• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS

DEUTRO MELAYU USIA 18-25 TAHUN

DITINJAU DARI RADIOGRAFI

SEFALOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Kathrin Krstin Nyanapragasam

NIM: 130600232

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Unit Radiologi Kedokteran Gigi

Tahun 2017

Kathrin Krstin Nyanapragasam

Analisis morfologi mandibula pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara sub-ras Deutro Melayu usia 18-25 tahun ditinjau dari radiografi sefalometri.

xii + 49 halaman

Morfologi mandibula berbeda berdasarkan suku dan berubah sesuai dengan peningkatan usia. Pengukuran parameter yang tepat dapat mempengaruhi suatu perawatan yang akan dilakukan khususnya dalam bedah atau ortodonti dan bagi ahli forensik dalam menentukan suku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rerata sudut gonial, ketinggian ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada mahasiswa sub-ras Deutro Melayu ditinjau dengan radiografi sefalometri. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sebanyak 92 mahasiswa sub-ras Deutro Melayu berusia 18-25 tahun.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai rerata sudut gonial adalah 123.54°, ketinggian ramus adalah 43.67mm, panjang mandibula adalah 74.75mm, tinggi simphisis adalah 20.53mm, lebar simphisis adalah 14.00mm, tinggi fasial anterior adalah 108.18mm dan tinggi fasial posterior adalah 75.53mm. Berdasarkan jenis kelamin nilai rerata sudut gonial adalah 124.07°, ketinggian ramus adalah 43.01mm, panjang mandibula adalah 73.96mm, tinggi simphisis adalah 19.89mm, lebar simphisis adalah 13.67mm, tinggi fasial anterior adalah 106.12mm dan tinggi fasial posterior adalah 73.64mm pada perempuan.Nilai rerata sudut gonial adalah 121.87°, ketinggian ramus adalah 45.78mm, panjang mandibula adalah 77.27mm, tinggi simphisis adalah 22.57mm, lebar simphisis adalah 15.03mm, tinggi fasial anterior adalah 114,75mm dan tinggi fasial posterior adalah 81.54mm pada laki-laki.

(3)

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan nilai rerata sudut gonial, ketinggian ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada mahasiswa sub-ras Deutro Melayu dengan ras yang lain. Secara kontras, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua parameter yang diukur dalam penelitian berdasarkan jenis kelamin.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 22 Desember 2017

Pembimbing Tanda tangan

Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K) ... NIP. 19650214 199203 2 004

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 22 Desember 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K) ANGGOTA : 1. Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kurnia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelaran Sarjana Kedokteran Gigi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Nyanapragasam dan ibunda tercinta Mariapushpam atas segala segala kasih sayang, doa dan dukungan serta segala bantuan baik berupa moril atau pun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan sehingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan dan juga dapat menyelesaikan seluruh proses peneltian serta penulisan skripsi ini dengan baik.

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, saran/ ide dan masukan serta pengaraha dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan serta dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak meluangkan waktunya, memberikan semangat, motivasi, dan bimbingan serta memberi pendapat dalam perjalanan penulis menyelesaikan skripsi ini kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Cek Dara Manja, drg., Sp. RKG selaku dosen penguji skripsi di Unit Radiologi Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu memberikan saran dan dorongan serta memberi pendapat dalam perjalanan penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Lidya Irani Nainggolan, drg., Sp. RKG selaku dosen penguji skripsi Unit Radiologi Kedokteran Gigi sebagai pembimbing akademik yang telah membantu dan memberi dukungan moral selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(7)

4. Dewi Kartika, drg., selaku Ketua Unit Radiologi Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu memberikan saran dan dorongan serta memberi pendapat kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Maria Novita H. Sitanggang, drg., selaku sekretaris Unit Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi oleh penulis.

6. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph. D selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani Pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Maya selaku dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Bidang Statistik yang telah membantu dalam penilaian statistik pada penelitian ini.

8. Tetty, selaku staf laboran Departemen Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang sudah membantu peneliti dalam pembuatan film rontgen sefalometri.

9. Radiografer Departemen Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama penelitian ini dan pembuatan skripsi berlangsung. (Kakak Rani, Bang Ari)

10.Aida Fahdilla Darwis, drg selaku dosen wali yang telah banyak memberikan dorongan dan dukungannya melalui doa dan pesan-pesan moril yang menguatkan.

11. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

12. Teman – teman seperjuangan skripsi di Departemen Radiologi Kedokteran Gigi 2017, Geetha, Aude, Priashini, dll atas bantuan dan semangatnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

13. Sahabat- sahabat tersayang Seva, Lavaneya, Yuganya, Dina, Yulien dan Zulfiah yang telah bersedia dan meluangkan waktunya selama penelitian dan pembuatan skripsi berlangsung.

(8)

14. Teman- teman, kakak dan abang senior serta adik- adik yang telah bersedia dan meluangkan waktunya menjadi sampel penulis untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapakan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan klinis.

Medan, 22 Desember 2017 Penulis

Kathrin Krstin Nyanapragasam NIM 130600232

(9)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... PERNYATAAN PERSETUJUAN ... TIM PENGUJI ... KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tumbuh Kembang... 6

2.1.1 Pola Pertumbuhan Kepala dan Wajah ... 6

2.2 Pertumbuhan Craniofacial Complex ... 7

2.2.1 Pertumbuhan Cranial Vault ... 7

2.2.2 Pertumbuhan Basis Kranium (Cranial Base)... 8

2.2.3 Nasomaxillary Complex ... 8

2.2.4 Pertumbuhan Mandibula ... 8

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial ... 11

2.4 Pengertian Ras Deutro Melayu ... 13

2.5 Pengertian Radiologi dan Radiografi ... 14

2.5.1 Radiografi Ekstraoral Sefalometri ... 15

2.5.2 Analisis Sefalometri ... 16

2.5.3 Sudut dan Bidang Sefalometri Utama ... 17

2.6 Kerangka Teori ... 19

(10)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel ... 21

3.4 Besar Sampel ... 22

3.5 IdentifikasiVariabel dan Definisi Operasional ... 22

3.5.1 Identifikasi Variabel ... 22

3.5.2 Definisi Operasional ... 23

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 24

3.7 Prosedur Penelitian ... 25

3.7.1 Cara Pengukuran Parameter Pada Radiografi Sefalometri ... 26

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 27

3.8.1 Pengolahan Data ... 27

3.8.2 Analisis Data ... 27

3.9 Etika Penelitian ... 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Demografi Sampel Penelitian ... 29

4.2 Analisis Data... 29

BAB 5 PERBAHASAN... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 43

6.2 Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah respoden menurut jenis kelamin... 29 2. Jumlah rerata responden berdasarkan berdasarkan suku... 29 3. Usia rerata sub-ras Deutro Melayu secara keseluruhan... 30 4. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula,

tinggi simphisis, lebar simphisis tinggi fasial anterior dan

tinggi fasial posterior berdasarkan jenis kelamin... 30 5. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula

tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior

dan tinggi fasial posterior sub-ras Deutro Melayu... 31 6. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula,

tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior

dan tinggi fasial posterior berdasarkan suku... 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sistem sutura dari kepala ... 7

2. Mandibula kiri pada pandangan anterior... 10

3. Mandibula kiri pada pandangan lateral ... 10

4. Mandibula pada pandangan medial ... 11

5. Pesawat sinar-x gigi ... 15

6. Titik sefalometri lateral utama (landmarks) ... 17

7. Titik orbitale dan porion yang dihubungkan menjadi bidang Frankfort Horizontal Plane (FHP) ... 18

8. Titik gonion dan menton yang dihubungkan menjadi bidang mandibula... 18

9. Pengukuran pada radiografi sefalometri ... 27

10. Cara pengukuran sudut gonial dan tinggi fasial anterior ... 33

11. Cara pengukuran panjang mandibula ... 33

12. Cara pengukuran tinggi ramus dan lebar simphisis ... 34

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian 2. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent) 3. Rincian Biaya Penelitian

4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 5. Kuesioner

6. Tabel Statistik SPSS

7. Surat Persetujuan Komisi Etik 8. Curriculum Vitae

(14)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ras merupakan konsep penting untuk mempelajari variasi manusia karena manusia memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya.1 Kata ras berasal dari Bahasa

Arab yang berarti keturunan. Ras adalah segalanya manusia yang bersifat satu kesatuan karena memiliki kesamaan sifat jasmani dan rohani yang diturunkan sehingga dapat dibedakan dari satu ke satuan lainnya.2 Menurut Haldane, ras adalah sekolompok

manusia yang memiliki kesatuan karakter fisik dan asal geografis dalam area tertentu.3

Studi antropometri adalah studi yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang dilakukan pada usia, jenis kelamin dan kelompok ras/etnis pada zona geografis tertentu.4 Morfologi kraniofasial umumnya digambarkan dengan indeks sefalik dari kepala dan indeks prospik dari bentuk wajah.5 Pengukuran antropometrik terutama pada pengukuran kraniofasial penting dilakukan untuk menentukan berbagai bentuk kepala dan wajah.4

Penilaian dari pertumbuhan fisik individu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara pengukuran dan eksperimental. Pendekatan eksperimental dapat dilakukan dengan menggunakan cara pewarnaan vital, autoradiografi radioisotop dan radiografi implan. Pengukuran didasarkan pada teknik untuk mengukur manusia dan non manusia, dengan implikasi bahwa pengukuran itu sendiri tidak akan membahayakan dan tersedia untuk pengukuran tambahan di waktu lain. Pengukuran dapat dilakukan dengan pengukuran kranial (craniometry), antropometri (anthropometry) dan radiografi sefalometri (cephalometric radiographic).6

Anomali skeletal paling sering terjadi akibat asimetris bentuk dan posisi maksila dan mandibula struktur sendi temporomandibular.7 Mandibula merupakan bagian

anggota tubuh selain pelvis yang dapat digunakan dalam penentuan jenis kelamin, usia dan ras.8 Mandibula adalah bagian tulang yang terbesar dan terkuat di wajah.9

(15)

2

Pengukuran untuk satu kelompok ras bisa dianggap tidak normal untuk setiap ras atau kelompok etnis yang lain.10 Banyak peneliti telah menjelaskan dan mengukur

tubuh dan wajah pada berbagai usia. Meredith et al menemukan bahwa indeks rerata untuk mandibula meningkat dari 80% pada usia 5 tahun - 82% pada usia 11 tahun. Behrents, Bishara dan Bjork et al menyebutkan bahwa sejumlah parameter wajah terus berubah melewati usia 20 tahun.11

Penelitian Bishara et al (2000) dilakukan dengan mengukur tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posteriormenggunakan radiografi sefalometri pada kelompok rentang usia 5-25 tahun di Iowa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan total bagi tinggi fasial anterior bagi laki-laki adalah 29,8mm; bagi perempuan adalah 21,9 mm. Perubahan tinggi fasial posterior bagi laki adalah 29,1mm; bagi perempuan adalah 18,5mm.Sebagian perubahan yang efektif dalam jaringan lunak profil terjadi antara usia 15-25 tahun.12

Penelitian Al- Shamout et al (2012) dilakukan terhadap 209 pasien dari rentang usia 11-69 tahun dengan menggunakan radiografi panaromik digital di rumah sakit Al- Hussien di Amman, Jordan. Sampel studi dibagi 6 kelompok usia dan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata sudut gonial dan tinggi ramus di sisi kanan lebih tinggi daripada sisi kiri namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Ukuran sudut gonial meningkat dengan usia, namun ketinggian ramus meningkat pada dekade kedua dan ketiga kemudian menurun seiring pertambahan usia. Perbedaan yang signifikan secara statistik pada ketinggian ramus dicatat antara dua kelompok; 11-19 tahun dan 60-69 tahun kelompok usia dan kelompok lainnnya. Namun, perbedaan statistik yang signifikan dicatat untuk sudut gonial antara kelompok usia 60-69 tahun dan kelompok lain; dan antara 11-19 tahun dan 50-59 tahun.Morfologi mandibula berubah sebagai konsekuensi dari usia dan antara jenis kelamin, yang dapat dinyatakan sebagai pelebaran sudut gonial dan ketinggian ramus.13

Penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al (2010), meneliti ukuran dimensi mandibula pada tahapan yang berbeda selama maturase tulang yang ditinjau dengan radiografi sefalometri. Subyek penelitian adalah pasien usia 6-18 tahun yang berkunjung ke Departement of Pedodontics and Preventive Dentistry, The Oxford

(16)

3

Dental College, Hospital and Research Centre, Banglore. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang dan tinggi mandibula, ketebalan simphisis meningkat seiring dengan maturase skeletal.14

Penelitian Akinbami et al (2012), menggunakan kaliper elektronik digital pada rentang kelompok usia 17-25 tahun di Departement Anatomi, Universitas Port Harcourt, Nigeria, antara bulan Juli dan Oktober. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rerata tinggi fasial posterior menurun dengan usia (dari kelompok usia 18-22 tahun) kemudian meningkat pada usia 23 tahun dan menurun lagi seiring dengan pertambahan usia (dari kelompok usia 24-25 tahun). 15

Penelitian yang dilakukan oleh Jayachandra et al (2014) menggunakan 88 mandibula manusia, pada kelompok rentang usia 18-60 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur sudut gonial, ketinggian ramus, panjang body dan ketinggian simphisis. Nilai rerata besar sudut gonial adalah 122,55°. Hasil ketinggian ramus pada sisi kanan menunjukkan nilai parameter yang lebih tinggi daripada ramus pada sisi kiri. Nilai rerata ketinggian ramus kanan adalah 62,92mm dan pada kiri adalah 61,05mm. Nilai rata-rata bagi panjang body pada mandibula adalah 26,55mm dan nilai rerata bagi ketinggian simphisis adalah 29,63mm.9

Penelitian Shreya et al (2014) melakukan penelitian dengan menggunakan radiografi panaromik pada 60 sampel pasien rentang usia 14-25 tahun di SDM Sekolah Tinggi Ilmu Gigi, Karnataka, India. Parameter yang diukur adalah sudut simphisis dan Frankfort mandibular plane angle. Nilai rerata bagi sudut simphisis adalah 134,38. Bagi besar sudut yang dibentuk oleh Frankfort mandibular plane adalah 25,40.16

Penelitian Rupa et al (2014) dengan menggunakan 35 radiografi panaromik pasien berusia antara 10-58 tahun yang bergigi dan tidak bergigi di unit radiologi, Fakultas Kedokteran Yenopaya dan Rumah Sakit, Mangalore. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur dua parameter, yaitu sudut gonial dan ketinggian ramus berdasarkan usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata sudut gonial kiri lebih besar daripada sudut gonial kanan, nilai rerata ketinggian ramus kiri lebih besar daripada ramus kanan serta ada perbedaan sudut gonial dan ketinggian ramus berdasarkan usia. Besar sudut gonial kanan pada rentang usia 10-20 tahun adalah 125,92° dan bagi usia

(17)

4

20-30 tahun adalah 123,83°. Besar sudut gonial kiri pada rentang usia 10-20 tahun adalah 126,61° dan bagi usia 20-30 tahun adalah 126,08°. Ketinggian ramus kanan dari usia 10-20 tahun adalah 5,11mm dan bagi usia 20-30 adalah 5,95mm. Ketinggian ramus kiri pada usia 10-20 tahun adalah 5,24mm dan pada usia 20-30 tahun adalah 6,01mm. 17

Dari latar belakang yang telah diuraikan, adanya perbedaan ukuran dari parameter pertumbuhan mandibula pada berbagai kelompok ras dan usia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis morfologi mandibula sudut gonial (gonial angle), tinggi ramus (ramus height), panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada sub-ras Deutro Melayu 18-25 tahun ditinjau dari radiografi sefalometri pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah pada mahasiswa sub-ras Deutro Melayu usia 18-25 tahun, ditinjau dari radiografi sefalometri:

1. Berapakah ukuran sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior.

2. Berapakah ukuran sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada perempuan.

3. Berapakah ukuran sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada laki-laki.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ukuran besar sudut gonial; tinggi ramus; panjang mandibula; ukuran tinggi simphisis; lebar simphisis; tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada mahasiswa sub-ras Deutro Melayu usia 18-25 tahun, ditinjau dari radiografi sefalometri.

(18)

5

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis: Hasil penelitian diharapkan memberi informasi dan menambah teori adanya ukuran morfologi mandibula pada mahasiswa sub-ras Deutro Melayu usia 18-25 tahun.

2. Manfaat aplikatif: Sebagai pedoman bagi dokter gigi sehubungan dengan perawatan yang akan dilakukan khususnya dalam bedah atau ortodonti dan ahli forensik dalam menentukan suku dan jenis kelamin.

(19)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tumbuh Kembang

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan.18 Pertumbuhan (growth) berhubungan dengan masalah perubahan

dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam strukur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Pada perkembangan terjadi proses diferensiasi dari sel-sel tumbuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.18

2.1.1 Pola Pertumbuhan Kepala dan Wajah

Kerangka kepala adalah hubungan yang kompleks antara beberapa tulang dan gigi yang bergabung membentuk kepala atau kranium. Kranium dibagi menjadi dua bagian utama yaitu neurokranium dan tulang wajah. Neurokranium berbentuk bulat, atau tempurung otak yang menempatkan dan melindungi otak. Neurokranium terdiri dari delapan tulang yaitu tulang frontal, sepasang tulang parietal, sepasang tulang temporal, tulang osipital, tulang sphenoid dan tulang ethmoid. Dasar neurokranium terdiri dari tulang ethmoid, sphenoid, sebagian dari oksipital dan temporal. Tulang yang bersatu membentuk dasar neurokranium yang disebut sebagai basis kranial. Tulang wajah terletak pada basis kranium. Tulang wajah terdiri dari beberapa tulang yang tidak beraturan, yaitu sepasang maksila termasuk gigi, sepasang tulang hidung, sepasang tulang zigomatik, sepasang tulang palatina, sepasang tulang lakrimal, sepasang conchae inferior, vomer, mandibula termasuk gigi dan tulang hyoid.19

(20)

7

2.2 Pertumbuhan Craniofacial Complex

Untuk memahami pertumbuhan pada setiap bagian tubuh, yang perlu dipahami adalah posisi atau lokasi pertumbuhan, jenis pertumbuhan yang Terjadi pada lokasi tersebut dan determinan atau faktor yang mengendalikan pertumbuhan. Kraniofasial kompleks terbagi atas empat bagian yaitu: cranial vault, merupakan tulang-tulang yang menutupi permukaan atas dan luar otak, basis cranium (cranial base), dasar tulang di bawah otak yang juga merupakan bidang pemisah antara cranium dan wajah,

nasomaxillary complex yang terdiri dari hidung, maksila tulang kecil dan mandibula.20

Gambar 1. Sistem sutura dari kepala17

2.2.1 Pertumbuhan Cranial Vault

Pertumbuhan dalam cranial vault terjadi karena adanya pembesaran otak.6 Cranium vault merupakan tulang pipih yang dibentuk secara langsung melalui pembentukan tulang (osifikasi) secara intramembran, tanpa didahului pembentukan kartilago. Aposisi tulang baru pada sutura merupakan mekanisme utama untuk pertumbuhan cranium vault.19 Lebar cranial vault meningkat melalui osifikasi dari proliferasi jaringan ikat pada koronal, lambdoidal, interparietal, parietosphenoidal dan sutura parietotemporal.6

(21)

8

2.2.2 Pertumbuhan Basis Kranium (Cranial Base)

Basis kranium, tidak seperti cranial vault, tidak sepenuhnya tergantung pada pertumbuhan otak dan mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan pola pertumbuhan pada tulang wajah.6

Berbeda dengan cranial vault, basis kranium awalnya dibentuk di kartilago, kemudian berubah menjadi tulang melalui osifikasi endokondral. Dengan terjadinya osifikasi terus-menerus, tulang rawan yang dikenal sinkondrosis berada tetap antara pusat-pusat osifikasi. Sinkondrosis terdiri atas sinkondrosis sphenoksipital, yaitu antara tulang spehenoidalis dan oksipitalis, sinkondrosis intersphenoid, yaitu antara kedua bagian tulang sphenoid, dan sikondrosis sphenoethmoidal, yaitu antara tulang sphenoid dan ethmoidal.20

2.2.3 Nasomaxillary Complex

Pertumbuhan kranium dan perkembangan tulang wajah berkembang pada tingkat yang berbeda. Pada pertumbuhan, wajah berasal dari kranium kepala. Pertumbuhan nasomaxillary complex dapat dilihat pada dua aspek: perubahan posisi dan pembesaran kompleks maksila. 6 Tulang frontal dan kondensasi mesenkimal pada tulang maksila dari lengkungan pharygeal pertama membentuk maksila yang kemudian mengalami osifikasi intermembran, dimulai pada aspek lateral kapsul kartilagenous nasal.21

Perkembangan maksila terjadi melalui proses osifikasi intermembran. Tidak adanya penggantian tulang rawan, pertumbuhan terjadi melalui dua cara, yaituaposisi sutura yang menghubungkan maksila dengan kranium dan basis kranial dan remodeling permukaan postnatal.20

2.2.4 Pertumbuhan Mandibula

Mandibula merupakan satu-satunya tulang wajah yang dapat bergerak. Tulang ini juga merupakan tulang wajah terbesar dan terkuat. Mandibula memiliki artikulasi yang dapat bergerak dengan tulang temporal pada setiap sendi temporomandibular. Mandibula juga berartikulasi dengan maksila dan lebih efektif jika dipelajari dari model tengkorak. Mandibula dapat dilihat dari tiga aspek yaitu anterior, lateral dan medial.22

(22)

9

Mandibula adalah tulang yang berbentuk U, yang membentuk bagian wajah bawah, dagu dan sudut rahang. Ukuran mandibula jauh lebih besar dari maksila, sebagai tempat dasar dari perlekatan untuk otot-otot pengunyahan, lidah dan dasar mulut. Semua gigi bawah didukung oleh prosesus alveolar mandibula. Mandibula hanya berartikulasi dengan tulang temporal. Artikulasi bergerak (sendi sinovial) berada di antara kondilus dan fosa mandibula dari tulang temporal, yang disebut sebagai sendi temporomandibular atau TMJ.23

Saat lahir dua rami mandibula berupa tulang yang pendek, dan terdapat perkembangan yang minimal di kondilar. Fibrokartilago dan jaringan ikat terdapat pada garis tengah simphisis yang memisahkan mandibula menjadi dua bagian kanan dan kiri. Pada usia empat bulan sampai akhir tahun pertama, tulang rawan simphisis digantikan oleh tulang. Meskipun pertumbuhan cukup umum selama tahun pertama kehidupan dengan terjadinya aposisi tulang, namun, tidak ada pertumbuhan yang signifikan yang dapat dilihat antara kedua bagian sebelum terjadinya penyatuan. Selama tahun pertama kehidupan, aposisi tulang aktif pada perbatasan alveolar, di permukaan distal dan superior ramus, di kondilus, sepanjang batas bawah mandibula dan di permukaan lateral.6

Ramus bergerak ke arah posterior dengan mengalami proses deposisi dan resorpsi. Resorpsi terjadi pada bagian anterior dari ramus sementara deposisi tulang terjadi pada daerah posterior. Fungsi remodeling pada ramus adalah untuk mengakomodasi peningkatan massa otot pengunyahan, untuk mengakomodasi luas pembesaran ruang faring dan untuk memfasilitasi perpanjangan tubuh mandibula yang mengakomodasi erupsi gigi geraham. Pemindahan ramus menghasilkan perubahan bentuk tulang ramal ke arah posterior dari tubuh mandibula. Dengan cara ini, bodi mandibula akan memanjang, tersedia ruangan melalui resorpsi tepi anterior ramus dimana akan menjadi tempat erupsi gigi geraham permanen.24

Tulang alveolar tidak ada ketika gigi belum mengerupsi. Pembentukannya dikontrol oleh erupsi gigi dan akan mengalami proses resorbsi ketika gigi diekstraksi. Gigi tidak bergerak ke depan dan ke bawah seperti di mandibula dan maksila dengan posisi interkuspal pada proses pertumbuhan dan pemindahan. Dengan demikian, tulang alveolar merupakan bagian yang penting untuk membantu menjaga hubungan oklusal

(23)

10

selama pertumbuhan mandibula dan midface. Pertumbuhan tulang alveolar yang paling aktif adalah selama proses erupsi yang kemudian mempertahankan hubungan oklusal selama pertumbuhan vertikal dari mandibula dan maksila, ketika pertumbuhan korpus selesai, pertumbuhan alveolar tetap vertikal apabila permukaan oklusal menjadi aus; oleh karena itu, ketinggian oklusal dipertahankan hingga dewasa.25

Gambar 2. Mandibula, pandangan anterior23

(24)

11

Gambar 4. Mandibula kiri, pandangan medial23

2.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial

Pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Faktor kebiasaan

Mulut dapat berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara, jika pernafasan tidak dapat dilakukan secara normal lewat hidung. Bernafas lewat mulut adalah suatu keadaan abnormal yang terjadi karena adanya kesulitan pengambilan dan pengeluaran nafas secara normal melalui hidung, sehingga kebutuhan pernafasan tersebut dipenuhi lewat mulut.

Rubin menyebutkan bahwa fungsi abnormal rongga mulut akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan otot yang bekerja pada tulang kraniofasial, sehingga menghasilkan perubahan morfologi kraniofasial. Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan bernafas melalui mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Pernafasan mulut kronis menyebabkan terjadinya kelainan pada otot- otot di sekitar mulut, sehingga dapat memacu perkembangan maloklusi.26

(25)

12

2. Jenis Kelamin

Secara keseluruhan pria memiliki proporsi tinggi wajah lebih besar dari wanita. Perbedaan ukuran proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita ini dapat disebabkan oleh faktor akselerasi pertumbuhan. Akselerasi pertumbuhan pubertas pada laki-laki lebih lambat dua tahun dari wanita. Penelitian yang dilakukan Pelton et al untuk melihat morfologi dentofasial antara pria dan wanita berdasarkan umur dan jenis kelamin. Panjang wajah wanita berhenti mengalami pertumbuhan pada usia 15 tahun, sedangkan pada pria pertumbuhan berhenti pada usia 18 tahun. Faktor inilah yang menyebabkan tinggi wajah pada pria lebih besar daripada wanita.27

3. Asupan gizi

Asupan makanan yang cukup bergizi sangat penting untuk pertumbuhan. Malnutrisi melibatkan defisiensi kalori dan elemen makanan yang diperlukan. Kekurangan gizi cenderung menonjolkan pertumbuhan diferensial normal jaringan tubuh. Pertumbuhan gigi lebih diutamakan daripada pertumbuhan tulang, dan tulang bertumbuh lebih baik daripada jaringan lunak seperti otot dan lemak. Kalsium, fosfor, magnesium, mangan, dan fluorida sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi yang baik. Vitamin A mengendalikan aktivitas osteoblas dan osteoklas. Cacat pada pertumbuhan tulang terjadi akibat kekurangan vitamin A. Vitamin B2 memiliki pengaruh yang cukup besar pada pertumbuhan. Vitamin C diperlukan untuk tualng dan pertumbuhan jaringan ikat. Vitamin D adalah diperlukan untuk pertumbuhan tulang yang normal.28

4. Saraf

Diperkirakan bahwa pusat pertumbuhan ada pada hipotalamus, yang membuat anak-anak pada kurva pertumbuhan yang ditentukan secara genetik. Saat lahir, ukuran tubuh terbatas. Setelah lahir, anak-anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Hipotalamus terletak di atas kelenjar pituitari, dan hipotalamus mengirimkan pesan ke kelenjar pituitari melalui sistem umpan balik.Ternyata bukti bahwa sistem saraf perifer berperan dalam pengendalian pertumbuhan.28

5. Genetik

Faktor genetik intrinsik penting untuk mengontrol diferensiasi kraniofasial, bahkan mungkin pertumbuhan tulang intramembranosa.29 Pengontrol utama bagi

(26)

13

pertumbuhan, baik dalam besaran maupun waktu, terletak pada gen. Studi tentang kembar telah menunjukkan bahwa ukuran tubuh, bentuk tubuh, pengendapan lemak, dan pola pertumbuhan semuanya lebih berada dalam kontrol genetik. Faktor genetik kemungkinan besar memainkan peran utama dalam perbedaan pertumbuhan laki-laki dan perempuan. Tingkat kematangan pada perempuan lebih tinggi karena tindakan lambat kromosom Y pada laki-laki. Dengan memperlambatkan pertumbuhan, kromosom Y memungkinkan laki-laki tumbuh dalam janka waktu yang lebih lama berbanding perempuan, sehingga memungkinkan pertumbuhan keseluruhan yang lebih besar.28

2.4 Ras Deutro Melayu

Indonesia merupakan bangsa yang bersifat multietnik.2 Menurut two layer theory, terdapat dua migrasi ras ke Indonesia melalui benua Asia, yaitu ras Austromelanesoid dan ras Mongoloid. Percampuran pertama kali antara ras Austromelanesoid dan ras Mongoloid disebut kelompok Proto Melayu (Melayu Tua). Percampuran kedua kali antara Proto Melayu dan ras Mongoloid disebut kelompok Deutro Melayu (Melayu Muda).

a) Proto Melayu: suku Toraja (Sulawesi Selatan), suku Sasak (Nusa Tenggara Barat), suku Dayak (Kalimantan Tengah), suku Nias (Sumatera Utara), suku Mentawai, suku Baduy, suku Batak (Sumatera Utara) dan suku Kubu (Sumatera Selatan).

b) Deutro Melayu: suku Aceh, Melayu, suku Minangkabau (Sumatera Barat), suku Sunda, suku Jawa, suku Bali, serta suku Bugis dan Makasar.30

Profil wajah merupakan salah satu faktor yang menunjukkan karakteristik suatu ras. Ciri-ciri ras Deutro Melayu dari gambaran wajah, umumnya datar seperti kelompok ras Mongloid, hidung tidak sebegitu besar dan mancung. Profil wajah suku Aceh adalah sama seperti ras Kaukasoid yaitu mempunyai profil wajah lurus.2 Penelitian Lindawati, dilakukan pengukuran tinggi wajah anterior pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh dengan mengunakan radiografi sefalometri pada rentang kelompok usia 18-25 tahun. Rata-rata tinggi wajah anterior bawah adalah 63,51mm pada laki-laki dan 58,81mm pada perempuan. Suku Aceh

(27)

14

berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar dari pada perempuan.31 Penelitian Netty (2011) mendapatkan nilai rata-rata

indeks sefalik suku Melayu yaitu 83,41mm, menggunakan sampel suku Melayu asli dari kota Medan, Indonesia. Bentuk kepala etnik Melayu sesuai dengan ciri-ciri pada ras Mongoloid yang mempunyai bentuk brakhisefalik yaitu bentuk kepala yang lebar dan pendek.32 Penelitian dengan sampel masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh Soehardono pada suku Jawa umumnya cembung (konveks), hidung dan dagu tidak begitu menonjol serta bibir atas terletak lebih ke belakang daripada bibir bawah.33 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rizia dkk diketahui bahwa rata-rata suku Minang memiliki panjang kepala, hidung dan tinggi dagu yang lebih panjang dari pada populasi lain.34 PenelitianKrishnan pada mahasiswa suku Minang usia 18-25 tahun dengan mengukur sudut gonial and ketinggian ramus didapatkan nilai rerata 124.06° dan 41.91mm.35

2.5 Pengertian Radiologi dan Radiografi

Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan prosedur terapi dengan menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan radiasi dengan sinar-X dan radioaktif. Berdasarkan modalitas yang digunakan berupa pesawat sinar-X maka layanan radiologi terdiri atas radiologi diagnostik dan radiologi intervensional.

Radiologi diagnostik adalah kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan radiasi (pengion maupun bukan pengion) untuk diagnosis dengan menggunakan panduan radiologi. Radiologi intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang terlibat dalam terapi dan diagnosis pasien, dengan melakukan terapi dalam tubuh pasien melalui bagian luar tubuh dengan memasukan berbagai macam instrumen seperti kateter, dengan menggunakan sinar-X yang merupakan terapi alternatif selain bedah pada berbagai kondisi dan mengurangi kebutuhan perawatan.36

(28)

15

Gambar 5. Pesawat sinar-x gigi sefalometri lateral (arsip peribadi)

Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menentukan diagnosis dan juga sebagai pengobatan terhadap penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Dosis radiasi yang digunakan dalam radiografi cukup rendah, namun tetap diuasahakan agar paparan radiasi harus diminimalkan.37

2.5.1 Radiografi Ekstraoral Sefalometri

Radiografi sefalometri adalah metode standar bagi produksi radiografi skeletal, yang amat berguna dalam pengambilan ukuran kranium dan kompleks orofasial. Radiografi yang diperoleh dipanggil sebagai sefalogram.6

Indikasi sefalometri terdiri atas:

1. Studi pertumbuhan kraniofasial, berupa: a.Pola pertumbuhan

b.Pembentukan standar, yang lain c.Prediksi pertumbuhan

d.Memprediksi konsekuensi dari rencana perawatan tertentu. 2. Mendiagnosis deformitas kraniofasial

(29)

16

Dengan membantu dalam diagnosis dan prediksi morfologi kraniofasial dan pertumbuhan di masa depan, sefalometri membantu dalam mengembangkan rencana perawatan yang jelas. Bahkan sebelum memulai perawatan ortodonti, ortodontis dapat memprediksi posisi akhir dari setiap gigi dalam kerangka kraniofasial pasien diberikan untuk mencapai hasil estetika dan lebih stabil.

4. Mengevaluasi kasus yang ditangani

Sefalogram digunakan oleh dokter gigi untuk mengevaluasi dan menilai kemajuan pengobatan dan juga membantu dalam membimbing perubahan yang diinginkan.

5. Untuk mempelajari kasus ortodonti yang relaps

Sefalometri juga membantu dalam mengidentifikasi penyebab kekambuhan perawatan ortodonti dan stabilitas maloklusi yang telah dirawat.6

2.5.2 Analisis Sefalometri

Untuk melakukan analisis sefalometri, terlebih dahulu ditentukan titik- titik (landmarks)pada hasil sefalogram. Landmark yang digunakan dalam sefalometri dapat diklasifikasikan sebagai jaringan keras dan jaringan lunak.38

Titik- titik yang penting antaranya:

1. Sella (S) - terletak pada pusat sela tursika.

2. Orbitale (Or) - terletak pada titik paling bawah pada margin infraorbital. 3. Nasion (N) – titik tengah yang paling anterior dari tulang frontal dan hidung pada sutura frontonasal.

4. Anterior Nasal Spine (ANS), terletak pada ujung tulang hidung anterior. 5. Subspinale or point A (A) - terletak pada titik garis tengah terdalam antara tulang hidung anterior dan prosthion.

6. Supramentale or point B (B) - titik terdalam di garis tulang antara infradentale dan pogonion.

7. Pogonion (Pog) - titik yang paling anterior dagu tulang.

8. Gnathion (Gn) - titik yang paling anterior dan inferior pada garis tulang dagu, terletak berjarak sama dari pogonion dan menton.

(30)

17

10. Gonion (Go) - titik yang terbentuk pada pertemuan ramal plane dan bidang mandibula.

11. Articulare (Ar) - titik persimpangan dari kontur dorsal batas posterior mandibula dan temporal.

12. Porion (Po) - titik tertinggi di batas atas external auditory meatus.

13. Glabella (G) - titik yang paling menonjol dari dahi pada bidang midsagital.

Gambar 6. Titik-titik sefalometri lateral (landmarks)38

2.5.3 Sudut dan Bidang Sefalometri Utama

Sefalometri memanfaatkan suatu garis atau bidang. Garis-garis ini diperoleh dengan menghubungkan dua titik (landmark). Berdasarkan orientasi, garis atau bidang dapat diklasifikasikan ke dalam bidang horizontal dan vertikal.24

Definisi dari sudut dan bidang sefalometri utama meliputi:

1. Frankfort Horizontal Plane: sebuah bidang transversal melalui skeletal dengan garis yang berhubungan antara orbit (orbitale) dan porion (external auditory meatus).

(31)

18

2. Mandibular Plane: sebuah bidang transversal melalui skeletal mewakili batas bawah mandibula.

Ada beberapa definisi:

1. Sebuah garis menghubung gnathion dan gonion 2. Sebuah garis meghubung menton dan gonion.37

Gambar 7. Titik orbitale dan porion yang dihubungkan menjadi bidang Frankfort Horizontal Plane24

Gambar 8. Titik gonion dan menton yang dihubungkan menjadi bidang mandibula24

(32)

19

2.6 Kerangka Teori

Pola Pertumbuhan Muka dan Kepala

Dentokraniofasial

Cranial Vault Cranial Base Nasomaxillary

Complex Mandibula

1. Sudut gonial; 2. Tinggi ramus; 3. Panjang

mandibula; 4. Tinggi dan lebar

simphisis; 5. Tinggi fasial anterior; 6. Tinggi fasial posterior Radiografi Sefalometri Ras di Indonesia Sub-ras Deutro Melayu

(33)

20 2.7 Kerangka Konsep Pertumbuhan Mandibula 1. Sudut gonial; 2. Tinggi ramus; 3. Panjang mandibula;

4. Tinggi dan lebar simphisis; 5. Tinggi fasial anterior; 6. Tinggi fasial posterior

Radiografi Sefalometri Mahasiswa sub-ras

Deutro Melayu

(34)

21

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran/ deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei 2017 – Oktober 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara sub-ras Deutro Melayu, Medan. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi sampel adalah:

1. Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani inform consent. 2. Berusia 18-25 tahun

3. Tidak memakai gigi tiruan

4. Tidak sedang dalam perawatan ortodonti

5. Gigi lengkap, jumlah minimum 28 (tidak termasuk molar tiga)

Kriteria ekslusi sampel adalah:

1. Pernah mengalami trauma pada rahang bawah 2. Pernah melakukan operasi pada rahang bawah

3. Pernah atau sedang menderita penyakit sistemik seperti diabetes dan osteoporosis

(35)

22

3.4 Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus:

𝒏

=

𝒁𝛂𝒅𝟐𝟐. 𝝈

dimana: α = 5% → 𝑍α = 1,96 σ = 0,750 d= 25% 𝑛 = 92

Minimal sampel yang diperoleh adalah 92. Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 92 bagi mahasiswa Universitas Sumatera Utara sub-ras Deutro Melayu.

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas:

Mahasiswa sub-ras Deutro Melayu 2. Variabel terikat:

a. Sudut gonial b. Tinggi ramus c. Panjang mandibula

d. Tinggi dan lebar simphisis e. Tinggi fasial anterior f. Tinggi fasial posterior 3. Variabel Terkendali:

a. Radiografi sefalometri b. Usia 18-25 tahun

(36)

23

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dan variabel - variabel tersebut adalah

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Hasil Pengukuran Skala 1 Sub-ras Deutro Melayu Sub-ras Deutro Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku; a) Melayu b) Jawa c) Minang

d) Aceh (kecuali Gayo dan Alas) e) Sunda f) Palembang g) Bali h) Madura i) Bugis Kuesioner 1= Melayu 2= Jawa 3= Minang 4= Aceh 5= Sunda 6= Palembang 7= Bali 8= Madura 9= Bugis Nominal

2 Usia Umur yang

dihitung dari terakhir kali ulang tahun. Kuesioner Usia: 18-25 tahun Kategorik 3 Sudut gonial mandibula Sudut yang terbentuk antara batas tepi inferior mandibula dan batas paling posterior ramus mandibula (Ar-Go-Me).12 Komputerisasi radiografi sefalometri Derajat Rasio 4 Tinggi ramus Tinggi ramus adalah jarak yang diukur dari satu titik Ar ke Go.39 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan Panjang (mm) Rasio 5 Panjang mandibula

Jarak yang diukur dari Go ke Gn.40 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan Panjang (mm) Rasio 6. Tinggi simphisis Tinggi simphisis adalah jarak dari titik B ke titik paling inferior dari simphisis.39 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan panjang (mm) Rasio

(37)

24

7 Lebar simphisis

Lebar simphisis adalah jarak dari titik Pogonion (batas paling anterior simphisis mandibula) ke titik D (titik paling posterior pada simphisis mandibula.14,39 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan panjang (mm) Rasio 8 Tinggi fasial anterior Tinggi fasial anterior adalah jarak yang diukur dari titik N ke titik Me.39 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan panjang (mm) Rasio 9 Tinggi fasial posterior Tinggi fasial posterior adalah jarak yang diukur dari titik S ke Go.39 Komputerisasi radiografi sefalometri Satuan panjang (mm) Rasio

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

1. Pesawat radiografi sefalometri merek Instrumentarium. Model: OC 220 D 1-4-1. Tahun buatan 2012.

2. Komputer merek LG. Tahun buatan 2011. 3. SoftwareCliniview versi 10.1.2

4. Alat tulis untuk mencatat hasil.

(38)

25

3.7 Prosedur Penelitian

Pemilihan Responden

Wawancara Kuesioner

Pemeriksaan Intraoral

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Tidak melakukan pemeriksaan lanjutan Sampel dibawa ke Instalasi

Radiologi RSGM FKG USU

Pengambilan radiografi sefalometri

Pengukuran dan pencatatan radiografi sefalometri

(39)

26

3.7.1 Cara Pengukuran Parameter Pada Radiograf Sefalometri Hasil radiografi diamati dan diukur oleh peneliti dengan cara: 1. Membuka SoftwareCliniView versi 10. 1. 2.

2. Tekan search untuk membuka foto sefalometri yang ingin diperiksa

3. Tekan contrast brightness untuk memperjelas keberadaan parameter supaya lebih jelas dan terang.

4. Tekan drawing toolbar (line) untuk membuat garis lurus vertikal dan garis lurus horizontal pada bagian yang akan diperiksa.

5. Tekan measurement (angle) dan hasil pengukuran akan keluar secara otomatis.

6. Tekan measurement (length) dan hasil pengukuran akan keluar secara otomatis.

7. Mencatat hasil pengukuran parameter yang diteliti.

Pengukuran parameter dilakukan seperti berikut:

1. Sudut gonial mandibula: Garis lurus ditarik dari batas tepi inferior mandibula dan batas paling posterior ramus mandibula (Ar-Go-Me).

2. Tinggi ramus: Garis lurus ditarik dari titik Ar ke Go.

3. Panjang mandibula: Garis lurus yang ditarik dari titik Go ke Gn.

4. Tinggi simphisis: Garis yang ditarik dari titik B ke titik paling inferior dari simphisis.

5. Lebar simphisis: Garis yang ditarik dari batas paling anterior ke posterior simphisis (Pog-D).

6. Tinggi fasial anterior: Garis yang ditarik dari titik N ke titik Me. 7. Tinggi fasial posterior: Garis yang diukur dari titik S ke Go.

(40)

27

Gambar 9. Pengukuran pada radiograf sefalometri41 (1) Tinggi ramus

(2) Tinggi fasial posterior; (3) Panjang mandibula; (4) Tinggi fasial anterior; (5) Sudut gonial; (6) Tinggi simphisis; (7) Lebar simphisis

3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi.

3.8.2 Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah nilai rerata sudut gonial mandibula, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi dan lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada kelompok sampel berdasarkan mahasiswa sub-ras Deutro Melayu Universitas Sumatera Utara.

(41)

28

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden serta menjelaskan lebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan, serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian.

2. Ethical Clearance

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komisi etik FK USU (Health Research Ethical Committee of North Sumatera) berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional dengan nomor surat 281/TGL/KEPK FK USU- RSUP HAM/2017.

(42)

29

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel pada penelitian ini berjumlah 92 orang yang berusia 18-25 tahun. Pada sampel dilakukan radiografi sefalometri di bagian Radiologi Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian ini diperoleh dari pengukuran sudut gonial, tinggi ramus, panjang madibula, tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada sub-ras Deutro Melayu.

4.1 Demografi Sampel Penelitian

Tabel 1. Jumlah responden menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Perempuan 70 76.1

Laki-laki 22 23.9

Total 92 100.0

4.2 Analisis Data

Tabel 2. Jumlah rerata responden berdasarkan suku

Suku Frekuensi Presentase

Melayu 45 48.9 Jawa 26 28.3 Aceh 13 14.1 Minang 6 6.5 Palembang 1 1.1 Sunda 1 1.1 Total 92 100.0

(43)

30

Tabel 3. Usia rerata sub-ras Deutro Melayu secara keseluruhan

Usia Frekuensi Presentase

18.00 5 5.4 19.00 3 3.3 20.00 6 6.5 21.00 17 18.5 22.00 14 15.2 23.00 18 19.6 24.00 13 14.1 25.00 16 17.4 Total 92 100.0

Tabel 4. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Sudut Gonial Perempuan 70 124.07 5.38 .64

Laki- laki 22 121.87 4.98 1.06

Tinggi Ramus Perempuan 70 43.01 6.31 .75

Laki- laki 22 45.78 10.83 2.31 Panjang Mandibula Perempuan 70 73.96 4.37 .52 Laki- laki 22 77.27 6.24 1.33 Tinggi Simphisis Perempuan 70 19.89 1.86 .22 Laki- laki 22 22.57 1.84 .39 Lebar Simphisis Perempuan 70 13.67 1.42 .17 Laki- laki 22 15.03 1.59 .34 Tinggi Fasial Anterior Perempuan 70 106.12 5.34 .64 Laki- laki 22 114.75 4.63 .99 Tinggi Fasial Posterior Perempuan 70 73.64 4.96 .59 Laki- laki 22 81.54 4.66 .99

(44)

31

Tabel 5. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior sub-ras Deutro Melayu N Mean Std. Deviation Sudut Gonial 92 123.55 5.34 Tinggi Ramus 92 43.68 7.66 Panjang Mandibula 92 74.75 5.05 Tinggi Simphisis 92 20.53 2.17 Lebar Simphisis 92 14.00 1.57

Tinggi Fasial Anterior 92 108.18 6.35

Tinggi Fasial Posterior 92 75.53 5.93

Tabel 6. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior berdasarkan suku

Suku N Mean Std. Deviation

Sudut Gonial Melayu 45 123.76 5.17 Jawa 26 121.62 5.61 Aceh 13 123.29 4.89 Minang 6 127.48 4.59 Palembang 1 124.40 - Sunda 1 130.00 - Total 92 123.54 5.34 Tinggi Ramus Melayu 45 43.84 6.25 Jawa 26 46.65 9.91 Aceh 13 38.56 6.70 Minang 6 41.78 1.00 Palembang 1 38.40 - Sunda 1 42.30 - Total 92 43.68 7.66 Panjang Mandibula Melayu 45 75.46 5.03 Jawa 26 75.56 4.81 Aceh 13 71.38 5.46 Minang 6 73.08 3.34 Palembang 1 72.90 - Sunda 1 77.60 - Total 92 74.75 5.05 Tinggi Simphisis Melayu 45 20.92 2.08 Jawa 26 20.13 1.67

(45)

32 Aceh 13 20.78 3.14 Minang 6 19.72 .87 Palembang 1 20.10 - Sunda 1 15.10 - Total 92 20.53 2.17 Lebar Simphisis Melayu 45 14.04 1.76 Jawa 26 14.28 1.56 Aceh 13 13.57 1.13 Minang 6 13.67 1.00 Palembang 1 13.00 - Sunda 1 13.00 - Total 92 13.99 1.57 Tinggi Fasial Anterior Melayu 45 108.69 5.85 Jawa 26 108.92 6.53 Aceh 13 108.08 6.90 Minang 6 104.32 6.69 Palembang 1 103.10 - Sunda 1 95.70 - Total 92 108.18 6.35 Tinggi Fasial Posterior Melayu 45 75.96 5.81 Jawa 26 77.17 4.89 Aceh 13 73.60 5.88 Minang 6 71.80 8.53 Palembang 1 70.30 - Sunda 1 65.80 - Total 92 75.53 5.93

(46)

33

Gambar 10. Cara pengukuran (1) sudut gonial; (2) tinggi fasial anterior (dokumentasi pribadi)

(47)

34

Gambar 12. Cara pengukuran (4) tinggi ramus; (5) lebar simphisis (dokumentasi pribadi)

Gambar 13. Cara pengukuran (6) tinggi fasial anterior; (7) tinggi simphisis (dokumentasi pribadi)

(48)

35

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan jumlah sampel 92 orang dengan mengambil gambar radiografi sefalometri lateral di Instalasi Radiografi RSGM USU. Subyek yang dipilih adalah mahasiswa yang berusia 18-25 tahun karena profil jaringan lunak dipengaruhi oleh umur. Usia minimal pada sampel ini adalah 18 tahun dikarenakan pada usia ini telah melewati pubertas dan fase tumbuh kembangnya telah selesai.42

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat morfologi mandibula yaitu sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi simphisis, lebar simphisis, tinggi fasial anterior dan tinggi fasial posterior pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara sub-ras Deutro Melayu. Mayoritas subjek penelitian ini bersuku Melayu, Jawa, Aceh dan Minangkabau. Morfologi mandibula dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia dan ras. Pengukuran yang tepat dapat mempengaruhi suatu perawatan atau untuk menegakkan diagnosa.

Untuk sudut gonial diperoleh dari interseksi dimensi vertikal dengan dimensi anteroposterior sebagai berikut pada penelitian ini didapatkan hasil rerata sudut gonial pada mahasiswa Deutro Melayu adalah 123,54°. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rachmadiani et al (2017), didapatkan nilai rerata sudut gonial 123,53° pada mahasiswa Indonesia kelompok usia 14-24 tahun di Jakarta.43 Penelitian yang dilakukan oleh

Oksayan et al (2014) di Turki dengan menggunakan radiografi panaromik pada kelompok usia 16-21 tahun didapatkan nilai rerata sudut gonial 121,95°.44Penelitian yang dilakukan oleh Leversha et al pada mahasiswa sebuah universitas di Queensland ditinjau dengan radiografi panaromik pada kelompok usia 18-29 tahun didapatkan hasil rerata sudut gonial 123,24° dan menyimpulkan bahwa sudut gonial meningkat seiring dengan peningkatan usia.45 Perbedaan kecil dalam pengukuran sudut mandibula antara kelompok populasi yang berbeda menunjukkan tingkat homogenitas antara kelompok-kelompok ini. Namun, bila perbedaan ini relatif tinggi, mungkin dapat dipertimbangkan untuk identifikasi ras atau populasi.46Pada penelitian ini didapatkan

(49)

36

nilai rerata sudut gonial pada perempuan adalah 124,07° sedangkan pada laki-laki adalah 121,87°.Penelitian yang dilakukan oleh Chole et al (2004) pada kelompok usia 15-25 tahun didapatkan nilai rerata sudut gonial adalah 120,5° serta menyatakan bahwa perempuan mempunyai nilai sudut gonial yang tinggi daripada laki-laki yaitu 123,11° dan 118,06° masing-masing.40 Nilai rerata pada perempuan lebih tinggi dibandingkan

laki-laki tetapi perbedaan jenis kelamin tidak signifikan secara statistik. Hal ini kemungkinan karena subjek dengan tekanan mastikasi yang maksimum mempunyai sudut gonial yang kecil.13 Serupa dengan temuan itu, Taleb et al menyimpulkan dalam sebuah studi tentang populasi Mesir bahwa perempuan mempunyai sudut gonial lebih besar daripada laki-laki, karena perempuan memiliki rotasi mandibula ke arah bawah dan belakang sementara laki-laki memiliki rotasi mandibula ke arah depan.46 Menurut Chole et al dalam sebuah penelitian tentang radiografi panoramik di mana sudut gonial tidak dipengaruhi oleh usia atau status gigi. Demikian pula, Dutra et al dalam penelitian, dengan menggunakan radiografi panoramik menemukan bahwa sudut gonial tidak menunjukkan adanya perubahan dengan jenis kelamin, usia dan status gigi. Hal ini sesuai dengan Taleb et al, berdasarkan sudut gonial, tidak terdapat korelasi antara nilai sudut gonial dan usia. Demikian juga Oksayan et al, saat membandingkan dentate muda, dentate tua dan subjek yang edentulus. Selain itu, Raustia dan Salonen menemukan bahwa korelasi antara usia dan sudut gonial secara statistik tidak signifikan. Di sisi lain, ini bertentangan dengan beberapa penelitian dimana sudut gonial meningkat dengan usia dan penelitian lainnya dimana sudut gonial menurun seiring bertambahnya usia. Hasil yang berbeda dari korelasi antara sudut gonial dan usia yang diamati di antara berbagai penelitian dapat dikaitkan dengan rentang usia yang berbeda dan status gigi yang berbeda dipilih antara penelitian tersebut.46

Tinggi ramus mandibula (ar-go) adalah parameter klinis yang signifikan karena bentuk definitif pertumbuhan ketiga fasial bawah dan rotasi mandibula bergantung pada intensitas dan arah pertumbuhannya.7 Pada penelitian ini diperoleh nilai rerata tinggi ramus pada sampel Deutro Melayu adalah 43,68mm. Penelitian yang dilakukan oleh Malik et al pada kelompok usia 18-25 tahun di sebuah universitas di Pakistan dengan menggunakan radiografi sefalometri didapatkan nilai rerata tinggi

(50)

37

ramus adalah 47,28mm.47 Penelitian yang dilakukan oleh Farhandian et al (2017) di Iran dengan menggunakan radiografi sefalometri lateral didapatkan nilai rerata tinggi ramus sebanyak 44,04mm.48 Penelitian Al-Shamout et al (2012) pada kelompok

masyarakat di Jordan ditinjau dengan radiografi panaromik nilai rerata tinggi ramus adalah 53,50mm.13 Penelitian yang dilakukan oleh Krishnan pada mahasiswa Minang

didapatkan nilai rerata 41,91mm.35 Dalam studinya yang berbasis di Far North Queensland pada ras kaukasoid, Leversha et al didapatkan nilai rerata 67,16mm serta menemukan fluktuasi tinggi dalam kenaikan tinggi ramus seiring dengan pertambahan usia dan menurun dengan mantap pada dekade kelima dan keenam.45 Penelitian yang dilakukan oleh Tikku et al di sebuah universitas di India pada kelompok usia 18-25 tahun dengan nilai rerata 48,60mm pada laki-laki dan 43,94mm pada perempuan.49 Menurut Rupa et al, ketinggian ramus dipengaruhi oleh faktor genetik and lingkungan kehidupan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang ramus.17 Penelitian yang dilakukan oleh Mangla et al (2011) pada kelompok usia 18-25 tahun dengan menggunakan sefalogram lateral, didapatkan ketinggian ramus secara signifikan lebih kecil pada kelompok hyperdivergent dibandingkan pada kelompok hypodivergent, dan jenis kelamin menghasilkan perbedaan yang signifikan, yaitu perempuan memiliki ketinggian ramus yang lebih kecil berbanding laki-laki.39 Menurut Rupa et al, ramus

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan kehidupan yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang ramus.17 Taleb et al juga menyatakan bahwa secara umum, ukuran

dan ketebalan tulang rahang laki-laki lebih besar dari perempuan. Namun, ukuran dan ketebalan rahang terkait dengan banyak hal selain jenis kelamin, seperti nutrisi yang lebih baik dan akivitas fisik yang berat.46 Hal ini mungkin disebabkan ukuran rahang laki-laki lebih besar daripada perempuan.

Pertumbuhan panjang mandibula terjadi di kondilus. Tidak ada pertumbuhan dijumpai pada aspek anterior dagu. Dagu bergerak ke bawah dan ke depan hanya sebagai akibat pertumbuhan kondilus dan tepi posterior ramus mandibula.50 Pada penelitian ini nilai rerata panjang mandibula pada ras Deutro Melayu adalah 74,75mm. Penelitian yang dilakukan oleh Malik et al (2017) ditinjau dengan radiografi sefalometri telah mendapat hasil nilai rerata panjang mandibula sebanyak 67,79mm.47

(51)

38

Menurut Karlsen individu yang mempunyai leher pendek cenderung mempunyai wajah yang panjang, sedangkan leher panjang ditemukan pada individu yang berwajah pendek atau persegi.50 Peningkatan panjang mandibula lebih signifikan pada masa

pubertas dan sesudahnya. Ini akan menyebabkan penempatan korpus dan lengkung rahang gigi diperbaharui oleh ramus pada maksila yang sering mengalami perubahan akibat pertumbuhan yang tidak terbatas. Salah satu ciri pertumbuhan mandibula adalah aksentuasi dagu menonjol yang seiring menyebabkan kelebaran simphisis yang rendah.14 Nilai rerata panjang mandibula pada laki-laki dan perempuan adalah 77,15mm dan 73,37mm. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh tulang vertebra servikalis terhadap pertumbuhan mandibula.50 Penelitian yang dilakukan oleh Ellyeus et al (2011) pada mahasiswa Deutro Melayu kelompok usia 10-17 tahun di salah sebuah sekolah di Jakarta, menyatakan bahwa panjang mandibula memiliki hubungan yang lebih kuat dengan perkembangan vertebra servikalis (CVMS) dibandingkan panjang kraniofasial serta memiliki perbedaan korelasi terhadap tahap perkembangan vertebra servikalis pada kedua jenis. Pertumbuhan kraniofasial adalah sejajar dengan kurva percepatan pertumbuhan.51 Penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al (2010) pada kelompok usia 18-24 tahun telah menyatakan bahawa nilai rerata panjang mandibula pada laki-laki dan perempuan adalah 68,22mm dan 63,48mm.14 Pada

penelitian yang dilakukan oleh Ghaffari et al (2013) di Iran, pada kelompok usia 21-30 tahun menunjukkan nilai rerata pada laki-laki adalah tinggi yaitu 95mm sedangkan pada perempuan adalah 85,6mm.52

Pada penelitian ini, nilai rerata tinggi simphisis ras Deutro Melayu adalah 20,53mm. Penelitian yang dilakukan oleh Jayachandra et al (2014), hasil nilai rerata tinggi simphisis adalah 29,63mm.9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Datta et al (2015) didapatkan hasil rerata tinggi simphisis 25,79mm.53 Penelitian yang dilakukan oleh Mangla et al (2011) menyatakan bahawa simphisis tipe wajah hyperdivergent sering berhubungan dengan tinggi badan yang besar, kedalaman wajah kecil dan sudut yang lebih kecil yang sesuai dengan tipe fasial Deutro Melayu karena mempunyai nilai yang rendah daripada ras Kaukasoid.39 Penelitian Roy et al mengungkapkan bahwa tipe wajah hyperdivergent menunjukkan tinggi simphisis yang panjang dan lebar

(52)

39

simphisis yang kecil serta dapat terjadi gigitan deep bite pada orang dengan wajah hyperdivergent.54 Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Cristiany

et al (2013) di Jakarta pada ras Deutro Melayu didapatkan sudut interinsisal lebih tinggi dari Australo-Melanesia dan menyimpulkan bahwa Deutro Melayu cenderung memiliki gigitan yang lebih dalam.55 Penelitian yang dilakukan oleh Lakmala et al

(2016) di India telah mendapatkan nilai rerata 31,85mm pada laki-laki sedangkan pada perempuan adalah 27.1mm.56 Penelitian menunjukkan nilai rata-rata tinggi simphisis yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.

Nilai rerata lebar simphisis pada ras Deutro Melayu adalah 14.00mm. Penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al, hasil yang didapatkan adalah 15,80.14 Pada penelitian yang dilakukan oleh Roy et al pada usia 18-25 tahun dengan menggunakan sefalogram lateral menyatakan nilai rerata lebar simphisis adalah 14,25mm.54 Nilai rerata lebar simphisis pada laki-laki dan perempuan adalah 15,03mm dan 13,67mm. Nilai rerata lebar simphisis pada laki-laki adalah lebih tinggi daripada perempuan. Aki et al melakukan penelitian untuk mengetahui morfologi simphisis dapat digunakan sebagai prediktor terhadap arah pertumbuhan mandibula dan untuk menilai perubahan pertumbuhan simphisis. Morfologi simphisis ditemukan berhubungan dengan arah pertumbuhan mandibula, terutama pada subjek laki-laki dengan rasio simphisis yang memiliki hubungan terkuat pada orang dewasa. Mandibula dengan arah pertumbuhan anterior dikaitkan dengan ketinggian simphisis yang kecil, kedalaman yang besar, rasio kecil, dan sudut simphisis yang besar. Sebaliknya, arah pertumbuhan posterior dikaitkan dengan ketinggian yang besar, kedalaman yang kecil, rasio besar, dan sudut simphisis yang kecil. Dimensi simphisis berubah sampai dewasa dengan subjek laki-laki mengalami perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan subjek perempuan. Temuan mereka sesuai dengan penelitian ini dengan nilai rerata pada laki-laki adalah lebih tinggi daripada perempuan.57

Dalam studi yang mengkarakterkan tipe wajah baik panjang, sederhana maupun pendek, seperti yang ditentukan dari evaluasi bidang mandibula dan rasio tinggi fasial anterior atau posterior.12 Nilai rerata tinggi fasial anterior pada ras Deutro Melayu adalah 108,18mm. Penelitian yang dilakukan oleh Rossi et al yang ditinjau dengan

(53)

40

radiografi sefalometri pada kelompok masyarakat Brazil telah mendapatkan nilai rerata sebanyak 106,72mm.58 Pada penelitian ini diperoleh tinggi fasial anterior pada

laki-laki tinggi adalah 114,75mm dan perempuan adalah 106,12mm. Penelitian Bishara pada kelompok usia 15-25 tahun telah menyatakan bahwa laki-laki mengalami perubahan yang banyak daripada perempuan.11 Pengaruh hormon seks sangat berperan

untuk menentukan perkembangan wajah seseorang. Hormon steroid seks meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH). GH dikeluarkan dalam jumlah besar dan berhubungan dengan pacu tumbuh. Pacu tumbuh memberi kontribusi sebesar 17% dari tinggi dewasa laki-laki dan 12% dari tinggi dewasa perempuan.31 Hal ini sesuai dengan penelitian Malik et al pada umur 18-25 tahun dengan menggunakan radiografi sefalometri dimana pengaruh hormon seks pada laki-laki dari hasil penelitiannya juga lebih tinggi daripada perempuan, yaitu sebesar 118 mm pada laki-laki dan 111.80 mm pada perempuan.47 Penelitian yang dilakukan oleh David (2013), pada mahasiswa USU ras Deutro Melayu dengan mengukur proporsi tinggi wajah yaitu sepertiga tinggi wajah atas, tengah dan bawah, didapatkan laki-laki mempunyai total facial height yang lebih besar pada laki-laki daripada perempuan dengan nilai rerata 192,31mm dan 170,88mm masing-masing.59 Hal ini sependapat dengan penelitian Pelton dan Elsasser yang melihat morfologi dentofasial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan subjek penelitian berjumlah 3676 laki-laki dan 3153 perempuan yang berusia 5-24 tahun. Mereka menemukan bahwa tinggi wajah perempuan berhenti mengalami pertumbuhan pada usia 15 tahun, sedangkan pada laki-laki pertumbuhan berhenti pada usia 18 tahun. Faktor ini menyebabkan tinggi wajah laki-laki lebih besar daripada perempuan.60

Dalam penelitian ini

,

nilai rerata tinggi fasial posterior pada mahasiswa Deutro Melayu adalah 75,53mm. Bjork menyatakan bahwa selama pertumbuhan tinggi fasial anterior harus sekitar 2,3 mm/tahun dan tinggi fasial posterior harus 2,9 mm/tahun, pertumbuhan posterior sedikit lebih besar daripada pertumbuhan anterior. Pertumbuhan yang normal seharusnya berlawanan arah jarum jam karena fossa glenoid dan pertumbuhan kondilar melebihi pertumbuhan vertikal anterior, sehingga mendorong simphisis ke depan.47 Nilai rerata tinggi fasial posterior pada laki-laki

Gambar

Gambar 1. Sistem sutura dari kepala 17
Gambar 2. Mandibula, pandangan anterior 23
Tabel 1. Jumlah responden menurut jenis kelamin
Tabel 4. Nilai rerata sudut gonial, tinggi ramus, panjang mandibula, tinggi simphisis,    lebar simphisis, tinggi  fasial anterior dan  tinggi  fasial posterior berdasarkan    jenis kelamin
+5

Referensi

Dokumen terkait