 2. Asumsi desain model perkerasan Dalam. memodelkan. perkerasan. jalan. dalam. penelitian. ini. digunakan beberapa asumsi-asumsi dasar. Asumsi tersebut antara lain: a.. Lapisan Isotropik, maksudnya sifat-sifat bahan dari lapisan perkerasan mempunyai sifat elastis (E, μ) yang sama pada semua arah pada setiap titik pada bahan.. b.. Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan. dan. tegangan. dianggap. linear,. dan. elastis. maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula..

(69) 55. c.. Tanah. dasar. dimodelkan. sebagai. tumpuan. elastis/pegas(spring). d.. Pemodelan lapisan perkerasan pada SAP 2000 mengunakan elemen SHELL untuk lapisan permukaan dan elemen SOLID untuk Lapis Pondasi Atas, Lapis Pondasi Bawah, dan Tanah dasar. e.. Untuk analisis kinerja struktur perkerasan berdasarkan kriteri kerusakan/kegagalan (failure criterion) dan pengaruh nilai CBR terhadap perkerasan jalan, digunakan beban statis terbagi rata sesuai luasan bidang kontak roda dan perkerasan serta digunakan tipe pondasi winkler dan pondasi solid elastis untuk membandingkan perilaku kedua jenis pondasi elastis tersebut. f.. Untuk analisis pengaruh beban berjalan terhadap deformasi perkerasan jalan digunakan tipe pondasi winkler untuk efisiensi waktu analisis, dimensi model (panjang dan lebar) serta. pembebanan. disamakan. untuk. perkerasan ini.. pada. perkerasan. membandingkan. lentur. dan. karakteristik. kaku kedua.

(70) 56. C. Simulasi Deformasi Model Perkerasan. 1. Simulasi Deformasi pada Model Perkerasan Lentur Pemodelan perkerasan lentur dengan program komputer SAP 2000 dilakukan untuk menganalisis deformasi yang terjadi pada perkerasan jalan. Langkah - langkah. dalam pemodelan struktur. perkerasan lentur dengan program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 23..

(71) 57. Mulai. Membuka new model, Menentukan sistem satuan dan pilih template grid only, selanjutnya definisikan jumlah dan jarak grid line. Mendefinisikan material asphalt concrete (AC), LPA, LPB dan tanah dasar, selanjutnya definisikan section properties elemen shell dan solid yang akan digunakan. Menentukan tebal lapis perkerasan (AC, LPA, LPB)/ ITP. Menggambar elemen shell untuk lapis permukaan (AC) dan gambar elemen solid untuk LPA, LPB dan Tanah dasar (kasus pondasi solid elastis). Mendefinisikan perletakan. Menggambar elemen shell untuk lapis permukaan (AC) dan gambar elemen solid untuk LPA, LPB (kasus pondasi winkler). Mendefinisikan perletakan/tumpuan pegas(spring). Mendefinisikan Kasus pembebanan/ Kriteria Pembebanan. C. Definisikan Beban statis untuk analisis kriteria kerusakan perkerasan/kinerja struktur perkerasan. Definisikan Moving load untuk analisis deformasi akibat beban berjalan. A. B.

(72) 58. B. A. C. Menjalankan analisis. Menjalankan analisis. Output program SAP 2000 C (hasil analisis program). Output program SAP 2000 (hasil analisis program). Analisis/Evaluasi Output SAP 2000 dengan persamaan analisis kerusakan perkerasan. Analisis pengaruh variasi kecepatan terhadap deformasi perkerasan. C. Tidak Jumlah repetisi beban yang diijinkan sampai terjadinya kerusakan > Jumlah repetisi beban rencana. Ya Hasil Akhir. Selesai. Gambar 23. Diagram alir simulasi deformasi model perkerasan lentur dengan program SAP 2000. 2. Simulasi deformasi pada model perkerasan kaku Pemodelan perkerasan kaku dengan program komputer SAP 2000 juga dilakukan untuk menganalisis deformasi yang tejadi pada perkerasan.

(73) 59. jalan. Langkah-langkah dalam pemodelan struktur perkerasan kaku dengan program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 24.. Mulai. Membuka new model, Menentukan sistem satuan dan pilih template grid only, selanjutnya definisikan jumlah dan jarak grid line. Mendefinisikan Material beton dan tanah dasar, selanjutnya definisikan section properties elemen shell dan solid yang akan digunakan. Menentukan Tebal Pelat Beton. Menggambar elemen shell untuk beton K.350 dan gambar elemen solid untuk beton LC dan Tanah dasar (pondasi solid elastis). Menggambar elemen shell untuk beton K.350 dan gambar elemen solid untuk beton LC (pondasi winkler). Mendefinisikan perletakan. B. Mendefinisikan perletakan/tumpuan pegas(spring). A.

(74) 60. A. B. Mendefinisikan Kasus pembebanan/ Kriteria Pembebanan. Definisikan Beban statis untuk analisis kriteria kerusakan perkerasan/kinerja struktur perkerasan. Definisikan Moving load untuk analisis deformasi akibat beban berjalan. Menjalankan analisis. Menjalankan analisis. Output program SAP 2000 C (hasil analisis program). Output program SAP 2000 (hasil analisis program). Analisis/Evaluasi Output SAP 2000 dengan persamaan analisis kerusakan perkerasan. Analisis pengaruh variasi kecepatan terhadap deformasi perkerasan. C. Tidak Jumlah repetisi beban yang diijinkan sampai terjadinya kerusakan > Jumlah repetisi beban rencana. Ya Hasil Akhir. Selesai. Gambar 24. Diagram alir simulasi defomasi model perkerasan kaku dengan program SAP 2000.

(75) 61. D. Diagram Alir Tahapan Penelitian. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar disajikan dalam diagram alir pada Gambar 25. Mulai. Studi Literatur dan pengumpulan data Menghitung tebal perkerasan lentur dan kaku dengan metode bina marga. Menghitung repetisi beban sumbu kendaraan selama umur rencana. Menentukan karakteristik/properti material perkerasan untuk data input pada SAP2000. Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku dengan tipe beban statis pada model pondasi winkler dan solid elastis untuk analisa kriteria kerusakan. Pemodelan Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku dengan tipe beban berjalan (moving load) untuk meganalisis pengaruh variasi kecepatan terhadap deformasi perkerasan. perkerasan/kinerja struktur perkerasan Analisis Nilai tegangan, Regangan, dan Deformasi yang terjadi (output SAP 2000). Hasil Analisis. Selesai. Gambar 25. Diagram alir tahapan penelitian.

(76) 62. E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian. Berikut ini beberapa uraian definisi operasional dari variable penelitian yang diharapkan dapat memberi gambaran mengenai veriabel yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut: 1. Tegangan (stress): merupakan intensitas dari gaya yang terdistribusi di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik, dinyatakan dalam gaya per satuan luas (Kg/cm2, MPa, psi). 2. Regangan. (strain):. merupakan. satuan. perpindahan. (displacement) yang disebabkan oleh tegangan, pada umumnya dinyatakan sebagai rasio perubahan bentuk terhadap bentuk asli. Karena regangan di dalam perkerasan adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10-6). 3. Deformasi (deformation): adalah perubahaan bentuk, dimensi, dan posisi suatu benda, dinyatakan dalam satuan panjang (inchi atau mm). 4. Repetisi beban lalulintas: merupakan beban berulang dari beban sumbu kendaraan yang terjadi selama umur rencana atau masa layanan jalan..

(77) 63. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Kondisi Umum. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua yang merupakan salah satu ruas jalan nasional, Ruas jalan ini merupakan Jalan Arteri yang menghubungkan Kabupaten Sidrap dengan Kabupaten Luwu. Lebar perkerasan jalan tersebut adalah 6 m yang terdiri dari dua lajur dua arah dengan bahu jalan kiri dan kanan selebar 1 m. Dalam penelitian ini data Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua digunakan. untuk. membuat. desain. tebal. Perkerasan. Lentur. dan. Perkerasan Kaku yang diasumsikan sebagai perkerasan baru di atas subgrade, metode desain mengunakan metode perencanaan tebal perkerasan Metode Bina Marga. Hasil perhitungan desain perkerasan yang dihasilkan kemudian dimodelkan dan dianalisis dengan Program SAP 2000.. B. Data Lalu Lintas dan Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan. 1. Data lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas yang melewati ruas jalan Tarumpakkae-Anabanua adalah lalulintas campuran yang terdiri dari: kendaraan tidak bermotor,.

(78) 64. sepeda motor, mobil penumpang, bus, truk 2 sumbu, truk 3 sumbu, dan truk trailer. Rincian data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHRo) dapat dilihat pada Tabel 2.. Tabel 2. Data lalu lintas harian rata-rata (LHRo) (hasil survey September 2013) Berat. Jumlah. Kendaraan. Kendaraan. (Ton). (LHR). Mobil Penumpang. 2. 4456. Bus. 9. 105. Truk 2 sumbu kecil. 8.3. 42. Truk 2 sumbu besar. 18.2. 1032. Truk 3 sumbu. 25. 75. Truk Trailer. 42. 3. Jenis Kendaraan. 2. Karakteristik dan klasifikasi tanah dasar (subgrade) jalan Karakteristik tanah dasar ruas jalan anabanua tarumpakkae diperoleh melalui pengujian Laboratorium, Karakteristik tanah dasar dari hasil penyelidikan tanah pada ruas jalan Tarumpakkae-Anabanua dapat dilihat pada Tabel 3..

Referensi

Dokumen terkait

Bagan Prosedur PTK (Tim pelatihan Proyek PGSM (1999:7) Subjek yang dikenai tindakan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Sumberkembar Mojokerto

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai persepsi responden tentang harga, kualitas produk, citra merek dan keputusan pembelian.. 3.4

Hasil wawancara dengan tiga orang pasien, dua orang pasien BPJS (66%) mengatakan lambatnya pelayanan, tidak puas dengan pelayan- an kesehatan yang diberikan,

Pada tataran sintaktika, untuk menciptakan pengawasan yang baik Inspektorat Kabupaten Jeneponto telah merancang prosedur pengawasan yang terstruktur dan telah tertuang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmatNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul " Upaya Meningkatkan Kesiapan dalam

Gambar diatas telah menunjukkan hasil pada penampang seismik yang menyerupai model geologi sintetik seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 namun masih terdapat

Kegiatan sosialisasi dan pembuatan kompos melibatkan masyarakat secara luas, dengan harapan tidak hanya petani yang mampu memanfaatkan sisa pertanian tetapi juga

Dengan perencanaan pengelolaan kelas yang dilakukan di SMP Nahdhatu Ulama Medan para guru lebih matang dalam proses belajar mengajar mengingat karena dalam manajemen