• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Jenis tanah apa saja yang tidak memiliki diferensiasi horizon?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Jenis tanah apa saja yang tidak memiliki diferensiasi horizon?"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Page | 1

A. Pendahuluan

a) Latar Belakang

Tanah adalah akumulasi tubuh tanah alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Ilmu tanah sebagai ilmu pengetahuan alam yang masih muda, sehingga masih belum lengkap untuk menampung semua persoalan teori dan praktek dengan memuaskan.

Dalam kenyatannya sebagian besar dari tanah yang ada dipermukaan bumi ini dipergunakan sebagai usaha pertanian, maka dapat dikatakan bahwa tanah adalah alat produksi yang menghasilkan berbagai produk pertanian. Sehingga tanah merupakan komponen hidup dari lingkungan yang penting, yang dimanipulasi untuk mempengaruhi tanaman dengan memperhatikan sifat fisik, kimia dan biologinya.

Tanah merupakan tempat sirkulasi kehidupan, baik sebagai media perantara antara hewan dengan makannya, tumbuhan dengan unsur hara. Tanah terjadi melelui beberapa proses, dimulai dari pelapuakan batuan, menjadi batuan kecil (serpihan), berproses hingga ahkirnya menjadi unsur tanah baru, tanah bisa juga terbentuk akibat pelapukan tumbuhan dan hewan, adapun hal-hal yang mendukung terbentuknya tanah di antaranya yaitu air, udara, dan angin.

b) Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu :

1. Apakah tujuan umum dari Klasifikasi Tanah? 2. Apa saja jenis-jenis tanah organik?

3. Jenis tanah apa saja yang tidak memiliki diferensiasi horizon? c) Tujuan

Dengan mempelajari jenis-jenis tanah yang ada, maka kita dapat mengetahui tujuan umum dari klasifikasi tanah, mengetahui jenis-jenis tanah organik dan mengetahui jenis tanah apa saja yang tidak memiliki diferensiasi horizon

(2)

Page | 2

B.

Pembahasan

a) KLASIFIKASI TANAH

Klasifikasi adalah suatu daya cipta untuk mempermudah pikiran dan merupakan suatu struktur untuk mendekati tujuan. Klasifikasi tidak boleh statis dan harus berkembang mengikuti kemajuan ilmunya. Jadi, klasifikasi merupakan cermin yang memantulkan keadaan ilmu nya pada saat itu.

Tujuan umum klasifikasi tanah ialah menyediakan suatu susunan yang teratur (sistematik) bagi pengetahuan mengenai tanah dan hubungannya dengan tanaman, baik mengenai produksi maupun perlindungan kesuburan tanah.

Pentingnya ilmu klasifikasi tanah mudah dimengerti, karena tersusunnya bagan klasifikasi tanah yang meliputi semua jenis tanah yang ada dimuka bumi ini kita dapat dengan mudah mengingat, mengenal dan memanfaatkan:

1) Sifat, tabiat dan kemampuan suatu jenis tanah

2) Hubungan antara jenis tanah dengan keadaan lingkungannya 3) Hubungan antara jenis tanah satu sama lain

4) Dasar-dasar pembentukan jenis tanah

5) Dapat meramalkan sifat, kemampuan dan keadaan tanah pada masa yang akan datang1.

Klasifikasi tanah terus menerus diperbaiki sesuai dengan pengetahuan manusia terhadap tanah pada masa itu. Oleh karena pengetahuan manusia tentang tanah semakin meningkat dimasa mendatang, maka sistem klasifikasi tanah sebaiknya disusun sedemikian sehingga memungkinkan dilakukannya re-evaluasi terus menerus, menghindarkan adanya batasan-batasan yang kaku dan mempunyai self destruct mechanism.2

b) KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

I. Klasifikasi Tanah Mohr

Di Indonesia klasifikasi tanah dikemukakan pertamakali oleh Mohr tahun 1910. Klasifikasi tanah ini didasarkan oleh kombinasi macam-macam bahan induk dan cara pelapukannya dititikberatkan pada formasi geologi dan intensitas pelindingan (leaching) dalam hubungannya dengan iklim. Klasifikasi tanah Mohr (1916) tersusun sebagai berikut:

a. Tanah Antighen ( ═ tanah residu) atau yang lebih dikenal dengan tanah allochton

I. Tanah yang berasal dari batuan beku yang dipilah menurut asal: 1. Granit, antara lain tanah kuning, coklat dan merah di Bangka 2. Diabas, antara lain tanah coklat di Sumatra

3. Andesit, antara lain tanah merah tuff di Banten

1 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 194

(3)

Page | 3

4. Trachit, antara lain tanah keras kuning-coklat di Lampung 5. Andesit-muda, antara lain tanah Jawa dan Nusa Tenggara 6. Basalt, berupa tanah-tanah subur

II. Tanah berasal dari batuan sedimen yang dipilah menurut asal:

1. Sedimen air tawar, antara lain tanah batu pasir, batu asbak dan konglomerat

2. Sedimen air laut, antara lain tanah batu kapur dan tanah napal (mergel)

b. Tanah Allotighen atau tanah autochton adibagi menurut cara pembentukannya atas:

1. Endapan sungai, tanah colluvium dan alluvium 2. Endapan sungai

3. Endapan danau

Tersebarnya klasifikasi tanah ini berkat adanya pemetaan agro-geologi di Sumatra Selatan tahun 1927. Dari klasifikasi inilah yang menjadi awal mula perkembangan ilmu tanah di Indonesia. Dengan berbagai tahap dan proses akhirnya Dudal dan Soepraptohardjo menyusun sistem klasifikasi tanah berdasarkan sistem USDA (United States Departement of Agriculture) tahun 1938. Selanjutnya Soepraptohardjo mengembangkan dan menyempurnakan sistem klasifikasi tanah di Lembaga Penelitian Tanah Bogor, sehingga diterapkan dengan beberapa modifikasi dan pemetaan tanah oleh lembaga-lembaga penelitian dan pendidikan di Indonesia.3

II. Klasifikasi Tanah Aneka Dasar

Di Indonesia dasar sistem produksi tanaman pernah dipergunakan, tanah yang khusus diperuntukkan bagi jenis-jenis tanaman-tanaman perdagangan tertentu. Sudah tentu klasifikasi tanah semacam ini hanya bernilai tunggal atau single value (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Salah satu klasifikasi tanah yang beraliran semacam itu adalah klasifikasi tanah tebu yang dirintis oleh Kamerling, kemudian Booberg, Arhenius dan akhirnya oleh Ir. Soegirman (1962). Meskipun dalam sistem klasifikasi tanah Soegirman sudah tampak terpengaruh sistem klasifikasi tanah USDA akan tetapi tidak sema faktor dipergunakan juga dasar utamanya adalah daya produksi tebu. Khusus untuk tanah-tanah tembakau dikemukakan pada suatu klasifikasi tanah yang dirintis de Vries dan diperbaiki Tollenaar.4

III. Klasifikasi Tanah Badan Penyelidikan Tanah Bogor

Dudal, seorang ahli survei tanah penganut sistem USDA, yang diperbantukan pada Badan Penyelidikan Tanah di Bogor, mulai tahun 1950 memperkembangkan sistem klasifikasi tanah USDA di Indonesia.

3 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 232-233 4 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 236

(4)

Page | 4

Alasan penggunaan sistem ini agar supaya tanah-tanah di Indonesia dapat dikenal oleh negara-negara luar, dengan cara pelukisan profil tanah obyektif, sehingga dapat dipahami semua pakar tanah di seluruh dunia. Dengan demikian dapat diadakan perbandingan diantara jenis tanah dinegara lain

Sistem klasifikasi tanah ini ternyata sebagian besa dapat berlaku bagi tanah-tanah yang ada di Indonesia, sehingga untuk waktu singkat dapat merubah sistem klasifikasi tanah yang telah ada di Indonesia bahkan berkembang membentuk klasifikasi tanah yang baru.5

Padanan nama Tanah menurut berbagai Sistem Klasifikasi (disederhanakan)6

No

Sistem Dudal - Soepraptohardjo (1957-1961) Modifikasi (1978/1982) FAO / UNESCO (1974) USDA Soil Taxonomy (1975) 1. Tanah Aluvial Tanah Aluvial Fluvisol Entisol

Inceptisol

2. Andosol Andosol Andosol Andisol 3. Brown Forest Soil Kambisol Cambisol Inceptisol 4. Grumusol Grumusol Vertisol Vertisol 5. Latosol Kambisol Cambisol Inceptisol

Latosol Nitosol Ultisol

Lateritik Ferralsol Oxisol

6. Litosol Litosol Litosol Entisol

(Lithic Subgroup)

7. Mediteran Mediteran Luvisol Alfisol / Inceptisol 8. Organosol Organosol Histosol Histosol

9. Podsol Podsol Podsol Spodsol

10. Podsolik Merah Kuning Podsolik Acrisol Ultisol 11. Podsolik Coklat Kambisol Cambisol Inceptisol 12. Podsolik Coklat Kekelabuan Podsolik Acrisol Ultisol

13. Regosol Regosol Regosol Entisol / Inceptisol 14. Renzina Renzina Renzina Rendoil

15. - Ranker Ranker -

16. Tanah-tanah berglei Gleisol Gleysol Aquic Sub ordo Glei Humus Gleisol Humik - Inceptisol (Aquept) Glei Humus Rendah Gleisol - Inceptisol (Aquept) Aluvial Hidromof Gleisol Hidrik - Inceptisol (Aquept) Hidromorf Kelabu

Podsolik

Gleiik Acrisol Ultisol (Aquult) 17. Planosol Planosol Planosol Altisol (Aqualf)

5 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 240

(5)

Page | 5

c) JENIS-JENIS TANAH ORGANIK

Bahan organik tanah dan Tanah Organik adalah tanah yang:

1) Tidak pernah terendam air selama lebih dari beberapa hari yang mengandung bahan organik 20% atau lebih

2) Pernah terendam air untuk waktu lama atau yang telah di drainase yang mengandung: a) bahan organik 18% atau lebih jika frasi lempungnya 60% atau lebih

b) bahan organik 12-18% jika fraksi lempung kurang dari 60% c) bahan organik kurang dari 12% tanpa mengandung fraksi lempung

Tanah organik digolongkan kedalam Organosol. Jika lebih dari separuh lapisan atas tanah dengan kedalaman lebih dari 80 cm adalah tanah organik litosol yang lebih tipis, tetapi langsung terletak diatas batuan atau bahan batuan yang retakan-retakannya terisi bahan organik. Di Indonesia, tanah organik (organosol) secara umum dinamakan Tanah Gambut. Jenis tanah ini mengandung bahan organik sedemikian banyak sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horizon-horizon yang berbeda, berwarna coklat kelam hitam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH 3-5).

Bahan organik ini terdiri atas akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami humufikasi tetapi belum mengalami mineralisasi, dinamakan gambut. Hasil mineralisasi gambut berwarna hitam berstruktur granuler dinamakan muck. Gambut terbentuk jika humufikasi lebih besar daripada mineralisasi. Hal ini terjadi dalam keadaan mati lemasnya tanaman dalam air atau yang mengandung bahan organik dalam jumlah persen yang tinggi. Bakteri anaerob menyelenggarakan proses pembusukan dan proses penguraian sehingga terjadi dekomposisi membentuk humus.7

Mengenai klasifikasi tanah organik, Dachnowskii (1935) membedakan: 1. tanah gambut mengandung bahan organik lebih dari 65%

2. tanah bergambut (peaty soil) yang kadar bahan organiknya antara 65-35% 3. tanah humus yang kadar bahan organiknya antara 35-12%

Tanah Gambut

(6)

Page | 6

Gambut dapat digolongkan berdasarkan:

1. susunan kimia-nya atas: eutrof, mesotrof dan oligotrof

2. cuaca pembentukannya atas: supra aquatic dan infra-aquatic

3. susunan bahan analisa atas campuran tanaman air, berbagai macam lumut dan dari pohon-pohon hutan dengan tanaman bawahnya

4. faktor pembentukan seperti yang dikemukakan Polak (1941) di Indonesia membedakan:

1) gambut obrogen yang terbentuk terutama karena pengaruh curah hujan yang airnya tergenang

2) gambut topogen yang terbentuk terutama karena pengaruh topografi 3) gambut pegunungan yang terbentuk didaerah yang tinggi

i. Gambut Ombrogen

Gambut ini meliputi hampir seperlima Sumatra, meluas sepanjang Malaya, Kalimantan dan pantai selatan Papua. Tebal gambut berkisar antara 0,5 sampai 16 meter terbentuk dari sisa-sisa hutan yang membusuk menjadi massa berwarna coklat berkerangka dahan dan batang dalam genangan air sehingga kekurangan O2 dan pohon-pohonnya berakar

hawa. Observasi gambut yang baru dibuka hutannya berbentuk kubah (dome) terangkat diantara aliran-aliran air berwarna coklat-kelam sampai hitam yang mengandung aneka vegetasi spesies desmideae dan sangat masam sehingga terbentuk infra aquatic8. Berdasarkan kenyataan ini dapat diambil sebagai batasan bahwa:

A. gambut ombrogen terjadi di daerah iklim samudera dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun (lebih dari 3.000 mm tiap tahun) dan tanpa perbedaan musim yang mencolok sehingga daun-daun lebar dari vegetasi merupakan perlindungan terhadap insolasi dan kelembaban atmosfer

B. hutan tropis lebat menyebabkan kelembaban dan kemasaman tanah menghasilkan surplus residu tanaman dan kegiatan jasad renik (Polak 1941 dalam Darmawijaya 1990 halaman 280)

ii. Gambut Topogen

Gambut ini terbentuk dalam depresi topografik di rawa-rawa Indonesia, baik di dataran rendah maupun pegunungan tinggi. Gambut ini meluas di Rawa Lakbok, Pangandaran, Rawa Pening, Jatiroto, tanah payau di Deli (Sumatra) dan danau-danau di Kalimantan Selatan. Biasanya gambut ini eutrof, tetapi tergantung pada susunan air tanahnya kadang menjadi oligotrof. Vegetasinya terdiri terutama atas spesies rumput, paku, pohon dan semak belukar.9

8 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 280-281 9 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 284

(7)

Page | 7

iii. Gambut Pegunungan

Vageler (1930) berpendapat bahwa gambut pegunungan di daerah khatulistiwa hanya terbentuk ditempat yang tinggi, iklimnya menyerupai iklim daerah sedang dan vegetasi

sphagnum. Yang mendorong terbentuknya gambut ini adalah depresi di puncak gunung api yang telah mati dan kemudian tidak menjadi telaga, tetapi hanya menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi vegetasi Hydrophyta dan Cyperaceae. Hasil penelitian setempat tanah gambut pegunungan di Indonesia terdiri atas gambut hutan yang dinamakan Waldmoor (Polak 1933 dalam Darmawijaya 1990 halaman 286).

d) TANAH TANPA DIFERENSIASI HORIZON

Golongan tanah ini belum mengalami diferensiasi profil membentuk horizon sehingga masih dianggap lapisan dan masih muda perkembangannya. Golongan ini dapat dibedaan tiga jenis tanah.

i. Litosol

Tanah Litosol

Dulu jenis tanah ini dinamakan Skelettal Soil ini merupakan tanah yang dianggap paling muda sehingga bahan induknya seringkali dangkal (kurang dari 45 cm) yang dibawahnya tampak batuan padat yang padu 10 . Dengan demikian profilnya belum memperlihatkan horizon-horizon dengan sifat dan ciri batuan induknya (jika tertimbun bahan baru dengan ketebalan lebih dari 50 cm)11. Tanah ini belum lama mengalami perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkanik, atau topogafi yang terlalu miring atau bergelombang.

Tanah litosol terdapat di daerah pegunungan kapur dan daerah karst di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Sedangkan di Sumatra tanah ini terdapat luas pada wilayah bentukan palegonik yang tersusun atas batuan kuarsit, grauwacke, konglomerat, granit dan batu lapis (shale).12

10 Sarwono Hardjowigeno, Ilmu Tanah (Jakarta: Akademika Pressindo, 2003), hal 230

11 Sarwono Hardjowigeno, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis (Jakarta: Akademika Pressindo,1993), hal 170 12 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 287

(8)

Page | 8

ii. Tanah Aluvial

Tanah Aluvial

Tanah aluvial hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir sehingga dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horizon. Endapan aluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk aluvial. Satu hal yang mencirikan pada pembentukan aluvial ialah bahwa bagian terbesar bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya. Tekstur bahan yang diendapkan pada waktu tempat yang sama akan lebih seragam, maka makin jauh dari sumbernya makin halus butir yang diangkut.

Karena ini terbentuk akibat banjir di musim hujan, maka sifat dan bahan-bahannya juga tergantung pada kekuatan banjir dan asal serta macam bahan yang diangkut sehingga menampakkan ciri morfologi berlapis-lapis yang bukan horizon karena bukan hasil perkembangan tanah. Sifat tanah aluvial dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asal, sehingga kesuburannya pun ditentukan sifat bahan asalnya.

Sebagai contoh, tanah yang berasal dari Bengawan Solo dan sungai berasal dari pegunungan karst (gunung Sewu) umumnya kekurangan unsur fosfor dan kalium. Sebaliknya tanah yang berasal dari kali Opak, Progo dan Glagah, karena berasal dari gunung Merapi yang masih muda dan kaya akan unsur-unsur hara dan merupakan tanah yang pada tahun-tahun sebelum tahun-tahun 1940 merupakan tanah tebu yang produktif. Kalau melihat sifat fisiknya kedua macam tanah itu semua mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabel (Dames, 1955 dalam Darmawijaya 1990 halaman 288).

Kebanyakan tanah aluvial sepanjang aliran besar merupakan campuran yang mengandung cukup banyak hara tanaman sehingga umumnya dianggap tanah subur sejak dulu (misalnya Jakarta). Yang menjadi permasalahan ialah pengawasan tata air termasuk perlindungan terhadap banjir, drainase dan irigasi. Tekstur tanahnya sangat variabel baik vertikal maupun horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase.

Tanah aluvial di Indonesia pada umumnya memberi hasil produksi padi (misalnya Karawang, Indramayu, delta Brantas), palawija, tebu (Surabaya) cukup baik. Jika dipergunakan untuk memelihara tambak perikanan, bandeng dan gurame (misalnya di Gresik, Tegal dan Indramayu) cukup memberi produksi.13

(9)

Page | 9

iii. Regosol

Regosol

Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horizon meskipun pada tanah regosol tua horizon sudah mulai membentuk horizon A1 lemah berwarna kelabu,

mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah kasar, struktur remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH 6-7. Makin tua umur tanah struktur dan konsistensinya padat, bahkan seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas yang terhambat. Berdasarkan bahan induknya, tanah regosol dapat dibedakan atas:

1. Regosol Abu-Vulkanik pada daerah-daerah berfisiografi vulcanic fan ( ═ lahar vulkanik yang kebawah melebar seperti kipas)

2. Regosol Bukit-Pasir (sand dune) biasanya terdapat di pantai 3. Regosol Batuan Sedimen dengan topografi bukit lipatan Napal iii. i Regosol Abu-Vulkanik

Di Indonesia tanah abu-vulkanik terdapat disekitar gunung-gunung api. Yang diartikan dengan abu-vulkanik ialah semua bahan vulkanik hasil erupsi yang dikeluarkan gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu bom dan lapili. Aliran lahar mengalir dari puncak ke lereng tiba di kaki gunung yang datar makin melebar seperi kipas dinamakan

vulcanic fan. Bahan yang kasar diendakan pada pusat aliran dan yang halus diendapkan kearah tepi aliran. Lahar baru ini sampai mengalir kebawah bercampur dengan bahan-bahan erupsi lama yang masih ada di lereng dan endapannya berwarna kelabu

iii. ii Regosol Batuan Sedimen

Macam tanah regosol ini umumnya terdapat didaerah tertier yang hampir selalu merupakan pegunungan lipatan (folded mountains) yang telah mengalami pentorehan yang hebat membentuk lembah-lembah antiklinal yang dalam, tebing curam dan bukit-bukit sinklinal. Di lemba-lembah itu batuan berkapur telah habis dihanyutkan sehingga tertinggal batuan sedimen lunak yang terdiri atas napal dan atau lempung.

Tanah regosol ini mempunyai ciri morfologi umum bagi jenis tanah regosol ialah belum ada diferensiasi horizon dengan solum dangkal dan profil tanah seragam (homogen). Sifat fisik tanah ini sangat variabel tergantung bahan induknya.

(10)

Page | 10

iii.iii Regosol Bukit-Pasir

Tanah regosol ini terjadi disepanjang pantai misalnya diantara Cilacap dan Parangtritis. Bukit pasir terbentuk dari pasir dipantai yang berasal dari abu vulkanik oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi. Gaya ombak laut memilih pasir ringan dan dilempar jauh dari daratan sementara pasir berat berwarna hitam tertinggal dipantai yang landai. Pasir yang kering kemudian tertiup angin kearah daratan dan diendapkan pada tempat yang bervegetasi sebagai penumpu (biasanya Xerophyta dan Halophyta), sehingga terbentuk deretan bukit pasir. Jika daratan pantai meluas, bukit pasir yang semula kemudian akan terletak diluar pengaruh angin dan laut, sehingga akan terbentuk lagi deretan bukit pasir yang baru. Di Papua pernah ditemukan 15 deretan bukit pasir pada pantai berjarak 15 km dari tepi laut. Tanah ini umumnya bertekstur kasar, mudah diolah dengan gaya menahan air rendah dan permeabilitas kurang baik.14

iv. Tanah Merah

Tanah Merah

Tanah merah meliputi sebagian besar lahan di Indonesia mulai dari tepi pantai yang landai atau berombak sampai pegunungan tinggi yang berbukit atau bergelombang dengan iklim agak kering sampai basah, terbentuk dari batuan beku, sedimen atau malihan. Tanah merah terbentuk hampir diseluruh tanah air, kecuali beberapa pulau di Nusa Tenggara dan Maluku Selatan.

(11)

Page | 11

v. Latosol

Latosol

Nama latosol diusulkan pertamakali oleh Kellog (1949) bagi golongan tanah yang meliputi semua tanah zonal didaerah tropis dan khatulistiwa yang memiliki sifat-sifat dominan:

1. Nilai SiO2 (silika) fraksi lempungnya rendah

2. Lempungnya kurang aktif 3. Kadar mineral rendah 4. Stabilitas agregat tinggi 5. Berwarna merah

Latosol meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum ialah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur15. Warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning, tergantung susunan mineralogi, bahan induk drainase, umur tanah dan keadaan iklim. Memiliki kandungan mineral primer dan unsur hara yang rendah, memiliki pH yang rendah yaitu 4,5-5,5.16

Di Indonesia, tanah latosol umumnya berasal dari batuan induk vulkanik, baik tuff maupun batuan beku, terdapat mulai dari tepi pantai sampai setinggi 900 meter diatas permukaan laut dengan topografi miring, vulcanic fan sampai pegunungan dengan iklim basah tropis dan curah hujan berkisar antara 2.500-7.000 mm. 17

15 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 297

16 Sarwono Hardjowigeno, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis (Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1993), hal 159 17 Ibid halaman 300

(12)

Page | 12

vi. Tanah Mediteran Merah-Kuning

Tanah Mediteran Merah-Kuning

Dari namanya telah menyatakan bahwa jenis tanah ini mempunyai hubungan dengan iklim Lautan Tengah (Mediteranean) yang dicirikan dengan musim dingin (winter) banyak hujan dan musim panas (summer) kering. Tanah ini pertamakali ditemukan dan diselidiki sekitar Lautan Tengah disepanjang pantai Eropa mulai Portugis Selatan dan Spanyol Tengah. Selain itu tanah ini didapati di Amerika Selatan dan Asia Tenggara seperti Thailand, Laos, Filipina dan Indonesia. Jenis tanah ini, terutama yang merah, juga dikenal dengan nama terra rosa.18

Zippe (1953) adalah yang pertama menyatakan bahwa jenis tanah Mediteran Merah-Kuning terbentuk sebagai hasil pelapukan batu kapur. Hal ini diperkuat oleh Neumayr (1975) dengan contoh didaerah Alpen. Vinasse de Regny (1964) mengemukakan adanya pengendapan-pengendapan besi dari larutan alkalis yang bersentuhan dengan batukapur yang menyebabkan warna merah. Menurut Blanck, larutan-larutan besi terutama dari sumber-sumber kapur dan sedikit berkapur menyusup kedalam retakan-retakan dan lubang-lubang batukapur. Tingginya kadar besi dan rendahnya kadar organik menyebabkan tanah Mediteran Merah Kuning berwarna merah mengilat, bertekstur geluh dan mengandung konkresi Ca dan Fe (Reifenberg 1935 dalam Darmawijaya 1990 halaman 310).

Tanah Mediteran Merah-Kuning adalah tanah yang sangat mudah dilapuk, tekstur berat dan kadang lekat, berstruktur gumpal, rendah kandungan bahan organik, agak masam sampai sedikit alkalis (pH 6-7,5), kejenuhan basa sedang sampai tinggi dan terkadang mengandung konkresi kapur dan besi. Bahan induknya terdiri dari batu kapur, batu pasir berkapur atau bahan vulkanik. Ketinggian dari muka laut sampai 400 meter, iklim tropika basah dengan bulan kering dan curah hujan antara 800-3.500 mm.19

Di Indonesia jenis tanah ini bertopografi berbukit-bukit sampai pegunungan dan berasal dari batuan basaltik, contohnya terdapat di Jawa Timur antara lain di Baluran dan yang berasal dari batukapur di Gunung Kidul, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara. Jenis tanah mediteran merah kuning jika mendapat air secukupnya dapat ditanami tebu, padi dan buah-buahan secara intensif (Soepraptohardjo 1958 dalam Darmawijaya 1990 halaman 312).

18 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 309 19 Loccit halaman 164

(13)

Page | 13

vii.Tanah Lateritik

Tanah Lateritik

Proses laterisasi meluas didaerah beriklim humid mulai dari tropika sampai subtropika. Karena ada faktor tertentu yang membatasi proses ini pun tidak senantiasa sama tingkat pekembangannya. Tanah lateritik adalah tanah yang karena sesuatu mengalami laterisasi yang tidak berkembang lanjut.

Ciri morfologi lateritik yang umum:

1. Solum yang dangkal, kurang dari 1 meter

2. Susunan horizon A, B dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning sampai kuning coklat dan bertekstur paling halus ialah lempung

3. Mengandung konkresi besi/mangaan lapisan kuarsa yang menyebabkan adanya air

Tanah ini tersebar didataran rendah pada tinggi kurang dari 100 m dengan relief satar sampai sedikit bergelombang dengan bahan induk andesit dan iklim basah curah hujan antara 2.500 - 3.500 mm per tahun tanpa bulan kering. Contohnya terdapat di Tambangdulung, Martapura (Kalimantan), Way Tuba, Kota Bumi (Sumatra Selatan) dan Surakarta (Soepraptohardjo 1960 dalam Darmawijaya 1990 halaman 314)

(14)

Page | 14

viii. Tanah Podzolik Merah-Kuning

Tanah Podzolik Merah-Kuning

Menurut Thorp (1949) profil jenis tanah ini tersusun atas horizon O dan horizon A1

tipis diatas horizon A2 berwarna pucat kebawahnya meliputi horizon B yang lebih banyak

mengandung lempung berwarna merah, merah kekuningan atau kuning, berangsur beralih ke bahan induk mengandung silika. Vegetasi alamnya hutan sembarang dengan iklim panas sedang sampai basah tropis dan drainase alam yang baik. Ditemukan pada ketinggian antara 50-350 meter.20

Di Indonesia tanah podzolik merah kuning mempunyai lapisan permukaan yang sangat terlindi berwarna kelabu cerah sampai kekuningan diatas horizon akumulasi yang bertekstur relatif berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah. Kandungan bahan organik penjenuhan basa dan pH rendah (4,2 – 4,8). Topografi umumnya berbukit dari peneplain tua dengan elevasi berkisar antara 2.500 – 3.500 mm tiap tahun (Dudal dan Soepraptohardjo 1957 dalam Darmawijaya 1990 halaman 315). Selanjutnya jenis tanah ini di Indonesia terbentuk dalam daerah iklim seperti litosol, perbedaannya hanya pada bahan induk: latosol terutama berasal dari batuan vulkanik basa dan intermediate, sedangkan tanah podzolik berasal dari batuan beku dan tuff.

Di Amerika Serikat tanah podzolik merah kuning sudah dikenal sebagai tanah penghasil kapas, kacang tanah, jagung, tembakau dan sayuran-sayuran (Kellog, 1951). Di Indonesia tanah ini tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di beberapa tempat sudah dijadikan perkebunan karet seperti di Banten, Sumatra Selatan dan Kalimantan.21

20 Sarwono Hardjowigeno, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis (Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1993), hal 164 21 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 314-316

(15)

Page | 15

ix. Andosol

Andosol

Istilah andosol berasal dari bahasa Jepang dengan kata Ando yang berarti “hitam” atau “kelam”. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (keropos), mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida besi. Andosol hanya ditemukan pada bahan vulkanik yang tidak padu (unconsilidated) yang terletak pada ketinggian 3.000 meter diatas permukaan laut dan umumnya terdapat di dataran tinggi dengan iklim dingin serta curah hujan yang tinggi22. Tanah ini tersebar didaerah vulkanik sekitar Samudra Pasifik mulai dari kepulauan Jepang, Filipina, Indonesia, Papua Nugini, Selandia Baru, Pantai Barat Amerika Selatan, Amerika Tengah, Kepulauan Hawaii sampai Alaska ; dengan berbagai nama seperti Humic Allophane Soils (Kanno 1961 dalam Darmawijaya 1990 halaman 320), Humic Mountain Soils (Dames 1955 dalam Darmawijaya 1990 halaman 320) dan Andosol (Tankimhong 1965 dalam Darmawijaya 1990 halaman 320). Nama Andosol semakin tenar dan disetujui sebagai nama yang paling serasi dalam Meeting on the Classification and Correlation of Vulcanic Ash Soils

di Jepang (FAO/UNESCO. Report 14, 1965 dalam Darmawijaya 1990 halaman 320).

Sifat umum tanah andosol dengan memperhatikan susunan fraksi pasir, debu dan lempung adalah sebagai berikut:

1. Ciri morfologi: Horizon A1 yang tebal berwarna kelam, coklat sampai hitam,

sangat poreous, sangat gembur, tidak liat, tidak lekat, struktur remah atau granuler, terasa berminyak karena mengandung bahan organik antara 8-30% dengan pH 4,5-6.

2. Sifat mineralogi: fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik, dengan mineral feromagnesium dan fraksi lempung sebagian terbesar alofan berkembang mengandung juga halloysit

3. Sifat fisika kimia: Kejenuhan basa rendah dengan kapasitas penukaran kation dan kapasitas pertukaran anion tinggi, berat jenis kurang dari 0,85 dan pada kapasitas lapang kelengasan tanah lebih dari 15%.23

22 Sarwono Hardjowigeno, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis (Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1993), hal 164 23 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 320

(16)

Page | 16

x. Grumusol/Vertisol

Grumusol/Vertisol

Soil Survey Staff USDA mengusulkan nama Vertisol untuk jenis tanah yang masih dikenal dengan nama Grumusol. Grumusol diusulkan oleh Oakes dan Y.Thorp (1950) untuk tanah lempung berwarna kelam yang bersifat fisik berat yang berasal dari istilah grumus

(gumpalan keras). Ciri-ciri tanah ini sebagai berikut: 1. Tekstur lempung dalam bentuk yang berciri 2. Tanpa horizon eluvial dan iluvial

3. Struktur lapisan atas granuler, sering berbentuk seperti bunga kubis dan lapisan bawah gumpal atau pejal

4. Mengandung kapur

5. Koefisien pemuaian dan pengerutan tinggi jika dirubah kadar airnya

6. Seringkali mikroreliefnya gilgai (peninggian-peninggian setempat yang teratur) 7. Konsistensi luar biasa liat

8. Bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air (impermeable) 9. Dalam solum rata-rata 75 cm

10. Warna kelam atau chroma kecil

Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter diatas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25ºC dengan curah hujan kurang dari 2.500 mm dan pergantian musim hujan dan kemarau nyata. Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik.

Kandungan bahan organik umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur. Tanah yang kaya akan kapur kebanyakan berwarna hitam, sedangkan tanah yang berwarna kelabu biasanya bersifat asam. Mengenai kandungan basanya jenis tanah ini mengandung unsur Ca dan Mg yang tinggi bahkan dalam beberapa keadaan dapat pula terbentuk konkresi kapur dan akumulasi kapur lunak.

Grumusol bersifat mengembang dan mengerut. Jika musim kering tanahnya menjadi keras dan retak-retak karena mengerut, jika basah tanahnya menjadi lengket karena mengembang24

(17)

Page | 17

Sifat-sifat fisik tanah grumusol yang sangat berat menyebabkan jenis tanah ini sangat peka terhadap erosi dan longsor. Hal ini mengakibatkan relief tanah ditempat yang lebih tinggi menjadi bergelombang dan didataran membentuk bukit-bukit kecil yang cembung yang pernah ditemukan oleh Danes di Pulau Sumba dan Kepulauan Nusa Tenggara yang sangat kering yang dinamakan gilgai.25

xi. Hidrosol

Hidrosol

Nama hidrosol biasanya digunakan sebagai nama gabungan jenis-jenis tanah yang memperlihatkan gejala Glei, sehingga dinamakan Hydrosol. Oleh karena itu sifat umum jenis-jenis tanah ini adalah porositas dan drainase yang buruk sehingga mengurangi manfaatnya sebagai tanah pertanian. Topografi tanah-tanah ini pada umumnya datar yang memungkinkan tergenangnya air dan terbentuknya glei pada lapisan tanah tertentu.

Beberapa yang tergabung dalam tanah hidrosol adalah beberapa jenis-jenis tanah Planosol dan Hidromorfik Kelabu.

(18)

Page | 18

xi.i Planosol

Planosol

Tanah ini umumnya merupakan endapan lempung dari laut dengan solum dangkal, berwarna kelabu sampai kuning. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur horizon A lempung, horizon C geluh (loam), struktur horizon A pejal, horizon C gumpal sampai pejal, konsistensi teguh (firm) dan pH 6,5-8. Tanah ini umumnya terbentuk didataran rendah pantai laut dengan bahan induk endapan dengan iklim sembarang. Dalam keadaan kering tanah ini pecah-pecah membentuk gumpalan tanah yang besar dan keras. Secara fisik tanah ini bertekstur lempung tetapi masih mudah diolah daripada tanah Grumusol. Contoh jenis tanah ini terdapat di desa Surakarta (Karawang) dan Menco Wedung (Semarang).

xi.ii Tanah Hidromorfik Kelabu

Tanah Hidromorfik Kelabu

Berlainan dengan jenis-jenis tanah bergejala glei yang telah dikemukakan, jenis tanah hidromorfik kelabu ini umumnya bersolum lebih dalam dengan warna kelabu atau kelabu kuning, terdiri atas horizon-horizon yang lebih lengkap.

Jenis tanah ini terdapat pada dataran aluvial sampai sedikit bergelombang yang tingginya antara 0-300 m dari permukaan laut dengan iklim basah bercurah hujan antara 2.500-3.500 mm pertahun tanpa bulan kering. Bahan induknya batuan asam baik tuff maupun endapan. Jenis tanah ini biasa dipergunakan untuk bahan bata dan genting rumah.26

(19)

Page | 19

xii.Tanah Garam

Tanah Garam

Tanah garam adalah nama gabungan jenis-jenis tanah yang hanya dibedakan atas tiga taraf evolusinya yaitu Solonchak, Solonetz dan Solodi. Jenis-jenis tanah ini terebar sebagai tanah zonal didaerah kering (arid atau semiarid) di Eropa seperti di Prancis Selatan dan Rusia bagian selatan dan tenggara, di Asia mulai dari Siberia sampai semenanjung Arab dan India. Di Afrika terdapat disepanjang pantai utara, di Asia Tengah dibagian timur. Di Indonesia jenis-jenis tanah ini diduga terdapat di Nusa Tenggara terutama di Timor. Curah hujan yang rendah, kurang cukup untuk melindi garam yang selalu terbentuk oleh pelapukan batuan dan larut dalam air sehingga evaporasi selama musim kering membawanya ke permukaan tanah yang terakumulasi sebagai garam biasa atau kerak.27

xiii. Podzol

Podzol

Tanah Podzol meluas didaerah hutan yang beriklim basah sedang, terutama di hemisphere-utara, mempunyai sifat dasar: ashy grey coloured layer dibawah acidic reacting topsoil. Nama podzol berasal dari bahasa Rusia dari kata zola yang berarti abu dan pod yang berarti pucat. Semua jenis tanah ini mengandung A2 abu-abu yang berwarna pucat.

Selain di pegunungan tinggi di Indonesia, tanah podzol terdapat didataran rendah yang oleh Hardon (1937) dinamakan Padang Soils ialah Padang Luwai, Kutai – terletak pada ketinggian 90 meter, dan Air Layang di Bangka pada ketinggian 10 meter dari permukaan laut yang tanahnya tersusun atas pasir kuarsa dengan pertumbuhan yang sangat jarang. Iklimnya basah dengan temperatur rata-rata 26º C. Curah hujan berturut-turut 2.800 dan 3.000 mm, bulanan lebih dari 300 mm dan bulan terkering lebih dari 100 mm.

Terjadinya podzolisasi di dataran disebabkan empat faktor: tanah pasir kuarsa yang permeabel sekali, kekurangan kandungan basa, curah hujan tinggi dan tetap dan vegetasi yang memungkinkan terbentuknya humus asam karena berkadar basa rendah.28

27 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 345-346 28 M. Isa Darmawijaya, Klasifikasi Tanah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hal 353 dan 357

(20)

Page | 20

C.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan daripada sistem klasifikasi tanah yang telah diuraikan, kita dapat menarik dasar-dasar umum yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam menyusuk klasifikasi tanah yang representatif pada waktu ini.

Klasifikasi tanah adalah alat untuk mempermudah mengingat sifat berbagai macam golongan jenis tanah supaya lebih bermanfaat dan lebih mempermudah penggunaan tanahnya.

Sistem klasifikasi tanah harus cukup peka untuk dapat menerima perubahan-perubahan akibat kemajuan ilmu pengetahuan tanpa menimbulkan salah tafsir, karena nama atau istilah baru. Definisi-definisi kelas tanah disusun sedemikian rupa sehingga dapat berlaku bagi semua jenis tanah yang ada, baik yang sudah dikenal dan dipelajari maupun yang belum ditemukan dan mungkin kelak akan ditemukan. Oleh karena itu klasifikasi tanah harus bersifat universal.29

Peta Persebaran Tanah di Indonesia

(21)

Page | 21

D. Daftar Pustaka

Darmawijaya, M. Isa. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990 Hardjowigeno, Sarwono. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1993

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok untuk masing-masing tingkat ketersediaan K tanah, yaitu sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi, dengan

Peristiwa ini terjadi karena hara tanah umumnya banyak terdapat pada lapisan atas tanah (top soil) khususnya unsur N, P, K sebagai penyubur tanaman , sehingga aliran permukaan

Terdapat mintakat pelapukan napal yang membawahi tanah, nisbah Fe tanah/ napal jauh lebih tinggi dibanding terhadap batugamping, kadar CaCO 3 napal rendah, dan

Ciri tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman antara lain pH rendah, kejenuhan Al tinggi, lempung beraktifitas rendah, daya serat terhadap posfat

menunjukkan bahwa Mg tukar tanah sawah tadah hujan berada pada kategori rendah hingga tinggi yang dominan dengan Mg tukar sedang.. Mg tukar rendah terdapat pada

Pemberian pupuk K pada status hara sangat rendah sampai sedang memperlihatkan peningkatan tinggi tanaman yang signifikan, sedangkan pupuk K pada status hara tanah yang tinggi

Waktu perbaikan yang cukup tinggi yaitu 27.37% dari seluruh waktu penanaman disebabkan karena tanah semaian yang banyak terdapat kotoran dari pupuk kandang yang

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1 sifat kimia tanah PH, unsur N, P, K pada lahan padi sawah di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang memiliki pH dengan kategori tinggi, unsur