• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal adalah cairan jernih dan tidak berwarna yang melindungi otak dan medula spinalis dari cedera kimiawi dan fisik. Cairan serebrospinal juga membawa oksigen, glukosa, dan bahan kimiawi lainnya yang berasal dari darah ke saraf maupun neuroglia. Sirkulasi cairan serebrospinal secara kontinu melewati kavitas otak dan medula spinalis dan mengelilinginya pada rongga subarachnoid (antara arachnoid mater dan piamater).10

Dari gambar 2.1. tersebut, terdapat 4 rongga pada otak berisi cairan serebrospinal yang disebut dengan ventrikel. Ventrikel lateral terletak pada setiap hemisfer cerebrum. Pada bagian anterior, ventrikel lateral dipisahkan oleh membran tipis yang disebut septum pellucidum. Ventrikel ketiga adalah rongga sempit sepanjang garis tengah superior hipotalamus dan diantara kanan dan kiri bagian talamus. Kemudian, ventrikel keempat berada diantara batang otak dan serebelum.10-12

Gambar 2.1. Lokasi ventrikel dengan gambaran otak yang transparan. Setiap foramen interventrikular pada masing - masing sisi menghubungkan ventrikel lateral dengan ventrikel ketiga dan aqueduct pada otak tengah menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat. (Dikutip dari : Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth Edition. Wiley; 2012).

(2)

Dari gambar 2.2 tampak cairan serebrospinal diproduksi adalah pleksus khoroideus, jaringan pembuluh darah yang terletak di dinding ventrikel. Pleksus khoroideus memproduksi cairan serebrospinal rata – rata 500 ml/hari atau 21 gelas per hari. Total volume cairan serebrospinal kira – kira 150 ml, sehingga seluruh cairan serebrospinal terganti kurang – lebih setiap 8 jam.11

Gambar 2.2. Sirkulasi cairan serebrospinal dan pembuluh darah vena. (Dikutip dari : Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth Edition. Wiley; 2012)

(3)

Cairan serebrospinal terbentuk di ventrikel lateral mengalir menuju ventikel ketiga melalui interventrikular foramina. Banyak cairan serebrospinal terukumulasi di ventrikel ketiga. Kemudian cairan mengalir melalui aqueduct ofe the midbrain ( cerebral aqueduct ), melewati otak tengah menuju ventrikel keempat. Pleksus khoroideus pada ventrikel keempat juga menghasilkan cairan. Cairan serebrospinal memasuki rongga subarachnoid melewati 3 lubang terbuka pada ventrikel keempat. Cairan serebrospinal kemudian melewati kanal bagian tengah medula spinalis dan pada rongga subarachnoid yang mengelilingi permukaan otak dan medula spinalis.10-13

Cairan serebrospinal secara bertahap diabsorbsi menuju pembuluh darah melalui vili arachnoid, seperti jari – jari perpanjangan dari arachnoid menuju sinus vena duramater, khususnya superior sagital sinus. Secara normal, cairan serebrospinal direabsorbsi secara cepat dengan rata – rata 20 ml/hari (480 ml/hari). Karen rata – rata pembentukan dan reabsorbsi sama, maka tekanan cairan serebrospinal tetap konstan.Jika sirkulasi normal atau reabsorpsi CSF terganggu, berbagai masalah klinis mungkin muncul. Sebagai contoh, masalah dengan reabsorpsi CSF dalam penyebab bayi hidrosefalus, atau "water on the brain."11

2.2. Hidrosefalus 2.2.1. Definisi

Hidrosefalus adalah sebuah kondisi yang mempunyai banyak penyebab, manifestasi klinis, dan dengan berbagai pengobatan. Hidrosefalus terjadi akibat akumulasi cairan serebrospinal didalam ventrikel otak yang pada kebanyakan kasus disebabkan oleh obstruksi cairan serebrospinal dan kemungkinan juga disebabkan oleh produksi yang berlebihan karena adanya tumor pada pleksus koroideus.14

(4)

2.2.2. Klasifikasi dan Etiologi

Pada hidrosefalus kongenital banyak disebabkan oleh stenosis dari aqueduct of Sylvius. Penyebab hidrosefalus ini banyak terjadi pada anak dengan spina bifida dan myelomeningocele yang juga mempunyai Chiari type of II malformation. Penyebab lain seperti atresia foramen Luschka dan Megendie (Dandy-Walker cyst) jarang terjadi.15

Hidrosefalus internal • Obstruksi

• Communicating • Malabsorpsi

Pembesaran dari ventrikel:

Karena adanya sumbatan aliran cairan serebrospinal didalam sistem ventrikel otak ( stenosis aqueductal ), atau pada tempat pengeluaran cairan serebrospinal ( obstruksi foramina of Magendie dan Luschka ).

Non obstruksi hidrosefalus

Merupakan subtipe dari communicating hidrosefalus yang disebabkan kegagalan resorpsi ( adhesi sisternal atau disfungsi pacchionian granulations.

Hidrosefalus eksternal Pembesaran rongga subarachnoid melewati lengkungan serebral dan/atau di dalam sisternal.

Hidrosefalus eksternal dan internal Kombinasi dari yang diatas.

Hydrocephalus ex vacuo Hidrosefalus eksternal dan internal akibat atrofi otak sebagai penyebab sekunder.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hidrosefalus. (Dikutip dari: Mumenthaler Mark, M.D, Mattle H, M.D. Neck and Facial Pain in Fundamentals of Neurology. New York: Thieme; 2006).

(5)

2.2.3. Patogenesis

Banyak penyakit menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan resorpsi cairan serebrospinal. Jika cairan serebrospinal dihasilkan terlalu banyak atau terlalu sedikit diresorpsi, sistem ventrikular menjadi membesar (hidrosefalus). Peningkatan tekanan cairan serebrospinal di serebrospinal di ventrikel menyebabkan pergeseran, dan akhirnya atrofi, substansia alba periventrikularis, sedangkan substasia grisea tidak terpengaruh, setidaknya pada fase awal. Percobaan pada hewan menunjukkan hidrosefalus menimbulkan seepage (diaedesis) cairan serebrospinal melalui ependima ventrikularis kedalam substansia alba ventrikularis. Peningkatan tekanan hidrostatik di substasia alba menggangu perfusi jaringan, menyebabkan hipoksia jaringan lokal, kerusakan pada jaras saraf yang bermielin, dan akhirnya, gliosis ireversibel. Abnormalitas klinis dan histologis yang disebabkan oleh hidrosefalus hanya dapat berkurang jika tekanan intraventrikel dikembalikan ke keadaan normal secepat mungkin.16,17

2.2.4. Manifestasi Klinis A. Anak

Pada anak, sutura kranii tidak menutup hingga setahun setelah lahir; sepanjang tahun pertama kehidupan, tulang tengkorak dapat merespons terhadap peningkatan tekana intrakranial dengan menjauhkan sutura. Dengan demikian, tanda klinis yang paling jelas pada hidrosefalus masa kanak – kanak adalah perkembangan kepala yang abnormal, dengan pembesaran tengkorak yang tidak proporsional dengan wajah. Tanda – tanda lainnya meliputi sutura kranii yang melebar, statis vena pada kulit kepala, pembesaran bagian frontal, dan fontanela yang sangat menonjol. Perkusi pada kepala menghasilkan suara seperti berderak (Tanda MacEwen). Anak yang menderita hidrosefalus ini tampak normal pada awalnya karena tekanan intracranial hanya meningkat sepanjang sutura kranii masih terbuka dan kepala masih dapat membesar. Dekompensasi terjadi kemudian, menimbulkan tanda – tanda hipertensi intrakranial, termasuk muntah ( termasuk muntah proyektil dan "muntah - muntah"). Anak tersebut juga menunjukkan

(6)

fenomena sunset ( paresis bola mata ke atas) dan kegagalan pertumbuhan umum.16,18

B. Dewasa

Pada anak dengan sutura yang tertutup dan pada dewasa, hidrosefalus timbul dengan manifestasi hipertensi intrakranial, yang meliputi sakit kepala, mual, muntah (terutama “muntah – muntah” pagi hari dan muntah proyektil), dan tanda – tanda iritasi meningeal, antara lain kaku kuduk, head tilt, opistotonus, dan fotofobia. Ketika kondisi berlanjut, manifestasi lain dapat meliputi fatigue, penurunan kognitif, gaya berjalan tidak seimbang, defisit saraf kranial, (terutama kelumpuhan nervus abdusens), sindrom Parinaud, papiledema, dan gangguan kesadaran.16,18

2.2.5. Evaluasi Diagnostik A. Anak

Saat ini hidrosefalus dapat didiagnosis sebelum lahir dengan pemeriksaan ultrasonografi pranatal rutin. Hidrosefalus yang timbul setelah lahir dapat dideteksi dengan pemeriksaan dan dokumentasi serial rutin lingkar kepala anak; jika kepala berkembang lebih cepat daipada normal (menurut diagram kurva referensi), harus dicurigai adanya hidrosefalus, dan permeriksaan diagnostik lebih lanjut harus dilakukan untuk memberi panduan terapi yang sesuai. Setelah lahir, anak dengan hidrosefalus dievaluasi tidak hanya dengan menggunakan ultrasonografi, tetapi juga CT dan MRI. Pemeriksaan ini memungkinkan identifikasi penyebab potensial hidrosefalus yang dapat disembuhkan, serta penyebab potensial lain ketidakproporsionalan perkembangan kepala, seperti hematoma dan higroma subdural, serta makrosefali familial.16 Pada bayi dengan open anterior fontanelle dapat mengetahui ukuran dari ventrikular dengan menggunakan ultrasonografi.18

B. Dewasa

CT dan MRI dapat memperlihatkan pembesaran ventrikular dengan mudah dan sering menunjukkan penyebab hidrosefalus.16 Pada MRI dengan posisi sagittal plane dapat membantu dengan menunjukkan stenosis aqueduct dan lesi di sekitar ventrikel ketiga mengakibatkan hidrosefalus obstruktif.18

(7)

2.2.6. Penatalaksanaan A. Anak

Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.1 Pengobatan pada anak – anak menjumpai banyak kesulitan daripada dewasa. Kateter yang terpasang dari ventrikular dapat mengalami obstruksi dan perbaikan berulang. Peritoneal pseudocysts mungkin dapat terjadi (paling sering pada anak – anak dengan tindakan ventriculoperitoneal shunt). Komplikasi lainnya terjadi collapse pada ventrikel yang disebut slit ventricle syndrom. Selain itu pasien dapat mengalami low – pressure syndrome yaitu sakit kepala, mual, muntah pada saat duduk maupun berdiri. Pada bayi, petumbuhan cranium dapat berhenti pertumbuhannya walaupun mempunyai ukuran otak yang normal. Untuk mengurangi komplikasi yang terjadi dilakukan pemasangan alat antisiphon, bertujuan mencegah perpindahan posisi katup saat pasien berdiri.17

B. Dewasa

Penatalaksanaan dengan pembuatan saluran satu arah dari ventrikular merupakan tindakan yang baik untuk hidrosefalus. Katup dapat dibuka sesuai dengan tekanan membuat cairan serebrospinal dapat melewati langsung menuju peredaran darah (ventriculoatrial shunt), kavitas peritoneal (ventriculoperitoneal shunt), atau rongga pleura. Tindakan yang paling banyak dilakukan adalah ventriculoperitoneal shunt. Jarang terjadi komplikasi pada tindakan ventriculoatrial shunt seperti hipertensi pulmonar, emboli paru – paru dan nefritis.17

(8)

2.3. Cerebrospinal Fluid (CSF) shunts 2.3.1. Definisi

CSF shunts adalah terapi standar yang paling banyak dilakukan untuk penatalaksanaan jangka panjang pada pasien hidrosefalus. Terapi ini melibatkan sebuah kateter pada ventrikular untuk mengalihkan cairan serebrospinal pada rongga tubuh yang lainnya, dimana cairan tersebut dapat diabsorbsi.17

Gambar 2.3. Komponen CSF shunts. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007).

Gambar 2.4. Ilusrasi demonstrasi letak proximal catheter umumnya di frontalis atau oksipitalis. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007).

(9)

Pada gambar 2.3 berikut ini, terdapat 3 komponen dasar pada tindakan shunt yaitu: sebuah proximal catheter (ventricular), sebuah katup, dan sebuah distal catheter. Pada gambar 2.4 terdapat 3 komponen dasar pada tindakan shunt yaitu: sebuah proximal catheter (ventricular), sebuah katup, dan sebuah distal catheter. Pada proximal catheter, tabung silikon biasanya terletak diantara frontalis atau oksipitalis, biasanya disebelah kanan nondominant cerebral hemisphere.18

2.3.2. Klasifikasi

Klasifikasi CSF shunts berdasarkan letak dari distal catheter yaitu: 1. Ventriculoperitoneal shunts

Pada gambar 2.5 terdapat letak distal catheter di rongga peritoneal. Rongga periitoneal adalah pilihan terbanyak untuk lokasi terminasi distal catheter. Terdapat dua keuntungan meletakkan distal catheter pada rongga peritoneum. Pertama, apabila terdapat infeksi biasanya jarang menyebar berbeda dengan meletakkan shunts di jantung. Kedua, ukuran tabung yang besar dapat diletakkan di rongga peritoneum, mendukung pertumbuhan anak dan mengurangi kebutuhan Gambar 2.5. Pemasangan ventriculoperitoneal shunt. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007).

(10)

revisi pada pemasangan shunts. Kemudian, rongga peritoneum sangat efisien untuk absopsi dan mudah diakses oleh ahli bedah. 18-23

2. Ventriculoarterial shunt.

Pada gambar 2.6 berikut ini, terdapat pemasangan ventriculoarterial shunt yang dipasang melalui leher, menuju ke vena jugularis, superior vena cava, dan berakhir ke atrium kanan. 18,20,21,22

3. Ventriculopleural shunt.

Pada ventriculopleural shunt dilakukan insisi pada area dibawah puting susu dan tabung dimasukkan kedalam rongga pleura. Ada beberapa indikasi bahwa ventriculopleural shunt mungkin kurang baik ditoleransi oleh anak-anak karena permukaan yang kurang untuk mengabsorpsi cairan serebrospinal. 18,20,21,23

4. Ventriculo-gallbladder shunt.

Ventriculo-gallbladder shunt biasanya digunakan pada saat ventriculoperitoneal shunt yang dipasang telah mengalami infeksi dan ketika ventriculopleural mengalami kontraindikasi dengan pasien.24

Gambar 2.6 Pemasangan ventriculoarterial shunt. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007)

(11)

5. External Ventricular Drain (EVD)

Pada external Ventricular Drain, kateter ventrikular terletak di ventrikel serebral yang memungkinkan pengeluaran cairan serebrospinal ke arah luar. Kateter yang terpasang dihubungkan dengan tabung sebagai tempat penampungan cairan serebrospinal terletak disamping tempat tidur pasien baik diatas atau dibawah tergantung jumlah cairan serebrospinal yang dikuras.25 External Ventricular Drain adalah terapi gawat darurat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan hidrosefalus dan memantau tekanan intrakranial.27

Pada gambar 2.7 dapat dilihat pemasangan EVD pada bagian frontalis atau posterior dengan kondisi yang sudah di anastesi secara umum.28

Gambar 2.7 Pemasangan EVD dari bagian posterior dan frontal. (Dikutip dari: James Tait Goodrich. Neurosurgical Operative Altas. 2nd edition. New York: Thieme Medical Publishers, Inc., and the American Association of Neurosurgeons (AANS). 2008.

(12)

2.3.3. Komplikasi

Komplikasi

• Infeksi (10-20 %)4

• Shunt blockage (proximal, valve, distal)

• Fraktur atau disconnection • Migrasi

• Drainase yang berlebihan • Isolasi ventrikel

• Malposition

• Perdarahan intrakranial • Viscus perforation

Obstruksi shunt adalah indikasi yang paling sering terjadi untuk perbaikan shunt dan penyebab paling sering dari shunt blockage. Manifestasi klinis yang paling dominan adalah kenaikan tekanan intrakranial setelah itu sakit kepala, muntah, dan mengantuk sering terjadi. Pada anak-anak terjadi pelebaran lingkar kepala, fontanela yang menegang, dan kejang – kejang menjadi indikasi dari malfungsi shunt.21

Manifestasi klinis dari drainase cairan serebrospinal yang berlebihan adalah sakit kepala, mual, muntah, diplopia, letargi dan kelemahan beberapa kemampuan dasar. Komplikasi ini menjadi resiko terjadi formasi hematom subdural. Pada anak-anak terjadi penutupan prematur dari sutura kranialis yang dapat menjadi secondary craniosynostosis dengan deformitas kranialis.17

Tabel 2.2 Komplikasi pemasangan CSF shunt. (Dikutip dari: Adam N. Wallace, et al. Imaging Evaluation of CSF Shunts. AJR. 2013: 202: 38-53)

(13)

2.4. Infeksi setelah Tindakan CSF shunt 2.4.1. Definisi

Infeksi setelah tindakan CSF shunt adalah komplikasi yang paling sering dijumpai dan mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.18-20 Insidensi terbesar terjadi setelah pemasangan shunt dalam 1 tahun pertama dengan 80% muncul dalam 6 bulan.18 Rasio perbandingan infeksi yang terjadi pada anak (>17 tahun) sangat meningkat daripada dewasa (>17 tahun) yaitu 78,2% dan 21,8%.20

2.4.2. Etiologi

Bakteri yang paling banyak menjadi penyebab infeksi adalah

Staphylococcus epidermis (coagulase-negative staphylococcus) mencapai 50 – 75

% dari seluruh infeksi yang terjadi. Setelah itu Staphylococcus aureus

(coagulase-positive staphylococcus), bakteri gram negatif ( Eschericia coli,klebsiella, proteus,

dan pseudomonas), spesies streptokokus, neisseria, haemophilus infuenza, dan jamur.3,7-8,19,22 Infeksi biasanya terjadi melalu 3 jalur yaitu: via kontaminasi

intraoperative, aliran darah, distal catheter yang telah terkontaminasi.18

Pada pasien dewasa yang menjadi bakteri penyebab terbanyak adalah

coagulase – negative staphylococci dan Staphylococcus aureus. Infeksi yang

diakibatkan dari patogen tersebut sekitar 50 % dan 33 % dari semua shunt yang terinfeksi.6

Pada pasien anak – anak yang menjadi bakteri penyebab terbanyak adalah Staphylococcus aureus dan coagulase – negative staphylococci sekitar 62-90%. Bakteri lainnya adalah gram-negative bacilli dari 6-20% kasus infeksi yang terjadi.24

2.4.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang paling sering terjadi adalah kombinasi dari demam, iritabilitas, letargi, kurang nafsu makan, muntah, dan abdominal pain atau tenderness.26

(14)

2.4.4 Evaluasi Diagnostik

Pada pasien terduga mempunyai infeksi, pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan diperoleh lansung dari saluran shunt. Pewarnaan gram dan kultur terhadap cairan serebrospinal juga merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan terapi antimikrobial yang tepat.18,21,26

Beberapa kriteria diagnostik untuk infeksi setelah tindakan CSF shunt:3 1. Kultur cairan serebrospinal positif yang diambil dari shunt pada

pasien yang memiliki gejala dengan meningitis bakteri akut. 2. Terpenuhinya alah satu parameter dari pemeriksaan cairan

serebrospinal:

• Hitung sel leukosit lebih dari 0,25 × 109 µl, dengan dominan polymorphonuclear neutrophil.

• Laktat lebih dari 3,5 mmol/L.

• Rasio glukosa cairan serebrospinal dengan serum kurang dari0,4 g/dL.

(15)

2.4.5 Penatalaksanaan Diagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologi. Klinis Terapi antibiotik empiris Durasi Catatan Infeksi setelah tindakan CSF shunts dengan konfirmasi permeriksaan mikroskopis yang positif dan pemeriksaan cairan serebrospinal yang positif. Kemungkinan pemeriksaan gram + Lini pertama : pelepasan shunt dan pemasangan EVD kemudian vankomisin IV atau IT (intrathecal) 20 mg atau bisa dikombinasi dengan +/- Rifampisin 600 mg IV atau oral. 1-2 minggu Pemberian vankomisin secara IT tidak berdasarkan umur atau berat badan (hanya 10 mg perhari pada celah ventrikel). Sesuaikan dosis rifampisin apabila berat badan kurang dari 50 kg. Kemungkinan pemeriksaan gram - Lini pertama : pelepasan shunt dan pemasangan EVD kemudian seftriakson 2 g dua kali sehari. +/- gentamisin IT (intrathecal) 5 mg perhari.

(16)

Diagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologi. Klinis Terapi antibiotik empiris Durasi Catatan EVD – ventriculitis dengan konfirmasi permeriksaan mikroskopi yang positif dan pemeriksaan cairan serebrospinal yang positif. Kemungkinan pemeriksaan gram + Pemberian antibiotik vankomisin 20 mg secara intrathecal (IT) sekali sehari secepatnya setelah memperoleh cairan serebropinal yang kedua kalinya ≥ 15 menit dengan +/- penambahan dosis terapi vankomisin sesuai dengan beratnya gejala klinis. 1-2 minggu Melepas dan mengganti EVD yang sudah terinfeksi apabila ada kemungkinan atau apabila kultur cairan serebrospinal tetap positif mekipun sudah diberikan terapi dengan EVD yang tidak diganti. Kemungkinan pemeriksaan gram - Pemberian antibiotik gentamisin 5 mg secara intrathecal (IT) sekali sehari 2-3 minggu

(17)

secepatnya setelah memperoleh cairan serebropinal yang kedua kalinya ≥ 15 menit +/- meropenem 2 g secara intravena (IV) sesuai dengan beratnya gejala klinis.

Tabel 2.3. Penatalaksaan infeksi setelah tindakan CSF shunt. (Dikutip dari: Amani Alnimr. A Protocol For Diagnosis And Management Of Cerebrospinal Shunt Infections and Other Infectious Conditions In Neurosurgical Practice. Journal University of Dammam. 2012: 61-70).

(18)

2.4.6. Pencegahan

Beberapa penelitian menunjukan penurunan angka infeksi postoperasi dengan menggunakan teknik operasi meticulous. Sebaiknya, prosedur dilakukan pada ruang operasi khusus bedah saraf dan merupakan operasi pertama pada hari tersebut. Anggota paramedis yang terlibat dalam tindakan ini sebaiknya memperoleh pelatihan dalam penanganan manipulasi prostesis dan meminimalkan keluar masuk ruang operasi yaitu bila sangat diperlukan saja. Jumlah anggota di dalam ruang operasi sebaiknya hanya 4 orang saja, yaitu seorang anestesi, seorang perawat, seorang ahli bedah saraf yang berpengalaman dalam menangani hidrosefalus, dan seorang asisten. Barang yang non-steril dijauhkan dari area operasi yang steril. Pemberian antibiotik profilaksis dianjurkan saat induksi anestesi hingga 24 jam pertama setelah operasi. Penelitian meta-analisis terbaru membuktikan efektivitas dari pemberian antibiotik profilaksis dalam menurunkan angka infeksi. Antibiotik yang digunakan disesuaikan dengan bakteri flora di rumah sakit setempat.3,17

Persiapan pasien yang penting adalah prosedur antiseptik. Direkomendasikan agar penderita mandi dengan sabun povidone–iodine atau sejenisnya 24 jam sebelum operasi. Sesaat sebelum prosedur pembedahan, lapangan operasi harus dicuci tiga kali dengan sabun povidone–iodine menggunakan teknik non steril. Kemudian kulit dipersiapkan sekali lagi dengan larutan povidone–iodine sebanyak tiga kali dengan teknik steril. Prosedur drapping harus dilakukan secara hati-hati dan hanya memaparkan lapangan operasi saja. Disarankan lapangan operasi dilapisai dengan iodoform (3M Ioban 2 Antimicrobial Incise Drapes EZ). Langkah pembedahan yang tidak perlu sebaiknya dihindari untuk mempersingkat lamanya operasi.3

Gambar

Gambar  2.1.  Lokasi  ventrikel  dengan  gambaran  otak  yang  transparan.  Setiap  foramen  interventrikular  pada  masing  -  masing  sisi  menghubungkan  ventrikel  lateral  dengan ventrikel ketiga dan aqueduct pada otak tengah menghubungkan ventrikel k
Gambar 2.2. Sirkulasi cairan serebrospinal dan pembuluh darah vena. (Dikutip dari  :  Tortora,  G.J
Gambar 2.3. Komponen CSF shunts. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C.
Gambar 2.6 Pemasangan ventriculoarterial shunt. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and  Donna C
+3

Referensi

Dokumen terkait

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang

Lingkar lengan menggambarkan tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar lengan

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu

Pemeriksaan yang umumnya digunakan untuk mendiagnosis infeksi STHs yaitu dengan mendeteksi telur cacing atau larva pada feses manusia.. Pemeriksaan rutin feses

Meskipun hidrosefalus muncul secara primer sebagai hasil dari cedera kepala berat, ada kemungkinkan juga operasi kraniectomi dekompresi dapat mengubah dinamika tekanan CSF

Pemeriksaan Inventarisasi dan Pemeriksaan Rutin Pada waktu pemeriksaan inventarisasi jembatan, inspektur harus memeriksa semua aspek pada jembatan, sehingga dapat memastikan bahwa