• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. Kata Kunci : Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi, Harga Diri Rendah ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. Kata Kunci : Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi, Harga Diri Rendah ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TAK STIMULASI PERSEPSI; BERCERITA TENTANG

PENGALAMAN POSITIF YANG DIMILIKI TERHADAP

HARGA DIRI PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH

DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

Deni Hermawan *).,

Ns. Titik Suerni, S.Kep.,Sp.Kep.J **), Ns. Sawab, M.Kep ***) *) Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

** ) Perawat RSJD AMINOGONDOHUTOMO Semarang *** ) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Gangguan harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Prevalensi harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo tahun 2013 sebesar 2,19 % dari jumlah pasien gangguan jiwa, tahun 2014 sebesar 2,21 % dari jumlah pasien gangguan jiwa, sedangkan tahun 2015 sebesar 2,67% dari jumlah pasien gangguan jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Desain penelitian ini quasy eksperimen. Rancangan penelitian ini menggunakan one group pretest-postest design. Jumlah sampel 36 pasien harga diri rendah dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebelum diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki mempunyai skor nilai rata-rata 13,44 (harga diri rendah) dan sesudah diberikan terapi mempunyai skor nilai rata-rata 17,25 (harga diri tinggi). Ada pengaruh yang signifikan antara terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien harga diri rendah, dengan nilai p value 0,000 (α < 0,05). Rekomendasi hasil penelitian ini adalahperawat untuk memberikanterapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki untuk mengatasi harga diri rendah pada pasien harga diri rendah Kata Kunci : Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi , Harga Diri Rendah

ABSTRACT

Low self-esteem are all thoughts, beliefs and the belief that the individual knowledge about him and affect his relationship with others. The prevalence of low self-esteem in RSJD Dr. Amino Gondohutomo in 2013 amounted to 2.19% of the number of mental patients, 2014 of 2.21% of the number of mental patients, whereas in 2015 amounted to 2.67% of the number of mental patients. This research will aims to detect perception stimulation group activities therapy influence; tell about positive experience that has towards self esteems enhanced in low self esteems patient at Dr. Amino Gondohutomo Hospital Province Central Java. This research design is queasy experiment. This research plan uses one group pretest-posttest design. Sample total 36 low self esteems patients with technique purposive sampling. Research result shows before given perception stimulation group activities therapy; tell about positive experience that has mean score 13,44 (low self-esteem) and after given therapy has mean score 17,25 (high esteems). There influence significant between perception stimulation group activities therapy; tell about positive experience that has towards self esteems level enhanced in low self esteems patient, with p value 0,000 (α< 0,05). This research result recommendation nurse to gives perception stimulation group activities therapy; tell about positive experience that has to overcomes low self esteems in low self esteems patient

(2)

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, B.A, Akemat, Helena N, dan Nurhaeni, 2011, hlm.1).Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil(Riset Kesehatan Dasar, 2013, hlm126). Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi gangguan jiwa berat di Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 2,3 permil (Riset Kesehatan Dasar, 2013, hlm. 126), hal ini menunjukan bahwa prevalensi masih cukup besar. Penderita gangguan jiwa akan menunjukkan gejalagangguanpersepsi seperti waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock‟s, 2007, hlm.1), sedangkan menurut Keliat, B.A, Akemat, Helena N, dan Nurhaeni (2011, hlm.2) penderita gangguan jiwa juga menunjukkan gejala gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007, hlm.12) adalah mengalami ketegangan (tension) meliputi rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut dan pikiran-pikiran buruk. Gangguan jiwa juga ditandai dengan adanya gangguan kognisi, gangguan kemauan, gangguan emosidan gangguan psikomotor. Adapun menurut DSM IV, tanda dan gejala gangguan jiwa dibagi dua yaitu positif dan negatif. Gejala positif yaitu sekumpulan gejala perilaku tambahan yang menyimpang dari perilaku normal seseorang termasuk distorsi persepsi (halusinasi), distorsi isi pikir (waham), distorsi dalam proses berpikir dan bahasa dan distorsi perilaku dan pengontrolan diri. Gejala negatif yaitu sekumpulan gejala penyimpangan berupa hilangnya sebagian fungsi normal dari individu termasuk keterbatasan dalam ekspresi emosi, keterbatasan dalam produktifitas berfikir,

keterbatasan dalam berbicara (alogia), keterbatasan dalam maksud dan tujuan perilaku (Videback, 2008, hlm.14).Jadi gangguan jiwa ditandai dengan adanya ketegangan gangguan kognisi, gangguan kemauan, gangguan emosi dan gangguan psikomotor.

Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Gail, 2006, hlm.3).Untuk mengetahui seseorang mengalami harga diri rendah, perlu diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri. Beberapa ciri dari harga diri rendah yaitu pengalaman seseorang yang menimbulkan perasaan bersalah, menghukum diri sendiri, merasa gagal, gangguan hubungan interpersonal, mengkritik diri sendiri dan orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2010, hlm.32). Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri (Keliat, B.A, Panjaitan R.U & Helena N,2006, hlm.2). Jadi harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.

Prevalensi harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo tahun 2013 sebesar 2,19 % dari jumlah pasien gangguan jiwa, tahun 2014 sebesar 2,21 % dari jumlah pasien gangguan jiwa, sedangkan tahun 2015 sebesar 2,67% dari jumlah pasien gangguan jiwa. Jadi prevalensi harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo mengalami peningkatan tiap tahun.

Dampak jika seseorang mengalami harga diri rendah yaitu dia tidak akan berkembang dalam kehidupannya, dia akan merasa terkucil dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain atau menarik diri karena merasa rendah diri dan tidak mempunyai kepercayaan diri. Seseorang dengan harga diri rendah selalu menyendiri

(3)

maka cenderung akan berhalusinasi dan bisa menyebabkan depresi bahkan mungkin akan merusak lingkungan dan melakukan kekerasan pada orang lain (Sudrajat, 2004, ¶ 1).

Gangguan harga diri rendah yang tidak tertangani akanmengakibatkan gangguan interaksi sosial: menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, Panjaitan R.U & Helena N, 2006, hlm.6). Jadi gangguan harga diri rendah jika tidak ditangani akan mengakibatkan gangguan interaksi sosial yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Penatalaksanaan gangguan harga diri rendah dilakukan dengan tindakan terapi seperti terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi somatik meliputi terapi kejang listrik (electro convulsive therapy) dan keperawatan yang biasanya dilakukan dengan terapi modalitas/perilaku. Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:terapi individual, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi keluarga, terapi kelompok dan terapi bermain.Salah satu psikoterapi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok adalah metode pengobatan untuk penderita gangguan jiwa yang dilakukan dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu.TAK sudah sejak lama dimasukkan dalam program terapi keperawatan di dunia yang merupakan salah satu dari intervensi keperawatan.

Macam-macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yaitu terapi aktifitas kelompokstimulasi kognitif atau persepsi, terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktifitas kelompok orientasi realitas dan terapi aktifitas kelompok sosialisasi (Keliat & Akemat, 2005, hlm.7).Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok pasien yang mempunyai masalah

keperawatan yang sama dengan cara pasien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami (Keliat & Akemat, 2005, hlm.7). Jadi penatalaksanaan gangguan harga diri rendah dilakukan dengan terapi dan jenis terapi yang digunakan disesuaikan dengan dengan masalah yang dialami pasien.

Penelitian tentang terapi kelompok telah banyak dilakukan.Penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2009, hlm.1) menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok harga diri pada pasien menarik diri di RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Penelitian yang dilakukan oleh Siswantari (2012, hlm.1) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang sangat bermakna dari terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi harga diri rendah terhadap tingkat depresi lansia di Karang Werda Semeru Jaya. Jadi dapat dikatakan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap harga diri rendah.

Pemberian TAK stimulasi persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan, maka klien diharapkan dapat mengatasi harga diri rendah (Keliat & Akemat, 2005; hlm.5).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap harga diri pasien harga diri rendah, sehingga mengambil judul penelitian “Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi; Bercerita Tentang Pengalaman Positif yang Dimiliki Terhadap Harga Diri Pada Pasien Harga Diri Rendah Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif

(4)

yang dimiliki terhadap harga diri pada pasien harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

METODE PENELITIAN

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dan menggunakan rancangan penelitian one group pretest-postest design. Populasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah semua pasien harga diri rendah yang di rawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah sebanyak 36 orang, sampel berjumlah 36 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Alat pengumpul data yang digunakan yaitu prosedur TAK stimulasi persepsi, lembar kuesioner harga diri bersumber dari “Rosenberg’s Self-Esteem Scale”. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilcoxon.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden a. Usia

Tabel 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Pada Pasien Harga Diri Rendah (n=36) Variabel N Mean Median Standar

Deviasi

Min Max

Usia 36 30,08 29,00 9,587 12 52

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia responden pada pasien harga diri rendah di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah sebagian besar usia dewasa awal (26-35 tahun).

Data ini sesuai dengan hasil survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, yang

mendapatkan hasil 185 per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa memperlihatkan gejala gangguan kesehatan jiwa. Data ini menunjukkan bahwa harga diri rendah tidak terjadi begitu saja pada usia dewasa, tetapi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang telah terjadi dalam waktu yang lama, dan baru terlihat perubahan perilaku setelah individu berusia dewasa.

Masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek kognitif, emosi, dan perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan perkembangan pada usia tersebut dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa (Yusuf, 2010). Pendapat tersebut didukung oleh Stuart (2009) yang menyatakan bahwa usia merupakan aspek sosial budaya terjadinya gangguan jiwa dengan risiko frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa yaitu pada usia dewasa.

Usia dewasa merupakan usia produktif dimana klien memiliki tuntutan untuk mengembangkan aktualisasi diri, baik dari diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan. Aktualisasi diri dapat dicapai dengan terlebih dulu mencapai harga diri yang positif (Maslow, 1970, dalam Townsend, 2009). Individu yang merasa gagal, merasa tidak berguna ditambah lagi adanya stressor lain seperti gagal menemukan pasangan sehingga dampaknya klien menjadi malu untuk bersosialisasi merupakan akibat klien merasa harga diri rendah. Menurut Erikson (2000) dalam Stuart & Laraia (2005), pada usia ini individu mulai mempertahankan hubungan saling ketergantungan, memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan perkawinan.

Individu dalam kehidupannya memiliki tugas-tugas perkembangan sesuai tingkat usianya. Tugas perkembangan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menjadi stresor untuk perkembangan

(5)

berikutnya dan jika stresor tersebut menumpuk sangat berisiko mengalami gangguan jiwa. Kondisi tersebut akan menyebabkan individu merasa rendah diri dan apabila berlangsung lama akan menjadi harga diri rendah kronis.

Stuart dan Laraia (2005) menyatakan usia berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam stresor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping. Artinya bahwa usia tersebut sudah mampu untuk memilih pelayanan kesehatan mana yang dapat digunakan dan dapat melakukan tindakan yang dapat memperbaiki kondisi dirinya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridwan Kustiawan (2012) yang meneliti hasil penelitiannya menyatakan bahwa klien Harga Diri Rendah (HDR) kronik rata-rata berusia 34,9 tahun.

b. Jenis Kelamin Tabel 2

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Harga Diri Rendah (n=36) Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%) Laki-laki 18 50,0 Perempuan 18 50,0 Jumlah 36 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin responden sebagian laki-laki dan sebagian perempuan masing-masing sebanyak 18 responden (50,0%), sehingga berdasarkan jenis kelamin, sama antara laki-laki dan perempuan.

Jenis kelamin (sex) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2005; hlm. 32). Pada dasarnya jenis kelamin laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengalami

harga diri rendah.Didukung pula oleh pendapat Sinaga (2007 dalam Wakhid, 2012), yang menyatakan prevalensi Skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, ras dan budaya adalah sama.

Sebagian besar penelitian-penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih mampu mengatasi suatu masalah dengan menggunakan koping yang efektif dibanding laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena perempuan didalam menghadapi suatu masalah lebih tenang dan lebih muda mengungkapkan apa yang dialami atau dirasakannya dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut diatas bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan oleh Marini (2008; hlm. 451) yakni wanita lebih rentan terkena gangguan mental emosional karena disebabkan perubahan hormonal dan perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan, selain perubahan hormonal, karakteristik wanita yang lebih mengedepankan emosional daripada rasional juga berperan. Ketika menghadapi suatu masalah wanita cenderung menggunakan perasaan.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridwan Kustiawan (2012) yang meneliti hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis kelamin yang menderita Harga Diri Rendah (HDR) Kronik yaitu laki-laki sebanyak 58,2% dan sebagian perempuan sebanyak (41,8%).

c. Pendidikan

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pada

Pasien Harga Diri Rendah (n=36)

Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%) SD 14 38,9 SMP 18 50,0 SMA 4 11,1 Jumlah 36 100,0

(6)

Hasil penelitian dari 36 responden, sebagian berjenis kelamin laki-laki dan sebagian perempuan masing-masing sebanyak 18 responden (50,0%). Hasil penelitian sebagian besar pasien resiko perilaku kekerasanberpendidikan SMP sebanyak 26 responden (49,1%) dan yang berpendidikan SMP sebagian besar jenis kelamin laki-laki. Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari hasil penelitian sebagian besar penderita harga diri rendah tingkat pendidikannya hanya sampai SMP. Hal ini dapat disebabkan karena penderita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mampu mengatasi atau menyelesaikan masalah dengan menggunakan koping yang efektif dan konstruktif daripada seseorang dengan pendidikan rendah. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi, pola pikir, kepribadian dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan formal, maka perilaku individu diharapkan lebih mudah dalam mengadopsi pengetahuan baru dan mempunyai kepribadian serta perilaku yang baik.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soekidjo Notoatmodjo (2010; hlm. 21) yakni klien dengan pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi atau menyelesaikan masalah dengan menggunakan koping yang efektif dan konstruktif daripada seseorang dengan pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih mudah menerima informasi kesehatan jiwa yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga mempengaruhi pikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan upaya perawatan diri.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosliana Daud (2013)

yang meneliti hasil penelitiannya menyatakan bahwa tingkat pendidikan, klien harga diri rendah yang rawat inap di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan paling banyak duduk dibangku sekolah SMP d. Pekerjaan

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pada

Pasien Harga Diri Rendah (n=36)

Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%) Swasta 5 13,9 Petani 5 13,9 Pedagang 1 2,8 Wiraswasta 25 69,4 Jumlah 36 100,0

Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden rata-rata responden berusia 30 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama masing-masing sebanyak 18 responden (50,0%), pendidikan sebagian besar SMP sebanyak 18 responden (50,0%), pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta sebanyak 25 responden (69,4%) dan sebagian kecil yang bekerja sebagai pedagang yaitu sebanyak 1 responden (2,8%). Klien yang dirawat dengan masalah harga diri rendah sebagian besar memiliki pekerjaan sebelum dirawat. Hal ini memberikan gambaran bahwa klien sebelum masuk ke rumah sakit, mampu terlibat aktif dan produktif dalam menjalankan peran sehari-hari dilingkungannya. Pekerjaan juga mencerminkan produktivitas dan penghasilan seseorang. Hal ini sesuai dengan fungsi ekonomi keluarga yang memberikan tugas anggota, terutama kepala keluarga untuk mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain terutama memenuhi kebutuhan keluarga (WHO, 1978, dalam Wakhid, 2012).

Pekerjaan merupakan salah satu faktor predisposisi dan presipitasi sosial budaya proses terjadinya gangguan jiwa. Faktor

(7)

status sosioekonomi yang rendah lebih banyak mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosioekonomi tinggi. Pendapat tersebut juga didukung oleh Townsend (2009) yang menyatakan bahwa salah satu faktor sosial yang menyebabkan tingginya angka gangguan jiwa termasuk skizofrenia adalah tingkat sosial ekonomi rendah.

Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang berada dalam sosial ekonomi rendah dan tidak memiliki pekerjaan lebih berisiko untuk mengalami berbagai masalah terutama kurangnya rasa percaya diri dalam menjalankan aktivitas hidup sehari-hari.

2. Analisis Bivariat

a. Skor Harga Diri pasien sebelum diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi

Tabel 5

Skor harga diri pasien sebelum diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi;

bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki pada pasien harga diri rendah

(n=36)

Variabel N Mean Median Standar

Deviasi Min Max

Skor Nilai Harga Diripasien sebelum diberikan TAKS 36 13,44 13,00 1,482 10 15

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki mempunyai skor nilai rata-rata 13,44. Hal ini diketahui dari skor penilaian harga diri rendah berdasarkan kuesioner Rosenberg self-esteem scale diperoleh skor 0-15 yang dikategorikan harga diri rendah. Sesuai dengan teori menurut Stuart & Gail (2006, hlm.3) yang menyatakan bahwa harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

Beberapa ciri dari harga diri rendah yaitu pengalaman seseorang yang menimbulkan perasaan bersalah, menghukum diri sendiri, merasa gagal, gangguan hubungan interpersonal, mengkritik diri sendiri dan orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2010, hlm.32). Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri (Keliat, B.A, Panjaitan R.U & Helena N, 2006, hlm.2). Sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok harga diri sebagian besar pasien harga diri rendah kategori harga diri rendah. Hal ini karena semua responden pada saat dilakukan pengkajian menunjukkan tanda dan gejala harga diri rendah seperti mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu dan pandangan hidup yang pesimis.Selain itu juga klien mengalami penurunan harga diri. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Keliat & Akemat (2005; hlm.5) yang menyatakan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan, dan merasa gagal dalam mencapai keinginan.

Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok sebagian besar harga diri rendah. Hal ini berarti pasien harga diri rendah belum mampu menunjukkan kepercayaan diri, mudah tersinggung, merasa bersalah, merasa tidak mampu, dan menarik diri secara sosial. Hal tersebut disebabkan karena selama pasien dirawat belum pernah mendapatkan TAK stimulasi persepsi dan juga pada pasien lama yang sudah mendapatkan TAK stimulasi persepsiakan tetapi pelaksanaannya belum optimal atau tidak mengikuti kegiatan secara penuh sampai selesai dari sesi awal sampai sesi akhir.

(8)

Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wiastuti (2011) yang meneliti hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebelum perlakuan TAKS ada 11 responden (73,3%) memiliki kemampuan sosialisasi cukup dan ada 4 responden (26,7) yang memiliki kemampuan sosialisasi kurang.

b. Skor Harga Diri pasien sesudah diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi

Tabel 6

Skor harga diri pasien sesudah diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi;

bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki pada pasien harga diri rendah

(n=36)

Variabel N Mean Median Standar

Deviasi Min Max

Skor Nilai Harga Diri pasien sesudah diberikan TAKS 36 17,25 17,00 1,442 14 20

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah diberikanterapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki mempunyai skor nilai rata-rata 17,25. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan harga diri setelah dilakukan terapi aktivitas kelompokstimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki yang ditandai dengan berkurangnya tanda gejala harga diri rendah.

Adanya pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki berpengaruh terhadap peningkatan harga diri rendah. Hasil ini sejalan dengan pendapat Stuart dan Laraia (2011, hlm. 23) bahwa tujuan TAKS adalah memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan yaitu perilaku yang adaptif.

Terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki yang dilakukan dengan cara menulis pengalaman yang menyenangkan, menulis hal positif diri sendiri, menceritakan hal positif yang dimiliki dan memperagakan kegiatan positif dapat meningkatkan harga diri rendah (Keliat & Akemat, 2005; hlm.5).

Terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki bertujuan untuk mengetahui pentingnya harga diri sendiri mengidentifikasi hal-hal positif diri, melatih positif diri, pentingnya hal positif dari orang lain, mengidentifikasi pentingnya hal positif orang lain dan dapatmelatih hal positif orang lain (Keliat & Akemat, 2005, hlm.39).

Hasil peneliian terdapat 3 responden yang tidak mengalami peningkatan harga diri rendah sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki. Hal ini terjadi karena kondisi responden yang kurang optimal untuk berpartisipasi penuh dalam mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dan kondisi lingkungan yang kurang mendukung saat pelaksanaan. Sesuai dengan teori menurut Keliat & Akemat (2005; hlm.5) yang menyatakan bahwa pemberian TAK stimulasi persepsi yang efektif didukung dengan lingkungan tempat terapi diberikan, dan kemauan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2009, hlm.1) menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok harga diri pada pasien menarik diri di RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Penelitian yang dilakukan oleh Siswantari (2012, hlm.1) menyatakan bahwa terdapat

(9)

pengaruh yang sangat bermakna dari terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi harga diri rendah terhadap tingkat depresi lansia di Karang Werda Semeru Jaya.Jadi dapat dikatakan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap harga diri rendah.

3. Analisis Bivariat

a. Perbedaan harga diri pasien sebelum dan setelah diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi

Tabel 7

Perbedaan Harga Diri Pasien Sebelum dan Setelah Diberikan TAKS Persepsi; Bercerita Tentang Pengalaman Positif yang

Dimiliki Pada Pasien Harga Diri Rendah (n=36)

Variabel N Mean Median Standar

Deviasi Min Max

Skor Nilai Harga Diri pasien sebelum diberikan TAKS 36 13,44 13,00 1,482 10 15 Skor Nilai Harga Diri pasien sesudah diberikan TAKS 36 17,25 17,00 1,442 14 20

Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan TAKS pasien dengan harga diri rendah diperoleh skor rata-rata 13,44 dan sesudah dilakukan TAKS diperoleh skor rata-rata 17,25, sehingga terjadi kenaikan sebesar 3,69.

b. Pengaruh TAKS Persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien harga diri rendah

Tabel 8

Pengaruh TAKS Persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien

harga diri rendah (n=36)

Variabel N Mean Mean

Rank

Z P

value

HDR Pre 36 13,44 17,00 -5,745 0,000 HDR post 36 17,25

Tabel 8 dapat diketahui bahwa skor rata-rata harga diri rendah sebelum perlakuan seebsar 13,44 dan sesudah perlakuan sebesar 17,25, diperoleh nilai mean rank sebesar 17,00. Hasil uji Wilcoxon match pair test didapatkan nilai p value =0,000dan nilai Z hitung = -5,745 merupakan nilai mutlak. Selanjutnya pada taraf kesalahan 5 %, Z tabel = 1,64 sehingga Z hitung lebih besar dari Z tabel maka Ha diterima artinya adapengaruh yang signifikanterapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien harga diri rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien harga diri rendah dengan p value 0,000.

Sesuai dengan teori menurut Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penilaian atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang sangat tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tanpa merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga (Stuart, 2007).

Proses pelaksanan TAK stimulasi persepsiresponden bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki untuk meningkatkan harga dirinya dengan menggali kemampuan positif individu, dan

(10)

membantu anggotanya berhubungan satu dengan yang lain, serta mengubah perilaku yang distruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota, dan di dalam kelompok seseorang dapat berbagi pengalaman dan saling menemukan hubungan interpersonal yang baik dan merasa diakui dan di hargai. Kegiatan ini juga melatih responden untuk mempersepsikan stimulus yang pernah di alami. Diharapkan respon responden terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan pada saat bercerita menjadi adaptif untuk meningkatkan harga diri. Hasil penelitian sebagian besar responden mengalami peningkatan harga diri ditandai dengan berkurangnya tanda gejala yang dimiliki. Dari hasil uji analisa menunjukan bahwa terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki memberikan pengaruh positif terhadap harga diri klien sehingga dapat memudahkan klien untuk bersosialisasi baik di lingkungan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan tujuan terapi aktivitas kelompok yaitu berfokus pada peningkatan harga diri, inisiatif dan kurang ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007). Berbagai masalah pengalaman untuk menolong orang lain, membantu pengalaman belajar yang sebelumnya didapat dalam keluarga, kesempatan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan melalui perilaku imitasi pada anggota kelompok, kesempatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap interaksi sosial dan keterampilan sosial,dapat diperoleh melalui terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Adanya terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki dapat meningkatkan kemampuan hubungan yang luas, sehingga tanggung jawab dan kompleksitas dalam berhubungan meningkat. Meningkatkan

kemampuan anggota untuk menggali eksistensi mereka, dan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang tidak terekspresikan (Yalon dalam Stuard & Sundeen, 2007; hlm. 31).

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahab (2014) yang meneliti hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap peningkatan harga diri dan motivasi pada lansia.

Penelitian yang dilakukan Agustina (2011) yang meneliti hasil penelitianya menunjukan bahwa ada pengaruh dari terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori terhadap kemampuan mengekspresikan perasaan pada pasien harga diri rendah. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Susilowati (2009) mengenai Pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap tingkat depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menunjukkan adanya pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap penurunan tingkat depresi pada klien di Rumah Sakit tersebut. Pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial di RSJD Provinsi Medan telah diteliti oleh Pasaribu (2008) dan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial setelah diberikan TAK stimulasi persepsi.

SIMPULAN

Berdasarkan karakteristik responden rata-rata responden berusia 30 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama masing-masing sebanyak 18 responden (50,0%), pendidikan sebagian besar SMP sebanyak 18 responden (50,0%), pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta sebanyak 25 responden (69,4%).

(11)

Sebelum diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki mempunyai skor nilai rata-rata 13,44 yang mengalami harga diri rendah. Sesudah diberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki mempunyai skor nilai rata-rata 17,25yang mengalami harga diri rendah. Ada pengaruh yang signifikan antara terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan tingkat harga diri pada pasien harga diri rendah, dengan nilai p value 0,000 (α < 0,05)

SARAN

1. Bagi rumah sakit

Perlu ditingkatkan pelaksananya tentang terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki untuk dilakukan di rumah sakit guna mencegah rasa pesimistis pada pasien harga diri rendah dan meningkatkan percaya diri sehingga pasien merasa dirinya tetap memiliki kemampuan untuk berkarya dan menjalani kehidupan di masa mendatang.

2. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini disarankan bagi perawat untuk memberikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki untuk mengatasi harga diri rendah pada pasien harga diri rendah. 3. Bagi pasien harga diri rendah

Disarankan kepada pasien harga diri rendah untuk mengikuti semua tahapan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki untuk peningkatan harga diri rendah.

4. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian disarankan dapat digunakan sebagai bahan referensi di

perpustakaan dan bahan informasi terutama mengenai pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi; bercerita tentang pengalaman positif yang dimiliki terhadap peningkatan harga diri pada pasien harga diri rendah 5. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan masukan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan variabel atau jenis terapi yang berbeda dan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi harga diri rendah seperti dukungan orang tua, keyakinan, ketergantungan pada orang lain, kondisi fisik, kondisi psikologis dan faktor lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Agustina (2011).Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori terhadap Kemampuan Mengekspresikan Perasaan pada Pasien Harga Diri Rendah di RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang. (Skripsi tidak dipublikasikan).

Daud, R. (2013). Gambaran Karakteristik Penderita Harga Diri Rendah yang Rawat Inap di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan. (Skripsi tidak dipublikasikan).

Kaplan & Sadock‟s, (2007).Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1).Jakarta: Bina Rupa Aksara

Keliat BA & Akemat, (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. Jakarta : Penerbit Buku EGC

Keliat, B.A, Panjaitan R.U & Helena N, (2005). Proses Kesehatan Jiwa.Edisi 1.Jakarta : EGC.

Keliat, B.A, Panjaitan R.U & Helena N. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 Jakarta: EGC

Keliat, B.A, Akemat, Helena, N, & Nurhaeni(2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

(12)

Kustiawan, R. (2012). Karakteristik Klien Harga Diri Rendah (HDR) Kronik dan Karakteristik Keluarga yang Merawatnya di Kota Tasikmalaya.(Skripsi tidak dipublikasikan).

Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Marini (2008).Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Masalah Psikososial danGangguan Jiwa.Medan : USU Press Notoatmodjo, S. (2010).Ilmu Perilaku

Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta

Pasaribu, S.(2008).Pengaruh Terapi Aktivitas

Kelompok Sosialisasi

TerhadapKemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Cempaka Rumah SakitJiwa Daerah Provsu Medan. Skripsi tidak dipublikasikan. Diakses 11 Mei

2016, dari

www.usu.ac.id/id/files/skripsi/ppgb/2009/ Sulastri P .pdf.

Riset Kesehatan Dasar, (2013), Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Rosenberg (1965).Rosenberg Self-Esteem

Scalediakses dari

http://fetzer.org/sites/default/files/images/ stories/pdf/selfmeasures/Self_Measures_f or_Self-Esteem_ROSENBERG_SELF-ESTEEM.pdf. Jam 12.00 WIB.

Siswantari, Y.G. (2012). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah Terhadap Tingkat Depresi Lansia di Karang Werda Semeru Jaya Kabupaten Jember.(Skripsi tidak dipublikasikan).

Stuart & Gail, W, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen (2007). Keperawatan Jiwa, Edisi 5, Alih Bahasa Achir Yani. Jakarta : EGC

Stuart, G.W & Laraia,M.T, (2011). Principle and Practice of Psychiatric Nursing,

Seventh edition, Mosby, A Harcourt Health Science Company.

Sudrajat, A, (2004) ,Sekilas Tentang Harga Diri Self Esteem. Diakses dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/200 9/05/16/sekilastentang-harga-diri-self-esteem/ diakses tangal 3 Desember 2015 Jam 10.00 WIB.

Susilowati (2009).Pengaruh TAKS terhadap tingkat depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menunjukkan adanya pengaruh TAKS terhadap penurunan tingkat depresi pada klien di Rumah Sakit tersebut. (Skripsi tidak dipublikasikan). Townsend. M.C. (2009). Psychiatric Mental

Health Nursing : Concept Of Care. Ed.2.Davis company, Philadhelpia

Videback, S. L, (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC

Wahab, A.F, (2014). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terhadap Peningkatan Harga Diri Dan Motivasi Lansia.(Skripsi tidak dipublikasikan). Wakhid (2012).Penerapan Terapi Latihan

Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. ( Skripsi AKPER Ngudi Waluyo, Ungaran)

Wiastuti (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Pasien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY.(Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta). Widowati S. (2009). Pengaruh Terapi

Aktivitas Kelompok Peningkatan Harga Diri Terhadap Harga Diri Klien Menarik Diri di Ruang Seruni RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. (Skripsi tidak dipublikasikan).

Yosep.I. (2007).Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol- aseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna

Berarti penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang menyatakan profitability (profitabilitas) berpengaruh positif terhadap capital structure (struktur

Di Indonesia, penelitian tentang prekursor gempabumi yang terintegrasi melalui pengamatan parameter seismik, elektromagnetik, geokimia, geoatmosferik serta parameter

Strategi pengembangan industri gula berbasis Aren untuk menjadi suatu kebijakan barn dalam upaya swasembada gula nasional Untuk mengetahui strategi dalam pengembangan industri

Wursanto (2004: 232) mengemukakan bahwa dalam mengelola surat masuk terlebih dahulu perlu menetapkan organisasi pengelolaan surat masuk. organisasi pengelolaan surat

Jumlah responden penelitian ini 253 orang, terdiri atas responden masyarakat pelaku USP 115 orang; responden masyarakat bukan pelaku USP 115 orang; responden dinas dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamban di Pekon Hujung terbagi dalam 5 tipe rumah dengan 14 jenis grid kolom dengan kemungkinan jumlah grid dapat bertambah seiring

in&amp;eksi !iasan#a diulai dari perukaan gigi #aitu adan#a karies gigi #ang sudah endekati ruang pulpa% keudian akan !erlan$ut en$adi pulpitis dan akhirn#a akan