• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA SENTOSA PAPUA BARAT ARI SEKTIAJI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN

INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA

SENTOSA PAPUA BARAT

ARI SEKTIAJI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterbukaan Areal Akibat Penebangan dengan Intensitas Rendah di IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa Papua Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015 Ari Sektiaji NIM E14100105

(4)

ABSTRAK

ARI SEKTIAJI. Keterbukaan Areal Akibat Penebangan dengan Intensitas Rendah di IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa Papua Barat. Dibimbing oleh AHMAD BUDIAMAN

Kegiatan pemanenan pada hutan alam, khususnya kegiatan penebangan belum sepenuhnya dilakukan dengan benar, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan seperti keterbukaan areal yang cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung luas areal terbuka akibat penebangan dengan intensitas rendah. Plot yang digunakan adalah plot lingkaran dengan jari-jari dua kali tinggi pohon pusat. Jumlah plot contoh sebanyak 15 plot. Luas keterbukaan areal dihitung dengan cara mengukur luas areal pada selang 1 meter dari pangkal pohon yang rebah sampai ke daerah terluar yang terkena dampak, sedangkan pengukuran luas keterbukaan tajuk dilakukan pada dua titik pengukuran yaitu pada ½ tinggi bebas cabang (STBC) dan ½ tinggi tajuk (STT) sebelum dan setelah penebangan. Rata-rata luas keterbukaan areal akibat penebangan pohon dengan intensitas rendah adalah 451.71 m2 dengan total luas areal yang terbuka dari 15 pohon contoh sebesar 6865,60 m2, sedangkan jumlah total besarnya keterbukaan tajuk sebelum penebangan pada titik STBC sebesar 1.93 m2 dan pada titik STT sebesar 3,85 m2dan keterbukaan tajuk setelah tebangan adalah 0.64 m2, dan jumlah total besarnya keterbukaan tajuk setelah penebangan pada titik STBC sebesar 6.98 m2 dan pada titik STT sebesar 9.47 m2 .

Kata kunci: intensitas penebangan, keterbukaan areal, keterbukaan tajuk

ABSTRACT

ARI SEKTIAJI. Felling Gaps caused by Low Intensity Logging in IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa West Papua . Supervised by AHMAD BUDIAMAN

Harvesting activites in natural forest, particulary logging has not been fully carried out properly, this may cause damages such as large areal openness. The aim of this research was to calculate the total of open areas caused by low intensity logging. The plots that were used are circle plots with the radius of twice of central tree height used in this research. There were total of 15 plots. Areal openness is calculated by measuring the area at intervals of 1 meter from the base of fallen trees to the outermost part affected, whereas the measurements of canopy openness area performed at two measurement points, which were at ½ free branch height (HFBH) and ½ canopy height (HCH) before and after logging. The average of total areal openness that caused by low intensity logging was 451.71 m2 with a total open areas from 15 sample trees of 6865,60 m2, while the total amount of canopy openness before logging on HFBH point was 1.93 m2 and the HCH point is 3.85 m2 and the canopy openness after harvesting is 0.64 m2, and the total amount of canopy openness after logging on HFBH point is 6.98 m2 and the HCH point is 9.47 m2.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KETERBUKAAN AREAL AKIBAT PENEBANGAN DENGAN

INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT WIJAYA

SENTOSA PAPUA BARAT

ARI SEKTIAJI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada April-Juni 2014 ini berjudul Keterbukaan Areal Akibat Penebangan dengan Intensitas Rendah di IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa Papua Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc. FTrop selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada PT. Wijaya Sentosa beserta Staf yang telah memberikan ijin dan membantu penulis, baik dari segi materil maupun tenaga selama pelaksanaan penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Hardiwiyanto), ibu (Suryati), Adhi Wiratsongko, Titis Pramesthi, dan Uvi Ni’matul A atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.Terima kasih juga penulis ungkapkan kepada rekan satu penelitian, Farikh, Syarifah, Wida, dan Lili, serta teman satu perjuangan, M Irfan, dan Restu yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini dan teman-teman MNH 47 atas kerjasama, semangat, dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

.

Bogor, Januari 2015 Ari Sektiaji

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Statistik Plot Contoh 6

Karakteristik Tajuk Pohon 7

Luas Keterbukaan Tajuk 9

Keterbukaan Areal Hutan 11

Panjang Dampak Keterbukaan Areal 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Panjang kelas untuk setiap kelas diameter pohon yang ditebang 3 2 Klasifikasi kemiringan lapangan plot contoh di lokasi penelitian 7

3 Luas keterbukaan tajuk sebelum penebangan 10

4 Luas keterbukaan tajuk setelah penebangan. 10

5 Luas keterbukaan tajuk sebelum dan sesudah penebangan 11

6 Luas keterbukaan areal akibat penebangan 12

7 Perbandingan antara variabel bebas terhadap keterbukaan areal 12

8 Panjang dampak keterbukaan areal 13

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk plot lingkaran yang digunakan pada penelitian 3 2 Peletakan titik pengukuran luas keterbukaan tajuk pada setiap jalur 4 3 Ilustrasi pengukuran keterbukaan areal akibat penebangan 5

4 Sebaran luas plot penelitian 7

5 Sebaran tinggi tajuk pada 15 pohon contoh 8

6 Tinggi tajuk berdasarkan kelas diameter 8

7 Sebaran diameter tajuk pada 15 pohon contoh 9

8 Diameter tajuk pohon berdasarkan kelas diameter 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pohon contoh 17

2 Data luas plot contoh 18

3 Luas keterbukaan areal akibat tebangan 19

4 Luas keterbukaan tajuk sebelum dan sesudah penebangan 20 5 Hasil pengujian variabel-variabel terhadap keterbukaan areal 21

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanenan hutan merupakan salah satu kegiatan penting pada kegiatan pengeloaan hutan di Indonesia. Salah satu indikator keberhasilan kegiatan pemanenan hutan adalah menghasilkan kayu secara optimal dan meminimalkan kerusakan hutan. Kegiatan pemanenan hutan dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak mungkin untuk dihindari seperti kerusakan pada tanah dan tegakan tinggal. Penebangan pohon merupakan tahapan awal dalam kegiatan pemanenan hutan yang dapat menimbulkan kerusakan tegakan tinggal dan lingkungan. Penebangan suatu pohon minimal akan berdampak pada lingkungan di sekitar robohnya pohon tersebut seperti keterbukaan areal dan kerusakan tegakan tinggal.

Kegiatan pemanenan pada hutan alam, khususnya kegiatan penebangan pohon, belum sepenuhnya dilakukan dengan benar, sehingga masih menyebabkan terjadinya keterbukaan areal yang besar. Keterbukaan areal akibat penebangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerapatan pohon, intensitas penebangan, kemiringan lapangan dan teknik pemanenan hutan. Pamungkas (2014) melaporkan bahwa intensitas penebangan mempengaruhi luas keterbukaan areal hutan yang terjadi akibat penebangan. Wijayanti (2013) melaporkan bahwa luas keterbukaan areal pada pengusahaan hutan alam dengan penebangan intensitas rendah (1 pohon/plot) sebesar 338.22 m2.

Hingga saat ini belum ada ketentuan atau standar yang baku luas keterbukaan areal akibat penebangan. Semakin kecil luas keterbukaan areal, menunjukan kerusakan areal hutan akibat pemanenan yang rendah. Informasi keterbukaan areal diperlukan untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan sekitar areal penebangan pasca penebangan, terutama perubahan komposisi dan struktur tegakan hutan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung luas areal terbuka akibat penebangan pohon dengan intensitas rendah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang luas keterbukaan areal yang disebabkan oleh penebangan pohon pada pengusahaan hutan alam. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan data yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam membuat perencanaan kegiatan pemanenan hutan untuk meminimalkan kerusakan hutan terutama luas areal yang terbuka akibat penebangan.

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di petak AZ 28 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2014 PT Wijaya Sentosa, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat pada periode April-Juni 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, phiband dan pita ukur, haga hypsometer, GPS, kompas, tali tambang, patok, tally sheet dan alat tulis, Software Microsoft Office Excel, Minitab 15, planimeter dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan alam, cat dan label pohon.

Prosedur Penelitian Jenis dan Sumber Data

Dua jenis sumber data digunakan pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Data primer berupa diameter, jenis pohon, tinggi pohon (tinggi total, tinggi bebas cabang), lebar tajuk yang diproyeksi ke tanah dan luas areal yang terbuka akibat pohon yang ditebang. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari laporan hasil cruising (LHC) dan kondisi umum perusahaan.

Intensitas Penebangan

Penelitian ini menggunakan intensitas penebangan rendah. Budiarta (2001) mengklasifikasikan 3 intensitas penebangan, yaitu intensitas rendah (< 5 pohon/ha), intensitas sedang (antara 6 – 9 pohon/ha), dan intensitas tinggi (>10 pohon/ha). Penelitian ini menggunakan intensitas penebangan sebesar 1 pohon per plot contoh.

Jumlah Pohon Contoh

Penentuan jumlah pohon dihitung berdasarkan data sebaran diameter pohon yang akan ditebang yang diperoleh dari LHC pada petak AZ 28 blok RKT 2014. Penelitian ini menggunakan sampling error (SE) sebesar 10%. Penentuan jumlah pohon contoh dihitung dengan menggunakan rumus Cochran (1997) sebagai berikut: n = t (α 2,dbf).Sy.100 (SE.ӯ) 2

(13)

3 Keterangan:

n = Jumlah pohon contoh

t(α/2,dbf) = Nilai tabel t-student (dianggap 2)

Sy = Simpangan baku contoh

SE = Sampling error maksimum (10%) ӯ = Rata-rata contoh

Berdasarkan data LHC diperoleh bahwa diameter rata-rata pohon yang akan ditebang adalah 60,94 cm dan simpangan baku sebesar 11,46, sehingga diperoleh jumlah pohon contoh sebanyak 15 pohon. Selanjutnya pohon contoh ini merupakan titik pusat plot contoh, sehingga jumlah plot contoh sebanyak 15 plot. Pohon contoh ini dikelompokkan ke dalam tiga kelas diameter, yaitu kelas diameter kecil (KDK), kelas diameter sedang (KDS), dan kelas diameter besar (KDB). Kelas diameter pohon contoh disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Panjang kelas untuk setiap kelas diameter pohon yang ditebang Kelas diameter Panjang kelas Jumlah pohon

diameter (cm)

Kecil (KDK) 50-66 5

Sedang (KDS) 67-83 5

Besar (KDB) 84-100 5

Bentuk dan Ukuran Plot

Bentuk plot yang digunakan pada penelitian ini berupa plot lingkaran yang berjari-jari dua kali tinggi total pohon pusat atau dikenal dengan metode variable radius circular plot (plot lingkaran dengan ukuran jari-jari tidak tetap). Besarnya luas plot contoh tergantung dari tinggi total pohon, semakin tinggi pohon maka luas plot contoh juga akan semakin besar. Bentuk plot contoh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bentuk plot lingkaran yang digunakan pada penelitian

Pengukuran Kemiringan Lahan

Langkah-langkah dalam pengukuran kemiringan lapangan di dalam plot adalah sebagai berikut:

1. Mengukur jarak lapang dalam plot

2. Mengukur persen kemiringan tanah dengan menggunakan clinometer 3. Menghitung jarak datar dalam plot berdasarkan jarak lapang dan persen

kemiringan. Ket: = Pohon pusat R= Jari-jari lingkaran (2X tinggi pohon) R

(14)

4

Luas Keterbukaan Tajuk Sebelum danSesudah Penebangan

Pengukuran luas keterbukaan tajuk dilakukan pada saat sebelum dan sesudah penebangan. Pengukuran keterbukaan tajuk dilakukan pada dua titik pengukuran yaitu pada jarak ½ tinggi tajuk (STT) dan ½ tinggi bebas cabang (STBC). Peletakan titik sebelum penebangan dilakukan dengan membagi plot kedalam delapan jalur,pada masing-masing jalur diberi tanda pada dua lokasi titik pengukuran yang telah ditentukan, setelah itu dilakukan pengambilan gambar pada titik-titik yang telah diberi tanda tersebut. Sementara itu untuk pengukuran luas keterbukaan tajuk setelah penebangan dilakukan hanya pada satu jalur saja tergantung pada arah rebah pohon. Pengukuran luas keterbukaan tajuk sebelum dan sesudah penebangan disajikan pada Gambar 2.

Pohon Pusat

Gambar 2 Peletakan titik pengukuran luas tajuk pada setiap jalur

Panjang dan Jumlah Kelas pada Karakteristik Tajuk Pohon Contoh

Panjang kelas untuk karakteristik tajuk pada 15 pohon contoh ditentukan berdasarkan rumus berikut (Supangat 2007):

P=R b Keterangan:

P = Panjang kelas R = Xmax-Xmin

B = Banyak kelas, diperoleh dari 1 + 3.3 log n

Pengukuran Luas Keterbukaan Areal

Pengukuran luas areal yang terbuka akibat penebangan dilakukan dalam plot lingkaran. Pengukuran dilakukan terhadap luas keterbukaan setiap pohon yang telah direbahkan, yang nantinya akan menggambarkan berapa luas keterbukaan areal yang terjadi bila satu pohon direbahkan. Pengukuran keterbukaan areal dilakukan dengan cara mengukur jarak per seksi dengan selang 1 meter dimulai dari pangkal pohon yang rebah sampai ke daerah terluar yang terkena dampak. Pada setiap titik selanjutnya dilakukan pengukuran lebar areal terbuka di sebelah kanan dan kiri batang pohon yang rebah (L ,Gambar 3).

(15)

5

Keterangan:

L1, L2,L3 = Luas areal terbuka pada kiri dan kanan pohon pada selang 1 m

Gambar 3 Ilustrasi pengukuran luas keterbukaan areal akibat penebangan pohon

Analisis Data

Keterbukaan areal hutan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diameter pohon, tinggi pohon, diameter tajuk dan kelerengan. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor dengan keterbukaan areal hutan digunakan regresi linier. Regresi linier adalah analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel bebas (diameter pohon, tinggi pohon, diameter tajuk dan kelerengan) dengan variabel terikat (keterbukaan areal hutan).

Regresi yang digunakan pada penelitian ini berupa regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :

Yi= β

0+ β1Xi1+ β2Xi2+ … + βp-1Xi,p-1

Keterangan:

Yi = Variabel tidak bebas untuk pengamatan ke-i, i = 1,2,...,n.

β0 = Nilai konstanta

β1,β2,... βp-1 = Parameter ke 1, 2...n

Xi1, Xi2,.. Xi,p-1 = Variabel bebas ke 1, 2 ... n

Uji–T digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap keterbukaan areal akibat penebangan. Hipotesis uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

(16)

6

1. Kemiringan lapangan

H0= kemiringan lapangan tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

H1= kemiringan lapangan berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

2. Diameter tajuk

H0= diameter tajuk tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

H1= diameter tajuk berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

3. Tinggi pohon

H0= tinggi pohon tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

H1= tinggi pohon berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

4. Diameter pohon

H0= diameter pohon tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

H1= diameter pohon berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

5. Tinggi tajuk

H0= tinggi tajuk tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

H1= tinggi tajuk berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal

Kriteria uji

Thitung < Ttabel , terima H0

Thitung ≥ Ttabel , terima H1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Plot Contoh Luas Plot Contoh

Jumlah plot contoh pada penelitian sebanyak 15 plot. Luas rata-rata dari 15 plot contoh sebesar 1.70 ha, dengan luas terbesar 2.77 ha dan luas terkecil 0.92 ha. Plot contoh dengan luas 1.29-1.66 ha merupakan plot paling banyak (60%), sedangkan luas plot yang memiliki persentase paling kecil yaitu pada plot contoh dengan kisaran luas 0.92-1.28 ha, 2.05-2.42 ha, dan 2.43-2.8 ha (6.67%) (Gambar 4).

Rata-rata tinggi pohon contoh sebesar 36.53 m, dengan tinggi pohon tertinggi sebesar 47 m dan tinggi pohon terependek sebesar 27 m. Tinggi pohon merupakan acuan utama dalam membuat plot contoh. Semakin tinggi pohon contoh maka luas plot akan semakin besar.

(17)

7

Gambar 4 Sebaran luas plot penelitian

Kemiringan Lapangan Plot Contoh

Rata-rata kemiringan lapangan plot contoh sebesar 11.25%. Plot contoh dengan kemiringan lapangan 8-15% memiliki jumlah plot terbanyak (9 plot), sedangkan plot contoh dengan kemiringan 15-25% memiliki jumlah plot terkecil (2 plot). Klasifikasi kemiringan lapangan plot contoh disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi kemiringan lapangan plot contoh di lokasi penelitian Kelas Lereng Kemiringan

lapangan (%) Kelerengan Plot contoh Jumlah Persentase (%) 1 0-8 Datar 4 26.67 2 8-15 Landai 9 60 3 15-25 Agak curam 2 13.33 4 25-45 Curam 0 0 5 >45 Sangat curam 0 0 Jumlah 15 100

Karakteristik Tajuk Pohon Contoh Tinggi Tajuk Pohon

Tinggi tajuk pohon diperoleh dengan mengurangi tinggi total pohon dengan tinggi bebas cabang (TBC). Rata-rata tinggi tajuk dari 15 plot contoh adalah 12.07 m, dengan tinggi tajuk tertinggi 22 m dan tinggi tajuk terendah 6 m. Tinggi tajuk pohon contoh dengan kisaran 9.29 - 12.57 m memiliki persentase paling besar (33.33%), sedangkan tinggi tajuk dengan sebaran 19.16 – 22.43 m memiliki persentase paling kecil (6.67%). Sebaran tinggi tajuk pohon contoh disajikan pada Gambar 5. 0 10 20 30 40 50 60 70 0.92 - 1.28 1.29 - 1.66 1.67 - 2.04 2.05 - 2.42 2.43 - 2.8 Per sen tase (% ) Luas plot

(18)

8

Gambar 5 Sebaran tinggi tajuk pada 15 pohon contoh

Gambar 6 menyajikan data sebaran tinggi tajuk pohon contoh berdasarkan kelas diameter Rata-rata tinggi tajuk pohon contoh terbesar terdapat pada kelas diameter besar dengan rata-rata tinggi tajuk per pohon sebesar 15.2 m.

Gambar 6 Tinggi tajuk berdasarkan kelas diameter

Diameter Tajuk Pohon

Diameter tajuk pohon contoh diperoleh dengan menjumlahkan besarnya lebar tajuk terpanjang dan terpendek kemudian dibagi dua. Rata-rata diameter tajuk pohon contoh sebesar 17.4 m, dengan diameter tajuk terbesar 27.20 m dan diameter tajuk terkecil 9 m. Diameter tajuk dengan kisaran 16.48–20.21 m memiliki persentase terbesar (33.33%), sedangkan diameter tajuk dengan kisaran 23.96–27.69 m memiliki persentase paling kecil (6.67%). Sebaran diameter tajuk pohon contoh disajikan pada Gambar 7.

0 5 10 15 20 25 30 35 6 - 9.28 9.29 - 12.57 12.58 - 15.86 15.87 - 19.15 19.16 - 22.43 P er sent a se (%)

Kelas tinggi tajuk

0 2 4 6 8 10 12 14 16 KDK KDS KDB T ing g i T a juk ( m ) Kelas Diameter

(19)

9

Gambar 7 Sebaran diameter tajuk pohon pada 15 pohon contoh

Gambar 8 menyajikan data sebaran diameter tajuk pohon contoh berdasarkan kelas diameter. Rata-rata diameter tajuk pohon contoh terbesar, yaitu pada kelas diameter besar dengan jumlah rata-rata diameter tajuk per pohon sebesar 21.57 m.

Gambar 8 Diameter tajuk pohon berdasarkan kelas diameter

Luas Keterbukaan Tajuk Luas Keterbukaan Tajuk Sebelum Penebangan

Keterbukaan tajuk tidak hanya terjadi setelah penebangan, tetapi juga sebelum penebangan. Keterbukaan tajuk sebelum penebangan merupakan suatu celah yang terdapat pada tajuk-tajuk pohon sebelum dilakukan penebangan. Besarnya luas keterbukaan tajuk pohon contoh sebelum penebangan disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 4.

0 5 10 15 20 25 30 35 9-12.73 12.73-16.47 16.48-20.21 20.22-23.95 23.96-27.69 P er sent a se (%)

Kelas diameter tajuk

-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 KDK KDS KDB Dia m et er T a juk ( m ) Kelas Diameter

(20)

10

Tabel 3 Luas keterbukaan tajuk sebelum penebangan Kelas diameter Rata-rata keterbukaan tajuk (m

2 /pohon) STBC STT KDK 0.1 0.28 KDS 0.16 0.21 KDB 0.13 0.29

Pada Tabel 3 diketahui bahwa pada titik pengukuran STBC keterbukaan tajuk terbesar (0.16 m2) terdapat pada kelas diameter sedang, sedangkan keterbukaan tajuk terkecil (0.1 m2) pada kelas diameter kecil. Pada titik pengukuran STT, keterbukaan tajuk paling besar (0.29 m2) terdapat pada kelas diameter besar, sedangkan yang terkecil 0.21 m2 pada kelas diameter sedang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara diameter pohon dengan keterbukaan areal.

Luas Keterbukaan Tajuk Setelah Penebangan

Pada Tabel 4 diketahui bahwa luas keterbukaan tajuk pada titik STBC paling besar ditunjukan pada kelas diameter besar (0.62m2), sedangkan luas keterbukaan terkecil ditunjukan padakelas diameter kecil (0.32 m2). Pada titik STT keterbukaan tajuk terbesar (0.72m2) ditunjukan pada kelas diameter besar, sedangkan yang terkecil (0.46m2) ditunjukan pada kelas diameter sedang. Besarnya luas keterbukaan tajuk setelah penebangan disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 4.

Tabel 4 Luas keterbukaan tajuk setelah penebangan Kelas diameter Rata-rata keterbukaan tajuk (m

2 /pohon) STBC STT KDK 0.32 0.71 KDS 0.45 0.46 KDB 0.62 0.72

Tabel 5 menyajikan data luas keterbukaan sebelum dan sesudah penebangan. Luas total keterbukaan tajuk sebelum berbeda dengan luas keterbukaan tajuk sesudah penebangan. Besarnya luas total tajuk yang terbuka pada STBC sebesar 5.05 m2 dan besarnya luas total tajuk yang terbuka pada STT sebesar 5.63 m2. Dari hasil pengukuran pada kedua titik pengukuran menunjukan bahwa luas total tajuk yang terbuka pada STT lebih besar dibandingkan dengan STBC. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada titik STT akan mengalami dampak penebangan lebih besar dibandingkan pada titik STBC. Luas terbuka pada titik STT dipengaruhi oleh panjang dan diameter tajuk pohon yang ditebang, sehingga besarnya keterbukaan tajuk pada titik STT akan lebih besar dibanding pada titik STBC.

(21)

11 Tabel 5 Luas keterbukaan tajuk sebelum dan setelah penebangan

Tebangan Luas Keterbukaan Tajuk (m

2

/pohon)

STBC STT

Sebelum 1.93 3.85

Sesudah 6.98 9.47

Selisih Tajuk Terbuka 5.05 5.63

Keterbukaan Areal Hutan Luas Keterbukaan Areal Akibat Penebangan

Keterbukaan areal akibat penebangan merupakan luas areal yang terbuka karena penebangan pohon yang mengakibatkan rebahnya pohon lain dan juga vegetasi yang ada disekitarnya. Schliemann dan Bockheim (2011) melaporkan bahwa terdapat dua jenis keterbukaan akibat pohon rebah, yaitu keterbukaan akibat tajuk dan keterbukaan yang diperluas. Keterbukaan akibat tajuk merupakan keterbukaan areal yang disebabkan oleh tajuk pohon yang ditebang, sedangkan keterbukaan yang diperluas merupakan keterbukaan areal yang disebabkan oleh tajuk pohon yang ditebang, sehingga menimpa vegetasi lain yang ada disekitarnya.

Pada Tabel 6 diketahui bahwa total areal yang terbuka dari 15 pohon contoh sebesar 6865.60 m2 dengan rata-rata keterbukaan areal yang diakibatkan penebangan satu pohon per plot sebesar 451.71 m2. Rata-rata luas keterbukaan areal terbesar (586.64 m2) pada kelas diameter besar, sedangkan rata-rata luas keterbukaan areal terkecil pada kelas diameter kecil (338.56 m2). Hasil penelitian ini memperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Wijayanti (2013), Nasution (2009), dan Elias et al (1993) diacu dalam Elias (2002), yang mendapatkan angka keterbukaan areal berturut-turut sebesar 338,22 m2, 196.85 m2, dan 142.50 m2. Hasil yang sebaliknya dilaporkan oleh Sudrajad (2014), yang memperoleh hasil keterbukaan areal yang lebih besar dari penelitian ini, yaitu sebesar 523.09 m2. Besarnya keterbukaan areal akibat penebangan pohon disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 3.

Salah faktor yang menyebabkan besarnya keterbukaan areal adalah teknik pemanenan hutan terutama teknik penebangan yang kurang tepat, dari ketidaktepatan arah rebah pohon. Penentuan arah rebah yang tidak benar dapat menimbulkan keterbukaan areal yang besar, hal ini dikarenakan vegetasi yang ada disekitar pohon tidak ditebangakan tertimpa pohon yang ditebang. Parren dan Bongers (1999) menyatakan bahwa untuk mengurangi kerusakan akibat penebangan pohon, maka perlu menentukan arah rebah pohon yang ditebang dengan benar.

(22)

12

Tabel 6 Luas keterbukaan areal akibat penebangan

Pengujian Antara Variabel Bebas dengan Keterbukaan Areal

Menurut Sularso (1996) kerapatan tegakan, diameter dan tinggi pohon yang ditebang, bentuk tajuk, kemiringan lapangan, intensitas penebangan, teknik penebangan dan tanaman melilit merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan areal hutan akibat penebangan. Pengaruh antar variabel yang mempengaruhi keterbukaan areal dapat dijelaskan menggunakan persamaan regresi berganda. Dari hasil pengujian menggunakan regresi linear berganda diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = -310 + 3.02X1+ 4.95X2+ 12.9X3+1.60 X4+3.85X5 Keterangan : Y = keterbukaan areal (m2) b0,b1, b2, b3 = koefisien regresi X1 = kemiringan lapangan (%) X2 = diamter tajuk(m) X3 = tinggi pohon (m) X4 =diameter pohon (m) X5 =tinggi tajuk (m)

Berdasarkan hasil uji-F persamaan regresi diatas diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R2-adj) sebesar 84.4%. Nilai koefisien determinasi (R2–adj) sebesar 84.4% menunjukan bahwa hubungan antara kemiringan lapangan, diameter tajuk, tinggi pohon, diameter pohon, dan tinggi tajuk dapat mempengaruhi besarnya keterbukaan areal sebesar 84.4%, sedangkan sisanya 15.6 % dipengaruhi faktor lain.

Tabel 7 Perbandingan antara variabel bebas dengan keterbukaan areal Variabel P - value 𝑇ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑇𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kriteria uji

Kemiringan lapang 0.620 0.51 2.26 Terima 𝐻0

Diameter tajuk 0.268 1.18 2.26 Terima𝐻0

Tinggi pohon 0.042 2.37 2.26 Terima𝐻1

Diameter pohon 0.363 0.96 2.26 Terima𝐻0

Tinggi tajuk 0.532 0.65 2.26 Terima𝐻0

*Selang kepercayaan 95 %

Hasil uji–T menunjukkan bahwa variabel tinggi pohon berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal (P-value <0.05) dan ( Thitung> Ttabel ), sedangkan

variabel lain seperti kemiringan lapangan, diameter tajuk, diameter pohon dan tinggi tajuk tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal yang ditunjukan

Kelas diameter

Luas areal yang terbuka Jumlah (m2) Rata-rata (m2/pohon) Rata-rata total (m2/pohon) KDK 1692.80 338.56 451.71 KDS 2239.60 447.92 KDB 2933.20 568.64

(23)

13 dari nilai (P-value <0.05) dan ( Thitung <Ttabel ). Semakin tinggi pohon yang

ditebang maka keterbukaan areal akibat penebangan semakin besar karena panjang dampak akibat rebahnya pohon akan semakin besar. Hasil uji-T disajikan pada Tabel 7.

Panjang Wilayah Dampak Keterbukaan Areal

Panjang wilayah terkena dampak merupakan daerah yang terkena dampak penebangan mulai dari tunggak pohon yang ditebang sampai ujung dampak terluar yang disebabkan oleh pohon yang ditebang. Jika pohon yang ditebang menimpa pohon lain dan pohon yang tertimpa tersebut roboh, maka panjang dampak diukur sampai ujung terluar dampak yang disebabkan oleh pohonroboh tersebut (efek dominan). Panjang dampak juga mempengaruhi besarnya keterbukaan areal semakin besar panjang dampakanya maka semakin besar pula keterbukaan arealnya. Salah satu faktor yang menyebabkan besarnya panjang dampak adalah tinggi total pohon yang ditebang, karena semakin tinggi total pohon maka panjang dampak akan semakin besar.

Rata-rata panjang dampak keterbukaan areal sebesar 47.13 m, dengan panjang dampak terpanjang 53 m dan dampak terpendek 40 m. Rata-rata panjang dampak terbesar pada kelas diameter besar (50.4 m) dengan rata-rata tinggi pohon 40.6 m, sedangkan rata-rata panjang dampak terkecil (44.6 m) pada diamater kecil dengan rata-rata tinggi pohon 34.2 m memiliki. Dilihat dari perbandingan antara tinggi total pohon dengan panjang dampak, pada kelas diameter sedang memiliki panjang dampak penebangan terbesar, yaitu 1.33 kali tinggi total pohon, sedangkan panjang dampak terpendek pada kelas diameter besar (1.24 kali tinggi total pohon). Hasil dari penelitian ini memperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian Pradata (2012), melaporkan bahwa rata-rata panjang terkena dampak penebangan satu pohon per plot sebesar 45 m, akan tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sudrajad (2014), yang melaporkan bahwa rata-rata panjang terkena dampak penebangan satu pohon per plot sebesar 69.24 m. Dari data yang diperoleh, panjang dampak keterbukaan areal berbanding lurus dengan tinggi pohon, semakin tinggi pohon maka semakin panjang panjang dampak keterbukaan areal yang diakibatkan oleh penebangan. Panjang dampak yang disebabkan oleh penebangan pohon disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Panjang dampak keterbukaan areal Kelas diameter Rata-rata tinggi pohon contoh (m) Rata-rata keterbukaan areal (m2/pohon)

Rata-rata panjang dampak (m) x pohon yang

ditebang

Kecil (KDK) 34.2 338.56 44.6 1.31

Sedang (KDS) 34.8 447.92 46.4 1.33

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Luas keterbukaan tajuk sesudah penebangan lebih besar daripada sebelum penebangan. Tinggi total pohon berpengaruh nyata terhadap besarnya keterbukaan areal sedangkan kemiringan lapang, diameter pohon, diameter tajuk dan tinggi tajuk tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal.

Saran

1. Perlu dilakukan perbaikan dalam perencanaan dan pemantauan kegiatan pemanenan hutan, khususnya kegiatan penebangan agar mengurangi kerusakan yang diakibatkan kegiatan penebangan lebih sedikit.

2. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai keterbukaan tajuk dengan metode dan alat yang lebih bagus.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarta S. 2001. Pengamatan tegakan tinggal setelah penebangan di PT Inhutani II, Sub Unit Malinau, Kalimantan Timur.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cochran GW. 1997. Teknik Penarikan Sampel. Willey Jhon and Sons, penerjemah Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Sampling Technique.

Elias. 2002. Reduced Impact Logging Buku I. Bogor (ID): IPB Press.

Nasution AK. 2009. Keterbukaan areal dan kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan (studi kasus Di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pamungkas A M. 2014. Keterbukaan areal hutan akibat kegiatan pemanenan kayu

di pulau Siberut kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parren M, Bongers F. 1999. Does climber cutting reduce felling damage in southern Cameroon.Forest Ecology and Management141 : 175-188. Pradata AA. 2012. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon di PT

Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Schliemann SA, Bockheim JG. 2011. Methods for Studying Trefall Gaps. Forest Ecology and Management 261 : 1143-1151.

Sularso N. 1996. Analisis kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu terkendali dan konvensional pada sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia (TPTI). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sudrajad A.2014. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan intensitas rendah menggunakan dua bentuk dan ukuran plot yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(25)

15 Supangat A. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan

Nonparametrik. Jakarta (ID): Prenada Media Group.

Wijayanti A. 2013. Kerusakan Tingkat Tiang dan Pohon Akibat Penebangan Intensitas Rendah Di IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(26)

16

(27)

Lampiran 1 Data pohon contoh

Kelas diameter Jenis D (cm) Tt Tbc Lebar tajuk

terpendek Lebar tajuk terpanjang Tinggi tajuk Diameter tajuk 50-66 Merbau 63.74 35.00 24.00 11.60 12.90 11.00 12.25 Merbau 63.37 38.00 28.00 10.26 18.20 10.00 14.23 Jambu 64.64 35.00 24.00 8.00 10.00 11.00 9.00 Merbau 57.64 36.00 25.00 7.60 13.20 11.00 10.40 Matoa 53.18 27.00 19.00 6.00 17.60 8.00 11.80 67-83 Kayu Malas 71.66 36.00 20.00 17.00 26.00 16.00 20.00 Merbau 79.62 35.00 20.00 15.20 23.30 15.00 19.25 Cempaka 82.43 34.00 28.00 12.40 17.20 6.00 14.80 Merbau 82.35 35.00 26.00 12.20 24.2 9.00 18.20 Mersawa 79.62 34.00 26.00 15.30 31.60 8.00 23.45 84-100 Nyatoh 100.00 43.00 29.00 22.17 32.22 14.00 27.20 Merbau 100.00 47.00 25.00 16.08 24.67 22.00 20.38 Merbau 100.00 40.00 26.00 12.30 21.40 14.00 16.85 Mersawa 95.54 36.00 26.00 16.00 31.70 10.00 23.85 Merbau 100.00 37.00 21.00 17.55 21.58 16.00 19.57 17

(28)

2

Lampiran 2 Data luas plot contoh

Nama pohon Tinggi total (m) Jari2 plot (m) Luas plot (m2) Luas plot (ha)

Kayu Malas 36.00 72.00 16277.76 1.63 Nyatoh 43.00 86.00 23223.44 2.32 Merbau 47.00 94.00 27745.04 2.77 Merbau 35.00 70.00 15386.00 1.54 Merbau 35.00 70.00 15386.00 1.54 Merbau 40.00 80.00 20096.00 2.01 Merbau 38.00 76.00 18136.64 1.81 Mersawa 36.00 72.00 16277.76 1.63 Merbau 37.00 74.00 17194.64 1.72 Cempaka 34.00 68.00 14519.36 1.45 Merbau 35.00 70.00 15386.00 1.54 Jambu 35.00 70.00 15386.00 1.54 Mersawa 34.00 68.00 14519.36 1.45 Merbau 36.00 72.00 16277.76 1.63 Matoa 27.00 54.00 9156.24 0.92 18

(29)

3

Lampiran 3 Luas keterbukaan areal akibat tebangan

Plot Luas areal yang terbuka

m2 Ha % 1 496.80 0.05 3.43 2 620.80 0.06 4.03 3 752.40 0.08 5.19 4 426.40 0.04 2.77 5 301.60 0.03 1.67 6 548.40 0.05 3.56 7 466.80 0.05 2.86 8 454.80 0.05 2.79 9 556.80 0.06 2.77 10 426.00 0.04 2.48 11 403.60 0.04 1.74 12 364.00 0.04 3.96 13 486.80 0.05 1.76 14 308.00 0.03 1.89 15 252.40 0.03 1.64 19

(30)

4

Lampiran 4 Luas keterbukaan tajuk sebelum dan setelah penebangan

Plot

Keterbukaan Tajuk

Sebelum Penebangan Setelah Penebangan ½ TBC (m2) ½ STT (m2) ½ TBC (m2) ½ STT (m2) 1 0.01 0.17 0.42 0.50 2 0.19 0.75 0.92 0.78 3 0.07 0.02 0.70 1.05 4 0.34 0.35 0.73 0.72 5 0.07 0.14 0.34 0.92 6 0.14 0.02 0.24 0.20 7 0.24 0.29 0.39 1.18 8 0.11 0.56 0.60 0.69 9 0.13 0.08 0.63 0.88 10 0.38 0.28 0.28 0.46 11 0.07 0.17 0.38 12 0.06 0.03 0.32 0.07 13 0.08 0.16 0.68 0.24 14 0.12 0.21 0.22 0.99 15 0.71 0.37 0.41 20 20 20

(31)

Lampiran 6 Hasil pengujian variabel-variabel terhadap keterbukaan areal

Regression Analysis: Keterbukaan versus Kelerengan, Diameter tajuk, Tinggi total pohon, Diameter pohon, dan Tinggi tajuk

The regression equation is

Keterbukaan area = - 310 + 3.02 Kelerengan + 4.95 Diameter tajuk + 12.9 tinggi total pohon + 1.60 Diameter Pohon+ 3.85 Tinggi tajuk

Predictor Coef SE Coef T p

Constant -310.0 160.2 -1.94 0.085 Kelerengan 3.020 5.882 0.51 0.620 Diameter tajuk 4.949 4.196 1.18 0.268 Tinggi pohon 12.880 5.438 2.37 0.042 Diameter pohon 1.598 1.668 0.96 0.363 Tinggi tajuk 3.854 5.935 0.65 0.532 S = 51.2886 R-Sq = 90.0% R-Sq(adj) = 84.4% 21

(32)
(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1992 dari ayah Hardiwiyanto dan ibu Suryati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purworejo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Sawal dan Pangandaran. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang dan penelitian di PT Wijaya Sentosa, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Himpunan Profesi Forest Management Students Club (FMSC) tahun 2011 dan Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Forest Management Students Club (FMSC) tahun 2012, anggota Kelompok Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Himpunan Profesi FMSC, dan anggota Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB (GAMAPURI).

Gambar

Tabel 1 Panjang kelas untuk setiap kelas diameter pohon yang ditebang  Kelas diameter  Panjang kelas
Gambar 2 Peletakan titik pengukuran  luas tajuk pada setiap jalur  Panjang dan Jumlah Kelas pada Karakteristik Tajuk Pohon Contoh
Gambar 4 Sebaran luas plot penelitian  Kemiringan Lapangan Plot Contoh
Gambar 5 Sebaran tinggi tajuk pada 15 pohon contoh
+5

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Gambaran Asupan Tiamin pada Siswa

Kandungan senyawa antioksidan pada spesies lokal tanaman yang dijadikan microgreens telah terbukti tinggi berdasarkan pengujian laboratorium di Jurusan Biologi UIN Bandung

1) Mengambil keputusan atas masalah pada kantor cabang denga pedoman dan wewenang yang diwariskan oleh kantor pusat.. 30 2) Mengatur penyusunan program kerja dn anggaran kantor

kesehatan dan jumlah anak merupakan faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan oleh setiap keluarga dalam menghasilkan mutu modal manusia yang handal, yang pada

Mengenai pengertian perjanjian sebagaimana dimaksudkan, sebagai patokan awal, dalam hal ini dapat dipedomani rumusan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata,

Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang telah disusun oleh Kementerian Pertanian mempergunakan prinsip : (1) Kemandirian pangan rumah tangga pada

Pemberian pupuk dolomitnyata meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang dan luas daun pada tanaman kelapa sawit, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

Trafo Tenaga dalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui