• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal, partisipasi memang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal, partisipasi memang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pengertian partisipasi

Menurut Ife dan Tesoriero (2008: 295) partisipasi merupakan suatu konsep dalam pengembangan masyarakat yang digunakan secara umum dan luas. Partisipasi merupakan sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal, partisipasi memang terkait erat dengan gagasan HAM. Dalam pengertian ini, partisipasi merupakan suatu tujuan dalam dirinya sendiri; artinya, partisipasi mengaktifkan ide HAM, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan untuk memperkuat demokrasi deliberatif. Menurut Ife dan Tesoriero (2008: 295) partisipasi merupakan alat dan juga tujuan, karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka jalan bagi tercapainya HAM.

Tabel 2.1

Perbandingan Partisipasi sebagai Cara dan Partisipasi sebagai Tujuan Partisipasi sebagai cara Partisipasi sebagai tujuan Berimplikasi pada penggunaan

partisipasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Merupakan suatu upaya pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan program atau proyek.

Penekanan pada mencapai tujuan dan tidak terlalu pada aktivitas partisipasi itu sendiri.

Lebih umum dalam program-program pemerintah, yang pertimbangan utamanya adalah untuk mengerakan masyarakat dan melibatkan mereka dalam meningkatkan efisiensi sistem

Berupaya memberdayakan rakyat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan mereka sendiri secara lebih berarti.

Berupaya untuk menjamin peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif pembangunan. Fokus pada peningkatan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi bukan sekedar mencapai tujuan-tujuan proyek yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pandangan ini relatif kurang disukai oleh badan-badan pemerintah. Pada prinsipnya LSM setuju dengan

(2)

penyampaian.

Partisipasi umumnya jangka pendek. Partisipasi sebagai cara merupakan bentuk pasif dari partisipasi.

pandangan ini.

Partisipasi dipandang sebagai suatu proses jangka panjang.

Partisipasi sebagai tujuan relatif lebih aktif dan dinamis.

Sumber: Oakley at al. 1991 (dalam Ife dan Tesoriero, 2008: 296)

Menurut Paul 1987 (dalam Ife dan Tesoriero, 2008:297) partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Pemerintah lokal melihat partisipasi sebagai hal yang perlu, tetapi berpotensi menjadi penghambat terhadap agendanya, seperti sesuatu yang harus dibayar dengan janji belaka; pekerja masyarakat melihatnya sebagai memiliki kekuatan untuk mempengaruhi (Ife dan Tesoriero, 2008:298).

Dalam sejarah terbaru, berbagai gerakan hak pada tahun 1960-an dan 1979-an merupakan embrio bagi promosi demokrasi partisipatif (Ife dan Tesoriero, 2008: 302). Menurut Stiefel dan Wolfe 1994 (dalam Ife dan Tesoriero (2008: 306) walaupun memiliki sejarah yang panjang dan kuat, partisipasi memang merupakan konsep yang problematis. Sejarah proyek-proyek partisipasi masyarakat memang penuh dengan lubang-lubang contoh tokenisme, dan rakyat telah benar-benar belajar untuk melihat desakan berpartisipasi dengan sangat skeptis, karena kebanyakan orang memiliki pekerjaan lain yang lebih penting daripada menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan partisipasi simbolis (Ife dan Tesoriero, 2008: 307). Dengan demikian, program pengembangan masyarakat harus mendorong pengakuan dan peningkatan baik hak maupun kewajiban untuk berpartisipasi.

(3)

apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini dapat secara efektif dicapai jika rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah menominasi kepentingannya, bukan berasal dari orang luar yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Adapun kunci keberhasilan dalam mengorganisasi masyarakat yang merupakan pemilihan isu untuk diurus, dan hal yang sama juga berlaku dalam dominan yang lebih luas dari pengembangan masyarakat. Kondisi kedua bagi partisipasi adalah bahwa orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Oleh karenanya, masyarakat menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk berpartisipasi. Kondisi ketiga bagi partisipasi, bahwa berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Terlalu sering partisipasi masyarakat dipandang sebagai keterlibatan dalam kepengurusan, pertemuan resmi, dan prosedur-prosedur tradisional lainnya (yaitu kulit putih, laki-laki, kelas menengah) (Ife dan Tesoriero, 2008: 311). Adapun yang perlu dikenali dan harus dihargai sebagai bentuk penting dari partisipasi, seperti berbagai variasi aktivitas mulai dari menjaga anak, pembukuan, menari, mendengarkan secara simpatik, memasak, mendongeng, melukis, menyediakan pelayanan kesehatan dasar, mencatat rapat-rapat, menciptakan musik, berkebun dan bermain sepak bola.

Kondisi keempat bagi partisipasi adalah bahwa orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. Hal ini berarti bahwa isu-isu seperti transportasi, penyediaan penitipan anak (atau melibatkan anak-anak dalam kegiatan), keamanan, waktu dan lokasi kegiatan serta lingkungan tempat

(4)

kegiatan akan dilaksanakan sangatlah penting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses-proses berbasiskan masyarakat. Kondisi terakhir bagi partisipasi adalah bahwa struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur-prosedur pertemuan tradisional, dan teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa berpikir cepat, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran berbicara.

Selanjutnya Korten (dalam Darmada, 2011) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu tindakan yang mendasar untuk bekerjasama yang memerlukan waktu dan usaha, agar menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan. Dengan kata lain, Poerbakawatja (dalam Darmada, 2011) memberikan batasan partisipasi sebagai suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan suatu pelaksanaan dari gejala sesuatu yang berpusat pada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Lain halnya dengan definisi partisipasi menurut Suherlan (dalam Darmada, 2011) menurutnya, partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyek-proyek pemerintah. Selain itu, Partisipasi juga dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah serta keterlibatan masyarakat dalam memikul dan memetik hasil atau manfaat pembangunan.

Khadiyanto (dalam Darmada, 2011) merumuskan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/pelibatan masyarakat dalam kegiatan

(5)

pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program.

Adapun bentuk partisipasi yang mungkin dari wadah tersebut menurut Konkon (dalam Darmada, 2011) adalah sebagai berikut (a) sumbangan tenaga fisik, (b) sumbangan finansial, (c) sumbangan material, (d) sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) dan (e) sumbangan keputusan. Selanjutnya, Keith Davis (dalam Darmada, 2011) mengemukakan beberapa jenis partisipasi masyarakat. Menurutnya jenis-jenis partisipasi masyarakat meliputi: (a) pikiran, (b) tenaga, (c) pikiran dan tenaga, (d) keahlian, (e) barang dan (f) uang.

Menurut Keith Davis (dalam Darmada, 2011) bahwa bentuk partisipasi masyarakat berupa (a) konsultasi biasanya dalam bentuk jasa, (b) sumbangan spontan berupa uang dan barang, (c) mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada di luar lingkungan tertentu (pihak ketiga), (d) mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat, (e) sumbangan dalam bentuk kerja, (f) aksi massa, (g) mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa mandiri dan (h) membangun proyek komuniti yang bersifat otonom. Menurut Bedjo (1996), yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah: “Perilaku yang memberikan pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang”.

(6)

2.1.2 Pendekatan partisipasi

Pendekatan yang lebih dominan terhadap evaluasi memiliki beberapa ciri yang tidak cocok dengan partisipasi, yaitu sering berlebihan memperhatikan masukan sumber daya dan efisiensi dalam menghasilkan keluaran material; itu memberi hak pada data kuantitatif dan analisis; terbatas dan statis serta gagal menangkap aspek-aspek yang lebih rentan, dinamis dan berkaitan dari partisipasi; sering disetir secara eksternal dan top-down. Menghabiskan waktu dan kadang-kadang mahal, yang membuatnya tidak dapat dijangkau dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat.

Program pembangunan perserikatan bangsa-bangsa mengidentifikasi empat prinsip untuk memandu evaluasi dari partisipasi (UNDP) (dalam Ife dan Tesoriero, 2008: 330).

1. Harus kualitatif dan kuantitatif.

2. Harus dinamis, bukan statis untuk membuat seluruh proses di seluruh waktu dapat dievaluasi.

3. Memerlukan pemantauan yang berkesinambungan untuk menangkap sifat dinamis dari proses melalui uraian kualitatif.

4. Harus melibatkan suara rakyat, yang memegang peranan aktif dalam evaluasi.

Menurut UNDP (dalam Ife dan Tesoriero, 2008: 330) melihat penelitian kualitatif sebagai suatu cara yang lebih memadai daripada penelitian kuantitatif untuk mengevaluasi partisipasi, untuk berbagai alasan.

1. Riset kualitatif adalah penyelidikan yang naturalistis yang mempelajari proses-proses sebagaimana terjadinya.

(7)

2. Bersifat heuristis dan interatif; yaitu berkembang sambil menemukan pemahaman-pemahaman yang kemudian mengubah dan membentuk kembali pertanyaan-pertanyaan yang akan ditemukan.

3. Bersifat holistis dan menganut banyak perspektif dan menghindari mereduksi sebuah fenomena untuk memutuskan kategori-kategori.

4. Bersifat induktif, memulai dengan apa yang diamati dan mencermati pola-pola dari apa yang diamati, ketimbang memiliki konsep-konsep yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam pikiran.

Partisipasi bukanlah sekedar soal hasil. Namun partisipasi adalah suatu proses. Dengan demikian partisipasi meliputi banyak tingkat dan dimensi perubahan, yaitu perubahan dalam kapasitas organisasi, komunitas individu; perubahan dalam sikap dan perilaku; perubahan dalam akses kepada sumber daya; perubahan dalam keseimbangan kekuasaan; perubahan dalam persepsi para pemangku kepentingan. Partisipasi memiliki potensi untuk berkontribusi pada perubahan penting dalam aspek-aspek politik, kultural, ekonomi dan sosial dari masyarakat dan dari kehidupan manusia.

Indikator-indikator kuantitatif dari partisipasi mencakup: 1. Perubahan-perubahan positif dalam layanan-layanan lokal. 2. Jumlah pertemuan dan jumlah peserta.

3. Proporsi berbagai bagian dari kehadiran masyarakat. 4. Jumlah orang yang dipengaruhi oleh isu yang diurus. 5. Jumlah pemimpin lokal yang memegang peranan.

(8)

7. Jumlah warga lokal dalam berbagai aspek proyek dan pada waktu yang berbeda-beda.

Indikator-indikator kualitatif dari partisipasi mencakup:

1. Suatu kapasitas masyarakat yang tumbuh untuk mengorganisasi aksi.

2. Dukungan yang tumbuh dalam masyarakat dan jaringan yang bertambah kuat.

3. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang hal-hal seperti keuangan dan manajemen proyek.

4. Keinginan masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan keputusan.

5. Peningkatan kemampuan dari mereka yang berpartisipsi dalam mengubah keputusan menjadi aksi.

6. Meningkatnya jangkuan partisipan melebihi proyek untuk mewakilinya dalam organisasi-organisasi lain.

7. Pemimpin-pemimpin yang muncul dari masyarakat.

8. Meningkatnya jaringan dengan proyek-proyek, masyarakat dan organisasi lainnya.

9. Mulai mempengaruhi kebijakan.

Menurut Ife dan Tesoriero (2008: 298) penting bagi pekerja masyarkat untuk memiliki pengetahuan dasar yang solid tentang suatu pendekatan terinformasi terhadap partisipasi untuk menciptakan partisipasi maksimum dari warga negara dalam pembuatan keputusan dalam proyek-proyek dan kegiatan pembangunan.

Arnstein (1969) (dalam Ife dan Tesoriero, 2008: 299) mengusulkan model partisipasi yang memperjelas sifat berlawanan dari konsep tersebut, kerumitannya

(9)

dan berbagai arti yang dimiliki. Implikasi dari berbagai arti yang berbeda bagi kekuatan juga jelas dari tangga partisipasi warga negara yang disusunnya. Tangga partisipasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Jenjang Partisipasi Warga Negara Arnstein (1969)

Demokrasi,

partisipatif deliberatif Derajat

kekuatan warga negara Derajat tokenisme Demokrasi representatif Non-partisipasi Eksploitasi

Sumber: Hak cipta American Planning Association, Juli 1969 Ife dan Tesoriero (2008: 299)

Dari gambar di atas, bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai partisipasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan sampai kepada warga negara yang memiliki kontrol terhadap keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Diantaranya adalah bervariasi menurut tingkat kontrol (Ife dan Tesoriero, 2008: 299).

Kontrol warga negara

Kekuasaan didelegasikan Kemitraan Menenangkan Konsultasi Menginformasikan Terapi Manupulasi

(10)

2.2 Pengertian Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh dan dibangun serta dikelola oleh rakyat, umumnya berada di atas tanah milik atau tanah adat. Ada beberapa hutan rakyat berada di atas tanah negara, namun hal tersebut biasanya sudah ada campur tangan dari pemerintah. Menurut status tanah hutan rakyat dapat digolongkan dalam beberapa kategori, sebagai berikut. 1) Hutan milik, yakni hutan rakyat yang dibangun di atas tanah-tanah milik. Ini merupakan bentuk hutan rakyat yang paling umum, terutama di Pulau Jawa; 2) Hutan adat, atau dalam bentuk lain: hutan desa, adalah hutan-hutan rakyat yang dibangun di atas tanah milik bersama, biasanya juga dikelola untuk tujuan-tujuan bersama atau untuk kepentingan komunitas setempat; 3) Hutan kemasyarakatan (HKm), adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di atas kawasan hutan negara. Hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi.

Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980 ). Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan dan menjaga lingkungan.

(11)

Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Pengertian hutan rakyat secara sederhana adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik perorangan, kelompok ataupun lembaga. Menurut Raharjo (2007) (dalam Sahmara, 2011) hutan rakyat diartikan sebagai kelompok pohon-pohonan yang didominasi oleh tumbuhan berkayu, luas dan kerapatannya cukup sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan di luarnya, dikelola dan dikuasai oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, tetapi proses terjadinya hutan rakyat adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis.

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelesetarian hutan. Menurut Avalapati dan Gill (1991) (dalam Roslinda, 2008) suatu kegiatan penanaman pohon, pemanenan dan pengelolaan, dimana sistem penanamannya dengan salah satu atau dikombinasikan dengan tanaman perdagangan, tanaman pangan, tanaman pakan, melibatkan penduduk secara individu atau komunal untuk tujuan pemenuhan kebutuhan subsisten, komersil masyarakat dan untuk kebutuhan lingkungan.

Namun umumnya istilah social forestry digunakan sebagai istilah payung yang mencakup program-program dan kegiatan kehutanan yang sedikit atau banyak melibatkan peranan masyarakat atau rakyat lokal, atau yang dikembangkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Blair dan Olpadwala

(12)

(1988) dalam Suharjito, dkk. (2000), membedakan social forestry ke dalam dua komponen, yaitu community forestry yang merupakan penumbuhan pohon-pohon oleh organisasi lokal pada bidang-bidang lahan umum, dan farm forestry terdiri dari pemilik-pemilik lahan yang menanam pohon-pohon di lahan milik mereka. Dalam hal ini status lahan (lahan umum atau lahan milik individu) dan unit pengelolaan (organisasi, kelompok, atau individu) dijadikan dasar untuk membedakan praktek social forestry.

Kegiatan hutan rakyat terdiri dari kegiatan penanaman tanaman hutan rakyat yang memiliki fungsi sebagai rehabilitasi hutan, pola tanam yang biasa digunakan dalam pembuatan hutan tanaman hutan rakyat oleh masyarakat beragam disetiap daerahnya. Menurut Suharjito (2000) bahwa keberagaman pola tanam (struktur dan komposisi jenis tanaman) hutan rakyat merupakan hasil kreasi budaya masyarakat. Secara umum penanaman dalam hutan rakyat diklasifikasikan pada dua pola tanam yaitu murni (monokultur) dan campuran (polyculture). Pemeliharaan hutan rakyat merupakan kegiatan penting dalam menjaga kualitas hutan rakyat yang berpengaruh terhadap hasil hutan rakyat itu sendiri, dalam pemeliharaan tanaman hutan rakyat yang dilakukan berupa penyulaman, yaitu penggantian tanaman yang mati atau sakit dengan tanaman yang baik, penyulaman pertama dilakukan sekitar 2 s.d 4 minggu setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan pada waktu pemeliharaan tahun pertama (sebelum tanaman berumur satu tahun). Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak tertinggal dengan tanaman lain, maka dipilih bibit yang baik disertai pemeliharaan yang intensif. Pemupukan merupakan salah satu usaha pengelolaan kesuburan tanah. Tujuan

(13)

utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen.

Penyiangan pada dasarnya, kegiatan penyiangan dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman pengganggu dengan membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal. Disamping itu tindakan penyiangan juga dimaksudkan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya, sekaligus untuk memutus daur hidupnya. Penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman hutan rakyat, seperti tanaman karet tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh. Pendanguran yaitu usaha mengemburkan tanah disekitar tanaman dengan maksud untuk memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Pemangkasan yaitu pemotongan cabang pohon yang tidak berguna (tergantung dari tujuan penanaman).

Pengawasan merupakan kegiatan penjagaan yang dilakukan dalam hutan rakyat yang memiliki tujuan sebagai pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rakyat, dan pemanenan hutan rakyat adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil dengan mendapatkan keuntungan dari memanfaatkan hutan rakyat, seperti melakukan penyadapan dan pemulungan guna memperoleh getah pada tanaman karet untuk dijual.

(14)

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan program hutan rakyat di Dusun Talang Gunung merupakan suatu proses yang melibatkan masyarakat dalam bentuk partisipasi fisik maupun partisipasi nonfisik. Partisipasi fisik adalah keterlibatan atau keikutsertaan seseorang yang berupa tindakan fisik dalam pengembangan program hutan rakyat, yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengawasan, pemanenan hutan rakyat dan keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan mengenai pengembangan program hutan rakyat. Sedangkan Partisipasi nonfisik adalah keterlibatan atau keikutsertaan seseorang yang tidak berupa tindakan fisik dalam pengembangan program hutan rakyat. Partisipasi nonfisik dalam pengembangan program hutan rakyat yaitu mengenai pembiayaan, pemikiran dan pengelolaan (manajemen).

Menurut Rivai dan Arifin (2010) pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Pembiayaan merupakan bentuk partisipasi nonfisik dalam pengembangan program hutan rakyat tanpa melakukan tindakan fisik, pemilik hanya melakukan pembiayaan dalam semua kegiatan pengembangan program hutan rakyat di Dusun Talang Gunung.

Menurut Shaleh (dalam Maharani, 2013) ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran merupakan bentuk partisipasi nonfisik dalam pengembangan program hutan rakyat, masyarakat yang berpartisipasi dalam bentuk partisipasi nonfisik hanya

(15)

memberikan pemikiran dalam menghadapi permasalahan dalam pengembangan program hutan rakyat, seperti memberikan solusi, pendapat dan mendiskusikan hal-hal mengenai penjualan getah karet.

Konsep pengelolaan (manajemen), pengelolaan pada dasarnya adalah semua pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut suatu perencanaan diperlakukan untuk atau penyelesaian suatu tujuan kerja tertentu. Menurut Irawan (dalam Muslimin, 2010) pengelolaan sama dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk partisipasi nonfisik berupa pengelolaan (manajemen) merupakan penggerakan dan pengarahan dalam kegiatan hutan rakyat yang dilakukan oleh masyarakat yang dipercayai sebagai pengelola (manajemen) oleh pemilik lahan pengembangan program hutan rakyat.

Pembangunan masyarakat (community development) secara harfiah dapat diartikan yaitu menunjukan pada setiap usaha perbaikan kualitas hidup masyarakat. Sedangkan pengertian pembangunan masyarakat dapat diartikan sebagai adanya rangsangan-rangsangan yang berasal dari luar (baik itu rangsangan yang berupa kebendaan misalnya uang sebagai pancingan untuk merangsang perolehan dan swadaya masyarakat yang lebih besar maupun berupa penyuluhan-penyuluhan yang menumbuhkan kebutuhan baru) kedalam masyarakat yang sifatnya memperkuat atau membantu masyarakat itu dalam menggunakan sumber-sumber lokal demi peningkatan hidup mereka (Slamet, 1993).

(16)

berikut, yakni proses-proses dimana unsur-unsur dari orang-orang itu sendiri disetujui dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kualitas masyarakat, menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, serta memungkinkan masyarakat itu menyambungkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Slamet, 1993).

Pembangunan masyarakat (community development) secara harfiah dapat diartikan yaitu menunjukan pada setiap usaha perbaikan kualitas hidup masyarakat. Sedangkan pengertian pembangunan masyarakat dapat diartikan sebagai adanya rangsangan-rangsangan yang berasal dari luar (baik itu rangsangan yang berupa kebendaan misalnya uang sebagai pancingan untuk merangsang perolehan dan swadaya masyarakat yang lebih besar maupun berupa penyuluhan-penyuluhan yang menumbuhkan kebutuhan baru) kedalam masyarakat yang sifatnya memperkuat atau membantu masyarakat itu dalam menggunakan sumber-sumber lokal demi peningkatan hidup mereka (Slamet, 1993). Tahun 1955 PBB menerima definisi pembangunan masyarakat sebagai berikut, yakni proses-proses dimana unsur-unsur dari orang-orang itu sendiri disetujui dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kualitas masyarakat, menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, serta memungkinkan masyarakat itu menyambungkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Slamet, 1993).

Menurut Dwiprabowo dan Hendro (2005) hutan rakyat yang dikembangkan di atas tanah milik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai komplemen terhadap hutan produksi. Kegitatan hutan rakyat (farm forestry) merupakan salah satu bentuk dari social forestry (sebagian

(17)

pakar menterjemahkan menjadi perhutanan sosial, menurut Nurrochmat, (2005), selain kehutanan masyarakat (community forestry). Perhutanan sosial menawarkan satu pendekatan yang dikaitkan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan dan pemerintah.

Istilah hutan rakyat atau usaha tani kehutanan telah muncul sebagai satu alternatif model untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh semakin luasnya jumlah pohon yang hilang dari hutan-hutan yang ada di muka bumi dan berkurangnya penutupan bumi oleh hutan di negara-negara sedang berkembang. Dengan membantu masyarakat pedesaan agar menanam pohon dilahan sendiri, biaya penghutanan kembali dapat dikurangi (Awang, 2004).

Menurut Awang, dkk. (2001) konsep hutan rakyat bukanlah sebaran atau hamparan lahan yang seluruhnya ditumbuhi pohon-pohonan, namun merupakan hamparan lahan yang di dalamnya tumbuh berbagai macam tumbuhan tanaman keras, tanaman pangan, tanaman hijauan makanan ternak, tanaman kayu bakar, tanaman non kayu dan buah-buahan. Hutan rakyat merupakan bank data dan bank kehidupan keluarga bagi masyarakat pedesaan sekitar hutan, sekaligus gambaran ekosistem sempurna dari bentang alam (landscape).

Pengembangan program hutan rakyat di Dusun Talang Gunung ada beberapa bentuk hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat, antara lain sebagai berikut.

1. Hutan tanaman murni, yaitu hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan, yang seluruhnya ditanami satu jenis kayu-kayuan. Kegiatan pengembangan program hutan rakyat dalam bentuk hutan tanaman murni, masyarakat melakukan bentuk partisipasi fisik yang

(18)

dilakukan di lahan mereka masing-masing, seperti penanaman, pemeliharaan, pengawasan dan pemanenan hutan rakyat. Dalam pengembangan program hutan rakyat dengan bentuk hutan tanaman murni di Dusun Talang Gunung masyarakat memilih tanaman karet sebagai tanaman hutan rakyat.

2. Hutan tanaman campuran, yaitu hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan, yang seluruhnya ditanami berbagai jenis kayu-kayuan. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengembangan program hutan rakyat dengan bentuk hutan tanaman campuran yaitu dengan melakukan kegiatan pengembangan program hutan rakyat dengan penanaman tanaman karet sebagai tanaman pilihan yang dikombinasikan dengan tanaman jenis kayu-kayuan seperti sengon dan albasia. Kegiatan pengembangan program hutan rakyat dalam bentuk hutan tanaman campuran juga disertai dengan pemeliharaan, pengawasan dan pemanenan hutan rakyat.

3. Agroforestry yaitu manajemen pemanfaatan hutan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasi kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sehingga masyarakat dapat berperan serta (Departemen Kehutanan, 2002) (dalam Aryadi, 2012). Agroforestry, seperti yang dikemukakan oleh Pramuhasanto (2002) (dalam Roslinda, 2008), adalah salah satu sistem yang dikembangkan dalam pengelolaan lahan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan

(19)

secara keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pertanian dan tanaman hutan dan atau hewan secara bersamaan pada unit yang sama.

Kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam pengembangan program hutan rakyat dengan bentuk agroforestry yaitu dengan melakukan penanaman tanaman karet sebagai tanaman pilihan dalam pengembangan program hutan rakyat yang dikombinasikan dengan tanaman singkong yang ditanam pada satu lahan yang sama, kegiatan dalam agroforestry ini juga disertai dengan pemeliharaan, pengawasan dan pemanenan hutan rakyat.

Simon (1995) (dalam Sahmara, 2011) mendefinisikan hutan rakyat sebagai hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Karakteristik hutan rakyat umumnya bersifat individual, berbasis keluarga, organisasi petani komunal, tidak memiliki manajemen formal, tidak responsif, subsisten dan hanya sebagai tabungan bagi keluarga pemilik hutan rakyat.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pengembangan program hutan rakyat di Dusun Talang Gunung Desa Talang Batu dapat dilihat dari tiga bentuk pengembangan program hutan rakyat berupa agroforestry, hutan tanaman campuran, dan hutan tanaman murni. Bentuk pengembangan program hutan rakyat berupa agroforestry ditanami jenis tanaman hutan rakyat berupa tanaman karet yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian berupa singkong, hutan tanaman campuran ditanami berbagai jenis kayu-kayuan, seperti albasia, sengon dan tanaman karet, serta hutan tanaman

(20)

murni ditanami dengan satu jenis tanaman hutan rakyat, yaitu tanaman karet yang menjadi pilihan petani di Dusun Talang Gunung.

Partisipasi petani dalam pengembangan program hutan rakyat dilihat dari satu variabel yakni partisipasi. Partisipasi petani dalam pengembangan program hutan rakyat yang diukur dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pengembangan program hutan rakyat yang berbentuk agroforestry, hutan tanaman campuran, dan hutan tanaman murni dengan bentuk partisipasi fisik dan partisipasi nonfisik. Partisipasi fisik dengan parameter kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengawasan, pemanenan dan keikutsertaan responden dalam mengikuti penyuluhan mengenai pengembangan program hutan rakyat yang difasilitasi oleh kelompok maupun pemerintah sebagai individu maupun kelompok, sedangkan partisipasi nonfisik dilihat dari parameter pembiayaan, pemikiran dan pengelolaan (manajemen).

Untuk mengetahui partisipasi petani dalam pengembangan program hutan rakyat di Dusun talang Gunung Desa Talang Batu maka analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Partisipasi Petani

(21)

Agroforestry Hutan Tanaman Campuran

Hutan Tanaman Murni

Partisipasi Petani Partisipasi Fisik 1. Penanaman 2. Pemeliharaan 3. Pengawasan 4. Pemanenan 5. Penyuluhan Partisipasi Nonfisik 1. Pembiayaan 2. Pemikiran 3. Pengelolaan (manajemen) Analisis Deskriptif

Hasil dan Simpulan

Rekomendasi

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran Penelitian Partisipasi Petani dalam Pengembangan Program Hutan Rakyat di Dusun Talang Gunung Desa Talang Batu.

Tahun 2015 di Dusun Talang Gunung

Referensi

Dokumen terkait

organik dan pemilihan varietas memberikan hasil bahwa usaha mitigasi emisi CH 4 dapat dilakukan dengan mengganti pola pengelolaan air dari penggenangan kontinyu (5-10 cm) dengan

Alhamdulillahirrabbil’alamin, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, rezeki dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

[r]

1. Bentuk alih kode terjadi pada penyiar radio Jazirah 104,3 FM yakni alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Melayu Bengkulu, bahasa Serawai dialek Kaur, dan

The result of testing hypothesis determine that the Alternative Hypothesis (Ha) stating that there was significant effect of using guided questions on writing

Aspek yang hendak dikaji adalah faktor motivasi keusahawanan, ciri-ciri keusahawanan, pengetahuan keusahawanan dan cabaran keusahawanan yang mendorong pelajar

Berkas cahaya jatuh pada celah tunggal, seperti pada gambar , akan dibelokan dengan sudut belok θ.. Difraksi yang terjadi jika cahaya dilewatkan melalui lubang sempit

ini sudah puluhan ribu zat aktip yang dipakai sebagai bahan obat, baik isolat mumi dari alam, sintesa analog dengan struktur zat aktip alamiah, sintesis mumi kimia or-