• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Alfamart Circle K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Alfamart Circle K"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Alfamart

Alfamart adalah jaringan minimarket di Indonesia yang memiliki sistem waralaba. Alfamart berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) yang didirikan oleh Djoko Susanto dan keluarga pada tahun 1989 dalam bidang perdagangan dan distribusi, lalu pada tahun 1999 mulai memasuki sektor minimarket. Saat ini Alfamart merupakan salah satu yang terdepan dalam usaha ritel dengan memiliki lebih dari 12.300 gerai dan 32 gudang yang tersebar di Indonesia.

Gerai Alfamart umumnya menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat dan tersebar ke seluruh pelosok agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas, hingga kini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu yang tersebar di Indonesia. Alfamart dikenal baik dalam pemahaman mengenai kebutuhan konsumen. Sesuai dengan Slogan Alfamart “Belanja Puas Harga Pas” yang melambangkan Alfamart menawarkan kebutuhan belanja sehari-hari masyarakat dengan harga yang cukup terjangkau, layanan ramah, suasana belanja nyaman, dan juga lokasi yang mudah untuk dijangkau (Alfamart, 2016).

1.1.2 Circle K

Circle K adalah jaringan waralaba minimarket internasional yang berasal dari Amerika Serikat yang populer di Indonesia dan sudah beroperasi selama 25 tahun. Saat ini ada lebih dari 500 gerai Circle K di seluruh Indonesia dari tujuh kota yang meliputi Jakarta, Bali, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Batam. Visi Circle K adalah menjadi convenience store pilihan nomer satu untuk belanja harian masyarakat. Circle K dikenal di seluruh dunia khususnya di Indonesia yang menawarkan berbagai macam produk dan layanan berkualitas secara cepat, ramah, dan bersih lingkungan. Circle K terus melakukan inovasi untuk memberikan pengalaman belanja yang

(2)

2

menyenangkan bagi pelanggan. Produk-produk yang tersedia di Circle K berbeda dengan produk minimarket pada umumnya di Indonesia, seperti Circle K Coffee, Froster, Fresh Food, Gift Card, dan lain sebagainya (Circle K, 2017).

1.1.3 Indomaret

Indomaret adalah jaringan minimarket dengan sistem waralaba di Indonesia. Minimarket ini menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Indomaret didirikan pada tahun 1988 di bawah naungan PT Indomarco Prismatama. Pada mulanya, Indomaret memiliki konsep penyelenggaraan gerai yang berlokasi di dekat hunian konsumen demi menyediakan berbagai kebutuhan pokok maupun kebutuhan sehari-hari serta untuk melayani konsumen yang bersifat majemuk. Namun seiring berjalannya waktu dan kebutuhan pasar, Indomaret terus menambah gerai di berbagai kawasan perumahan, perkantoran, niaga, wisata, dan apartemen.

Pada tahun 1997, Indomaret mengembangkan bisnis dengan sistem waralaba pertama di Indonesia. Konsep bisnis waralaba ini adalah yang pertama di Indonesia dan Indomaret merupakan pelopor di bidang minimarket Indonesia. Konsep bisnis waralaba Indomaret juga diakui oleh pemerintah melalui penghargaan “Perusahaan Waralaba Unggul 2003”. Sampai pada tahun 2016, jumlah gerai Indomaret sebanyak 12.800 toko yang tersebar luas di penjuru Indonesia dan menyediakan lebih dari 5.000 produk (Indomaret, 2017).

1.1.4 SB Mart

SB Mart di dirikan pada tanggal 03 Agustus 2010 di Bandung dengan visi berperan aktif menciptakan masyarakat sejahtera. Pada awal berdiri SB Mart merupakan unit usaha perdagangan dari Koperasi Serba Usaha Sejahtera Bersama (KSU SB). Pada tahun 2014, setelah terbitnya Undang Undang Perkoperasian No. 17 Tahun 2012, dimana koperasi hanya fokus pada satu jenis usaha, KSU SB kemudian bertransformasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSP SB). Sementara itu SB Mart, berdiri sendiri di bawah naungan PT. Sejahtera Bersama Ritel Indonesia (SBRI) dengan kemilikan KSP SB (SB Mart, 2017).

(3)

3 1.1.5 Yomart

Yomart adalah perusahaan ritel modern yang berfokus di bidang minimarket yang telah melayani kebutuhan masyarakat akan barang kebutuhan sehari-hari. Yomart merupakan anak perusahaan dari Yogya Group yang berpusat di Bandung dan telah berjalan sejak tahun 1982. Cabang minimarket pertama Yomart didirikan pada Agustus 2003di Ciwastra sampai kini telah tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat. Sampai dengan saat ini, Yomart telah mengelola lebih dari 250 toko yang tersebar hampir di setiap kota maupun kabupaten di Jawa Barat, yaitu di Bandung, Cianjur, Cimahi, Indramayu, Subang, Purwakarta, Majalengka, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, dan kota besar Jakarta serta Surabaya. Yomart menawarkan berbagai promo-promo menarik bagi para konsumennya dengan harga yang pasti hemat. Sesuai dengan tagline Yomart, “Belanja Dekat dan Hemat” (Toserba Yogya, 2017).

1.2 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan zaman dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi salah satu faktor adanya perubahan gaya hidup di dalam konsumen. Gaya hidup yang menuntut kemudahan dalam memenuhi kebutuhan konsumen dalam berbelanja. Hal ini yang menyebabkan kemunculan prospek bisnis ritel di Indonesia, baik itu ritel tradisional atau ritel modern untuk memenuhi kebutuhan belanja konsumen. Menurut Sujana (2012:40) ritel modern adalah pengembangan dari ritel tradisional karena adanya perubahan tren perilaku konsumen yang ingin kemudahan dan kenyamanan saat berbelanja.

Menurut hasil survey A.T Kearney dalam Indeks Pembangunan Ritel Global (GRDI), Indonesia menempati peringkat lima dunia pada tahun 2016. GRDI adalah indeks yang mengukur investasi, potensi, dan daya tarik sektor ritel di 30 negara berkembang di dunia. Indonesia berhasil naik tujuh peringkat dari peringkat 12 di tahun 2015 dengan total penjualan ritel US$ 324 miliar dan rata-rata pertumbuhan (2013-2015) sebesar 2,3% (Baskoro, 2016). Berkembangnya bisnis ritel modern di Indonesia didukung oleh semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Saat ini, muncul banyak jenis-jenis ritel modern seperti supermarket, hypermarket, department store dan

(4)

4

minimarket atau disebut juga convenience store. Berdasarkan dari data yang dimiliki Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) tahun 2015, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mencapai 36.000 gerai di seluruh Indonesia. Data AC Nielsen menyebutkan pasar modern tumbuh sebesar 31,4%, sedangkan pasar tradisional pertumbuhannya minus 8,1% (Zuraya, 2016). Hal ini menunjukkan adanya pola pergeseran belanja konsumen yang mulanya berbelanja kebutuhan sehari-harinya di ritel tradisional kini beralih ke ritel modern.

Gambar 1.1 Tingkat Penjualan Ritel Modern di Indonesia Sumber: Rangkuti (2017)

Pada Gambar 1.1 memperlihatkan tingkat penjualan ritel modern di Indonesia terus mengalami peningkatan hingga tahun 2016 dengan pertumbuhan tertinggi dipegang oleh convenience store atau minimarket yang mencapai 124 triliun. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencapaian yang diperoleh oleh hypermarket yang hanya mencapai 40 triliun dan supermarket yang hanya mencapai 70,2 triliun. Tingkat penjualan gerai minimarket yang terus meningkat ini mendorong perusahaan minimarket melakukan ekspansi untuk memperluas pangsa pasar mereka. Adanya pergeseran perilaku belanja sebagian masyarakat di toko retail modern, yang mulanya

(5)

5

berbelanja di supermarket dan hypermarket sekarang beralih ke minimarket. Penyebabnya diduga faktor kepraktisan, belanja di minimarket tidak sulit mencari parkir, dekat dengan tempat tinggal, antrean pendek dan dapat menghindari kemacetan (Katadata, 2017). Pergesaran perilaku belanja ini yang mempengaruhi pengeluaran masyarakat Indonesia yang masuk ke ritel modern.

Seperti pada Gambar 1.2 yang menunjukkan pengeluaran masyarakat Indonesia di ritel modern:

Gambar 1.2 Pengeluaran Masyarakat Indonesia pada Ritel Modern Sumber: EcommerceIQ (2016)

Pada Gambar 1.2 menunjukkan share of wallet masyarakat di Indonesia pada ritel modern seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket. Share of wallet adalah total pengeluaran masyarakat Indonesia dalam berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya di ritel modern. Pengeluaran masyarakat Indonesia paling banyak masuk ke sektor minimarket yang meningkat dari bulan Januari sampai bulan Agustus tahun 2016 hingga mencapai 60%. Sedangkan untuk supermarket pemasukannya tidak mencapai 40% dan hypermarket pemasukannya tidak mencapai 20%. Hal ini menunjukkan minimarket menempati posisi dominan dalam pilihan masyarakat untuk berbelanja. Perkembangan minimarket juga menimbulkan persaingan yang ketat di dalam industri ini. Semakin banyak bisnis minimarket yang terus bermunculan di Indonesia dan

(6)

6

semakin banyak pula pilihan minimarket bagi konsumen untuk berbelanja kebutuhannya. Mengutip pernyataan dari Fitch Ratings dalam EcommerceIQ (2016) yang menilai bahwa ruang pertumbuhan toko modern kecil (minimarket) di Indonesia lebih besar dibanding supermarket atau pasar modern besar lainnya.

Gambar 1.3 Intensitas Perbelanjaan Masyarakat di Minimarket Sumber: Prastika (2015)

Hadirnya minimarket secara tidak langsung mengubah perilaku belanja masyarakat Indonesia, kini konsumen cenderung lebih memilih untuk berbelanja di minimarket untuk kebutuhan sehari-harinya. Gambar 1.3 menunjukkan intensitas perbelanjaan masyarakat Indonesia di minimarket per minggu, 45,66% responden menjawab sekali per minggu dan 39,89% responden menjawab dua hingga tiga kali per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berbelanja di minimarket minimal satu kali dalam kurun waktu seminggu. Dapat disimpulkan bahwa belanja di minimarket sudah menjadi bagian dari kebutuhan responden (Prastika, 2015).

(7)

7

Gambar 1.4 Alasan Masyarakat Berbelanja di Minimarket Sumber: Prastika (2015)

Pada gambar 1.4 menunjukkan sebanyak 74,93% responden menjawab lokasi yang dekat merupakan alasan utama dalam melakukan perbelanjaan di minimarket. Sedangkan 23,66% responden menjawab dekat dengan lokasi kerja, rumah atau kampus, dan 15,81% lainnya menjawab minimarket memiliki harga yang lebih murah. Hal ini membuktikan lokasi yang baik memegang peranan penting dalam kesuksesan bisnis ritel, tak jarang bila beberapa minimarket membuka cabang dalam jarak yang berdekatan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Hal ini semata-mata karena faktor persaingan untuk mendapatkan konsumen yang lebih banyak dan menjangkau pasar yang lebih luas. Alfamart dan Indomaret benar-benar mempraktikkan “prinsip dasar” industri ritel, yakni gerai harus disebar sebanyak mungkin dan lokasinya harus sedekat mungkin dengan konsumen (Burhanudin, 2015).

Banyak faktor-faktor yang menentukan pertimbangan konsumen untuk berbelanja di minimarket. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nielsen Indonesia pada tahun 2015, konsumen akan mempertimbangkan faktor kenyamanan, sehingga mereka lebih

(8)

8

banyak mendatangi minimarket dibandingkan supermarket atau hypermarket. Selain itu, masyarakat juga memerhatikan faktor biaya dan faktor lokasi. Konsumen lebih memilih mendatangi minimarket yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Setiap minimarket mengusung faktor berbeda yang menjadi kelebihannya, seperti konsep lokasi, harga yang murah, kelengkapan produk, dan pelayanan yang ramah. Contoh pertama ialah Indomaret yang mengusung faktor lokasi untuk lebih mendekatkan konsumen dengan kebutuhannya entah itu di tempat tinggal, tempat kerja, atau tempat transit. Contoh kedua ialah Alfamart yang mengusung faktor harga yang murah, faktor lokasi, dan pelayanan yang ramah (Burhanudin, 2015). Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian analisis positioning untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi keunggulan suatu gerai minimarket.

Gambar 1.5 Jumlah Rantai Minimarket di Indonesia Sumber: EcommerceIQ (2016)

Gambar 1.5 menunjukkan jumlah rantai minimarket yang tersebar di Indonesia. Jumlah rantai minimarket terbanyak berada di Pulau Jawa yaitu ± 3600 rantai minimarket dan sisanya sebanyak 2363 rantai minimarket tersebar di luar Pulau Jawa. Melihat jumlah rantai minimarket di dalam dan luar Jawa seperti yang ditunjukkan di Gambar 1.5, Pulau Jawa memimpin dari segi jumlah rantai minimarket dan memperlihatkan pangsa pasar minimarket mendominasi di Pulau Jawa. Jumlah ini juga

(9)

9

sesuai dengan fakta bahwa Pulau Jawa adalah rumah bagi sekitar 140 juta orang Indonesia, yang secara signifikan lebih dari setengah dari seluruh populasi di negara ini (EcommerceIQ, 2016). Lebih lanjut, menurut Laporan "Indonesia - FMCG & Retail Update”, menemukan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan penjualan ritel modern yang lebih tinggi bersamaan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan provinsi di Pulau Kalimantan. Namun, penjualan ritel modern di Jawa Barat memimpin jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa (Katadata, 2017).

Gambar 1.6 Laju Pertumbuhan Kategori Perdagangan Besar dan Eceran Sumber: Data Olah Peneliti (2018)

Kemunculan ritel modern di kota-kota besar pun mempengaruhi tingkat ekonomi di kota tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung tahun 2016 adalah sebesar 7,79% yang meningkat 0,15% dari tahun 2015. Kategori perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung di tahun 2016 yaitu sebesar 28,81%, dimana minimarket masuk ke dalam salah satu dari kategori ini. Pada Gambar 1.6 memperlihatkan laju pertumbuhan kategori perdagangan besar dan eceran pada lima kota besar di Pulau Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Laju pertumbuhan kategori perdagangan besar dan eceran di Kota Bandung juga lebih tinggi dibandingkan dengan

(10)

10

kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa (BPS Kota Bandung, 2017). Oleh karena itu penulis memilih Kota Bandung yang merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Barat untuk dijadikan objek penelitian.

Jenis Pasar Jumlah (tahun 2015) Jumlah (tahun 2016)

Perkulakan 3 3 Pusat Penjualan 29 29 Department Store 19 19 Hypermarket 12 12 Supermarket 27 27 Minimarket 530 566

Sarana Perdagangan Lainnya 49 49

Tabel 1.1 Jumlah Pasar Modern Menurut Jenis di Kota Bandung Sumber: BPS Kota Bandung (2016b); BPS Kota Bandung (2017)

Pada tabel 1.1 menunjukkan jumlah pasar modern menurut jenis di Kota Bandung. Dari data ini dapat dilihat bahwa minimarket memiliki unit terbanyak sebesar 566 unit di Kota Bandung dibandingkan dengan jenis pasar modern lainnya. Pertumbuhan minimarket juga meningkat sebesar 0,06% dari jumlah unit sebanyak 530 pada tahun 2015 menjadi 566 unit pada tahun 2016. Sedangkan jenis pasar modern seperti perkulakan, pusat penjualan, department store, hypermarket, supermarket, dan sarana perdagangan lainnya tidak mengalami peningkatan sama sekali selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2016.

Dalam penelitian ini, penulis memilih minimarket untuk dijadikan objek penelitian melihat dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas. Minimarket atau convenience store adalah toko kebutuhan sehari-hari yang menyediakan aneka ragam barang kebutuhan dalam jumlah terbatas dan berada di lokasi yang terjangkau dengan luas 3.000-5.000 meter persegi. Produk yang disediakan di minimarket antara lain makanan dan minuman, kebutuhan rumah tangga, fresh food maupun financial services seperti membayar tagihan, pembelian saldo untuk handphone, dan lain-lain.

(11)

11

(Levy & Weitz, 2012:40). Sedangkan definisi minimarket menurut Kotler & Armstrong (2014:412) adalah toko yang relatif kecil yang terletak di dekat pemukiman warga dengan jam operasional 24 jam dalam tujuh hari seminggu, dan menyediakan produk yang perputarannya tinggi dengan harga sedikit lebih mahal dibandingkan supermarket maupun hypermarket. Minimarket atau convenience store memungkinkan para konsumen untuk melakukan pembelian secara cepat dan praktis. Terdapat sedikit perbedaan antara convenience store dengan minimarket, convenience store sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan minimarket. Jenis toko ini biasanya menyediakan tempat duduk dan fasilitas lainnya yang menunjang pengunjung untuk duduk sejenak di toko tersebut. Segmen pasar yang diincar oleh convenience store pun biasanya lebih menyasar ke kaum anak muda. Untuk menarik banyak pembeli, convenience store biasanya menyiapkan tempat-tempat duduk sebagai jamuan tempat mengobrol dan menyiapkan WiFi Hotspot (Sari, 2017).

Alfamart dan Indomaret dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan dua minimarket ini merupakan market leader dalam bisnis ritel modern minimarket di Bandung, selain itu Circle K, SB Mart, dan Yomart juga menjadi objek dalam penelitian ini karena minimarket ini masuk ke dalam lima besar unit minimarket terbanyak di Kota Bandung. Persentase jumlah unit minimarket di Kota Bandung disajikan pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Persentase Jumlah Unit Minimarket di Kota Bandung Sumber: BPS Kota Bandung (2016)

(12)

12

Gambar 1.7 menunjukkan persentase jumlah unit minimarket yang ada di Kota Bandung tahun 2016. Sebagai kota metropolitan terbesar di Jawa Barat, Bandung memiliki banyak pilihan minimarket dengan keunggulan kompetitifnya masing-masing yang hadir untuk memudahkan konsumen dalam berbelanja. Saat ini di Kota Bandung persaingan minimarket semakin ketat, adapun lima besar gerai minimarket di Kota Bandung yaitu Alfamart, Indomaret, Yomart, SB Mart, dan Circle K. Jika dilihat dari gambar di atas, maka minimarket yang memiliki unit usaha terbanyak adalah Alfamart dengan persentase 43,64%. Pada posisi kedua jumlah unit terbanyak adalah Indomaret dengan persentase 32,51%, kemudian posisi ketiga adalah Yomart dengan persentase 10,78%, posisi keempat ditempati oleh Circle dengan persentase 8,30%, dan posisi terakhir adalah SB Mart dengan persentase 4,77% (BPS Kota Bandung, 2016a). Kotler & Armstrong (2014:172) berpendapat bahwa persepsi merupakan hal yang penting dalam pemasaran. Tindakan dan perilaku konsumen dalam memilih tempat untuk berbelanja maupun keputusan pembelian konsumen bergantung pada persepsi yang ia miliki. Persepsi inilah yang menentukan apakah konsumen itu akan mengulangi kedatangannya ke suatu tempat perbelanjaan atau beralih ke tempat perbelanjaan lainnya. Menurut Belch & Belch (2012:121) persepsi adalah proses dimana individu menerima, memilih, mengorganisir, dan mengintepretasikan informasi untuk menciptakan gambaran yang luas. Dengan demikian persepsi merupakan proses perilaku individu yaitu pemberian tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu. Persepsi masyarakat dapat menimbulkan suatu image khusus di benak konsumen mengenai tempat perbelanjaan yang ia ketahui atau lebih dikenal dengan istilah positioning.

Positioning menurut Kotler & Armstrong (2014:214) adalah suatu proses untuk menempatkan sebuah produk atau merek untuk menempati tempat yang jelas, khas, dan diinginkan di dalam benak konsumen sasaran. Mengutip dari Kotler & Keller (2013:298) hasil dari positioning adalah terciptanya dengan sukses suatu proposisi nilai yang terfokus pada pelanggan, satu alasan kuat mengapa pasar sasaran harus membeli

(13)

13

merek bersangkutan dibandingkan dengan merek lainnya. Positioning perusahaan yang berhasil adalah bagaimana caranya sehingga konsumen mempunyai persepsi yang sama dengan yang diharapkan perusahaan. Menurut Lakshmi et al. (2017) positioning mengidentifikasi lokasi optimal di benak sekelompok konsumen atau segmen pasar sehingga mereka memiliki persepsi produk atau layanan dengan cara yang 'benar' atau yang diinginkan untuk memaksimalkan potensi keuntungan bagi perusahaan.

Dengan mengetahui positioning berdasarkan persepsi konsumen dapat menguntungkan para pengelola ritel modern khususnya minimarket. Analisis positioning dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih berfokus pada atribut-atribut yang menjadi keunggulan utama berdasarkan persepsi konsumen.

Untuk dapat mengetahui positioning gerai minimarket berdasarkan persepsi konsumen di Kota Bandung, maka perlu dilakukan penelitian melalui peta persepsi berdasarkan atribut-atribut terkait. Salah satu metode untuk memberikan gambaran posisi gerai minimarket di benak para konsumen adalah dengan menggunakan multidimensional scaling. Multidimensional scaling adalah sebuah kelas prosedur yang dibuat untuk merepresentasikan persepsi dan preferensi responden secara spasial dengan menggunakan tampilan visual. Peta spasial menampilkan persepsi dan preferensi responden mengenai suatu produk, jasa, dan merek yang berbeda melalui berbagai dimensi (Malhotra, 2010: 691).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas membuat penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian berjudul “Analisis Positioning Gerai Minimarket berdasarkan Persepsi Konsumen di Kota Bandung (Studi pada Alfamart, Circle K, Indomaret, SB Mart, dan Yomart).”

1.3 Perumusan Masalah

Melihat dari fenomena perubahan gaya hidup konsumen di Indonesia yang menuntut kemudahan dalam memenuhi kebutuhan mereka, mendukung kemunculan bisnis ritel modern di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Bandung. Tingkat penjualan ritel modern di Indonesia dan total pengeluaran masyarakat Indonesia dalam berbelanja

(14)

14

di ritel modern terus mengalami peningkatan. Peningkatan dalam ritel modern ini didominasi oleh convenience store atau minimarket. Minimarket hadir menawarkan kenyamanan dan kemudahan untuk konsumen dalam berbelanja, sehingga minimarket menjadi trend saat ini dalam tempat perbelanjaan yang dipilih konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka. Peningkatan jumlah gerai minimarket di Kota Bandung sendiri dari tahun 2015 ke tahun 2016 paling signifikan dibandingkan jenis ritel modern lainnya. Semakin banyak minimarket yang terus bermunculan di Kota Bandung menimbulkan persaingan yang sangat kompetitif di dalam industri minimarket ini.

Setiap minimarket memiliki faktor berbeda yang menjadi keunggulan masing-masing minimarket, contohnya memilih konsep lokasi, harga yang murah, kelengkapan produk, dan pelayanan yang ramah. Saat ini di Kota Bandung persaingan minimarket semakin ketat, diantaranya antara Alfamart, Circle K, Indomaret, SB Mart, dan Yomart yang berlomba-lomba memberikan layanan terbaik kepada konsumen melalui faktor keunggulan yang dinyatakan masing-masing minimarket. Faktor ini merupakan nilai lebih yang saling ditawarkan gerai minimarket untuk membuat konsumen memilih berbelanja di gerainya dibandingkan gerai pesaing. Hal ini menjadi pertimbangan oleh konsumen dalam berbelanja, sehingga penting bagi perusahaan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi keunggulan berdasarkan persepsi konsumen. Atribut yang menjadi keunggulan pada setiap minimarket belum diketahui, dan bagaimana tingkat persaingan dalam pemetaan (positioning) minimarket juga masih belum diketahui secara pasti.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana peta positioning gerai minimarket Alfamart, Circle K, Indomaret, SB Mart, dan Yomart berdasarkan persepsi konsumen di Bandung?

(15)

15 1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran positioning melalui perceptual mapping mengenai gerai minimarket (Alfamart, Circle K, Indomaret, SB Mart, dan Yomart) berdasarkan persepsi konsumen di Kota Bandung.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan penulisan tugas akhir ini, penulis berharap dapat memberikan hasil yang bermanfaat sebagai berikut:

1. Aspek Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikaan manfaat untuk menambah ilmu dan wawasan terkait analisis positioning berdasarkan persepsi konsumen menggunakan metode multidimensional scaling serta sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Aspek Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi seluruh perusahaan ritel modern dalam menentukan strategi pemasaran yang tepat agar tetap bertahan di persaingan yang semakin ketat.

(16)

16 1.7 Ruang Lingkup Penelitian

a. Variabel dan Sub Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah atribut produk yang meliputi atribut Customer Service, Location, Store Design & Display, Merchandise Assortment, Communication Mix, dan Pricing.

b. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandung dengan lokasi pencarian sampel yang sebagian besar berasal dari responden masyarakat Bandung yang mengetahui gerai minimarket yang dijadikan objek penelitian. Objek penelitian ini adalah minimarket Alfamart, Circle K, Indomaret, SB Mart, dan Yomart.

1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulisan dibuat untuk memberikan gambaran umum terkait penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, sistematika penulisan tugas akhir terdiri dari lima bab, yang akan di uraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas mengenai gambaran umum objek, latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Bab ini berisikan mengenai teori-teori yang akan digunakan sebagai pedoman dasar dalam melakukan penelitian dan kerangka pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang pendekatan, metode dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data dalam mengerjakan penelitian.

(17)

17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang analisis dari hasil penelitian data yang telah dikumpulkan di dalam penelitian positioning gerai minimarket berdasarkan persepsi konsumen di Kota Bandung.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup dari skripsi ini. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan.

Gambar

Gambar 1.1 Tingkat Penjualan Ritel Modern di Indonesia  Sumber: Rangkuti (2017)
Gambar 1.2 Pengeluaran Masyarakat Indonesia pada Ritel Modern  Sumber: EcommerceIQ (2016)
Gambar 1.3 Intensitas Perbelanjaan Masyarakat di Minimarket  Sumber: Prastika (2015)
Gambar 1.4 Alasan Masyarakat Berbelanja di Minimarket  Sumber: Prastika (2015)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan variabel Ukuran Perusahaan (X 5 ) terhadap Dividend Payout Ratio,

Kode yang muncul setelah pencarian tersebut adalah nomor klasifikasi buku yang digunakan perpustakaan untuk menyusun koleksi buku yang ada agar buku-buku yang sejenis dapat

Saya Hervita Laraswati mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja semester akhir bermaksud meneliti tentang “Analisis Risiko Musculoskeletal

Sesudah mengalami asimilasi progresif total, bunyi-bunyi yang sama tersebut kembali mengalami perubahan bunyi, zeroisasi sinkope, pada salah satu bunyi dari dua

Flavonoida biasanya terdapat sebagai O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik