• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENETAPAN PENGUJI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENETAPAN PENGUJI..."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENETAPAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix ABSTRAK ... xii ABSTRACT ... xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar belakang ... 1 1.2 Rumusan masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8 1.5 Tujuan Penelitian ... 9 1.5.1 Tujuan Umum ... 9 1.5.2 Tujuan Khusus ... 9 1.6 Manfaat Penelitian ... 10 1.6.1 Manfaat Teoritis ... 10 1.6.2 Manfaat Praktis ... 10 1.7 Landasan Teoritis ... 10 ix

(2)

1.8 Metode Penelitian ... 21

1.8.1. Jenis Penelitian ... 22

1.8.2. Jenis Pendekatan ... 23

1.8.3. Data dan Sumber Data ... 23

1.8.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.8.5. Teknik Analisis Data ... 25

BAB II TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR, BANGUNAN GEDUNG, BANGUNAN HOTEL ... 27

2.1. Tinjauan Umum Arsitektur... 27

2.2.Tinjauan Umum Bangunan Gedung ... 28

2.2.1. Tinjauan Umum Bangunan ... 29

2.2.2. Tinjauan Umum Gedung ... 30

2.3. Tinjauan Umum Bangunan Hotel ... 30

BAB III PENGATURAN DAN PELAKSANAAN MENGENAI PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG KHUSUSNYA BANGUNAN HOTEL DI KOTA DENPASAR ... 33

3.1. Pengaturan Mengenai Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Khususnya Bangunan Hotel Di Kota Denpasar ... 33

3.2. Pelaksanaan Mengenai Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Khususnya Bangunan Hotel Di Kota Denpasar ... 40

BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS

DARI PELAKSANAAN PERATURAN MENGENAI

(3)

PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG

KHUSUSNYA BANGUNAN HOTEL DI KOTA

DENPASAR ... 45

4.1. Faktor Penghambat Pelaksanaan Peraturan Mengenai Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Khususnya Bangunan Hotel Di Kota Denpasar ... 45

4.2. Peranan Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pelaksanaan Peraturan Mengenai Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Khususnya Bangunan Hotel Di Kota Denpasar ... 51

BAB V PENUTUP ... 62 5.1 Kesimpulan ... 62 5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xi

(4)

ABSTRAK

Bangunan Gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat kerja, usaha, pendidikan, sarana olahraga dan rekreasi, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimanakah pengaturan dan pelaksanaan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar dan apakah faktor yang mempengaruhi efektivitas dari pelaksanaan peraturan daerah mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar. Penelitian ini penting dilakukan untuk memberikan kontribusi keilmuan secara ilmiah terkait pengembangan hukum administrasi negara terkait dengan efektivitas peraturan daerah terhadap bangunan berarsitektur Bali.

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini termasuk dalam kategori atau jenis penelitian hukum empiris. Perlunya penelitian hukum empiris ini karena tidak berjalannya pelaksanaan dari peraturan daerah tersebut sesuai dengan isinya, sehingga di dalam mengkajinya lebih mengutamakan sumber data primer, yaitu berupa wawancara terhadap pihak terkait.

Pengaturan dan pelaksanaa mengenai arsitektur bangunan hotel itu sudah jelas di atur berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung tetapi mengenai pelaksanaannya yang belum bisa dijalan kan dengan semestinya dikarenakan aparatur negara yang membina terhambat faktor sarana dan prasarana. Ketika membangun bangunan diharapkan agar bangunan sesuai dengan yang telah di gambar, dan untuk aparatur negara lebih tegas dalam membina masyarakat yang melanggar.

Kata Kunci : Arsitektur, bangunan dan hotel, pelaksanaan.

(5)

ABSTRACT

Building is a masterpiece of human works created to support the needs of human life, both as a place of work, business, education, sports and recreation facilities, and other facilities in accordance with the needs of society. Problems in this paper is how the arrangement and implementation of the architectural requirements of buildings, especially hotel buildings in the city of Denpasar and whether the factors that affect the effectiveness of the implementation of local regulations on the requirements of building architecture, especially hotel buildings in the city of Denpasar. This research is important to provide scientific contribution related to the development of state administrative law related to the effectiveness of regional regulations on Balinese architecture.

Type of research used in this thesis included in the category or type of empirical legal research. The need for empirical legal research is due to the inexistence of the implementation of the regional regulations in accordance with its contents, so in the study more primarily the primary data source, that is in the form of interviews to related parties.

Arrangement and implementation of the architecture of the hotel building is clearly set based on the Local Regulation of Denpasar City Number 5 Year 2015 About Building Buildings but on the implementation that can not be run properly because the state apparatus is fostered inhibited factors of facilities and infrastructure. When building the building is expected to be in accordance with the existing buildings in the picture, and for the state apparatus more assertive in fostering the violating community.

Keywords: Architecture, building and hotel, execution.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan suatu rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam alenia ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Adapun Pembangunan nasional meliputi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial di samping itu, seluruh gerak semangat dan arah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjalankan roda perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan sosial.1

Pelaksanaan pembangunan, tidak semata-mata dilaksanakan oleh masyarakat saja, tetapi di laksanakan bersama-sama antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat merupakan pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang pembangunan. Dengan demikian antara pemerintah dan masyarakat

1Eko Budiharjo, 1992, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Alumni, Bandung, h. 16.

(7)

terjadi sikap saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Indikator-indikator keberhasilan suatu pembangunan yang bersifat konvensional, seperti naiknya pendapatan, bukan lagi merupakan satu-satunya tolak ukur keberhasilan pembangunan, yakni apakah pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara mampu menciptakan civil society atau tidak. Dalam kerangka civil society, peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan unsur terpenting untuk menciptakan keberhasilan pembangunan.2

Pembangunan di daerah Bali pada umumnya telah berkembang dengan pesat sejak jaman kemerdekaan hingga saat ini, namun seiring perkembangan zaman, pembangunan di Bali terkadang mengabaikan masalah pembangunan berbasis kearifan lokal dan budaya setempat sebagai suatu identitas masyarakat Bali di bidang kearsitekturan yang menjadi daya tarik wisatawan internasional maupun mancanegara untuk berkunjung ke Bali terutama pembangunan hotel di Bali sejak Tahun 1930, di jantung kota Denpasar di bangun sebuah hotel untuk menampung kedatangan wisatawan ketika itu.

Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial, menjadi tonggak sejarah kepariwisataan Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih kokoh dalam langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan, duta kesenian Bali dari Desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika secara tidak langsung, kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang

2Ibid, h. 17.

(8)

layak dikunjungi. Kegiatan pariwisata, yang mulai mekar ketika itu, sempat terhenti akibat terjadinya Perang Dunia II antara tahun 1942-1945 yang kemudian disusul dengan perjuangan yang makin sengit merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1949.

Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan pada tahun 1963 dibangun Hotel Bali Beach (The Grand Bali Beach Hotel) di Pantai Sanur dengan bangunan berlantai sepuluh. Hotel ini adalah satu-satunya hunian wisata yang berbentuk bangunan tinggi sedangkan sarana hunian wisata (hotel, home stay, pension) yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan dasa warsa 70-an pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Penetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga Bali tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mampu menjadi tumpuan sektor pariwisata.

Secara pasti, sejak dioperasikannya Hotel Bali Beach pada November 1966, pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas, Sanur berkembang relatif lebih terencana karena berdampingan dengan Bali Beach Hotel sedangkan kawanan Pantai Kuta berkembang secara alamiah bergerak dari model hunian setempat. Model homestay dan pension berkembang lebih dominan dibanding model standar hotel. Sama halnya dengan Kuta, kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah-rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaan.

(9)

Masa-masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di pusat hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar, dan Gianyar. Kawasan Pantai Kuta, Jimbaran, dan Unggasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten Badung, Sanur, dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan, Payangan, dan Tegalalang menjadi pengembangan hunian wisata di daerah Gianyar. Mengendalikan perkembangan yang amat pesat tersebut, Pemerintah Daerah Bali kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah hunian wisata berikut sarana penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah memilki lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari klas Pondok Wisata, Melati, hingga Bintang 5. Sarana hotel-hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai dari model rumah, standar hotel, villa, bungalow, dan boutique hotel dengan variasi harga jual. Keberagaman ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan banyak pilihan kepada para pelancong.3

Bali memiliki Perda No.5 tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Pada intiya bertujuan untuk mengangkat kearifan lokal sebagai suatu identitas di bidang kearsitekturan di Pulau Dewata. Namun, lokalitas yang kuat sebagaimana diamanatkan dalam perda ini. Jangankan di tingkat Provinsi Bali, di tingkat daerah dan kota tak ada aksi untuk menertibkan semua bangunan agar memenuhi syarat minimal berarsitektur Bali. Pemerintah dan pemegang hak eksekusi cuek. Lihat saja zaman Gubernur I.B. Oka, sejumlah

3Bali dan Pariwisata, http://www.baliprov.go.id/Bali-dan-Pariwisata, diakses pada pukul

(10)

bangunan tak berstilkan Bali dibongkar. “Terhadap ini kami sudah cek ke lapangan, izinya dikeluarkan oleh masing-masing kabupaten dan kota. Kami di provinsi tidak mengeluarkan izin bangunan.”ujar Kepala Satuan Pamong Praja Provinsi Bali, I Made Sukadana, di Denpasar, Sabtu (28/1) kemarin. Menurut Sukadana, pada saat ada pengajuan izin mendirikan bangunan tentu disertai pula dengan gambar. Di situlah sebetulnya pemerintah kabupaten/kota lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Terpadu melakukan penjaringan. Jangan sampai izin yang dikeluarkan ternyata untuk bangunan yang sama sekali tidak menggunakan ornamen arsitektur khas Bali. “Di sini harus selektif dalam memberikan izin itu. Kemudian lakukan pengawasan oleh tim dari pemberi izin dari masing-masing kabupaten dan kota terhadap pelaksanaan pembangunannya,” jelasnya Sukadana menambahkan, pihaknya sudah pernah melakukan penindakan terhadap bangunan di kawasan Simpang Siur yang tidak berarsitekturkan khas Bali. Namun pada akhirnya terhambat oleh izin yang dikeluarkan kabupaten. “Izinnyaitu dikeluarkan Kabupaten Badung pada waktu itu,”imbuhnya. Sementara itu, Sekertaris Komisi III DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, keberadaan Perda Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung mestinya sangat bermanfaat bagi pelestarian arsitektur Bali. Itu sebabnya segala bentuk bangunan yang dibuat seluruh Bali Harus mencerminkan kearifan lokal. Baik itu gedung pemerintah, pelayanan publik, pertokoan maupun tempat hiburan. “Tapi kita lihat sekarang sudah banyak terjadi pelanggaran. Contoh saja di Jalan Teuku Umar Denpasar, itu kan banyak bangunan tidak berarsitektur khas Bali. Mestinya diberikan teguran, sampai ke tingkat sanksi itu kan sudah diatur dalam perda.”

(11)

Ujarnya. Walaupun izin mendirikan bangunan dikeluarkan kabupaten/kota, lanjut Kariyasa, bukan berarti pemerintah provinsi tidak bias menindak. Izin itu pun semestinya dikeluarkan mengacu pada Perda Provinsi terkait arsitekturini. Tapi yang terjadi justru ada pembiaran dari pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Inilah yang kemudian membuat perda tak ubahnya macan ompong belaka. “Ketika Sudah ada pelanggaran itu dibiarkan terus. Kemudian sosialisasinya masih kurang, koordinasinya juga kurang antara pemerintan kabupaten dan provinsi. Padahal ketika mereka mengeluarkan IMB dan sebagainya, itu kan harus ada syarat-syarat bangunannya memenuhi arsitektur khas Bali. Dalam penegakan yang melanggar itu, provinsi harus tegas, minimal bersurat, sanksi administrasi,” jelas politisi PDI Perjuangan ini. 4

Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, usaha, pendidikan, sarana olahraga dan rekreasi, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya setiap orang, badan, atau institusi bebas untuk membangun bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan dana, bentuk, konstruksi, dan bahan yang digunakan. Setiap bangunan gedung harus memenuhi pesyaratan fungsi utama bangunan gedung, yang di sebut juga fungsi bangunan gedung. Fungsi bangunan gedung ialah ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya, maupun keandalan bangunan gedungnya. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, sosial

(12)

dan budaya, serta fungsi khusus. Hanya saja mengingat mungkin saja pembangunan suatu bangunan dapat mengganggu orang lain maupun mungkin membahayakan kepentingan umum, tentunya pembangunan bangunan gedung harus diatur dan diawasi oleh pemerintah untuk itu, diperlukan suatu aturan hukum yang dapat mengatur agar bangunan dapat di bangun secara benar.5

Berlandaskan uraian latar belakang di atas, penulis mengangkat

judul“EFEKTIVITAS PERATURAN MENGENAI PERSYARATAN

ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG KHUSUSNYA BANGUNAN HOTEL DI KOTA DENPASAR”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan dan pelaksanaan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar ?

2. Apakah faktor yang mempengaruhi efektivitas dari pelaksanaan peraturan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mencegah adanya pembahasan yang terlalu luas dan menyimpang dari pokok permasalahan di atas maka, diperlukan adanya suatu pembatasan yang

5Marihot Pahala Siahaan, 2008, Hukum Bangunan Gedung Di Indonesia, Raja Grafindo

(13)

jelas pada penelitian ini. Maka dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup permasalahan diatas adalah sebagai berikut:

1. Untuk pembahasan pertama akan dibahas mengenai pengaturan dan pelaksanaan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya hotel di Kota Denpasar.

2. Untuk pembahasan kedua akan dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi efektivitas dari pelaksanaan peraturan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian ini, penulis kali ini menampilkan satu skripsi yang penelitiannya hampir mirip dengan penelitian penulis. Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dan penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan judul penelitian skripsi yang terdahulu sebagai pembanding. Seperti judul Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Dalam Mewujudkan Denpasar Berwawasan Budaya Pada Bangunan Gedung Fungsi Usaha, dengan penulis Putu Adi Martha Sarwin asal Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan permasalahan sebagai berikut, Bagaimanakah pengaturan Arsitektur Bangunan Gedung fungsi usaha di Kota Denpasar bila dikaitkan dengan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung ? Dan,

(14)

Bagaimanakah upaya Pemerintah Kota Denpasar dalam mewujudkan Denpasar yang berwawasan budaya pada bangunan gedung fungsi usaha bila dikaitkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung ?.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan penulis terjamin orisinalitasnya, dikarenakan aspek penelitian penulis lebih menitik beratkan pada efektivitas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedungterhadap bangunan hotel.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.5.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan juga memahami bagaimanakah pengaturan dan pelaksanaan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya hotel di Kota Denpasar.

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan juga memahami bagaimanakah Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar.

(15)

2. Untuk mengetahui apakah faktor yang mempengaruhi efektivitas dari pelaksanaan peraturan mengenai Persyaratan arsitektur bangunan gedung khususnya bangunan hotel di Kota Denpasar.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1.6.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya di bidang pembangunan hotel di Kota Denpasar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui bagaimana pengaturan dan pelaksanaan mengenai persyaratan arsitektur bangunan gedung.

1.6.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini ditulis adalah untuk dapat memberikan masukan-masukan atau ide-ide bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk membangun bangunan hotel agar mengetahui persyaratan arsitektur bangunan gedung di Kota Denpasar.

(16)

Landasan teoritis yang nantinya digunakan dalam penelitian hukum merupakan sebuah pijakan dasar yang kuat dalam membedah permasalahan-permasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Teori Negara Hukum, Perundang-undangan, Efektivitas Hukum, Sistem Hukum dan Pembangunan Berkelanjutan.

1. Teori Negara Hukum

Secara Konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang di ketahui dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Untuk dapat disebut sebagai negara hukum maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan Hak Asasi Manusia serta adanya pemisahan dalam negara.6

Dalam perkembangannya timbul dua teori negara hukum. Unsur-unsur rechtsstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa barat Kontinental sebagai berikut:

1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia.

2. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara harus berdasarkan teori Trias Politica.

3. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang-Undang (wetmatigbestuur).

6Moh Kusnardi dan Bintang R. Seranggih,2000, Ilmu Negara,edisi revisi cet 4, Gaya

(17)

4. Apabila dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang-Undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada pengadilan admisistrasi yang akan menyelesaikannya.7

Lain halnya dengan AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon memberikan pengertian the rule of law sebagai berikut:

1. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.

2. Kedudukan yang sama di depan hukum baik rakyat ataupun pejabat. 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang dan

keputusan-keputusan pengadilan. 8

Selanjutnya “Internasional Commision of Jurists” pada konfrensinya di Bangkok pada tahun 1965 menekankan bahwa disamping hak-hak politik rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi sehingga perlu dibentuk standar-standar dasar ekonomi. Komisi ini dalam konfrensi tersebut juga merumuskan syarat-syarat (ciri-ciri) pemerintahan demokratis di bawah rule of law sebagai berikut:

a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi haruslah pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh hak-hak yang di jamin.

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

7Ibid.

(18)

c. Pemilihan umum yang bebas. d. Kebebasan menyatakan pendapat.

e. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi. f. Pendidikan kewarganegaraan.9

Dari ciri-ciri negara hukum (material) tersebut, menurut Anwar C.S.H memperlihatkan adanya perluasan makna negara hukum formil dan pengakuan peran pemerintah yang lebih luas sehingga dapat menjadi rujukan bagi berbagai konsepsi Negara Hukum.10 Berdasarkan atas uraian di atas dapat

disimpulkan, bahwa ciri-ciri dari suatu negara hukum adalah, adanya pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak, dan legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Pada pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, ini berarti bahwa negara kita merupakan negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan, dimana keadilan merupakan syarat terciptanya kebahagiaan hidup bagi warga negaranya. Berhubungan dengan itu kita harus melaksanakan pula prinsip-prinsip yang lazim berlaku untuk negara hukum pada umumnya. Menurut pendapat A. Hamid S. Attamimi, negara hukum (rechsstate) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di

9Ibid.

(19)

bawah kekuasaan hukum.11 Adapun prinsip-prinsip negara hukum menurut Ridwan H.R adalah sebagai berikut:

a. Asas Legalitas, merupakan pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum. Undang-undang secara umum harus memberikan jaminan (terhadap warga negara) dari tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh organ pemerintahan harus ditemukan dasarnya pada undang-undang tertulis (undang-undang formal).

b. Perlindungan hak-hak asasi; c. Pemerintah terikat oleh hukum

d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum harus dapat ditegakkan ketika hukum itu dilanggar. Pemerintah harus menjamin bahwa di tengah masyarakat terdapat instrument yuridis penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah;

Pengawasan oleh hakim yang merdeka, superioritas hukum tidak dapat ditampilkan jika aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan organ

11A.Hamid S. Attamimi, Teori Prundang-Undangan di Indonesia, Makalah pada Pidato

Upacara Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta, 25 April 1992, h. 8., dikutip dari Ridwan H.R,2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta h.19.

(20)

pemerintahan. Oleh karena itu, dalam setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang merdeka.12

2. Perundang-undangan

Pengaturan hukum di indonesia di bentuk dalam peraturan perundang-undangan. Pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234, seterusnya disebut UU 12/11) menyatakan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya hierarki dengan norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum (stufentheorie). Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat di telusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif.13

Hierarki peraturan perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1) UU 12/11 sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

12Ibid, hlm.9.

13Maria Farida Indrati S, 2013, Ilmu Perundang-undangan (1): Jenis, Fungsi, Materi Muatan, Kanisius, Jakarta, h.41.

(21)

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Di tentukan dalam pasal 7 ayat (2) UU 12/11 bahwa kekuatan hukum setiap jenis Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya. Dalam penjelasan ayat (2) dinyatakan lebih lanjut, yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjelasan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yan di dasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.14

3. Efektivitas Hukum

Efektivitas Hukum menurut Soerjono Soekanto, efektif adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukumnya dapat di katakana efektif jika terdapat kelompok hukum positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing atau merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum.15 Apabila seseorang membicarakan

masalah berfungsinya hukum dalam masyarakat, biasanya pikiran diarrahkan pada kenyataan apakah hukum benar-benar berlaku atau tidak.16 Dalam teori

14H. Aziz Syamsuddin, 2013, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, cet.1,

Sinar Grafika, Jakarta, h. 6.

15Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja

Karya, Bandung, h. 80.

(22)

hukum, biasanya di bedakan antara tiga macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah. Tentang hal berlakunya kaidah hukum ada tanggapan sebagai berikut:

1. Kaidah hukum berlakunya secara yuridis, dalam hal ini Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum berlaku secara yuridis, apalagi penentuannya berdasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya, ini di dasarkan pada teori “stufenbau”. Dalam hal ini perlu di perhatikan, apa yang di maksudkan dengan efektivitas hukum yang di bedakannya dengan hal berlakunya hukum, oleh karena efektivitas hukum merupakan fakta.

2. Kiadah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya kaidah tersebut dapat di paksakan berlakunya oleh penguasa dan hal itu terlepas dari masalah apakah masyarakat menerimaatau menolak (teori kekuasaan) atau kaidah tadi berlaku karena di terima dan di akui oleh masyarakat (teori pengakuan).

3. Kaidah hukum berlaku secara filosofi, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.17

Pada dasarnya berlakunya hukum dari perspektif sosiologis adalah mengenai efektivitas hukum yang akan melihat pengaruh dan kaidah hukum tersebut. Menelaah efektivitas suatu perundang-undangan pada dasarnya membandingkan antara realitas hukum dengan ideal hukum. Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor tersebut

17Ibid, h. 13

(23)

mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut, adalah sebagaimana berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau di terapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.18

Hubunganya dengan penelitian ini, dikaji dari efektivitas hukum sebagaimana telah diuraikan di atas, apakah aturan yang mengatur mengenai persyaratan arsitektur Bangunan Gedung di Bali kemungkinan adanya faktor yang menghambat pelaksanaanya.

4. Sistem Hukum

Teori sistem hukum di kemukakan oleh Lawrence M. Friedman dimana membagi sistem hukum menjadi tiga unsur, yakni struktur hukum (structure of law), substansi hukum (Substance of law) dan budaya hukum (legal culture). Tiga unsur dari sistem hukum ini oleh Friedman di teorikan sebagai Three Elements of Legal System). Yang dimaksud dengan unsur-unsur tersebut adalah :

18Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum,

(24)

a. Struktur Hukum

“Strukture, to be sure, is one basic and obvious element of legal system… The structure of a system is its skeletal frame work; it is permanent shape, the institutional body of system, the tought, rigid bones that keep the process flowing within bounds. We describe the structure of a judicial system when we talk about the number of judges, the jurisdiction of courts, how higher courts are stacked on top lower courts, what persons are attached to various courts, and what their roles consist of.”19

Struktur adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum. Struktur merupakan sebuah system yang di dalam kerangka badannya adalah bentuk permanennya, tubuh instusional dari system tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya. Struktur sebuah yudisial terbayang ketika kita berbicara tentang jumlah hakim, yurisdiksi pengadilan, bagaimana pengadilan yang ebih tinggi berada di atas pengadilan yang lebih rendah dan orang-orang yang terkait dengan berbagai jenis pengadilan.20

b. Substansi Hukum

19Lawrence M. Friedman, 1975, The legal System (A Social Science Perspective), Russell

Sage Foundation, New york, h. 14.

20M. Khozim, 2011, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, cet. IV, Penerbit Nusa Media,

(25)

“The substance is composed of substantive rules and rules about how institutions should be have”.21

Substansi tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi-institusi itu berprilaku.22 Struktur dapat di katakana pula merupakan sebuah pola yang menunjukan tentang bagaimana hukum di jalankan menurut ketentuan formalnya, yang dimana struktur menunjukan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan di jalankan.

c. Budaya Hukum

“Legal culture is the element of social attitude and value. The values and attitude held by leaders and members are among these faktors, since their behaviors depends on teir judgement about which options are useful or correct. Legal culture refers, then, to those parts of general culture customs, opinions, ways of doing and thinking and that bend social forces toward or away from the law and in particular ways, the trem roughly describes attitudes about law.”23

Budaya hukum juga bias mempengaruhi tingkat penggunaan pengadilan, yakni sikap mengenai apakah akan di pandang benar apa salah, sebagian orang juga bersikap masa bodoh terhadap hak-hak mereka atau takut menggunakan nilai-nilai dalam budaya umumnya

21Lawrence M. Friedman, loc.cit. 22M. Khozim, op.cit, h. 15.

(26)

juga akan sangat mempengaruhi tingkat penggunaan.24 Budaya dapat di katakan hukum yang menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat hukum) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum, sebaik apapun penataan substansi hukum yang di buat apabila tidak di dukung oleh budaya hukum yang baik oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya maka penegakan hukum tidak akan berjalan efektif. Hukum bekerjanyatidak hanya merupakan fungsi perundang-undangan semata, akan tetapi juga merupakan aktivitas birokrasi pelaksana. 5. Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep pembangunan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang muncul dari rasa keprihatinan negara-negara di dunia terhadap timbulnya kerusakan dan pencemaran lingkungan yang semaki mengkhawatirkan akan keberlangsungan fungsi kelestarian lingkungan dan daya dukungnya terhadap kepentingan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.25 Pelaksanaan pembangunan selama ini terlalu mengedepankan pada pembangunan ekonomi. Sementara pada persoalan lingkungan hidup kurang mengedepankan prioritas, apalagi dalam kondisi pada saat ini.

24M. Khozim, op.cit, h. 18.

25Mukhlish dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan hidup kontemporer (Diskursus Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Hukuman Administrasi di Indonesia), Cet. I, Setara Press, Malang, h. 247.

(27)

Konsep pembangunan berkelanjutan dalam perspektif teoritis maupun praktis setidaknya bertumpu pada beberapa faktor, yaitu :26 Pertama, kondisi sumber daya alam dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan, perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Kedua, kualitas lingkungan. Antara lingkungan dan sumber daya alam terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Semakin tinggi kualitas lingkungan akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pemangunan yang berkualitas. Ketiga, faktor kependudukan adalah unsur yang dapat menjadi atau sebaliknya menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.

1.8 Metode Penelitian

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode ilmiah. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis.27

Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh H. Zainuddin Ali, Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.28

26Ibid, h. 258.

27Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta,

h. 44.

(28)

Tahapan-tahapan, proses, dan metode-metode tertentu disebut sebagai Metodologi Penelitian. “Metodologi penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam proses penelitian. Atau ilmu yang membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan”.29

Metode penelitian yang digunakan penulis yakni metode penelitian kualitatif. Penulis menggunakan metode ini dikarenakan, untuk melakukan penelitian dalam bentuk perilaku hukum (legal behavior) masyarakat, tentu tidak dapat melakukan pengamatan terhadap semua individu-individu secara menyeluruh terhadap jumlah populasi yang ada. Oleh karena itu, penulis menggunakan penelitian kualitatif yang menggunakan populasi dan sampel dalam pengumpulan data.30

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. yakni sebagai penelitian hukum yang mengambil datanya dilakukan secara langsung kepada responden sebagai data utama dalam penelitian.

1.8.2 Jenis Pendekatan

29Rianto Adi, 2001, Metodologi Penelitian Sosial dan hukum, Granit, Jakarta, h.1 30Ibid, h.98.

(29)

Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan dalam beberapa rumusan masalah dan dihubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai sebagaimana diuraikan di atas, maka jenis pendekatan perundang- undangan (the statute approach) dan Pendekatan fakta (the fact approach), yang dikaji menggunakan interpretasi hukum terhadap bahan-bahan hukum yang relevan dalam menjelaskan tema sentral, yang diuraikan sesuai dengan masing-masing rumusan masalah dalam penelitian ini dan di argumentasikan secara teoritik berdasarkan konsep-konsep hukum31.

1.8.3 Data dan Sumber Data

1. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan ruang Kota Denpasar serta Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Denpasar.

2. Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumentasikan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapaun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain:

31Soerjono Soekanto, 1985,”Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, P.T.

(30)

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangun Gedung.

3. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.

4. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung.

5. Peraturan Walikota Denpasar Nomor 25 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung Di Kota Denpasar. b. Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum

yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang mengatur dasar-dasar pelaksanaan administrasi kependudukan. Beberapa bahan hukum sekunder yang penulis gunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa, buku-buku hukum (text book) yang membahas mengenai bangunan arsitektur Bali.

c. Bahan hukum tersier yang penulis gunakan berupa kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional yang berada di internet.

(31)

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Suatu hal yang penting dalam penulisan karya ilmiah hasil penelitian adalah data-data dan informasi dari segala objek yang akan diteliti sehingga penulisan tersebut menjadi objektif, rasional, dan faktual. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara (interview). Wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang di rencanakan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.32 Dimana agar hasil wawancara validitas dan reabilitas maka dalam berwawancara menggunakan alat berupa pedoman wawancara.

1.8.5 Teknik Analisis Data

Setelah pengumpulan data yang di butuhkan sudah terkumpul, maka dilanjutkan dengan menganalisa data dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu memisahkan atau memilih bahan hukum yang ada dan yang sesuai dengan pembahasan dalam penulisan ini. Sedangkan penyajiannya dilakukan dengan metode deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah yang di bahas sehingga dapat di peroleh suatu kebenaran dan suatu kesimpulan.

32Ibid, h. 82.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data dari pengujian hipotesis yang dilakukan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan shooting dalam setiap jenis point tembakan dan daerah tembakan di setiap serangan yang dilakukan tim

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

koperasi tersebut di atas di Persidangan Negeri Perak 2021 yang akan diadakan pada 17 Mac 2021 (Rabu). Bersama-sama ini disertakan pengesahan saya sebagai wakil

•  Kebenaran PDRM adalah diperlukan bagi pembeli/pemilik rumah sekiranya merentas daerah atau negeri ke syarikat pemaju/agen atau galeri jualan bagi maksud

Dosy Kindelia Kirani Produser Program Stand up comedy Mengatakan 31 : “ Ide kreatif itu adalah apa yang orang lain tidak fikirkan “out of the box” dan memikirkan apa yang

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha